PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PELAKSANAAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN GESTALT BAGI GURU BK SMP NEGERI KOTA YOGYAKARTA.

(1)

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PELAKSANAAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN GESTALT BAGI GURU BK SMP

NEGERI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ummi Aiman NIM 11104241013

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan ”

(QS. Al-Insyirah: 5-6 )

“Suksesmu, tergantung usahamu. Saya berjuang Saya Menang” (Penulis)


(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

 Bapak Kadina, Ibu Wati yang tidak pernah lelah mendoakanku  Almamater Universitas Negeri Yogyakarta Fakultas Ilmu Pendidikan,

khususnya program studi Bimbingan dan Konseling  Agama, nusa, dan bangsa


(7)

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PELAKSANAAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN GESTALT BAGI GURU BK SMP

NEGERI KOTA YOGYAKARTA Oleh

Ummi Aiman NIM 11104241013

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt bagi guru BK SMP Negeri Kota Yogyakarta yang berguna dan memenuhi standar kelayakan. Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D).

Proses penelitian pengembangan ini dilaksanakan melalui 9 tahap, yaitu: tahap penelitian awal dan pengumpulan informasi, tahap perencanaan, tahap pengembangan produk awal, validasi ahli, dua tahap uji coba, dan tiga tahap revisi. Produk yang dikembangkan berupa buku panduan yang terdiri dari materi yaitu konseling kelompok, biografi tokoh Gestalt, hakikat manusia, prinsip-prinsip Gestalt, konsep kunci kepribadian, tujuan konseling Gestalt, konselor gestalt, konseli gestalt, teknik konseling, proses konseling kelompok, glosarium dan format formulir dan laporan konseling kelompok. Validasi ahli meliputi 1 orang ahli materi dan 1 orang ahli media. Uji coba lapangan utama dilakukan kepada 5 orang guru BK sedangkan uji coba lapangan operasional dilakukan kepada 23 orang guru BK. Subyek penelitian ini adalah guru BK SMP Negeri Kota Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket.

Hasil penelitian pengembangan menunjukkan bahwa buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestal dapat dikategorikan layak digunakan oleh Guru BK sebagai informasi dan pengetahuan proses konseling kelompok dengan pendekatan gestalt. Penilaian kelayakan buku panduan berdasarkan validasi materi dapat dikategorikan “baik” dengan presentase 77%, sedangkan penilaian menurut ahli media dapat dikategorikan “baik” dengan presentase 79,16%. Kemudian penilaian kualitas produk hasil uji coba terbatas yang dilakukan oleh 5 orang Guru BK dapat dikategorikan “baik” dengan presentase 100% dan yang terakhir hasil penilaian berdasarkan uji coba produk akhir yang dilakukan oleh 23 orang Guru BK dapat dikategorikan “baik” dengan presentase 98,80%.

Kata Kunci: buku panduan, konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt, guru BK.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian dan telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak Dr. Suwarjo, M. Si. Dosen pembimbing yang telah dengan sabar meluangkan waktu, perhatian, tenaga memberikan bimbingan, motivasi, dan dorongan yang tiada henti-hentinya.

5. Bapak Nanang Erma Gunawan, M. Ed. Ahli materi yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, pikirannya untuk membimbing penyusunan dan penilaian buku panduan.


(9)

6. Bapak Deni Hardianto, M. Pd. Ahli media yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, pikirannya untuk membimbing penyusunan dan penilaian buku panduan.

7. Kepala SMP Negeri Kota Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

8. Guru BK yang telah membantu dan menjadi subyek penelitian.

9. Bapak Kadina dan Ibu Wati. Dua orang terkasih yang selalu aku cintai dan hormati, terimakasih atas segala kasih saying, cinta, pengorbanan, dan doa yang selalu dipanjatkan.

10. Kedua adik perempuanku, Faizatullibas dan Thoifatul Jannah atas doa dan semangat yang diberikan.

11. Seluruh keluarga besarku yang memberi doa serta dorongan yang memotivasi. 12. Teman-teman BK angkatan 2011 khususnya kelas A yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kesediaannya membagi semangat, keceriaan, juga segala yang hal yang membelajarkan.

13. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Oktober 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Pengembangan ... 10

F. Spesifikasi Produk ... 10

G. Manfaat Pengembangan... ... 11

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ... 12

I. Definisi Operasional... ... 13

BAB II KAJIAN TEORI A. Konseling Kelompok ... 14

1. Pengertian Konseling Kelompok ... 14


(11)

3. Fungsi Layanan Konseling Kelompok... 22

4. Fungsi dan Peran Konselor dalam Konseling Kelompok... .... 24

5. Prosedur Konseling Kelompok ... 34

6. Tahapan Konseling Kelompok ... 43

7. Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok ... 52

B. Konseling Kelompok dengan Pendekatan Gestalt ... 56

1. Pengertian Konseling Kelompok dengan Pendekatan Gestalt ... 56

2. Biografi Tokoh Gestalt ... 59

3. Konsep Kunci Teori Gestalt... 61

4. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Gestalt ... 67

5. Prinsip dalam Teori Gestalt ... 68

6. Peran dan Fungsi Pemimpin Konseling Kelompok ... 70

7. Tujuan Konseling Kelompok Gestalt... 72

8. Teknik-teknik Konseling Gestalt... ... 73

9. Prinsip Kerja Konseling Kelompok dengan Pendekatan Gestalt.. ... 80

10. Tahapan dalam Konseling Kelompok Gestalt... 83

11. Kelebihan dan Kekurangan Gestalt... .... 85

C. Buku Panduan ... 87

1. Pengertian Buku Panduan ... 87

2. Fungsi Buku Panduan ... 88

3. Buku Panduan sebagai Media Belajar ... 89

D. Pengembangan Buku Panduan Pelaksanaan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Gestalt ... 91

BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan ... 95

B. Prosedur Pengembangan ... 98

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 101


(12)

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengembangan ... 112

1. Penelitian Awal dan Pengumpulan Informasi... 112

2. Perencanaan Pengembangan Produk Awal Buku Panduan ... 114

3. Pengembangan Draft Produk... ... 115

4. Validasi Ahli... ... 120

5. Revisi Produk Awal... .... 125

6. Uji Coba Lapangan Utama... 130

7. Revisi Uji Coba Lapangan Utama... 134

8. Uji Coba Lapangan Operasional... ... 136

9. Revisi Produk Akhir... ... 140

B. Pembahasan ... 143

C. Keterbatasan Penelitian... ... 146

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 147

B. Saran ... ... 148

DAFTAR PUSTAKA ... 149


(13)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Daftar Jumlah Guru Bimbingan dan Konseling SMP Negeri

Kota Yogyakarta... 103 Tabel 2. Kisi-kisi Angket Penilaian Ahli Materi terhadap Buku

Panduan... 106 Tabel 3. Kisi-kisi Angket Penilaian Ahli Media terhadap Buku

Panduan... 107 Tabel 4. Kisi-kisi Angket Penilaian Guru Bimbingan dan Konseling

terhadap Buku Panduan... 108

Tabel 5. Kriteria Hasil Persentase... 111

Tabel 6. Hasil Penilaian Ahli Materi... 121

Tabel 7. Hasil Penilaian Ahli Media... 123

Tabel 8. Perubahan Jenis atau Tipe Huruf... 126

Tabel 9. Perubahan Bahasa yang Digunakan... 127

Tabel 10. Penambahan Contoh... 128

Tabel 11. Penambahan Penjelasan Materi... 130

Tabel 12. Hasil Penilaian Guru BK dalam Uji Coba Terbatas (5 Orang Guru Bimbingan dan Konseling)... 131 Tabel 13. Pencantuman Pembimbing Skripsi, Ahli Materi, Ahli Media, Desain dan Ilustrator... 135 Tabel 14. Hasil Penilaian Guru BK dalam Uji Coba Produk Akhir (23 Orang Guru Bimbingan dan Konseling)... 137 Tabel 15. Perbaikan Kesalahan Pengetikan... 141

Tabel 16. Kata Asing Diketik Miring... 141

Tabel 17. Perbaikan Contoh Kasus... 142 Tabel 18. Skor Total Penilaian Buku Panduan Pelaksanaan Konseling

Kelompok dengan Pendekatan Gestalt... 145


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Prosedur Pengembangan Buku Panduan Pelaksanaan

Konseling Kelompok dengan Pendekatan Gestalt... 97

Gambar 2. Perubahan Judul Sampul... 126

Gambar 3. Perubahan Warna... 127

Gambar 4. Perubahan Gambar Konseling Kelompok... 135


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Permohonan Uji Ahli... 153

Lampiran 2. Instrumen Penilaian Ahli Materi... 158

Lampiran 3. Instrumen Penilaian Ahli Media... 164

Lampiran 4. Instrumen Penilaian Guru Bimbingan dan Konseling... 171 Lampiran 5. Lembar Penilaian Validasi Ahli Materi... 179

Lampiran 6. Lembar Penilaian Validasi Ahli Media... 182

Lampiran 7. Skor Hasil Uji Lapangan Utama... 185

Lampiran 8. Surat Penelitian... 188 Lampiran 9. Buku Panduan Pelaksanaan Konseling Kelompok

dengan Pendekatan Gestalt... 209


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya pendidikan mempunyai tugas penting sebagai sarana untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang bermutu baik dan berkualitas unggul untuk menghadapi era pembangunan. Hal ini sesuai dengan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Dwi Siswoyo dkk, 2007 : 55).

Konseling kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok dan diselenggarakan dalam suasana kelompok. Winkel dan Sri Hastuti (2006: 589) menyatakan bahwa konseling kelompok adalah bentuk khusus layanan konseling yaitu wawancara konseling antara konselor dengan beberapa orang yang bergabung dalam suatu kelompok kecil. Di era globalisasi ini banyak sekali individu yang mengalami permasalahan-permasalahan psikologis, namun banyak juga individu yang tidak menyadarinya. Banyak sekali macam-macam permasalahan yang berkaitan dengan psikologis, namun dari sekian banyak permasalahan yang harus menjadi perhatian utama yaitu permasalahan yang berkaitan dengan masalah belajar dan keadaan emosi peserta didik. Di


(17)

sekolah tentunya guru bimbingan dan konseling akan menjumpai berbagai macam masalah psikologis yang dialami peserta didik.

