50
4.4 Indeks Similaritas
Dari  hasil  penelitian  yang  telah  dilakukandi  perairan  Danau  Siais,  pada  masing- masing stasiun penelitian diperoleh nilai indeks similaritas IS seperti pada Tabel 4.4
di bawah ini.
Tabel 4.4 Indeks Similaritas IS Ikan pada masing-masing Stasiun  Penelitian
Stasiun 1
2 3
4 5
1 80
80 90
74 2
67 67
59 3
78 71
4 71
5
Keterangan: Stasiun 1   : Ujung seberang danau
Stasiun 2   : Tempat penyalehan ikan Stasiun 3   : Muara sungai anak Batang Toru dan Rianiate
Stasiun 4   : Dermaga pelabuhan Stasiun 5   : Tempat keluarnya air outlet
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat hasil pengamatan bahwa nilai indeks similaritas IS yang diperoleh  pada  stasiun  penelitian  bervariasi  dan  berkisar  antara  59  -  90.  Suin
2002, mengkategorikan kriteria Indeks Similaritas sebagai berikut :
IS = 75-100, sangat mirip IS = 50-75,   mirip
IS = 25-50,   tidak mirip IS =
≤ 25.     sangat tidak mirip
Universitas Sumatera Utara
51
Berdasarkan pengamatan dari kelima stasiun penelitian diperoleh nilai Indeks Similaritas yang tertinggi terdapat pada stasiun 4 dermagapelabuhan. Nilai IS yang
mempunyai kriteria sangat mirip adalah antara stasiun 1 dengan stasiun 2 , stasiun 1 dengan stasiun 3 , stasiun 1 dengan stasiun 4, dan stasiun 3 dengan stasiun 4. Nilai IS
yang mempunyai kriteria mirip dijumpai antara stasiun 1 dengan stasiun 5, stasiun 2 dengan stasiun  3, stasiun 2  dengan stasiun  4, stasiun  2 dengan stasiun  5, stasiun   3
dengan stasiun 5, dan stasiun 4 dengan stasiun 5.
Kemiripan  ini  karena  faktor  ekologis  dan  faktor  fisik  kimia  yang  tidak  jauh berbeda pada setiap stasiun seperti suhu, penetrasi cahaya, pH, dan DO. Kondisi yang
hampir  sama  ini  menyebabkan  terdapat  kesamaan  nilai  spesies  ikan  pada  kelima stasiun  penelitian  tersebut.  Dari  nilai  IS  pada  kelima  stasiun  menunjukkan  bahwa
perbedaan  kondisi  perairan  turut  menentukan  dan  mempengaruhi  keberadaan  dan kepadatan ikan pada suatu perairan.
4.5  Indeks Distribusi Morisita
Untuk melihat pola penyebaran tiap jenis ikan, maka digunakan Indeks Morisita. Dari hasil  penelitian  yang  telah  dilakukan,  diperoleh  nilai  Indeks  Morisita  seperti  pada
Tabel 4.5.
Universitas Sumatera Utara
52
Tabel 4.5 Nilai  Indeks Distribusi Morisita pada Setiap stasiun Penelitian
No Spesies
Indeks Morisita Keterangan
1 Puntius binotaus.
2.557 Berkelompok
2 Channa striata.
6 Berkelompok
3 Osteochilus triporos
8.772 Berkelompok
4 Pristolepis fasciata.
3.571 Berkelompok
5 Clarias batrachus.
13.636 Berkelompok
6 Mystus nemurus.
4.433 Berkelompok
s7 Anguilla bicolar.
