34 sebagai seorang yang positif, menerima dengan tulus terhadap siapa
konseli berserta kelebihan dan kelemahannya, dan apa yang menjadi permasalahannya sehingga mengharuskan untuk datang kepada konselor
4. Tujuan Konseling dengan Pendekatan Person Centered
Konseling person centered bertujuan untuk membina kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk
memecahkan masalahnya sendiri serta siap untuk menerima segala konsekuensi atas pilihan yang dia buat. Kepribadian yang integral adalah
struktur kepribadiannya tidak terpecah artinya sesuai antara gambaran tentang diri yang ideal ideal self dengan kenyataan diri sebenarnya real
self . Sedangkan kemampuan berdiri sendiri adalah yang mampu
menentukan pilhan sendiri atas dasar tanggung jawab dan kemampuan, tidak bergantung kepada orang lain. Oleh karena itu individu perlu
memahami dirinya kekuatan dan kelemahan diri serta menerima kenyataan dirinya dengan penuh kesadaran.
Dalam hal ini, Rogers Gibson dan Mitchell 2011: 215 mengungkapkan sejumlah perubahan yang diharapkan muncul dari
penggunaan pendekatan person centered yaitu: a.
Konseli bisa melihat dirinya dengan cara yang berbeda dari sebelumnya.
b. Konseli sanggup menjadi pribadi yang diinginkan.
c. Konseli sanggup mengadopsi tujuan-tujuan yang lebih realistik.
35 d.
Konseli mampu bersikap lebih dewasa. e.
Konseli menjadi lebih percaya diri self confident dan sanggap mengarahkan diri self directing. Artinya konseli sudah lebih
memahami potensi yang ada pada dirinya dan lebih mampu mengidentifikasi sikap atau perilaku yang baik untuk kehidupannya
f. Konseli jadi lebih sanggup menerima keberadaan orang lain apa
adanya. g.
Konseli dapat menerima diri dan perasaannya lebih utuh. h.
Konseli berubah dalam karakteristik kepribadian dasarnya dengan cara-cara yang konstruktif.
i. Konseli menjadi lebih fleksibel dalam persepsinya dan tidak lagi keras
ke diri sendiri.
5. Peran Konselor pada Pendekatan Person Centered
Gibson dan Mitchell 2011: 216 menyebutkan bahwa peran konselor adalah sebagai fasilitator dan reflektor. Disebut fasilitator karena
konselor memfasilitasi
atau mengakomodasi
konseli mencapai
pemahaman diri. Disebut reflektor karena konselor mengklarifikasi dan memantulkan kembali kepada konseli perasaan dan sikap yang
diekspresikannya terhadap konselor sebagai representasi orang lain. Pada titik ini, konselor tidak berusaha mengarah kepada “dunia batin” konseli,
melainkan lebih fokus ke penyediaan sebuah hubungan terapeutik yang di dalamnya konseli mampu membawa perubahan bagi dirinya.
36 Corey 1986 menyatakan bahwa dalam konseling dengan
pendekatan ini seorang konselor perlu memenuhi fungsi sebagai berikut : a.
Menciptakan hubungan yang permisif, terbuka, penuh pengertian dan penerimaan agar konseli bebas mengemukakan masalahnya
b. Mendorong kemampuan konseli untuk melihat berbagai potensinya
yang dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan c.
Mendorong konseli agar ia yakin bahwa ia mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
d. Mendorong konseli agar ia mampu mengambil keputusan dan
bertanggungjawab sepenuhnya
atas keputusan
yang telah
ditetapkannya.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa peran konselor dalam pendekatan person centered adalah memfasilitasi konseli dalam
pencapaian pemahaman terhadap dirinya serta mendorong konseli bahwa ia mampu membawa perubahan yang lebih baik terhadap dirinya sendiri.
Konselor bersikap hanya sebagai pendengar aktif dan sesekali memberikan umpan balik, karena arah dan tujuan konseling pada
pendekatan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab konseli, bukan pada konselor.
6. Proses Konseling dengan Pendekatan Person centered