Tujuan utama konselor atau guru bimbingan dan konseling adalah untuk membantu konseli dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Beberapa permasalahan yang ada terkadang tidak bisa diselesaikan sendiri sehingga memerlukan bantuan dari orang lain. Dalam hal ini misalnya konseli membutuhkan konselor untuk memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Konseling dapat dilakukan dengan bertatap muka, lewat telepon, jejaring sosial, atau secara tertulis.Tugas guru bimbingan dan konseling adalah untuk memandirikan konseli sehingga mampu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Guru bimbingan dan konseling memberikan pemahaman kepada konseli agar dapat mengidentifikasi permasalahan yang sebenarnya terjadi. Setelah proses pemahaman yang diberikan dapat diserap oleh konseli, guru bimbingan dan konseling dapat menentukan langkah selanjutnya untuk penanganan masalah yang sedang dihadapi.

Guru bimbingan dan konseling berperan sebagai sosok penyelanggara kegiatan konseling untuk membantu memecahkan permasalahan yang dialami konseli. Tidak kalah pentingnya lagi dalam proses konseling guru bimbingan dan konseling harus mampu memahami konselinya. Adapun bentuk memahami konseli itu antara lain dengan memahami apa yang sedang dirasakan konseli. Ketika konseli sedang merasa marah, sedih, kecewa dan bahagia maka guru bimbingan dan konseling harus memahami kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dan kebahagiaan yang sedang dialami konseli.


(18)

Konselor juga harus mampu memahami apa saja yang dikatakan konseli. Layanan konseling akan berjalan dengan baik dan tepat sasaran apabila jika konselor mampu memahami maksud dari apa yang dikatakan oleh konseli. Dengan adanya penerimaan yang baik, arahan dan sikap memahami dari konselor sehingga konseli dapat merasa diterima dengan baik dan dapat menumbuhkan sikap percaya diri dan mampu dalam mengatasi masalah yang sedang dialami.

Peserta didik yang mengalami permasalahan sering kali melakukan tindakan yang dapat merugikan dirinya sendirinya. Sebagai contoh: diduga stres karena tidak lulus ujian nasional, peserta didik kelas IX SMP di Dumai Barat, Kota Dumai, Provinsi Riau, nekat gantung diri. Beruntung kejadian bunuh diri langsung diketahui ibu korban, sehingga korban tidak tewas (Kompas, 6 mei 2010). Kejadian bunuh diri adalah tindakan yang merusak diri sendiri. Tugas guru bimbingan dan konseling pada saat mengahadapi konseli yang mengalami permasalahan seperti ini adalah merubah tingkah laku yang merusak diri sendiri. Konseli melakukan hal-hal yang irasional sehingga dapat merusak dan menghancurkan hidup konseli itu sendiri. Tugas seorang guru bimbingan dan konseling untuk membantu proses perubahan kognitif pada diri konseli agar mampu berpikiran rasional yang menimbulkan sebuah pemikiran baru untuk menjadi lebih baik dan tidak melakukan tindakan yang merusak diri konseli.

Proses konseling tidak bisa terlepas dari dengan teori konseling yang digunakan. Pada dasarnya setiap teori konseling mempunyai kekhasan sendiri


(19)

dalam setiap penanganan permasalahannya. Ada yang melakukan dengan konseling dengan bertatap muka, lewat telepon, jejaring sosial, atau secara tertulis. Berbagai pendekatan yang akan digunakan dalam proses layangan bimbingan dan konseling sudah semestinya dipahami terlebih dahulu oleh konselor. Melalui pendekatan itu konselor harus terampil dalam membedakan pendekatan apa yang akan digunakan dalam setiap layanan yang sesuai terhadap permasalahan yang dialami konseli.

Guru bimbingan dan konseling melakukan layanan hanya berdasarkan apa yang mereka lihat. Mereka mengakui bahwa ketika proses layanan koseling berlangsung tidak menggunakan pendekatan tertentu karena tidak terlalu memahami dan menguasai pendekatan-pendekatan konseling. Berkaitan dengan tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam melakasanakan konseling, peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada guru bimbingan dan konseling SMP Negeri di Yogyakarta. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis di 3 SMP di Kota Yogyakarta pada bulan Februari 2015 terhadap penguasaan guru bimbingan dan konseling terhadap teori konseling, terdapat 8 orang guru BK yang masih menunjukkan bahwa mereka belum mengetahui secara pasti pendekatan yang yang akan digunakan dalam layanan konseling kelompok tersebut.

Pada kenyataannya guru bimbingan dan konseling harus menguasai terlebih dahulu semua pendekatan yang akan digunakan pada saat pemberian layanan. Guru bimbingan dan konseling juga sangat antusias untuk melakukan konseling dengan baik dan benar apabila ada sarana prasarana yang memadai


(20)

untuk menunjang kegiatan konseling misalnya ruangan, sumber bacaan yang lengkap. Guru bimbingan dan konseling juga mengeluh karena kurangnya sumber bacaan mengenai Gestalt sehingga konseling tidak maksimal.

Data di atas menunjukkan bahwa guru bimbingan dan konseling ternyata memerlukan buku panduan agar proses konseling berjalan dengan maksimal. Belum tersedianya buku panduan konseling kelompok menjadi alasan yang sangat kuat dan membuat kurang maksimal dalam pemberian layanan konseling kepada peserta didiknya, memunculkan banyak perbedaan pandangan maupun langkah yang akan dilalui pada saat pemberian layanan antara guru bimbingan dan konseling yang satu dengan yang lainnya. Buku panduan ini dijadikan suatu acuan yang akan membantu melaksanakan proses pemberian layanan secara maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan peserta didik SMP, penulis memperoleh data mengenai beberapa masalah yang sering kali muncul dalam kehidupan sehari-hari misalnya perasaan kecewa, kebencian, kecemasan, kemarahan, putus asa, sakit hati, perasaan dendam terhadap guru dan temannya, ketakutan terhadap nilai yang turun. Beberapa peserta didik yang telah diwawancarai oleh penulis mengaku mengalami kelelahan dan kecemasan dalam menghadapi ujian nasional. Ada beberapa peserta didik juga yang mengalami permasalahan stres akibat dituntut untuk mendapatkan nilai yang tinggi sehingga konsentrasi belajar terganggu. Terdapat peserta didik yang mengalami permasalahan dalam kehidupan keluarganya, yakni perceraian orang tua yang berdampak pada kehidupan sehari-hari sehingga


(21)

membuat peserta didik sering melamun, menyendiri dan mengganggu konsentrasi belajar.

Salah satu penyebabnya adalah Mendikbud mengatakan bahwa variasi soal pada Ujian Nasional (UN) 2013, yang akan ditingkatkan jenisnya dibandingkan dengan UN 2012, akan dapat meningkatkan konsentrasi peserta ujian. Mengenai standar kelulusan, belum ditetapkan apakah tetap di angka 5,5 atau akan dinaikkan lagi pada UN 2013. Namun, kemungkinan tingkat kesulitan dalam UN 2013 akan berubah. (Kompas, 15 Oktober 2012). Hal ini membuat peserta didik cemas terkait dengan standar kelulusan dan variasi soal pada ujian nasional.

Berdasarkan permasalahan di atas yang sering dialami peserta didik itu maka pendekatan yang dapat digunakan dalam proses konseling sesuai dengan permasalahan adalah pendekatan gestalt. Oleh karena itu penulis memilih untuk mengembangkan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan gestalt.

Ada beberapa kelebihan teori Gestalt yang digunakan untuk menangani permasalahan yang sering dialami peserta didik SMP. Salah satu kelebihannya antara lain adalah guru bimbingan dan konseling menjadikan peserta didik yang bermasalah itu tidak tergantung terhadap orang lain. Selain itu, guru bimbingan dan konseling memberikan pemahaman kepada peserta didik yang belum menyadari bahwa sejak awal peserta didik tersebut bisa melakukan banyak hal yang tidak disadarinya. Teori gestalt lebih menekankan pada pencapaian kesadaran (awareness). Kesadaran ini merupakan kesadaran


(22)

bahwa tingkah laku maupun perasaan pada masa lampau yang belum terselesaikan itu dapat menghambat hubungan konseli dengan lingkungan. Kesadaran ini ditunjukkan dengan mengetahui diri sendiri, menerima diri sendiri, dan mampu membuat hubungan dengan lingkungan secara baik.

Tidak setiap konseli dapat ditangani dengan konseling Gestalt. Menurut Rosjidan (1988: 129) konseli atau siswa yang dapat diatasi dengan konseling gestalt adalah konseli yang terbuka dan ingin menguasai secara wajar proses kesadaran diri mereka. Konseling gestalt ini sesuai untuk peserta didik yang mengetahui secara intelektual mengenai diri mereka sendiri dan tidak dapat berkembang keluar dari titik berhenti ini. Selain itu, peserta didik dapat ditangani dengan pendekatan gestalt jika peserta didik tidak takut dengan konfrontasi. Rosjidan (1988: 34) berpendapat bahwa konfrontasi merupakan suatu undangan kepada konseli untuk menjadi sadar tentang diskrepensi atau kesenjangan antara pernyataan-pernyataan lisan dan bukan lisan, antara perasaan dan tindakan-tindakan, atau pikiran dan perasaan. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik harus tahan pukul atau tahan banting ketika proses konseling dengan pendekatan gestalt agar peserta didik tidak menjadi down selama proses konseling.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada guru bimbingan dan konseling, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kurangnya informasi mengenai teori gestalt yang dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling menjadi sebuah permasalahan tersendiri bagi guru bimbingan dan konseling. Kurangnya informasi mengenai teori gestalt


(23)

disebabkan oleh karena mereka belum memiliki sumber acuan, bacaan yang bervariasi. Terbatasnya informasi, buku bacaan, sumber acuan inilah yang menyebabkan proses pemberian layanan kurang maksimal.

