24 sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan.
10
b. Pembiayaan Konsumtif
Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer
pokok atau dasar dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer meliputi kebutuhan pokok baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian
dan tempat tinggal maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan yang
secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer baik berupa barang, seperti kendaraan dan perhiasaan
maupun jasa seperti pariwisata, hiburan dan sebagainya.
2. Risiko Pembiayaan
Sebagai suatu entitas bisnis, bank syariah akan selalu dihadapkan pada berbagai jenis risiko yang melekat pada kegiatan usahanya. Dimana risiko
pembiayaan merupakan salah satu risiko yang harus diperhatikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.10 Tahun 2008 tentang Perbankan bahwasanya
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan
asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat.
10
Muhyiddin Attiyah, al-Kasyasyaf al-Iqtisadi li Ayati Al- Qur’an al-Karim, dalam Muhammad Syafii
Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik Jakarta: Gema Insani, 2001, h.168.
25 Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah ada dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang
diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Oleh karena itu diperlukan manajemen atas resiko pembiayaan yang ada
sebagai bagian dari manajerial bank syariah. Manajemen resiko pembiayaan tersebut dapat dilakukan dengan cara:
11
1. Melakukan analisis terhadap stakeholder deposan, debitur, pemilik saham
untuk menetapkan atau mengkaji toleransi risiko, posisi dan perilaku dari para stakeholder.
2. Memahami situasi atau peristiwa yang pernah diambil perusahaan yang
dapat mendatangkan kerugian. 3.
Melakukan penilaian atas risiko dan pengendalian yang ada. 4.
Menyusun tanggapan atas risiko yang ada. 5.
Menetapkan aktivitas pengendalian berupa program mitigasi risiko. 6.
Mengkomunikasikan risiko dan manajemen risiko. 7.
Melakukan pemantauan terhadap risiko dan pengelolaannya. Selain itu sebagai bentuk manajemen atas risiko pembiayaan dibentuk
peraturan mengenai kualitas aktiva produktif. Berdasarkan pasal 1 butir b Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31147KEPDIR tanggal 12 November
11
Robert Tampubolon, Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersil, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004, hlm. 41.
26 1998, Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah
maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.
Dalam mengantisipasi terjadinya risiko kerugian atas berbagai investasi dalam aktiva produktif maka ditentukan Pembentukan Penghapusan Aktiva
Produktif PPAP dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Cadangan umum yang sekurang-kurangnya sebesar 1 dari total aktiva produktif;
b. Cadangan khusus untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan sekurang-
kurangnya sebesar 5 dari pembiayaan Dalam Perhatian Khusus DPK, 15 dari pembiayaan yang digolongkan Kurang Lancar KL, 50 dari
pembiayaan yang digolongkan Diragukan D, 100 dari pembiayaan Macet M. Masing-masing setelah dikurangi nilai agunan tunai berupa giro,
deposito, atau tabungan yang diblokir bank.Apabila jumlah PPAP lebih kecil dari seharusnya dibentuk maka jumlah kekurangan tersebut diperhitungkan
sebagai pengurang modal inti perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM.
B. PEMBIAYAAN BERMASALAH
1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah adalah suatu keadaan dimana debitur mengingkari janji mereka membayar keuntungan dan atau kredit induk yang telah