8.182 Berkelompok
8 Barbodes sp.
7.895 Berkelompok
9 Oreochromis niloticus
2.991 Berkelompok
10 Rasbora sp
13.043 Berkelompok
11 Cyprinus carpio
5.141 Berkelompok
12 Osphronemus goramy
7.721 Berkelompok
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa indeks distribusi untuk setiap species pada seluruh stasiun penelitian memiliki nilai  0. Secara keseluruhan indeks Morisita pada kelima
stasiun  penelitian  menunjukkan  pola  penyebaran  yang  berkelompok  untuk  semua species  ikan  pada  seluruh  stasiun  penelitian.  Menurut  Krebs  1985,  bahwa  bila
didapat  indeks  distribusi  I  bernilai  0  maka  distribusi  species  tersebut  adalah  acak, bila  I    0  maka  distribusi  species  tersebut  adalah  berkelompok  dan  bila  I    I  maka
distribusi  tersebut  adalah  seragam.  Michael  1984  menyatakan  bahwa  pola penyebaran  suatu  organisme  bergantung  pada  sifat  fisik-kimia  lingkungan  yang
berupa nutrisi, substrat atau berupa faktor fisik kimia bilogi perairan tersebut. Suatu
Universitas Sumatera Utara
53
struktur  komunitas  alami  tergantung  pada  cara  organisme  tersebar  atau  terpencar. Suin  2002  menyatakan  bahwa  faktor  fisik  kimia  biologi  yang  merata  pada  suatu
hábitat  serta  tersedianya  makanan  bagi  organisme  yang  hidup  di  dalamnya  sangat menentukan organisme tersebut hidup berkelompok atau beraturan.
4.6 Pengukuran Parameter Lingkungan Fisika Kimia Biologi Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kelima stasiun Penelitian diperoleh nilai
rata-rata faktor fisik kimia biologi lingkungan seperti pada Tabel 4.6 :
Tabel 4.6 Nilai Faktor Fisik Kimia Biologi Perairan Pada Setiap Stasiun Penelitian.
No Parameter              Satuan
Stasiun 1
2 3
4 5
1. Suhu
C 28,5
29 29
30,5 29
2. Penetrasi Cahaya           m
2 1,9
2,2 2
2 3.
4 Intentitas cahaya           Lux
TDS                               mgl 1991
151 1424
156 1447
142 1375
163 1615
147 5.
TSS                                mgl 32
34 32
34 32
6. pH                                     -
6,3 5,7
6,4 6,7
7,4 7.
BOD5                            mgl     0,3 0,6
0,4 0,6
0,2 8.
COD                              mgl 3,5496
3,1552 5,1272
5,5216 4,7328
9. DO                                 mgl
7,5 7,5
7,3 7,15
7,3 10,
PO4                                mgl 0,1186
0,1367 0,2125
0,1877 0,0897
11 12
13 NO3                              mgl
Substrat Total Coliform                  -
0,0319 4,6711
23 0,0341
0,4261 0,0518
0,8146 21
0,0544 0,5371
150 0,0376
5,2617 43
Universitas Sumatera Utara
54
4.6.1 Suhu
Suhu  air  secara  langsung  mempengaruhi  proses  kehidupan  organisme.  Hasil pengamatan yang didapat pada kelima stasiun penelitian menunjukkan suhu berkisar
antara  28,5 –  30,5°C,  dengan  suhu  tertinggi  terdapat  pada  stasiun  5  dan  terendah
sebesar  28,5 pada stasiun 1 ujung seberang danau. Tingginya suhu pada stasiun 4 disebabkan karena pengaruh banyaknya aktifitas manusia seperti adanya pemukiman
dan  dermaga.  Suhu  perairan  dapat  dipengaruhi  oleh  faktor-faktor  yang  diakibatkan oleh  aktivitas  manusia  seperti  limbah  serta  hilangnya  vegetasi-vegetasi  pelindung
badan  perairan  yang  menyebabkan  cahaya  matahari  langsung  mengenai  permukaan air sehingga terjadi peningkatan suhu.