Tujuan adanya buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt ini adalah sebagai acuan, menambah pengetahuan dan wawasan bagi guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan konseling. Pemberian layanan dapat dikategorikan maksimal apabila layanan yang diberikan tepat sasaran, tepat dalam penggunaan pendekatan sesuai dengan permasalahan yang dialami peserta didik.

Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh peniliti, buku panduan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt belum ditemui atau belum ada di lapangan sehingga ini dapat menjadi kendala bagi guru bimbingan dan konseling. Pada kenyataannya buku panduan konseling kelompok dengan pendekatan gestalt sangat dibutuhkan agar guru bimbingan dan konseling mengetahui dan memahami secara pasti langkah-langkah dalam pelaksanaan konseling yang benar. Buku panduan ini diperlukan juga untuk mempermudah dalam mempraktikan teori gestalt. Belum adanya buku panduan ini menyebabkan banyak perbedaan pendapat, pandangan dalam melaksanakan proses konseling dengan pendekatan gestalt. Dengan begitu peniliti ingin mengembangkan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt yang memenuhi standar kelayakan dan berguna bagi guru bimbingan dan konseling.


(24)

B. Identifikasi Masalah

Mencermati paparan pada latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasikan masalah pada penelitian sebagai berikut:

1. Sebagian guru bimbingan dan konseling atau koselor belum mengetahui secara pasti pendekatan yang akan digunakan dalam proses konseling. 2. Kenyataan di sekolah menunjukan bahwa proses pelaksanaan konseling

belum berjalan dengan maksimal karena langkah yang digunakan belum menggunakan teori yang semestinya.

3. Belum adanya acuan yang pasti dalam konseling kelompok dengan pendekatan gestlat menjadi salah satu hambatan tersendiri yang dialami guru bimbingan dan konseling/konselor.

4. Belum adanya acuan yang pasti dalam konseling kelompok dengan pendekatan gestlat menyebabkan banyak pandangan yang muncul dalam menentukan langkah konseling yang akan dilakukan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah yaitu belum adanya buku panduan yang menjadi acuan pasti dalam melaksanakan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt yaitu berupa buku panduan.


(25)

D. Rumusan Masalah

Bagaimana pengembangan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan gestalt yang layak digunakan oleh Guru BK SMP Negeri Kota Yogyakarta?

E. Tujuan Pengembangan

Tujuan pengembangan dan penelitian ini adalah untuk menghasilkan buku panduan yang layak digunakan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam melaksanakan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt yang memenuhi standar kelayakan serta dapat dimanfaatkan guru bimbingan dan konseling atau konselor. Hal ini diharapakan dapat membantu guru BK dalam melaksanakan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt, serta bisa dijadikan sebuah acuan dalam pelaksanaan konseling kelompok.

F. Spesifikasi Produk

1. Produk ini berbentuk bahan ajar cetak 2. Produk ditujukan untuk guru BK

3. Standar kompetensi produk adalah memahami dan mampu mempraktikan konseling kelompok dengan pendekatan gestalt.

4. Secara garis besar produk buku panduan berisikan komponen: a. Halaman Sampul

b. Riwayat Buku Panduan c. Kata Pengantar


(26)

d. Daftar Isi

e. Tujuan Buku Panduan f. Petunjuk Penggunaan g. Pendahuluan

h. Materi Bahasan i. Glosarium j. Daftar Pustaka

k. Formulir Konseling Kelompok l. Profil Penulis

5. Bentuk fisik produk: a. Ukuran : A5

b. Bahan cover : Ivory 260 gram c. Bahan Isi : HVS 80 gram

6. Buku konseling kelompok ini dilengkapi dengan materi dan contoh-contoh tentang pemahaman kasus dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok secara mendetail.

G. Manfaat Pengembangan 1. Manfaat Teoritis:

Sumbangan pemikiran mengenai buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai teori Gestalt. Buku panduan ini dapat menambah kekayaan kepustakaan dalam bidang BK.


(27)

2. Manfaat Praktis:

a. Sebagai acuan atau pedoman bagi guru BK/konselor dalam melaksanakan konseling.

b. Buku panduan ini dapat mempermudah guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt. c. Memperkaya wawasan dan pengetahuan guru BK dalam pelaksanaan

konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt.

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan 1. Asumsi Pengembangan:

Asumsi dalam penelitian pengembangan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt ini adalah sebagai berikut:

a. Buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt belum ditemui dilapangan.

b. Buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan gestalt ini baik digunakan untuk acuan atau pedoman bagi guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan konseling.

2. Keterbatasan Pengembangan:

Pengembangan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt yang dilakukan masih sangat sederhana dikarenakan keterbatasan waktu, biaya, serta kemampuan peneliti namun hasilnya bisa dimanfaatkan untuk guru BK.


(28)

I. Definisi Operasional

Definisi dari variabel penelitian ini adalah :

1. Pengembangan adalah suatu kegiatan atau penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan atau mengembangkan suatu produk. Pada penelitian ini produk yang akan dihasilkan adalah buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt yang memenuhi standar kelayakan. 2. Konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt adalah proses pemberian

layanan yang diberikan konselor kepada konseli agar konseli berani menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli harus mampu berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan atau orang lain sehingga menjadi percaya diri. Di samping itu, konseli juga dapat memperoleh kesadaran pribadi dan memahami kenyataan atau realitas.

3. Buku panduan adalah buku yang menyajikan informasi dan memberikan tuntunan (pedoman atau acuan) kepada pembaca untuk melakukan apa yang disampaikan di dalam buku tersebut. Buku panduan dikatakan berhasil apabila buku panduan yang disampaikan di dalam buku tersebut dapat dipahami, dan diterapkan dengan baik oleh pembacanya.


(29)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2010: 589) menyatakan bahwa konseling kelompok adalah bentuk khusus layanan konseling yaitu wawancara konseling antara konselor dengan beberapa orang yang bergabung dalam suatu kelompok kecil. Menurut G. M. Gazda (1989: 10) “konseling kelompok merupakan suatu proses dinamis interpersonal, yang memusatkan diri pada kesadaran berfikir dan tingkah serta melibatkan fungsi-fungsi terapi, seperti kerelaan, orientasi pada realita, katarsis, kepercayaan dan pengertian”. Fungsi terapi ini diciptakan dan dipelihara dalam suatu kelompok kecil melalui saling menyatakan keadaan masing-masing kepada para anggota kelompok termasuk konselor.

Dewasa ini individu dituntut agar selalu mengembangkan dan memperbaiki kecakapannya dalam memilih informasi agar dapat mengambil keputusan secara tepat. Akan tetapi adanya ketidakseimbangan antara profesional dengan jumlah individu yang membutukan bantuan maka pelayanan yang dilakukan per-individu tidak efisien waktu oleh karena itu penyelesaian masalah individu dapat dilakukan secara berkelompok atau konseling kelompok.


(30)

Pengertian konseling kelompok menurut Mc Clure (dalam Gladding, 1994), “Ada kecenderungan alami bagi orang untuk berkumpul di dalam suatu kelompok untuk tujuan saling menguntungkan. Melalui konseling kelompok, individu mencapai tujuan dan berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara inovatif dan produktif”. Sehingga dalam bentuk kelompok dapat menciptakan proses komunikasi antar pribadi yang dapat dimanfaatkan oleh individu untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Menurut Rochman Natawidjaja (dalam Mungin Edy Wibowo, 2005: 32) mengemukakan bahwa :

“konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perubahan dan pertumbuhannya. Bersifat pencegahan dalam arti bahwa konseli yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk berfungsi secara wajar dalam masyarakat, akan tetapi mungkin memiliki titik lemah dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran dalam berkomunikasi dengan orang lain”.

Menurut Prayitno (2004: 311) layanan konseling kelompok adalah “layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok”. Dalam suasana konseling kelompok terjadi hubungan hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban”. Dimana juga ada pengungkapan dan pemahaman masalah konseli, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (dengan menerapkan metode-metode khusus), kegiatan evaluasi dan tindak lanjut. Menurut Tohirin (2007: 179) menyatakan bahwa layanan konseling kelompok mengikutkan sejumlah


(31)

peserta dalam bentuk kelompok dengan konselor sebagai pemimpin kegiatan kelompok. Layanan konseling kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembnagan pribadi dan pemecahan masalah siswa yang menjadi peserta layanan. Konseling kelompok membahas masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. Masalah pribadi dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang intens dan konstruktif, diikuti oleh semua anggota kelompok dengan bimbingan pemimpin kelompok (pembimbing atau konselor). Dinamika kelompok harus dapat dikembangkan secara baik sehingga mendukung pencapaian tujuan layanan konseling kelompok secara efektif.

Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008: 68) konseling kelompok adalah “layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok”. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, berdenyut, bergerak, berkembang, ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. Konseling kelompok merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feedback)dan pengalaman belajar serta dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (Latipun, 2008: 147). Konseling kelompok juga dapat diartikan sebagai upaya bantuan kepada beberapa individu bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam berbagai aspek perkembangan dan pertumbuhannya.


(32)

Selain bersifat preventif (pencegahan), konseling kelompok bersifat penyembuhan (remediation) (Nandang Rusmana, 2009: 29).

Berdasarkan deskripsi di atas, konseling kelompok adalah bentuk khusus dari layanan konseling yang terjadi antara konselor dengan dengan beberapa konseli yang di dalamnya terjadi hubungan hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban serta konseli memperoleh kesempatan untuk membahas dan mengentaskan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok, untuk mendapatkan informasi yang berguna agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki, menyelesaikan masalah yang dihadapi, mampu menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan dalam membentuk perilaku yang lebih efektif.

