2. Menyediakan  forum  untuk  negosiasi  di  antara  para  anggotanya
terhadap  masalah  yang  berkenaan  dengan  hubungan  dagang multilateral berdasarkan agreement pendirian WTO,
3. Menyelesaikan sengketa perdagangan dengan menatausahakan Dispute
Settlement Understanding DSU, 4.
Bekerjasama  secara  patut  dengan  badan-badan  internasional khususnya  dengan  International  Monetary  Fund  IMF  dan  The
International Bank untuk men capai “koherensi yang lebih besar dalam
pembuatan kebijak an ekonomi global”.
4.  Prinsip-Prinsip Perdagangan Internasional dalam GATT dan WTO
Prinsip  adalah  asas  kebenaran  yang  menjadi  pokok  dasar  orang  berpikir, bertindak,  dan  sebagainya.  Adapun  prinsip-prinsip  hukum  atau  disebut  pula
dengan  asas-asas  hukum  merupakan  dasar  pembentukan  hukum  yang  secara filosofis  mempunyai  atau  memiliki  peranan  yang  sangat  penting  dalam
pelaksanaan  hukum.  Selanjutnya  menurut  Nursalam  Sianipar,  suatu  prinsip hukum adalah “norma yang sangat abstrak, dan jika tidak dituangkan lebih lanjut
ke dalam norma lain, hanya akan berfungsi sebagai petunjuk bagi para pembentuk peraturan  atau  pelaksananya  atau  subjek  hukum  pada  umumnya,  dan  bukan
sebagai aturan yang meletakkan hak dan kewajiban secara konkret.
124
Prinsip-prinsip  dasar  yang  melandasi  GATTWTO  menurut  Wil  D. Verwey  dalam  Ginanjar  Kartasasmita  ialah  prinsip  non-diskriminasi  yang
124
Muhammad Sood, Op cit, hal 39
Universitas Sumatera Utara
mengundang  tiga  bentuk  perlakuan  terhadap  barang  yang  akan  dijual  di  pasar internasional.  Prinsip-prinsip  itu  berakar  dari  filsafah  liberalism  barat,  yang
dike nal  dengan  “Trinita”,  yaitu  kebebasan  freedom,  persamaan  equality,  dan
asas  timbal  balik.
125
Adapun  prinsip-prinsip  hukum  dari  perdagangan internasional  yang  diatur  dalam  GATT  dan  WTO,  meliputi  prinsip  Non-
Diskriminasi,  Prinsip  Resiprositas  Reciprocity,  Prinsip  Penghapusan  Hambatan Kuantitatif, Prinsip Perdagangan yang Adil Fairness Principle, dan Prinsip Tarif
Mengikat Tariff Binding Principle, yang akan diuraikan sebagai berikut:
126
1. Prinsip Non-Diskriminasi Non-Discrimination Principle
Prinsip  ini  meliputi  Prinsip  Most  Favoured  Nation  MFN  Principle, dan  Prinsip  National  Treatment  NT  Principle.  Prinsip  MFN  diatur
dalam  Article  I  section  1  GATT  1947.  Menurut  prinsip  ini,  semua negara  anggota  terikat  untuk  memberikan  negara-negara  lainnya
perlakuan  yang  sama  dalam  pelaksanaan  dan  kebijakan  impor  dan ekspor  serta  menyangkut  biaya-biaya  lainnya.  Perlakuan  yang  sama
tersebut  harus  dijalankan  dengan  segera  dan  tanpa  syarat  terhadap produk  yang  berasal  atau  yang  ditujukan  kepada  semua  anggota
GATT.  Karena  itu,  suatu  negara  tidak  boleh  memberikan  perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan diskriminasi
terhadapnya.  Pengecualian  terhadap  prinsip  ini  sebagaimana  diatur dalam  Article  XXIV  GATT  1947,  yaitu  tidak  berlaku  apabila  dalam
hubungan  ekonomi  antara  negara-negara  anggota  Free  Trade
125
Ibid, hal 40
126
Disarikan dari Muhammad Sood, Ibid, hal 41-48
Universitas Sumatera Utara
AreaCustoms  Union  dengan  negara-negara  yang  bukan  anggota  dan juga  dalam  hubungan  dagang  antara  negara-negara  maju  dan  negara-