Suhu  suatu  perairan  sangat  mempengaruhi  keberadaan  ikan.  Suhu  air  yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan ikan tidak
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Suhu air yang cocok untuk pertumbuhan ikan  di  daerah  tropis  adalah  berkisar  antara  15
-  30 C  dan  perbedaan  suhu  antara
siang  dan  malam    kurang  dari  5 C  Cahyono,  2000.  Sutisna    Sutarmanto  1995,
menyatakan  bahwa  kisaran  suhu  yang  baik  bagi  ikan  adalah  antara  25 C
–  35 C.
Hasil  pengukuran  suhu  pada  kelima  stasiun  pada  dasarnya  masih  dalam  kisaran normal  bagi  makhluk  hidup  perairan  termasuk  ikan.  Nilai  suhu  di  perairan  Danau
Siais jika dibandingkan dengan kriteria baku mutu air kelas I  berdasarkan PP Nomor 82  tahun  2001  masih    layak  digunakan  untuk  keperluan  rumah  tangga,  perikanan,
peternakan dan pertanian sebab suhu di  perairan  ini masih dalam batas  normal  dan belum membahayakan.
4.6.2 Penetrasi Cahaya
Penetrasi  cahaya  yang diperoleh pada kelima stasiun  penelitian berkisar antara  1,9- 2,2  m.  Penetrasi  cahaya  tertinggi  terdapat  pada  stasiun  3  sebesar  2,2  m,  sedangkan
penetrasi  cahaya  terendah  diperoleh  pada  stasiun  2  sebesar  1,9  m.    Rendahnya  nilai penetrasi  pada  stasiun  2  tersebut  kemungkinan  disebabkan  karena  daerah  ini
Universitas Sumatera Utara
55
merupakan daerah tempat penyalaian ikan yang kemungkinan menghasilkan limbah. Banyaknya  partikel  terlarut  dalam  perairan  akan  menyebabkan  kekeruhan  yang
tinggi.  Penetrasi  cahaya  seringkali  dihalangi  oleh  zat  yang  terlarut  dalam  air, membatasi  zona  fotosintesis  dimana  habitat  akuatik  dibatasi  oleh  kedalaman.
kekeruhan,  terutama  disebabkan  oleh  lumpur  dan  partikel  yang  mengendap, seringkali  penting  sebagai  faktor  pembatas.  Kekeruhan  dan  kedalaman  air
mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan akuatik Abdunnur, 2002.
Dengan  mengetahui  kecerahan  suatu  perairan  kita  dapat  mengetahui  sampai dimana  masih  ada  kemungkinan  terjadi  proses  asimilasi  dalam  air,  lapisan-lapisan
manakah  yang  tidak  keruh,  yang  agak  keruh  dan  paling  keruh.  Air  yang  tidak terlampau  keruh  dan  tidak  pula  terlampau  jernih  baik  untuk  kehidupan  ikan.
Kekeruhan  yang  baik  adalah  kekeruhan  yang  disebabkan  oleh  jasad  renik  atau plankton.    Nilai  kecerahan  yang  baik  kurang  dari  45  cm  batas  pandang  ikan  akan
berkurang Kordi, 2004. Cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa, menghindar diri dari predator
atau  untuk  beruaya.  Pada  umumnya  ikan  berada  pada  daerah-daerah  yang  penetrasi cahayanya masih baik, sedangkan pada daerah  yang gelap di mana penetrasi cahaya
sudah tidak ada, hanya dihuni ikan buas atau  predator  yang lebih menyukai tempat gelap  Choliket.  Air  yang  terlalu  keruh  dapat  menyebabkan  ikan  mengalami
gangguan    pernapasan  karena  insangnya  terganggu  oleh  kotoran.  Selain  itu  dapat menurunkan atau melenyapkan selera makan karena daya penglihatan ikan terganggu
Cahyono, 2000.