Konseling kelompok dilakukan secara berkelompok sebagai upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok dengan jumlah anggota 4-8 anggota atau konseli untuk mendiskusikan atau memecahkan masalah. Pelaksanaannya dalam suatu tempat tertentu dengan seorang pembimbing atau lebih untuk membantu mengarahkan agar konseli dapat memperoleh kemudahan dalam rangka memecahkan permasalahan. Pembahasan konseling kelompok ditentukan oleh anggota kelompok yang terdiri dari sejumlah individu. Pembahasan dalam konseling kelompok mengenai masalah yang dialami oleh salah satu anggota kelompok yang sedang mengalami masalah dan sangat memerlukan bantuan untuk menyelesaikan masalahnya.


(33)

2. Tujuan Konseling Kelompok

Tujuan konseling kelompok adalah membantu menyelesaikan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok (Prayitno, 2004: 49). Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2010: 590) adalah “agar para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian”. Komunikasi yang demikian dimungkinkan akan membawa damapak positif dalam kehidupan dengan orang lain.

Prayitno & Erman Amti (2004: 2-3) tujuan layanan konseling kelompok ada dua macam yaitu : tujuan umum dan tujuan khusus.

a. Tujuan umum layanan konseling kelompok

Secara umum tujuan layanan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi anggota kelompok, khususnya kemampuan dalam berkomunikasi di antara anggota kelompok, sebagai pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok, agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan dengan cepat melalui bantuan anggota kelompok yang lain.

b. Tujuan khusus layanan konseling kelompok

Tujuan khusus layanan konseling kelompok terfokus pada pembahasan masalah pribadi individu anggota kelompok. Melalui layanan konseling kelompok yang intensif dalam upaya pemecahan


(34)

masalah tersebut para anggota kelompok memperoleh dua tujuan sekaligus yaitu:

1) Berkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang mengarah kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi dan komunikasi.

2) Terpecahkannya masalah anggota kelompok yang masalahnya dibahas dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi anggota kelompok peserta layanan konseling kelompok.

Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008: 68) menjelaskan bahwa tujuan konseling kelompok yang lebih rinci meliputi:

a. Melatih anggota kelompok agar berani mengungkapkan pendapat di depan orang banyak.

b. Melatih anggota kelompok untuk saling menghormati dan menghargai terhadap teman sebayanya.

c. Membantu mengembangkan bakat dan minat dari masing-masing anggota kelompok.

d. Membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kelompok.

Sedangkan tujuan umum dari layanan konseling kelompok menurut Erle M. Ohlsen dkk, (Winkel dan Sri Hastuti, 2010: 592) antara lain: a. Masing-masing konseli dapat memahami dirinya dengan lebih baik dan


(35)

b. Para konseli dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas perkembangannya.

c. Para konseli memiliki kemampuan mengatur diri sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri yang bermula dalam kontak antarpribadi di dalam kelompok dan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan mampu memahami perasaan orang lain.

e. Masing-masing konseli mampu menetapkan suatu sasaran yang yang ingin dicapai melalui kegiatan konseling kelompok yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.

f. Para konseli lebih menyadari dan memahami pentingnya kehidupan bersama untuk dapat menerima orang lain dan harapan akan diterima orang lain.

g. Para konseli semakin lebih menyadari bahwa hal-hal yang terjadi pada dirinya juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain sehingga konseli tidak merasa terisolir dan seolah-olah hanya dirinya yang megalami.

h. Konseli dapat belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, saling menghargai dan saling menaruh perhatian sehingga diharapkan akan membawa dampak positif bagi dirinya dan orang lain.


(36)

Sementara menurut Jacobs, et al. (2012: 340) konseling kelompok terdapat dua jenis tujuan yaitu: tujuan proses dan tujuan hasil. Tujuan hasil adalah tujuan yang berkaitan dengan perilaku perubahan dalam kehidupan anggota kelompok seperti mendapatkan pekerjaan, meningkatkan sebuah hubungan interpersonal, menjaga ketenangan, atau merasa lebih percaya diri. Kelompok konseling yang berfokus pada keprihatinan anggota biasanya jauh lebih menguntungkan daripada kelompok yang berfokus pada interaksi antar anggota. Pemimpin yang menekankan tujuan hasil terhadap anggota untuk lebih dapat fokus pada masalah mereka pada tingkat kedalaman 6 atau bawah pada grafik mendalam.

Tujuan proses merujuk pada tujuan yang berkaitan dengan proses kelompok. Misalnya, tujuan proses bisa untuk membantu anggota meningkatkan tingkat kenyamanan mereka dalam kelompok, untuk meningkatkan keterbukaan mereka dalam kelompok, dan belajar untuk menghadapi anggota dengan cara yang lebih produktif. Beberapa pendidik mengajarkan bahwa fokus kelompok harus berhubungan dengan apa yang terjadi "di sini dan sekarang" dan bahwa kekhawatiran di luar kurang begitu penting. Dengan pendekatan ini, banyak waktu yang dihabiskan untuk interaksi, umpan balik anggota, dan konfrontasi. Meskipun berfokus pada tujuan proses dapat menjadi aspek berharga dari kelompok konseling, kami merasa ini tidak boleh menjadi fokus utama untuk setiap kelompok konseling, fokusnya harus pada kekhawatiran individu dan tujuan hasil.


(37)

Lebih lanjut menurut Jacobs, et al. (2012: 5) beberapa orang berpikiran konseling kelompok merujuk pada penanganan secara ekslusif konseling untuk individu maupun kelompok yang bermasalah. Seorang pemimpin dapat membentuk kelompok untuk membahas atau memutuskan sesuatu,untuk mengeksplorasi masalah pribadi, atau untuk menyelesaikan tugas tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Termasuk di dalamnya bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan psikokonseling kelompok, bersama dengan beberapa kategori tradisional dan sejarah tambahan. Beberapa tujuan mencerminkan apa yang didapatkan anggota dari kelompok dan orang lain, serta apa yang anggota akan mereka lakukan dalam kelompok.

Beberapa pendapat di atas memiliki perbedaan dan persamaan mengenai tujuan konseling kelompok. Konseling kelompok memiliki berbagai macam tujuan. Adapun tujuan konseling kelompok adalah melatih para konseli untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dengan seluruh anggota kelompok dan membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dengan fase perkembangan yang di dalamnya terdapat suasana saling menghargai dan menghormati sehingga para konseli dapat mengembangkan bakat, minat dan mengentaskan masalah-masalah yang ada dalam kelompok

3. Fungsi Layanan Konseling Kelompok

Menurut M. Edi Kurnanto (2013: 9) Konseling kelompok mempunyai 2 fungsi yaitu:


(38)

1) Fungsi layanan Kuratif

Layanan yang diarahkan untuk mengatasi persoalan yang dialami individu.

2) Fungsi layanan preventif

Layanan kosneling yang diarahkan untuk mencegah terjadinya persoalan pada diri individu.

Nandang Rusmana (2009: 29) dan Juntika Nurihsan (dalam M. Edi Kurnanto, 2013: 9) senada tentang konseling kelompok bersifat preventif (pencegahan), konseling kelompok bersifat penyembuhan (remediation). Lebih lanjut Juntika Nurihsan (dalam M. Edi Kurnanto, 2013: 9) mengatakan bahwa konseling kelompok bersifat pencegahan dan penyembuhan. Konseling kelompok bersifat pencegahan, dalam arti bahwa individu yang dibantu mempunyai kemampuan normal atau fungsi secara wajar di masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga menganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Sedangkan, konseling kelompok bersifat penyembuhan dalam pengertian membantu individu untuk dapat keluar dari persoalan yang dialaminya dengan cara memberikan kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu untuk mengubah sikap dan perilakunya agar selaras dengan lingkungannya. Artinya, bahwa penyembuhan yang dimaksud di sini adalah penyembuhan bukan persepsi pada individu yang sakit, karena pada prinsipnya, obyek konseling adalah individu yang normal, bukan individu yang sakit secara psikologis.


(39)

Berdasarkan pengertian di atas dapat diuraikan bahwa fungsi konseling kelompok terdiri dari dua fungsi yaitu kuratif dan preventif, kuratif sendiri berupa layanan yang diarahkan untuk mengatasi persoalan yang dialami individu. Sementara Preventif layanan konseling yang diarahkan untuk mencegah tejadinya persoalan pada diri individu.

4. Fungsi dan Peran Konselor dalam Konseling Kelompok a. Peran dan fungsi konselor dalam konseling kelompok

Pemimpin kelompok yang efektif diharapkan mampu untuk berfungsi dalam berbagai macam cara pada waktu yang berbeda, dan dapat memilih serta menggunakan berbagai macam ketrampilan yang tepat untuk tiap fase proses kelompok.

Menurut Yallom (dalam Jacobs, et al. 2012: ) menyatakan bahwa pemimpin dapat memberikan rangsangan emosional, peduli, pujian, perlindungan, penerimaan, interpretasi, dan penjelasan. Pemimpin juga dapat berfungsi sebagai model melalui pengungkapan diri dan sebagai orang yang menetapkan batas, memaksaaturan, dan mengelola waktu. Dengan kata lain, tergantung pada jenis kelompok, pemimpin dapat melakukan banyak peran dan fungsi yang berbeda.

Pada kelompok sekolah menengah transisi atau untuk melanjutkan sekolah ke sekolah tinggi, pemimpin berfungsi sebagai orang dengan informasi dan ide-ide tentang bagaimana membuat transisi lebih mudah sebagai sarana informasi. Sementara dalam kelompok krisis setelah bunuh diri, fungsi pemimpin adalah menjadi


(40)

sangat mendukung, meyakinkan, dan fasilitatif untuk dapat membantu menangani permasalahan individu. Dalam kelompok informasi untuk pasien kanker,pemimpin adalah sebagai seorang ahli.

b. Tugas-tugas Pemimpin Kelompok

Konselor sebagai pemimpin kelompok mempunyai tugas yang tidak ringan jika menginginkan dalam melaksanakan pekerjaan benar-benar rasional dan efektif. Menurut Yalom (dalam Mungin Edy Wibowo, 2005: 126) tugas-tugas pemimpin kelompok adalah membuat dan mempertahankan kelompok, membentuk budaya dalam kelompok, dan membentuk norma-norma dalam kelompok.