negara berkembang melalui GSP Generalized System of Preferences. Sementara  itu,  Prinsip  National  Treatment  NT  diatur  dalam  Article
III  GATT  1947.  Menurut  prinsip  ini  tidak  menghendaki  adanya diskriminasi antar produk dalam negeri dengan produk serupa dari luar
negeri.  Artinya,  apabila  suatu  produk  impor  telah  memasuki  wilayah suatu  negara  karena  diimpor,  maka  produk  impor  itu  harus  mendapat
perlakuan  yang  sama,  seperti  halnya  perlakuan  pemerintah  terhadap dalam negeri  yang sejenis. Namun dalam kasus tertentu, suatu negara
dapat  menghadapi  suasana  darurat  yang  memerlukan  suatu penanganan dengan mengambil langkah proteksi karena industri dalam
negerinya menghadapi  masalah. Pasal  XIX mengizinkan suatu negara untuk  mengambil  langkah  protektif  tersebut.  Tetapi  Pasal  XIX
menyatakan  bahwa  langkah  protektif  tersebut  adalah  langkah  darurat yang  bersifat  sementara.  Pengecualian  tersebut  dikenal  sebagai
langkah  safeguards.  Dengan  syarat  yang  ditentukan  secara  khusus, suatu  negara  anggota  GATT  dapat  menerapkan  suatu  restriksi  dalam
impornya  atau  mencabut  konsesi  tariff  yang  telah  diberikan  kepada negara lain untuk produk-produk  yang mengalami peningkatan impor
yang sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan yang berat untuk  industri  dalam  negeri  dari  negara  yang  bersangkutan.  Dalam
GATT  pada  Pasal  XIX,  pembatasan  tersebut  dapat  diterapkan  bila
Universitas Sumatera Utara
peningkatan  impor  dari  produk  tertentu  telah  mencapai  taraf  yang menimbulkan injury atau diperkirakan akan menimbulkan injury.
127
2. Prinsip Resiprositas Reciprocity Principle
Prinsip  resiprositas  yang  diatur  dalam  Article  II  GATT  1947, mensyaratkan  adanya  perlakuan  timbal  balik  di  antara  sesama  negara
anggota  WTO  dalam  kebijaksanaan  perdagangan  internasional. Artinya,  apabila  suatu  negara  dalam  kebijaksanaan  perdagangan
internasionalnya menurunkan tarif masuk atas produk impor dari suatu negara,  maka  negara  pengekspor  produk  tersebut  wajib  juga
menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara  yang pertama tadi. Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang
antara  dua  negara  secara  timbal  balik,  dan  menghendaki  adanya kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan
antara  negara  yang  satu  dengan  yang  lainnya  dalam  perdagangan internasional.
3. Prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitatif Prohibiton of Quantitative
Restriction Prinsip  initelah  diatur  dalam  Article  IX  GATT  1947,  menghendaki
transparansi dan
penghapusan hambatan
kuantitatif dalam
perdagangan  internasional.  Hambatan  kuantitatif  dalam  persetujuan GATTWTO  adalah  hambatan  perdagangan  yang  bukan  merupakan
127
H.  S.  Kartadjoemena,    Substansi  Perjanjian  GATTWTO  Dan  Mekanisme Penyelesaian  Sengketa  Sistem,  Kelembagaan,  Prosedur  Implementasi,  dan  Kepentingan  Negara
Berkembang,Op cit, hal 41
Universitas Sumatera Utara
tarif  atau  bea  masuk.  Termasuk  dalam  kategori  hambatan  ini  adalah kuota  dan  pembatasan  ekspor  secara  sukarela  voluntary  export
restraints.  Menyadari  bahwa  kuota  cenderung  tidak  adil,  dan  dalam praktiknya  justru  menimbulkan  diskriminasi  dan  peluang-peluang
subjektif  lainnya.  Oleh  karena  itu,  hukum  perdagangan  internasional melalui  WTO  menetapkan  untuk  menghilangkan  jenis  hambatan
kuantitatif. 4.