4.6.3 Intensitas Cahaya
Nilai  intensitas  cahaya  yang  didapat  pada  kelima  stasiun  penelitian  berkisar  antara 1375
– 1991 Candela. Intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 1991 Candela. Sedangkan intensitas cahaya terendah diperoleh pada stasiun 4 yaitu sebesar
Universitas Sumatera Utara
56
1375 Candela. Cahaya merupakan unsur  yang paling penting dalam kehidupan ikan. Cahaya  dibutuhkan  ikan  untuk  mengejar  mangsa,  menghindarkan  diri  dari  predator,
membantu  dalam  penglihatan,  proses  metabolisme  dan  pematangan  gonad.  Secara tidak  langsung  peranan  cahaya  matahari  bagi  kehidupan  ikan  adalah  melalui  rantai
makanan Rifai et al., 1983.
4.6.4 Total Dissolved Solid TDS
Jumlah  padatan  terlarut  pada  perairan  berpengaruh  terhadap  penetrasi  cahaya. Semakin  tinggi  padatan  terlarut  berarti  akan  semakin  menghambat  penetrasi  cahaya
ke  dalam  perairan.  Hal  ini  secara  langsung  akan  berakibat  terhadap  penurunan aktivitas  dari  fotosintesis  oleh  organisme  berhijau  daun  yang  terdapat  pada  perairan
contoh hydrophita dan fitoplanktoan. Dari pengukuran yang telah dilakukan, besarnya nilai padatan terlarut pada Perairan Danau Siais berkisar antara 142 mgl - 163 mgl.
Padatan terlarut pada stasiun 4 tampak lebih tinggi dibandingkan pada empat stasiun  pengamatan  lainnya,  sedangkan  yang  terendah  terdapat  pada  Stasiun  3.
Padatan terlarut pada stasiun 4 lebih tinggi karena lokasi  stasiun 4 yang berada pada area  yang  dekat  dengan  aktivitas  manusia  sehingga  banyak  menghasilkan  limbah
yang masuk ke badan perairan dan akhirnya menambah jumlah partikel terlarut. Pada Stasiun 3 muara  memiliki nilai TDS yang lebih rendah karena partikel terlarut diduga
menyebar memencar pada perairan akibat adanya arus air dari anak Sungai Batang
Toru dan Rianiate. Jika dihubungkan dengan baku mutu air golongan I, nilai padatan
terlarut yang diperoleh pada Perairan Danau Siais masih tergolong rendah Gol I max 1000 mgl yang berarti Perairan Danau Siais  belum tercemar.
4.6.5 Total Suspended Solid TSS
Tinggi  rendahnya  nilai  TSS  akan  berpengaruh  terhadap  tingkat  kekeruhan  air  yang selanjutnya  akan  berpengaruh  terhadap  mutu  air.  Pada  perairan  Danau  Siais
kekeruhan air dipengaruhi oleh kontribusi suspensi dari arah sungai Batang Toru dan
Universitas Sumatera Utara
57
Rianiate yang di bawa arus sampai ke badan perairan danau tersebut.Kandungan zat padat tersuspensi yang tinggi banyak mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan,  sehingga  panas  yang  diterima  air  permukaan  tidak  cukup  untuk  proses fotosintesis.  Namun  kandungan  zat  padat  tersuspensi  di  Danau  Siais  belum
menyebabkan terhalangnya transfer energi dari matahari ke permukaan air, sehingga energi  matahari  yang  diterima  masih  mampu  melaksanakan  fotosintesis,  ditandai
dengan  suhu  sebesar  28,5 C
– 30,5 C.  tabel  4.5.  Hasil  pengukuran  total  zat  padat
tersuspensi TSS pada lima stasiun penelitian di perairan Danau Siais berkisar antara 32-34  mgl.  Kandungan  ini  masih  sesuai  dengan  nilai  ambang  batas  berdasarkan
Peraturan  Pemerintah  No.  82  Tahun  2001,  yaitu  TSS  untuk  kelas  1  Air  Minum maksimum 50 mgl.