1) Membuat dan Mempertahankan Kelompok

Pemimpin kelompok mempunyai tugas untuk membuat dan mempertahankan kelompok. Melalui wawancara awal dengan calon anggota dan melalui seleksi yang baik, pemimpin kelompok membentuk kelompok konseling. Begitu kelompok dimulai, pemimpin harus bertindak sebagai penjaga gawang, yaitu mempertahankan agar anggota kelompok tetap hadir dan tetap mengikuti kelompok yang dibuatnya. Sebab gagalnya salah seorang anggota untuk mengikuti kelompok dapat mempengaruhi anggota lain ataupun jalannya kelompok.

Pemimpin sebaiknya mengenal hal-hal yang dapat mempengaruhi kohesivitas kelompok. Kelambatan, absen, membuat kelompok sendiri diluar tanpa diketahui anggota lain (sub


(41)

grouping), pengkambing hitaman salah seorang anggota kelompok akan mengancam integritas kelompok membutuhkan intervensi pemimpin. Tugas pertama pemimpin adalah menciptakan sistem sosial. la harus membuat keputusan yang tepat demi hidupnya kelompok.

2) Membentuk Budaya dalam Kelompok

Setelah kelompok terbentuk, pemimpin kelompok mengupayakan agar kelompok menjadi sistem sosial yang terapeutik. Pemimpin kelompok mencoba untuk menumbuhkan norma yang akan dipakai sebagai pedoman interaksi kelompok. Pada pendekatan individual agen perubahan satu-satunya adalah konselor. Pada konseling kelompok, yang menjadi agen perubahan adalah kelompok. Di dalam konseling kelompok pemimpin adalah agen perubahan secara tidak langsung, sedangkan pada konseling individual, konselor adalah agen perubahan secara langsung. Dalam konseling kelompok, pemimpin mempunyai tugas untuk membawa kelompok dari satu faktor kuratif ke faktor kuratif yang lainnya melalui pembentukan budaya kelompok. la akan membentuk budaya yang dapat menimbulkan interaksi yang tepat di dalam kelompok.

Norma di dalam kelompok akan berbeda dengan etika peraturan di masyarakat. Anggota harus merasa bebas untuk mengemukakan apa yang dirasakan ataupun yang dipikirkannya.


(42)

Kejujuran dan spontanitas hanya didorong dalam kelompok. Norma-norma lain yang lebih mementingkanperan serta seluruh kelompok perlu dibina. Penerimaan tanpa penilaian untuk anggota lain, pembukaan diri pada tingkat tinggi, ketidakpuasan dengan pola perilaku saat ini, dan keinginan yang besar untuk berubah adalah norma-norma yang sangat penting di dalam kelompok. Selain yang sangat penting untuk dilakukan adalah selalu membawa kelompok pada di sini dan saat ini.

3) Membentuk norma-norma dalam kelompok

Norma-norma di dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota kelompok terhadap kelompok dan pengarahan langsung maupun tidak langsung dari pemimpin dan anggota-anggota yang lebih berpengaruh. Apabila harapan anggota-anggota tidak jelas, maka pemimpin mempunyai banyak catatan untuk membuat desain budaya kelompok yang menurut pandangannya akan memberikan suasana terapeutik optimal. Pemimpin kelompok adalah pusat perhatian kelompok dan anggota akan mengharapkan arahan darinya.

c. Kecakapan konselor sebagai pemimpin kelompok

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2010: 601-603) syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang konselor adalah:


(43)

a. Konselor harus menguasai landasan teoritis dari konseling kelompok sebagai salah satu bentuk layanan yang menerapkan asas-asas dinamika kelompok.

b. Konselor berpegang pada Kode Etik Konselor.

c. Memiliki keterampilan berkomunikasi sebagian terwujud dalam menggunakan teknik-teknik konseling yang verbal secara tepat. d. Konselor terampil dalam menggunakan beberapa teknik tambahan

yang mewujudkan tugasnya membina kesatuan dan menjaga proses dalam kelompok, antara lain:

1) Memberikan umpan balik konstruktif kepada salah seorang anggota tentang dampak perhatiannya atau perilakunya kepada anggota/peserta lain dalam kelompok. Dalam hal ini konselor dapat berinisiatif sendiri atau merumuskan serta menyimpulkan apa saja yang dikatakan oleh beberapa konseli.

2) Memberikan perlindungan kepada seorang anggota yang ternyata merasa terancam oleh kritikan dari pihak teman dan menampakkan gejala menjadi terlalu gelisah.

3) Memberikan umpan balik terhadap apa yang terjadi dalam kelompok, baik yang menyangkut kebersamaan maupun yang menyangkut kemajuan dalam proses.

4) Menangani saat-saat diam secara konstruktif, bila pada suatu saat tidak ada konseli yang berbicara.


(44)

Menurut Corey, Brown, dan Egan (dalam Jacobs, et al. 2012: 23), konselor yang efektif sebagai pemimpin kelompok adalah yang memiliki karakteristik peduli, keterbukaan, fleksibilitas, kehangatan, objektivitas, kepercayaan, kejujuran, kekuatan, kesabaran, dan sensitivitas. Masing-masing karakteristik ini penting untuk dapat diaplikasikan oleh pemimpin dalam konseling kelompok. Oleh karena itu, pemimpin kelompok tentunya dilihat sebagai pribadi dan sebagai profesional dalam proses kelompok.

Sedangkan menurut Sunaryo Kartadinata dkk, (2007: 39-40) kompetensi seorang konselor profesional terdiri atas kemampuan: a. Mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani.

b. Menguasai khasanah teoritik dan prosedural termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling. Penguasaan khasanah teoritik dan prosedural serta teknologi dalam bimbingan dan konseling mencakup kemampuan:

1. Menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik, dan prosedur dan sasaran yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.

2. Mengemas teori, prinsip, dan prosedur serta sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan, prinsip,teknik dan prosedur dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.


(45)

c. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan. Untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, seorang konselor harus mampu: 1. Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. 2. Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan

konseling

3. Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan keputusan transaksional selama rentang proses bimbingan dan konseling dalam rangka memandirikan.

d. Mengembangkan profesionalitas sebagai seorang konselor secara berkelanjutan.

Lebih lanjut menurut ED E. Jacobs, et al (2012: 129) berbagai keterampilan kepemimpinan menggambarkan keterampilan tertentu yang dirasa penting untuk dapat diaplikasikan secara baik. Beberapa keterampilan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu sendiri, kecakapan sebagai pemimpin konseling kelompok adalah sebagai berikut:

1) Mendengarkan secara aktif 2) Pengaturan nada

3) Refleksi

4) Modeling dan keterbukaan diri 5) Klarifikasi dan pertanyaan


(46)

6) Penggunaan mata 7) Meringkas

8) Penggunaan suara 9) Menghubungkan

10) Penggunaan energi pemimpin

11) Mini-kuliah dan pemberian informasi 12) Mengidentifikasi sekutu

13) Mendorong dan mendukung 14) Pemahaman multikultural

Sementara menurut Corey (dalam Mungin Edy Wibowo 2005: 118) mengemukakan beberapa ciri pribadi yang sangat berhubungan dengan kecakapan pemimpin kelompok yang efektif adalah:

1) Kehadiran, dimana pemimpin harus hadir secara fisik dan emosional.

2) Kekuatan pribadi, yang meliputi kepercayaan diri dan kesadaran akan pengaruh seseorang pada orang lain.

3) Keberanian, konselor harus menunjukkan keberanian dalam interaksi mereka dengan anggota kelompok dan bahwa mereka tidak boleh bersembunyi dibelakang peranan khusus mereka sebagai konselor.

4) Kemampuan untuk mengkonfrontasi diri sendiri

5) Kesadaran diri, merupakan hal yang berbarengan dengan kemauan untuk menghadapi diri sendiri.


(47)

6) Kesungguhan/ketulusan.

7) Keaslian, keefektifan menuntut pemimpin menjadi seorang pribadi yang asli, yang nyata atau riil, kongruen dan jujur.

8) Mengerti identitas.

9) Keyakinan/kepercayaan dalam proses kelompok.

10) Kegairahan, pemimpin perlu menunjukkan bahwa mereka menyenangi pekerjaan mereka dan senang bersatu dengan kelompok-kelompok mereka.

11) Daya cipta dan kreativitas, kesanggupan secara spontan menjadi kreatif dan memberikan kelompok ide-ide segar.

12) Daya tahan (stamina), sejak kelompok mulai berjalan pelan-pelan secara fisik dan psikologis, pemimpin perlu menemukan cara-cara agar tetap hidup seluruh bagian dari kelompok.

13) Pemimpin kelompok sebagai seorang yang professional.

Keberhasilan kepemimpinan menghendaki ketrampilan-ketrampilan kepemimpinan kelompok yang spesifik dan penampilan yang sesuai pada fungsi-fungsi tertentu. Menurut Corey menjelaskan ketrampilan-ketrampilan kepemimpinan tersebut perlu dipelajari dan dipraktikan, walaupun mereka tidak dapat dipisahkan dari kepribadian pemimpin (dalam Mungin Edy Wibowo, 2005: 111). Semua aspek kognitif dan afektif dari pemimpin akan nampak dalam ketrampilan yang diperlihatkannya dalam praktik. Lewat ketrampilannya tersebut


(48)

akan terlihat keefektifannya sebagai pemimpin, gaya-gaya kepemimpinannya, dan peranannya sebagai pemimpin kelompok.

Selanjutnya Jennings (dalam Corey 2012: 16) menjelaskan hasil dari proyek penelitian kualitatif mereka mengenai karakteristik kepribadian dari 10 guru terapis-mereka yang dianggap "terbaik dari yang terbaik" di kalangan profesional kesehatan mental. Dalam penelitiannya, Jennings menyebutkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin konseling kelompok yang professional, yakni sebagai berikut:

1) Kemampuan untuk menguasai

2) Kemampuan untuk secara mendalam memasuki dunia orang lain tanpa kehilangan identitas diri.

