dengan  menerapkan  ketentuan  hukum  yang  dibentuk  secara  teratur.    Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad
hoc atau pengadilan khusus. Pengadilan internasional permanen contohnya adalah Mahkamah  Internasional  ICJ.  Menurut  F.  Sugeng  Istanto  1998:94,  peradilan
internasional  berbeda  dengan  arbitrase  internasional  yakni  ketentuan  yang dijadikan  dasar  pembuatan  keputusan  dan  sifat  acaranya.  Peradilan  internasional
memutuskan  masalah  yang  diajukan  kepadanya  pada  prinsipnya  hanya berdasarkan  pada  ketentuan  hukum,  sedangkan  arbitrasi  internasional  dapat
memutuskan  masalah  yang  diajukan  kepadanya  dapat  berdasarkan  ketentuan hukum  ataupun  berdasarkan  kepantasan  dan  kebaikan  dan  di  samping  itu  acara
dalam  peradilan  internasional  yang  pada  prinsipnya  adalah  terbuka,  sedangkan arbitrasi internasional adalah tertutup.
72
2.  Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Paksa
Bila  terjadi  sengketa  dan  ternyata  para  pihak  tidak  dapat  menyelesaikan sengketanya  secara  damai,  kadang-kadang  salah  satu  pihak  terpaksa  mengambil
tindakan  sepihak.  Tindakan  sepihak  demikian  dilakukan  dengan  sasaran  untuk mencapai  tujuannya dengan menguntungkan pihaknya sendiri. Tindakan  tersebut
berupa  tindakan  paksaan,  yang  berupa  tekanan  agar  pihak  lain  merasa  terpaksa menerima  kehendaknya.
73
Dalam  hukum  internasional  dikenal  beberapa  bentuk tindakan paksaan, dikenal beberapa bentuk tindakan paksaan, yaitu:
74
72
Dewa Gede Sudika Mangku, Op cit, hal 151-152
73
Sri Setianingsih Suwardi, Op cit hal 196
74
Ibid, hal 196-206
Universitas Sumatera Utara
1. Retorsi
Tindakan  kekerasan  di  sini  yang  paling  lemah,  pada  hakikatnya  ini merupakan  tindakan  pembalasan,  tindakan  yang  tak  bersahabat  dan  tindakan
paksaan  ini  tidak  bertentangan  dengan  hukum  internasional  publik.  Tindakan- tindakan  retorsi  ini  dapat  dimisalkan  seperti  pemutusan  hubungan  diplomatic,
pembatasan  gerak-gerik  perwakilan  diplomatik  negara  lawan,  penarikan  kembali exequatur  bagi  konsul  negara  lawan,  penghapusan  hak-hak  istimewa  warga
negara perusahaan milik negara lawan, penutupan tapal batas bagi arus lalu lintas, dan  penolakan  barang  impor  hasil  negara  lawan  atau  kenaikan  bea  masuk  bagi
produk  negara  lawan.  Jika  diperhatikan  maka  retorsi  tidak  melanggar  hukum internasional. Sebaliknya bila dilihat dari kepentingan negara lawan, maka retorsi
ini  melanggar  haknya.  Ciri  khas  dari  retorsi  ini  adalah  bahwa  tindakan pembalasan tidak bertentanganmelanggar hukum internasional.
2. Tindakan pembalasan reprisals
Tindakan  pembalasan  adalah  suatu  cara  yang  dipergunakan  oleh  suatu negara  untuk  membela  hak  dan  kepentingannya,  dengan  mendapatkan  ganti  rugi
atau  pemulihan  hak  secara  langsung  ataupun  tidak  langsung  bagi  kerugian  yang dideritanya
karena tindakan
pihak lawan
tidak bersedia
untuk menyelesaikannyamemperbaiki  kesalahannya  secara  damai.  Jika  dibandingkan
dengan  retorsi  maka  tindakan  pembalasan  ini  adalah  suatu  tindakan  yang  dalam keadaan normal  bertentangan dengan hukum  internasional. Atau dapat  dikatakan
bahwa  tindakan  pembalasan  ini  adalah  suatu  tindakan  melawan  hukum  yang
Universitas Sumatera Utara
dalam  keadaan  tertentukhusus  dibolehkan  oleh  hukum  internasional.  Sedangkan dalam retorsi maka tindakannya tidak melanggar hukum internasional.
3. Blokade secara damai pacifil blockade
Blokade secara damai lazim dipakai untuk memaksakan agar negara pihak lawan menyetujui permintaan negara yang memblokir. Jika dibandingkan dengan
bentuk  tindakan  pembalasan  maka  blokade  dengan  damai  adalah  bentuk  khusus dari  tindakan  pembalasan.  Blokade  secara  damai  disebutkan  dalam  Pasal  42
piagam  PBB  yaitu  sebagai  salah  satu  tindakan  yang  dapat  diambil  oleh  Dewan Keamanan  dalam  menjalankan  tugasnya  untuk  memulihkan  dan  mempertahakan
perdamaian dan keamanan nasional. 4.
Intervensi Intervention Intervensi  sebagai  suatu  sarana  untuk  menyelesaikan  sengketa  Antara
pihak  yang  terlibat  dalam  konflik.  Ini  merupakan  campur  tangan  pihak  ketiga dalam  sengketa  Antara  para  pihak  yang  terlibat  dalam  konflik  yang  bermaksud
untuk  menyelesaikan  sengketa  mereka.  Campur  tangan  pihak  ketiga  dalam mencari  penyelesaian  Antara  para  pihak  yang  bersengketa  harus  dibedakan
dengan  campur  tangan  pihak  ketiga  dalam  sengketa  yang  berupa  good  offices, mediasi  atau  nasihat-nasihat  pihak  ketiga  dalam  usaha  mencari  penyelesaian
sengketa. Dalam hal tertentu intervensi juga dapat dilakukan pihak ketiga setelah pecah perang antara para pihak sebagai konsekuensi dari sengketa mereka.
5. Perang  dan  tindakan  bersenjata  non  perang  war  and  amed  conflict
nonwar
Universitas Sumatera Utara
Perang adalah cara terakhir yang ditempuh pihak yang bersengketa dimana salah  satu  pihak  memaksakan  pihak  lain  untuk  menerima  penyelesaian  sengketa
yang  dikehendakinya.  Menurut  Oppenheim  Lauterpacht,  perang  adalah  suatu sengketa bersenjata antara dua negara atau lebih  yang mempergunakan kekuatan
bersenjatanya  dengan  maksud  mengadu  kekuatan  masing-masing  untuk  dapat mencapai perdamaian setelah mendapatkan kemenangan.
Lain  halnya menurut F. Sugeng  Istanto, pertikaian bersenjata atau perang adalah  suatu  pertentangan  yang  disertai  penggunaan  kekerasan  angkatan
bersenjata  masing-  masing  pihak  dengan  tujuan  menundukkan  lawan  dan menetapkan persyaratan perdamaian secara sepihak. Sementara itu, menurut J. G.
Starke,  keseluruhan  tujuan  dari  perang  adalah  untuk  dapat  menaklukkan  negara lawan  dan  untuk  membebankan  syarat-syarat  penyelesaian  dimana  negara  yang
ditaklukkan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya.
75
C.  Sengketa Internasional di Bidang Perdagangan 1.  Globalisasi Ekonomi