4.6.6 Derajat Keasaman pH
Nilai  derajat  keasaman  atau  kebasaan  pH  yang  didapat  pada  kelima  stasiun penelitian berkisar  antara 5,7  -7,4. Nilai pH pada lima stasiun  pengamatan berbeda-
beda  tergantung  kondisi  perairan  pada  masing-  masing  stasiun  penelitian.  Nilai  pH tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 7,4 dan terendah pada stasiun 2 sebesar 5,7.
pH Perairan Danau Siais masih tergolong  pH  yang layak bagi  kehidupan organisme akuatik,  sebab  menurut    Menurut  Wetzel  dan  Likens  1979,  efek  letal  atau
mematikan  dari  kebanyakan  asam  terhadap  organisma  akuatik  tampak  ketika  pH perairan lebih kecil dari 5 lima. Derajat keasaman pH maksimum untuk air kelas I
dan II adalah 6-9, dan hasil pengukuran di lima stasiun pengamatan berkisar 5,7-7,4 dengan  demikian  perairan  Danau  Siais  masih layak  digunakan  untuk  air  kelas  I  dan
II. Sutrisno 1987 menyatakan pH optimum berkisar 6,0 – 8,0.
pH  air  sangat  berpengaruh  terhadap  organism  air,  baik  tumbuhan  maupun hewan  yang  hidup  di  dalamnya.  pH  air  dapat  digunakan  untuk  menyatakan  baik
buruknya kondisi suatu perairan sebagai lingkungan hidup. Adapun pH air yang dapat menjadikan ikan dapat tumbuh secara optimal yaitu berkisar antara 6,5-9,0 Cahyono,
2000 .
Universitas Sumatera Utara
58
4.6.7 Biologycal  Oxygen Demand BOD
5
Nilai BOD
5
pada kelima stasiun penelitian berkisar antara 0,2 – 0,6 mgl dengan nilai
tertinggi  terdapat  pada  stasiun  2  dan  stasiun  4  sebesar  0,6  mgl.  sedangkan  BOD
5
terendah  diperoleh  pada  stasiun  5  sebesar  0,2  mgl.  Adanya  perbedaan  nilai  BOD
5
disetiap  stasiun  penelitian  disebabkan  oleh    perbedaan  jumlah  bahan  organik  yang berbeda-beda pada masing-masing stasiun tersebut yang berhubungan dengan defisit
oksigen. Tingginya nilai BOD
5
pada stasiun 2 tempat penyalehan ikan dan stasiun 4 dermaga  Pemukiman  Penduduk
ini  kemungkinan  berasal  dari  limbah  ikan penyalehan dan limbah penduduk sehingga terlarut di dalam air. Rendahnya BOD
5
pada stasiun 5 disebabkan stasiun ini masih alami dan jauh dari aktifitas manusia.
Menurut Brower et al., 1990 bahwa apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar  5  mgl  O
2
,  maka  perairan  tersebut  tergolong  baik.  Sebaliknya  apabila konsumsi  oksigen  antara  10-20  mgl  O
2
menunjukkan  bahwa  tingkat  pencemaran oleh  senyawa  organik  tinggi.  Selanjutnya  Wardhana  1995  mengatakan  bahwa
peristiwa  penguraian  bahan  buangan  organik  melalui  proses  oksidasi  oleh mikroorganisme  di  dalam  lingkungan  adalah  proses  alamiah  yang  mudah  terjadi
apabila  air  lingkungan  mengandung  oksigen  yang  cukup.  Nilai  BOD
5
di  seluruh stasiun
pengamatan berada di bawah kadar maksimum kriteria Baku Mutu air kelas I maupun kelas II, sehingga layak untuk dipergunakan.