3) Kemampuan untuk menyediakan lingkungan yang aman secara emosional untuk klien sementara menantang mereka.

4) Kemampuan untuk menarik kekuatan terapi mereka untuk membantu orang lain dengan tetap menjaga rasa kerendahan hati. 5) Integrasi dari diri pribadi dan profesional dengan batas-batas yang

jelas antara masing-masing dimensi.

6) Kemampuan untuk memberikan diri kepada orang lain ketika sedang memelihara dan mengurus diri sendiri.

7) Kemampuan untuk menerima umpan balik tentang diri mereka sendiri tanpa menjadi destabilisasi oleh kritikan itu.


(49)

Dari berbagai pendapat di atas syarat kemampuan konselor dalam melaksanakan proses konseling adalah konselor mampu menguasai landasan teori, teknik, dan keterampilan-keterampilan konseling berpegang pada Kode Etik Konselor. Selain itu konselor harus berupaya untuk mengenal konseli secara mendalam serta menunjukkan penerimaan pada diri konseli dan konselor berupaya untuk memandirikan konseli dalam menyelesaikan masalah dengan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengambil keputusan sesuai dengan alternatif-alternatif pilihan dalam proses konseling.

Agar konseling kelompok dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka siapa saja yang menjadi anggota kelompok perlu diadakan seleksi. Bisa saja dengan kita memasang pengumuman dalam papan bimbingan atau mendekati langsung siswa yang sedang mempunyai masalah. Info-info tentang siswa yang diikutkan dalam konseling ini dapat diperoleh dengan mencari atau mengumpulkan data mengenai data calon, dengan melihat catatan yang ada, dokumen-dokumen, file yang sudah ada atau dengan melakukan wawancara dengan guru, wali kelas, guru pembimbing untuk mengenal anggota.

5. Prosedur Konseling Kelompok

Prosedur konseling kelompok meliputi jumlah anggota kelompok, sifat kelompok, waktu pelaksanaan, setting pelaksanaan, peran konselor dan konseli. Adapun prosedur konseling kelompok yaitu:


(50)

a. Jumlah Anggota Kelompok

Menurut Pauline Harrison (M. Edi Kurnanto, 2013: 7) konseling kelompok adalah konseling yang terdiri dari 4-8 konseli yang bertemu dengan 1-2 konselor. Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999: 314) jumlah anggota kelompok terbatas antara 5-10 orang sehingga dapat tercipta dinamika kelompok antar sesama anggota kelompok.

Menurut Latipun (2008: 185) jumlah anggota dalam konseling kelompok berkisar antara 4-12 orang. Berdasarkan hasil berbagai penelitian, jumlah anggota kelompok yang kurang dari 4 orang tidak efektif karena dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Sebaliknya apabila konseli melebihi 12 orang termasuk jumlah yang terlalu besar untuk konseling karena terlalu berat dalam mengelola kelompok.

Jumlah anggota untuk konseling kelompok terdiri 8-10 orang sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok yaitu menjalin hubungan akrab dengan anggota yang lain, menumbuhkan tujuan bersama antar anggota dalam suasana keakraban, mencapai tujuan kelompok bersama, memandirikan setiap anggota kelompok sehingga masing-masing mampu berbicara mengemukakan pendapatnya, membina kemandirian kelompok sehingga kelompok berusaha dan mampu tampil beda dengan kelompok yang lainnya.


(51)

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota konseling kelompok harus dibatasi. Jumlah anggota dalam konseling kelompok antara 4-12 orang.

b. Sifat Kelompok

Winkel dan Sri Hastuti (2010: 604) mengungkapkan bahwa sifat kelompok dalam konseling ada 2 yaitu terbuka dan tertutup. Apabila kelompok bersifat terbuka maka seorang anggota yang mengundurkan diri dapat diganti oleh orang lain dan apabila kelompok bersifat tertutup jumlah anggota tidak ditambah seandainya ada anggota yang mengundurkan diri. Pada umumnya konseling kelompok bersifat tertutup sehingga dinamika akan terjalin pada anggota yang sama dan jumlah anggota yang tetap.

Latipun (2008: 186) mengungkapkan bahwa sifat kelompok ada terbuka dan tertutup. Terbuka jika suatu saat dapat menerima anggota baru dan dikatakan tertutup apabila keanggotaanya tidak memungkinkan adanya anggota baru. Pertimbangan penggunaan keanggotaan terbuka dan tertutup tergantung pada keperluan dan kesepakatan anggota kelompok.

Kelompok terbuka dan tertutup masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Sifat kelompok terbuka dapat menerima anggota baru sampai dianggap cukup. Namun, adanya anggota baru dalam kelompok akan menyulitkan untuk pembentukan kohesivitas kelompok.


(52)

Konseling yang menerapkan anggota tetap lebih mudah membentuk dan memelihara kohesivitasnya. Akan tetapi jika ada anggota kelompok yang keluar, sistem keanggotaan tidak dapat ditambah dan harus menjalankan konseling berapapun jumlah anggotanya.

Kohesivitas dalam kelompok menggambarkan ikatan bersama yang terjadi antar anggota dalam sebuah kelompok agar mereka dapat mempertahankan komitmen yang telah disepakati bersama. Menurut Sumadi Suryabrata (M. Edi Kurnanto, 2013: 99) kelompok yang kohesif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Setiap anggota kelompok mengenakan identitas yang sama.

2) Setiap anggota kelompok memiliki tujuan dan sasaran yang sama.

3) Setiap anggota kelompok merasakan keberhasilan dan kegagalan yang sama.

4) Setiap anggota kelompok saling bekerjasama dan berkolaborasi.

5) Setiap anggota kelompok memiliki peran keanggotaan. 6) Kelompok mengambil keputusan secara efektif.

Berdasarkan pemaparan di atas bahwa permasalahan dalam konseling kelompok adalah bersifat rahasia. Sifat kelompok dalam konseling kelompok bersifat tertutup sehingga permasalahan pribadi yang dibahas hanya anggota kelompok saja yang tahu.

c. Waktu pelaksanaan

Menurut Yalom (Latipun, 2008: 187) durasi konseling kelompok yang melebihi 2 jam menjadi tidak kondusif karena beberpa


(53)

alasan yaitu anggota telah mencapai tingkat kelelahan dan pembicaraan cenderung diulang-ulang. Oleh karena itu, aspek durasi perlu diperhitungkan bagi konsleor. Konseling tidak dapat diselesaikan dengan memperpanjang durasi pertemuan tetapi pada proses pembelajaran selama proses konseling.

Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008: 72) mengungkapkan bahwa penyelenggaran konseling kelompok untuk satu masalah memakan waktu tertentu misalnya 30 menit atau 1 jam bahkan 2 jam atau lebih. Kelompok tetap yang membahas sejumlah masalah anggota berkesinambungan, kegiatan kelompok perlu menjadwalkan sedemikian rupa sehingga semua masalah dapat dibahas dan diselesaikan dengan baik.

Menurut Latipun (2008: 187) mengemukakan bahwa lama waktu penyelenggaraan konseling kelompok sangat bergantung pada kompleksitas permasalahan yang dihadapi kelompok. Secara umum konseling kelompok yang bersifat jangka pendek membutuhkan waktu pertemuan antara 8 sampai 20 pertemuan dengan frekuensi pertemuan antara satu sampai tiga kali dalam seminggunya dan durasi antara 60 sampai 90 menit setiap pertemuan. Durasi pertemuan konseling kelompok sangat ditentukan situasi dan kondisi anggota kelompok.

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2010: 604) mengungkapkan bahwa konseling kelompok umumnya diselenggarakan satu hingga dua kali dalam seminggu. Penyelenggaraan dengan interval lebih


(54)

sering akan mengurangi penyerapan dari informasi dan umpan balik yang didapatkan selama konseling. Apabila konseling kelompok jarang dilakukan, misalnya saja satu kali dalam dua minggu maka banyak informasi dan umpan balik yang dilupakan.

Konseling kelompok biasanya berjalan selama 4-5 bulan dengan frekusensi pertemuan sekali seminggu sehingga total pertemuan 15 kali pertemuan. Lamanya pertemuan berkisar antara satu setengah sampai dua jam. Besarnya kelompok harus sedemikian rupa sehingga terdapat variasi dalam sudut pandang dan semua anggota dapat berpartisipasi, maka pada umumnya jumlah anggota 5-7 orang.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas menjelaskan bahwa penyelenggaraan konseling kelompok harus diperhatikan sehingga menimbulkan perasaan nyaman pada anggota kelompok. Alokasi waktu yang digunakan dalam pelaksanaan konseling kelompok sekitar 60 menit sampai 90 menit dengan satu atau dua kali dalam seminggu.

d. Setting Pelaksanaan Konseling Kelompok

Penataan formasi tempat duduk sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan sebuah konseling kelompok. Seorang konselor dituntut mampu membuat formasi tempat duduk untuk anggota kelompoknya, agar anggota kelompok dapat berinteraksi secara multi-arah. Ada dua formasi umum yang biasa digunakan dalam konseling


(55)

kelompok, yaitu formasi lingkaran dan kotak, atau kreasi dari kedua formasi tersebut (M. Edi Kurnanto, 2013: 95-96).

Tohirin (2007: 180) mengungkapkan secara rinci bahwa layanan konseling kelompok membahas masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. Secara bergiliran anggota kelompok menceritakan masalah yang sedang dihadapinya, langkah selanjutnya adalah memilih permasalahan mana yang akan dibahas terlebih dahulu dan seterusnya.

Pada konseling kelompok masalah pribadi setiap anggota kelompok dibicarakan melalui dinamika kelompok (Dewa Ketut Sukardi, 2008: 70). Semua anggota aktif membicarakan masalah anggota lain dengan tujuan agar anggota yang bermasalah terbantu dan masalahnya terselesaikan.