Prinsip Perdagangan yang Adil Fairness Principle Prinsip  fairness  dalam  perdagangan  internasional  yang  melarang
Dumping  Article  VI  dan  Subsidi  Article  XVI,  dimaksudkan  agar jangan  sampai  terjadi  suatu  negara  menerima  keuntungan  tertentu
dengan  melakukan  kebijaksanaan  tertentu,  sedangkan  di  pihak  lain, kebijaksanaan  tersebut  justru  menimbulkan  kerugian  bagi  negara
lainnya. Dalam perdagangan internasional, prinsip ini diarahkan untuk menghilangkan  praktik-praktik  persaingan  curang  dalam  kegiatan
ekonomi  yang  disebut  dengan  praktik  dumping  dan  subsidi  dalam perdagangan  internasional.  Dumping  adalah  kegiatan  yang  dilakukan
oleh  produsen  atau  pengekspor  yang  melakukan  penjualan  barang  di luar  negeri  negara  pengimpor  dengan  harga  yang  lebih  rendah  dari
harga  normal  produk  yang  sejenis  di  negara  bersangkutan  sehingga menimbulkan kerugian terhadap negara pengimpor. Sedangkan subsidi
adalah    bantuan  yang  diberikan  oleh  pemerintah  tehadap  pengekspor atau  produsen  dalam  negeri,  baik  berupa  bantuan  modal,  keringanan
Universitas Sumatera Utara
pajak,  dan  fasilitas  lainnya,  sehingga  akan  berakibat  terjadinya kelebihan  produksi  yang  pada  akhirnya  dapat  menimbulkan  kerugian
baik bagi negara pengimpor maupun pengekspor. 5.
Prinsip Tarif Mengikat Binding Tariff Principle Prinsip  ini  diatur  dalam  Article  II  section  2    GATT-WTO  1995,
bahwa  setiap  negara  anggota  WTO  harus  mematuhi  berapapun besarnya  tarif  yang  telah  disepakatinya  atau  disebut  dengan  prinsip
tarif  mengikat.  Pembatasan  perdagangan  bebas  dengan  menggunakan tarif  oleh  WTO  dipandang  sebagai  suatu  model  yang  masih  dapat
ditoleransi.  Perlindungan  ini  masih  memungkinkan  adanya  kompetisi yang  sehat.  Namun  demikian,  dalam  kesepakatan  perdagangan
internasional  tetap  diupayakan  mengarah  kepada  sistem  perdagangan bebas yang menghendaki pengurangan tarif secara bertahap.
6. Prinsip Special and Differential Treatment
Perjanjian  World  Trade  Organisation  WTO  telah  mengakomodasi kepentingan  negara  berkembang  melalui  berbagai  ketentuan  yang
disebut Special and Differential Treatment SD. Secara umum SD merujuk kepada hak-hak khusus dan keistimewaan-keistimewaan yang
diberikan  WTO  kepada  negara  berkembang,  dan  tidak  diberikan kepada
negara maju.
Dimuatnya ketentuan-ketentuan
SD dimaksudkan untuk memfasilitasi proses integrasi negara berkembang
ke  dalam  sistem  perdagangan  multilateral,  dan  untuk  membantu negara
berkembang mengatasi
kesulitan-kesulitan dalam
Universitas Sumatera Utara
mengimplementasikan  seluruh  perjanjian  WTO.  Dengan  demikian kepentingan-kepentingan  pembangunan  negara  berkembang  tidak
terhambat  dan,  pada  gilirannya,  negara  berkembang  dapat mengimplementasikan  seluruh  perjanjian  WTO  secara  penuh.
128
Prinsip  SD  meliputi  adanya  perbedaan  perlakukan  dalam  market access,    subsidi  domestik  dan  subsidi  ekspor  dan  dengan  demikian
dapat menjadi sarana untuk menyamakan level playing field.  Di dalam bidang  pertanian  penyamaan  level  playing  field  harus  memasukkan
unsur  jumlah  petani  dan  skala  usaha  tani.    Tidak  adil  apabila  negara- negara maju dengan jumlah petani yang kecil memperoleh perlakukan
yang sama dalam perdangan internasional dengan negara berkembang yang  penduduknya  sebagain  besar  petani.  Negara  berkembang  yang
sebagaian  besar  penduduknya  adalah  petani  harus  memperoleh perlakuan  khusus  di  WTO,  dalam  arti  bahwa  negara  tersebut  dapat
memberikan  proteksinya  jauh  lebih  tinggi  dari  negara  maju,  atau negara  maju  membuka  pasarnya  lebih  luas,  dengan  ketentuan  yang
lebih  mudah,  serta  menurunkan  tingkat  subsidinya  jauh  lebih  besar dari negara-negara berkembang dengan jumlah petani dominan.
129
128
Nandang  Sutrisno,  “Efektivitas  Ketentuan-Ketentuan  World  Trade  Organization tentang  Perlakuan  Khusus  dan  Berbeda  Bagi  Negara  Berkembang:  Implementasi  dalam  Praktek
dan dalam Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Hukum No. Edisi Khusus Volume 16 Oktober 2009: 1 – 29, hal 1-2
129
www.geocities.wsmma5ugmPembangunanPertanian.pdf,  diakses  pada  tanggal  10 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
5.  Perkembangan Perdagangan Internasional Hasil Uruguay Round