4.6.8 Chemical Oxygen Demand COD
Nilai  rata-rata  COD  yang  diperoleh  pada  lima  stasiun    penelitian  berkisar  3,1552 –
5,5216  mgl.  COD  tertinggi  diperoleh  pada  stasiun  4    sedangkan  terendah  pada stasiun  2.  Effendi  2003  menggambarkan  COD  sebagai  jumlah  total  oksigen  yang
dibutuhkan  untuk  mengoksidasi  bahan  organik  secara  kimiawi,  baik  yang  dapat didegradasi  secara  biologi  maupun  yang  sukar  didegradasi  menjadi  C0
2
dan  H
2
O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam
Universitas Sumatera Utara
59
menggambarkan  keberadaan  bahan  organik,  baik  yang  dapat  didekomposisi  secara biologis  maupun  yang  tidak.  Perairan  yang  mengandung  kadar  COD  yang  tinggi,
memerlukan  oksigen  untuk  proses  oksidasi  kimia,  hal  ini  menurunkan  cadangan oksigen  dalam  air.  Nilai  COD  yang  terdapat  pada  Perairan  Danau  Siais  masih
tergolong baik, sebab  masih sesuai dengan baku mutu air kelas I menurut PP No. 82 tahun 2001 memiliki nilai COD maksimal 10 mgl.
4.6.9 Dissolved Oxygen DO
Nilai  DO  yang  diperoleh  pada  kelima  stasiun  penelitian  berkisar  antara  7,15 –  7,5
mgl.  DO  tertinggi  diperoleh  pada  stasiun  1  dan 2  sebesar  7,5  mgl.  Tingginya  nilai DO  pada  stasiun  1  dan  2  berkaitan  erat  dengan  melimpahnya  jenis  vegetasi  akuatik
yang  terdapat  di  sana.  Oksigen  yang  ada    di  perairan  berasal  dari  hasil  fotosintesis hidrofita  serta  fitoplankton  yang  berada  di  dalamnya.  Di  stasiun  1  dan  2  ini  jumlah
dan jenis vegetasi akuatik  banyak sehingga menyebabkan nilai kelarutan oksigennya juga tinggi. Selain itu pada stasiun 1 ini juga tidak ditemui adanya minyak yang dapat
menghambat penyerapan oksigen masuk ke dalam air.
Nilai  DO  terendah  berada  pada  stasiun  4  dermagapemukiman  penduduk. Penyebab utama berkurangnya  kadar oksigen terlarut di dalam air karena adanya zat
pencemar  yang  terdiri  dari  bahan  organik  dan  anorganik  yang  berasal  dari  berbagai sumber,  seperi  sampah,  bahan  buangan  rumah  tangga  dan  industri  Menurut  Connel
dan  Miller  1995,  sebagian  besar  zat  pencemar  yang  menyebabkan  kadar  oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik.
Perubahan  kandungan  oksigen  terlarut  di  lingkungan  sangat  berpengaruh terhadap hewan air. Oksigen di dalam air berguna untuk menunjang kehidupan ikan
dan organism air lainnya. Menurut Efendi 2003 bahwa kandungan oksigen terlarut minimum  agar  dapat  mendukung  kehidupan  ikan  adalah  5  mgl.  Kelarutan  oksigen
dipengaruhi  oleh  faktor  suhu,  pada  suhu  tinggi  kelarutan  oksigen  rendah  dan  pada
Universitas Sumatera Utara
60
suhu  rendah  kelarutan  oksigen  tinggi.  Tiap-tiap  spesies  biota  akuatik  mempunyai kisaran  toleransi  yang  berbeda-beda  terhadap  konsentrasi  oksigen  terlarut  di  suatu
perairan Jubaedah, 2006 .
Kisaran  kandungan  oksigen  terlarut  pada  Perairan  Danau  Siais  masih tergolong  sesuai  bagi  kehidupan  ikan  dan  organisme    lainnya.  Sesuai  dengan  Baku
Mutu Air kelas I PP No. 82 tahun 2001 batas minimum DO adalah 6 mgl dan batas minimum kelas II adalah 4 mgl. Kadar DO pada stasiun penelitian lebih besar 7,15-
7,50  mgl  di  banding  dengan  kadar  DO  baku  mutu  air,  maka  perairan  Danau  Siais layak digunakan sebagai air kelas I.