Konselor mengembangkan suasana kelompok sehingga seluruh anggota kelompok dengan sukarela membuka diri dengan menceritakan masalah pribadi yang sedang dihadapi, dengan begitu konseli dapat berpartisipasi aktif dalam membantu anggota kelompok lain untuk menyelesaikan masalahnya. Setiap anggota kelompok mempunyai permasalahan pribadi yang akan dibahas. Pembahasan masalah dilakukan yaitu dengan satu persatu mengungkapkan masalahnya. Urutan pembahasan permasalahan dimusyawarahkan dalam kelompok sehingga mencapai kesepakatan bersama masalah siapa yang pertama dibahas, kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.


(56)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setting dalam pelaksanaan konseling kelompok harus diperhatikan. Setting pelaksanaan konseling kelompok adalah duduk melingkar atau duduk formasi kotak antara anggota kelompok, pemimpin kelompok dan asisten pemimpin kelompok. Secara bergantian anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang dihadapinya secara jujur dan terbuka dan langkah selanjutnya adalah memilih masalah mana yang akan dibahas dan diselesaikan terlebih dahulu dan seterusnya.

e. Peran Konselor dan Konseli

Peran konselor menurut Tohirin (2007: 601) adalah sebagai fasilitator mendorong konseli untuk berinteraksi secara penuh dengan seluruh anggota kelompok dan menanggapi masalah yang disampaikan anggota kelompok lain. Konselor juga mendorong seluruh anggota kelompok untuk aktif mengemukakan pendapat atau pengalaman hidupnya. Konselor mengatur lalu lintas jalannya konseling kelompok melalui dinamika kelompok dengan penguatan dan meluruskan hal-hal yang kurang sesuai. Winkel dan Sri Hastuti (2010: 601) mengemukakan bahwa peran konselor dalam konseling kelompok adalah memimpin konseling kelompok, bertanggungjawab terhadap apa yang terjadi dalam kelompok, memberi umpan balik terhadap apa yang terjadi dalam kelompok, dan menangani saat-saat diam atau saat tidak ada konseli yang berbicara.


(57)

Menurut Prayitno (1995: 50) peran konseli dalam konseling kelompok adalah aktif membahas permasalahan tertentu dalam membantu menyelesaikan masalah anggota lain, berpastisipasi aktif dalam membangun dinamika interaksi sosial, memberikan saran, tanggapan, pendapat bagi pemeacahan masalah pribadi anggota kelompok, menyerap berbagai informasi, saran, berbagi pengalaman, dan berbagai alternatif untuk memecahkan masalahnya sendiri.

Peran konseli menurut Winkel dan Sri Hastuti (2010: 606) adalah berpartisipasi dalam kegiatan konseling kelompok, menerima tantangan untuk membina kebersamaan dan mencari penyelesaian atas masalah yang dihadapi bersama. Konseli harus memberikan sumbangan dan memegang peranan-peranan tertentu seperti mendorong seseorang untuk berbicara, menerima gagasan orang lain, meringkankan ketegangan dengan mengajak tertawa, memberikan sanjungan kepada anggota yang lain, dan menyatakan rasa senang ketika berpartisipasi dalam kelompok.

Konselor sebagai pemimpin kegiatan konseling kelompok dan fasilitator berperan untuk mendorong konseli agar aktif berpartisipasi dalam kelompok dan mampu membangun dinamika kelompok demi tercapainya tujuan bersama.

Berdasarkan pendapat di atas menjelaskan bahwa konselor dan konseli mempunyai peran masing-masing. Konselor sebagai pemimpin dan fasilitator berperan mendorong konseli untuk


(58)

berpartisipasi dan membangun dinamika kelompok. Konseli berperan untuk berpartisipasi aktif secara penuh dalam kegiatan konseling kelompok.

6. Tahapan Konseling Kelompok

Pelaksanaan konseling dilakukan melalui beberapa tahapan. Menurut Corey, Gladding dan Yalom (Jacobs, et al. 2012: 35) banyak literatur yang ditulis mengenai konseling kelompok, akan tetapi beberapa literatur menjadi membingungkan ketika penjelasan lebih rinci tentang tahapan diterapkan untuk kelompok tertentu, seperti diskusi, pendidikan, atau tugas kelompok. Sementara deskripsi tahap konseling kelompok berlaku untuk setiap jenis kelompok. Semua kelompok dapat melalui tiga tahap, terlepas dari jenis kelompok atau gaya kepemimpinan yaitu: tahap awal, tengah atau bekerja, dan tahap akhir atau penutupan. Menurut Jacobs, et al. (2012: 36) menjelaskan tahapan-tahapan konseling kelompok sebagai berikut:

a. Tahapan awal (The beginning stage)

Tahap awal mengacu pada periode waktu yang digunakan untuk perkenalan dan diskusi topik-topik seperti tujuan kelompok, apa yang diharapkan, ketakutan, kelompok aturan, tingkat kenyamanan, dan isi dari kelompok. Dalam tahap ini, anggota memeriksa anggota lain dan tingkat mereka sendiri untuk menciptakan kenyamanan dengan berbagi dalam grup atau kelompok. Untuk beberapa kelompok, seperti tugas tertentu, pendidikan, dan diskusi kelompok yang topik atau agenda belum ditentukan, ini adalah periode ketika anggota menentukan fokus


(59)

grup. Tahap awal dapat berlangsung sebagai bagian dari sesi pertama, seluruh sesi pertama, atau pertama beberapa sesi. Hal ini tidak biasa bagi anggota kelompok tertentu untuk mengambil lebih dari dua sesi merasa cukup untuk membentuk kepercayaan dan kenyamanan dengan anggota kelompok maupun pemimpin konseling kelompok. Misalnya, mungkin diperlukan kelompok dalam penjara atau perumahan pusat memperlakukan-ment untuk remaja sebanyak tiga sesi untuk mengembangkan suasana yang cocok untuk kerja kelompok produktif. Untuk kelompok dalam pengaturan perumahan, "agenda" antara anggota kadang-kadang harus diselesaikan sebelum kelompok dapat melanjutkan ketahap kerja. Konselor sekolah kelompok terkemuka di lingkungan pendidikan mungkin menemukan bahwa tahap awal bergerak lebih cepat karena siswa mengenal satu sama lainnya. Untuk kelompok dengan keanggotaan beragam budaya, tahap awal mungkin perlu bertahan beberapa sesi atau bahkan lebih lama karena anggota mungkin awalnya sangat tidak nyaman dan canggung ketika berbagi di depan orang lain. Untuk beberapa kelompok, tahap awal hanya berlangsung beberapa menit karena tujuan jelas dan kepercayaan dan kenyamanan tingkat sudah tinggi.

b. Tahap kerja (The working stage)

The working stage atau tahap kerja adalah tahap kelompok ketika anggota fokus pada tujuan. Dalam tahap ini, anggota belajar materi baru, benar-benar membahas atau diskusi berbagai topik, tugas


(60)

lengkap, atau terlibat dalam berbagi pribadi dan konseling pekerjaan. Tahap ini merupakan inti dari proses kelompok adalah waktu ketika anggota dapat memanfaatkan waktu berada di dalam kelompok.

Selama tahap ini, banyak dinamika yang berbeda dapat terjadi, karena anggota berinteraksi dalam beberapa cara yang berbeda. Pemimpin harus memberikan perhatian khusus dengan pola interaksi dan sikap anggota terhadap satu sama lain dan pemimpin. Ini adalah waktu ketika anggota memutuskan berapa banyak mereka ingin mendapatkan terlibat atau saham. Jika masalah multikultural ada di kelompok, pemimpin perlu memperhatikan dinamika kelompok karena anggota dapat bertindak dan bereaksi dengan cara yang sangat berbeda, dapat membuat salahpaham dari anggota lain di dalam kelompok.

c. Tahap penutupan (The closing stage)

Penutupan atau akhir, tahap dikhususkan untuk mengakhiri kelompok. Selama periode ini, anggota berbagi apa yang telah mereka pelajari, bagaimana mereka telah berubah, dan bagaimana mereka berencana untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari. Anggota juga mengucapkan selamat tinggal dan kesepakatan dengan berakhirnya kelompok. Untuk beberapa kelompok, akhir akan menjadi pengalaman yang emosional, sedangkan untuk orang lain penutupan hanya akan berarti bahwa kelompok tersebut melakukan apa yang seharusnya kelompok lakukan. Panjang tahap penutupan akan


(61)

tergantung pada jenis kelompok, jangka waktu itu telah bertemu, dan perkembangannya. Sebagian besar kelompok hanya perlu satu sesi untuk tahap ini.

Menurut Corey (2004: 58-65) menjelaskan bahwa tahap-tahap pelaksanaan konseling kelompok yaitu:

a. Tahap Pembentukan Kelompok

1) Pemimpin kelompok memilih anggota untuk dapat membentuk kelompok dalam suatu konseling kelompok.

2) Setelah kelompok terbentuk, dilanjutkan perkenalan antar anggota kelompok dan membicarakan tujuan dibentuknya kelompok.

3) Pemimpin kelompok menjelaskan bahwa keterlibatan semua anggota sangat dibutuhkan untuk dapat saling mengenal lebih mendalam.

b. Tahap Awal

1) Pemimpin kelompok menggali harapan dan kekhawatiran tiap anggota sebelum memasuki tahap selanjutnya.

2) Melatih kepercayaan tiap anggota karena kepercayaan merupakan pondasi penting dalam suatu kelompok sehingga sesama anggota kelompok harus saling percaya satu sama lain

3) Pemimpin kelompok berperan sebagai fasilitator dan memberikan layanan tanpa membeda-bedakan anggota kelompok.

4) Membicarakan aturan-aturan penting selama konseling kelompok. c. Tahap Peralihan


(62)

1) Mempersiapkan anggota kelompok untuk ke tahap selanjutnya. 2) Menekankan kembali aturan yang telah disepakati.

d. Tahap Kegiatan

1) Pemimpin kelompok mempersilahkan salah satu anggota kelompok mengungkapkan masalah.

2) Mengidentifikasi faktor permasalahan yang diungkapkan anggota. 3) Pemimpin kelompok meminta anggota untuk lebih terbuka

memberikan pendapat akan masalah yang sedang dibahas. e. Tahap Penutup

1) Menyelesaikan permasalahan salah satu anggota kelompok sehingga menemukan pemecahan masalah.

2) Memberitahukan para anggota bahwa kegiatan kelompok akan segera diakhiri.

3) Bersama-sama mengevaluasi kegiatan kelompok yang telah dilaksanakan.

4) Tindak lanjut dan merencanakan pertemuan berikutnya.

Mungin Edy Wibowo (2005 : 86) tahapan yang terdapat dalam layanan konseling kelompok antara lain :

a. Tahap permulaan

Tahap permulaan yaitu tahapan untuk membentuk satu kelompok yang akan melaksanakan konseling kelompok. Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkakan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap


(63)

ini umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan masing-masing anggota kelompok. Pemimpin kelompok menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan konseling kelompok. Selanjutnya pemimpin kelompok mengadakan permainan untuk mengakrabkan masing-masing anggota sehingga menunjukkan sikap hangat, tulus dan penuh empati.

b. Tahap transisi/peralihan

Sebelum melangkah lebih lanjut ke tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam kegiatan kelompok. Pemimpin kelompok menjelaskan peranan anggota kelompok dalam kegiatan, kemudian menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin kelompok mampu menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Dalam hal ini pemimpin kelompok membawa para anggota meniti jembatan tersebut dengan selamat. Bila perlu, beberapa hal pokok yang telah diuraikan pada tahap pertama seperti tujuan dan asas-asas kegiatan kelompok ditegaskan dan dimantapkan kembali, sehingga anggota kelompok telah siap melaksankan tahap konseling kelompok selanjutnya.


(64)

c. Tahap kegiatan

Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Namun, kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika dua tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ketiga itu akan berhasil dengan lancar. Pemimpin kelompok dapat lebih santai dan membiarkan para anggota sendiri yang melakukan kegiatan tanpa banyak campur tangan dari pemimpin kelompok. Di sini prinsip tut wuri handayani dapat diterapkan. Tahap kegiatan ini merupakan tahap inti dimana masing-masing anggota kelompok saling berinteraksi memberikan tanggapan dan bantuan yang menunjukkan hidupnya kegiatan konseling kelompok yang pada akhirnya membawa kearah konseling kelompok sesuai tujuan yang diharapkan.

d. Tahap pengakhiran

Pada tahap ini merupakan tahap berhentinya kegiatan. Dalam pengakhiran ini terdapat kesepakatan kelompok apakah kelompok akan melanjutkan kegiatan dan bertemu kembali serta berapa kali kelompok itu bertemu. Dengan kata lain kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan melakukan kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap pengakhiran ini adalah:

1) Penyampaian pengakhiran kegiatan oleh pemimpin kelompok. 2) Pengungkapan kesan-kesan dari anggota kelompok


(65)

3) Penyampaian tanggapan-tanggapan dari masing-masing anggota kelompok

4) Pembahasan kegiatan lanjutan 5) Penutup

Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999: 49-50) pelaksanaan konseling kelompok meliputi 4 tahap. Adapun tahap-tahap konseling kelompok adalah:

a. Tahap Pembentukan

1) Menerima secara terbuka terhadap siswa yang akan diberikan layanan konseling kelompok.

2) Mengemukakan pengertian dan tujuan konseling kelompok agar masing-masing anggota mengerti apa yang dimaksud dengan konseling kelompok dan tujuan diadakannya konseling kelompok. 3) Menjelaskan cara pelaksanaan dan asas-asas konseling kelompok

sehingga masing-masing anggota akan mengetahui bagimana pelaksanaan konseling kelompok dan aturan yang akan diterapkan dalam konseling kelompok.

4) Melaksanakan perkenalan dilanjutkan dengan rangkaian nama, saling mengungkapkan diri dan saling menerima agar terjalin suasana kelompok yang lebih akrab, serta menerapkan asas kerahasiaan sehingga informasi yang akan diungkapkan hanya akan diketahui oleh anggota kelompok saja.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Triyanto. (2007). Makalah tentang Terapi Gestalt.Universitas Malang. Corey, Gerald. (1988). Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung:

PT.Eresco.

_______. (2004). Theory and Practice of Group Counseling Edition Sixth. United States of America: The Cooper Company.

_______. (2010). Teori dan praktek konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

_______. (2012). Theory and Practice of Group Counseling Edition 8th. United States of America: Cengage Learning.

Gantina Komalasari, dkk. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT INDEKS.

Latipun. (2008). Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Mohamad Surya (1988). Dasar-Dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Dekdikbud.

Nandang Rusmana. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizqi Press.

Prayitno. (2004). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rochman Natawidjaja. (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam Konseling Kelompok. Jakarta: Depdikbud.

Rosjidan. (1988). Panduan Pengajar Pengantar Teori Konseling III. Jakarta: Depdikbud.

Rosjidan. (1988). Pengantar Teori-Teori Konseling. Jakarta: Depdikbud.

Sayekti Pujosuwarno. (1993). Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Offset.

Sofyan S. Willis. (2004). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: ALFABETA.


(2)

Subandi, M.A. Psikoterapi. Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM:Pustaka Pelajar.

Triantoro Safaria. (2005). Terapi dan Konseling Gestalt. Yogyakarta: Graha Ilmu. Winkel, W.S. & Sri Hastuti. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi


(3)

Lampiran

FORMULIR PENDAFTARAN KONSELING KELOMPOK

Nama :

Tempat, Tanggal Lahir :

Jenis Kelamin :

Agama :

Kelas :

Hobi :

Hal yang paling disukai : Hal yang paling dibenci :

CONTOH FORMULIR YANG HARUS DIISI CALON ANGGOTA KELOMPOK

1. Setiap anggota diharapkan menghadiri semua pertemuan kecuali jika ia sakit atau jika perasaan terlalu tertekan, ia boleh meninggalkan (tidak menghadiri pertemuan) sampai ia merasa siap untuk datang lagi pada pertemuan konseling.

2. Informasi yang anda berikan akan dijaga kerahasiaannya. Kecuali pemimpin kelompok tidak ada orang lain akan melihatnya.

3. Saya telah pernah menjadi anggota salah satu kelompok konseling... apa ... kapan ... berapa lama...

4. Saya pernah diberi obat dari dokter untuk penyakit syaraf (kapan)...berapa lama...Apakah ada yang lain yang mungkin lebih serius dari yang disebutkan tadi...

5. Saya bersedia memberi saran-saran perbaikan bagi perbaikan prosedur kelompok...

6. Sebagai anggota kelompok ini saya berjanji tidak akan mengemukakan hal-hal yang dikatakan di sini atau yang saya lihat atau alami di sini di luar kelompok. Saya menyadari bahwa tentu pada saat-saat tertentu saya dapat berbicara tentang hal-hal itu diluar situasi kelompok ini, tetapi tanpa membuka rahasia orang atau menyebut nama orang atau kelompok, kecuali diri sendiri, hingga orang tidak tahu hubungan persoalan itu dengan kelompok ataupun anggota kelompok.


(4)

7. Saya mengerti bahwa dalam masa konseling kelompok ini sebaiknya saya tidak akan membuat keputusan penting dalam hidup saya (karena adanya kemungkinan pergolakan emosi dan sebagainya).

8. Saya berjanji akan bergaul dan berbicara dalam kelompok ini secara bebas dengan kelompok lain, mengekspresikan diri dalam kata-kata pada saat-saat saya merasa baik/tepat atau jika pada saat tertentu timbul perasaan yang perlu saya komunikasikan dengan anggota lain.

9. Saat dan tempat dalam hidup saya yang membuat saya merasa paling bahagia adalah...

10. Saat saya yang merasa paling sakit hati / disakiti hati (hal yang sangat saya butuhkan atau hal yang saya ingin mengubahnya mengenai diri saya ialah...

11. Pengalaman sewaktu kecil saya (sebelum berumur 10 tahun) yang tetap saya ingat dengan penuh rasa ialah... sebab...

12. (komentar lain)...

Yogyakarta,

Nama anggota kelompok

LAPORAN KONSELING KELOMPOK 1. Kelompok :

2. Jumlah anggota : 3. Anggota : 1.

2. 3. 4.

4. Topik :

5. Tahapan : a. Beginning Stage b. Transition Stage c. Working Stage d. Terminating Stage

(laporkan semua kegiatan konseling yang terjadi sesuai dengan tahapan konseling)

6. Mengidentifikasi masalah masing-masing konseli. Anggota kelompok Permasalahan yang dihadapi Konseli 1


(5)

Konseli 2 Konseli 3

7. Memilih masalah yang menjadi prioritas untuk diselesaikan terlebih dahulu. 8. Menganalisis alternatif penyebab dari masalah yang dialami.

9. Merangkum alternative pemecahan masalah.

10. Respon/tanggapan konseli terhadap berbagai alternative.

11. Tanggapan/respon anggota kelompok terhadap permasalahn konseli: a. Manfaat

b. Kesan umum

c. Pesan dan harapan terhadap konseling kelompok Yogyakarta, Mengetahui


(6)

Ummi Aiman, lahir pada tanggal 8 November 1992 di Cirebon, putri pertama dari pasangan Bapak Kadina dan Ibu Wati. Alamat di Jalan Pangeran Ki Sana 1 Blok Sampurna RT 05 RW 02 Desa Kedungsana Plumbon-Cirebon 45155. Email : ummiaiman21@yahoo.co.id.

Pendidikan yang pernah ditempuh adalah SD Negeri 1 Kedungsana, SMP Negeri 1 Plumbon, SMA Negeri 1 Sumber dan sekarang sedang menempuh S-1 jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, program studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Yogyakarta.