4.6.10 Fosfat PO
4
Kandungan    DO  pada  kelima  stasiun  penelitian  di  perairan  Danau  Siais  berkisar antara 0,00897 mgl
– 0,2125 mgl. Fosfat tertinggi ditemukan pada stasiun 3 muara tempat berkumpulnya air dari sungai dan terendah terdapat pada stasiun 1   Menurut
Alaerts  et  al.,  1987  terjadinya  penambahan  konsentrasi  fosfat  sangat  dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian, dan aktifitas masyarakat
lainnya  Fosfor  terutama  berasal  dari  sedimen  yang  selanjutnya  akan  terinfiltrasi kedalam  air  tanah  dan  akhirnya  masuk  kedalam  air  tanah  dan  akhirnya  masuk
kedalam  sistem  perairan  terbuka  badan  perairan.  Selain  itu  dapat  berasal  dari atmosfer  dan  bersama  dengan  curah  hujan  masuk  ke  dalam  sistem  perairan  Barus,
2001. Fospat  pada  stasiun  3  dengan  nilai  tertinggi  yaitu  0,2125  mgl  berdasarkan
nilai  Baku  Mutu  Air  kelas  I  dan  II  menurut  PP  NO  82  tahun  2001  berada  diatas kisaran normal  yaitu 0,20 mgl.  Dengan demikian air di stasiun  3 ini telah tercemar
ringan.  Hal  ini  kemungkinan  disebabkan  masuknya  bahan  limbah  pencemar  yang dibawah oleh aliran air dari kedua sungai yang masuk ke danau, yaitu sungai Rianiate
dan sungai Batang Toru.
Universitas Sumatera Utara
61
4.6.11 Nitrat NO
3
Hasil  yang didapat  dari  pengukuran nitrat  di  Perairan Danau Siais berkisar 0,0319  - 0,0544  mgl.  Nilai  nitrat  tertinggi  dijumpai  pada  Stasiun  4  sedangkan  terendah  di
Stasiun  1.  Nitrat  pada  Stasiun  4  lebih tinggi,  karena  nitrat  merupakan  hasil  oksidasi terakhir  dari  amonium  dan  amoniak  yang  berasal  dari  limbah  domestik.  Tingginya
Nitrat  pada  stasiun  4  diduga  berasal  dari  banyaknya  aktifitas  masyarakat  yang menghasilkan  limbah  domestik  .  Sebaliknya  kandungan  nitrat  di  Stasiun  1  lebih
rendah karena Stasiun 1 berada jauh dari buangan limbah organik.  Berdasarkan Nilai Baku Mutu  air menurut  metode Storet  PP No.82 tahun 2001 batas maksimal  yang
dipebolehkan  adalah  10  mgl.  Kandungan  nitrat  pada    kelima  stasiun  di  Perairan Danau  Siais  jauh  dibawah  baku  mutu  yang  telah  ditetapkan  sehingga  air  ini  layak
untuk digunakan.
4.6.12 Kandungan Organik Substrat
Nilai  kandungan  organik  substrat  yang  didapat  pada  kelima    stasiun  penelitian berkisar  antara    0,4261-5,2617  .  Dengan  nilai  tertinggi  didapatkan  pada  stasiun  5
sebesar 5,2617, dan terendah pada stasiun  3 sebesar 0,4261. Secara keseluruhan nilai kandungan organik substrat yang didapatkan pada lima stasiun tergolong sangat
rendah  dan  sangat  tinggi.  Nilai  kandungan  organik  subsrak  yang    tergolong  sangat rendah yaitu terdapat pada stasiun 2, 3, dan stasiun 4 dan yang tergolong sangat tinggi
terdapat  pada  stasiun  1  dan    stasiun  5.  Menurut  Agusnar  2007,  sedimen  adalah padatan  yang  dapat  langsung  mengendap  jika  ai  Hal  ini  berdasarkan  pada  Pusat
Penelitian Tanah 1983. Dalam Djaenuddin  et al., 1994, kriteria tinggi rendahnya kandungan organik substrat atau tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut:
1 = Sangat rendah
1  - 2 = Rendah
2,01  - 3    = Sedang 3  - 5
= Tinggi 5,01
= Sangat tinggi
Universitas Sumatera Utara
62
4.6.13 Total Coliform
Berdasarkan data pada tabel 4.6 jumlah coliform tertinggi ditemukan pada Stasiun 4 yakni  dermaga  dan  banyak  terdapat  pemukiman  penduduk  dan  juga  sebagai  daerah
bersandarnya  kapal-kapal  sedangkan  jumlah  terendah  ditemukan  pada  Stasiun  2 daerah penyalehan ikan. Tingginya coliform pada suatu perairan menunjukkan bahwa
perairan tersebut mendapat buangan ataupun limbah organik berupa feses dari sekitar ataupun  sekeliling  badan  perairan.  Pada  stasiun  4  tingginya  jumlah  coliform
kemungkinan  ada  hubungannya  dengan  limbah  organik  yang  berasal  dari  penduduk yang ada sekitar. Pada stasiun 2 tidak terdapat  0 coliform hal ini kemungkin karena
lokasi  stasiun  tersebut  jauh  dari  pemukiman  penduduk,  sehingga  kurang memungkinkan  masuknya  buangan  organik  ke  daerah  tersebut.  Menurut  Nugroho
2006,  bila  dalam  sumber  air  ditemukan    bakteri  Coli  Fecal  maka  hal  itu  dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran oleh feses manusia
atau hewan-hewan berdarah panas. Ditinjau dari baku mutu air kelas I sesuai dengan PP No. 82 tahun 2001, jumlah coli fecal yang terdapat pada lima stasiun penelitian di
Danau Siais tidak melampaui ambang batas oleh karena itu perairan tergolong baik , dan layak untuk di komsumsi sebagai air minum kelas I .
Universitas Sumatera Utara
63
4.7. Sifat  Fisika,  Kimia  dan  Biologi  Perairan  Danau  Siais,  Tapanuli  Selatan
berdasarkan Metode Storet dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Danau Siais Menurut Metode Storet
NO  Parameter Satuan
Hasil Pengukuran Baku
Mutu Air Kelas I
Skor
Min Max
Rata- rata
Min  Max Rata-
rata
Total
1 Suhu
C 28,5
30,5 29,2
Deviasi 3 2
TDS mgl
142 163
1518 1000
3 TSS
mgl 32
34 32,8
50 4
pH -
5,7 7,4
6,5 6
– 9 5
BOD
5
mgl 0,2
0,6 0,42
2 6
COD mgl
3,1552  5,5496  4,417 10
7 DO
mgl 7,15
7,50 7,35
6 8
PO
4 3-
mgl 0,0897  0,2125  0,149
0,3 -2
-2 9
NO
3 -
mgl 0,0319  0,0544  0,041
10 10
Total Coliform  Jlh100 ml
150 47,4          1000
Total Skor -2
Berdasarkan  PP  No.  82  Tahun  2001  tentang  Pengelolaan  Kualitas  Air  dan  Pengendalian Pencemaran Air.
Berdasarkan  Tabel 4.7 dari hasil uji kualitas air menurut metode storet bahwa semua  parameter  Fisika,  Kimia  dan  Biologi  yang  diamati  tidak  ada  yang  melebihi
baku  mutu  air  kelas  I  Air  Minum  yaitu  dengan  jumlah  skor  0.  Cara  menentukan status  mutu  air  adalah  dengan  menggunakan  sistem  nilai  dari  United  State
Enviromental Protection Agency US – EPA
Universitas Sumatera Utara
64
4.8 Analisa Korelasi