33
BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN
PENGARANG A.
Biografi Ayu Utami
Ayu Utami yang nama lengkapnya Justina Ayu Utami dikenal sebagai novelis pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama. Ia dilahirkan di
Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ayahnya bernama Johanes Hadi Sutaryo dan ibunya bernama Bernadeta Suhartina. Ia berasal dari keluarga Katolik.
1
Pendidikan terakhirnya adalah S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994. Ia juga pernah sekolah Advanced Journalism,
Thomson Foundation, Cardiff, UK 1995 dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan 1999. Ayu menggemari cerita petualangan, seperti Lima
Sekawan, Karl May, dan Tin Tin. Selain itu, ia menyukai musik tradisional dan musik klasik. Sewaktu mahasiswa, ia terpilih sebagai finalis gadis sampul majalah
Femina, urutan kesepuluh. Namun, ia tidak menekuni dunia model.
2
Ayu pernah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan pemasok senjata dan bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Akhirnya, ia masuk
dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai wartawan Matra, Forum Keadilan, dan DR. Ketika menjadi wartawan, ia banyak mendapat kesempatan menulis.
Selama 1991, ia aktif menulis kolom mingguan “Sketsa” di harian Berita Buana. Ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen AJI dan ikut membangun
Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan informasi, sebagai kurator. Ia anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di
Institut Studi Arus Informasi.
3
Setelah tidak beraktivitas sebagai jurnalis, Ayu kemudian menulis novel. Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman 1998. Dari karyanya itu, Ayu
menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, ia
1
Hendrawicaksono,”AyuUtami”2015,http:badanbahasa.kemendikbud.go.idlamanbahas anode73.
2
Ibid.
3
Ibid.
34
memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel tersebut mengalami cetak ulang lima kali dalam setahun. Para kritikus
menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Karyanya yang berupa esai kerap dipublikasikan di Jurnal
Kalam. Karyanya yang lain, Larung yang merupakan dwilogi novelnya, Saman dan Larung, juga mendapat banyak perhatian dari pembaca.
4
Penghargaan yang diraih oleh Ayu Utami yaitu Pemenang Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998 untuk novelnya
Saman, Prince Claus Award dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag tahun 2000, Penghargaan Khatulistiwa Literary Award
tahun 2008 untuk novelnya Bilangan Fu.
5
Karya - karya Ayu Utami diantaranya yaitu: Saman 1998, Larung 2001, Bilangan Fu 2008 dan Manjali dan Cakrabirawa 2010. Kumpulan Esai Si
Parasit Lajang 2003. Biografi di antaranya Cerita Cinta Enrico 2012 dan Soegija: 100 Indonesia 2012.
6
B. Pemikiran Ayu Utami
Ayu Utami dikenal sebagai novelis berbakat dan fenomenal dalam dunia sastra Indonesia. Novel Saman yang muncul di tengah-tengah krisis moneter
sangat mengejutkan publik, bahkan menuai berbagai kontroversi. Melalui novel Saman yang sudah mencapai 34 kali cetak, Ayu menghapus mitos bahwa karya
sastra tidak akan laku. Selain itu, Ayu juga dapat dikatakan sebagai motivator bagi peminat menulis dari kalangan perempuan. Melalui karya-karnyanya Ayu menjadi
inspirator yang berani.
7
Sebagai penulis, keberanian Ayu mengungkap sisi erotis perempuan dalam novel Saman dan Larung, sangat mengejutkan masyarakat Indonesia yang terikat
norma-norma ketimuran. Esainya yang berjudul Parasit Lajang, juga banyak dibicarakan di kalangan penikmat sastra. Walau demikian, karya Ayu Utami jauh
4
Ibid.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
“Mendobrak Mitos dan Norma Ketimuran”, Harian Media Indonesia, Jakarta, 1 Agustus 2004,h. 24
35
dari kesan pornografi murahan, akan tetapi sebaliknya Ayu berusaha jujur menceritakan gaya hidup kelas menengah ke atas di perkotaan pada masa itu.
Tidak hanya sampai di situ, Ayu juga menyisipkan unsur magis, religius, dan politik ke dalam novelnya.
8
Karya lain Ayu Utami yang pernah dipentaskan adalah Laila Tidak Mampir di New York 2000. Dalam karyanya, Ayu seolah membebaskan diri dari konsep
kesatuan cerita, urutan waktu, maupun hubungan kausal antar peristiwa. Ditangan Ayu, bahasa menjadi alat ekspresi yang lentur dan indah, terutama dalam
mendeskripsikan luapan emosi dan logika. Ide Ayu Utami juga bertolak belakang terhadap norma-norma dan aturan yang
berlaku di masyarakat Asia, seperti halnya Indonesia. Ayu dengan tegas mengakui bahwa dirinya anti dengan lembaga pernikahan, dalam karyanya Parasit Lajang,
Ayu menuliskan 10 alasan untuk tidak menikah. Salah satunya yang penting bagi Ayu, menikah itu selalu menjadi tekanan bagi perempuan. Meskipun orang selalu
bilang bahwa menikah adalah pilihan, akan tetapi dalam kenyataannya menikah itu bisa jadi satu-satunya pilihan. Karena kalau tidak menikah, perempuan akan
diejek sebagai perawan tua dan sebagainya, yang pada akhirnya membuat si perempuan jadi berada dibawah tekanan.
9
Perubahan sosial budaya masyarakat akan berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dalam merespon kehidupan secara kritis. Ketimpangan-ketimpangan
sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat ideologi, kekuatan, hegemoni, serta kontruksi budaya seperti dominasi, subordinasi, budaya patriarki merupakan
bagian penting bagi pengarang dalam mengeksplorasi gagasannya melalui karya sastra.
Ayu Utami memiliki cara tersendiri dalam merespons persoalan-persoalan sosial terkait dengan beroperasinya gender dalam karyanya. Representasi perilaku
dan orientasi seksual yang demikian beragam dan gugatan bahwa stereotip perempuan yang pasif menggambarkan bahwa dalam diri perempuan masih
8
Ibid.
9
Dede Marlia, “Ayu Utami: Saya Tidak akan Menikah”, ME, Jakarta, Agustus 2004,h.22
36
dibebani adanya tata nilai dan kontruksi sosial , misalnya perempuan harus perawan dan dia harus menjaga dirinya baik-baik.
Seks adalah suatu risiko dalam kesustraan Indonesia modern. Ada semacam bersikap berhati-hati, ada semacam pretensi yang dipersiapkan baik-baik untuk
tidak menyinggung seks dalam kehidupan percintaan, perkawinan dan kehidupan ibu-bapak. Keadaan ini memang menarik bila kita bandingkan sebagaimana
Aveling membandingkannya dengan apa yang terdapat dalam kesusatraan modern lainnya, dan terutama dengan pelbagai hasil sastra lama dalam sejarah kita. Tapi
mungkin soalnya ialah karena hasil sastra modern sedikit-banyaknya cenderung untuk merupakan sebuah pose.
10
Salah satu aliran dalam pemikiran feminis adalah feminis radikal. Asumsi dasar pemikirannya, mereka menganggap penindasan terhadap perempuan oleh
laki-laki berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Dengan demikian kaum lelaki secara biologis maupun politis adalah
bagian dari permasalahan. Aliran ini menganggap bahwa penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki, seperti hubungan seksual adalah bentuk dasar
penindasan terhadap perempuan. Bagi mereka patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual dimana laki-laki memiliki
kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Atas dasar asumsinya itu feminisme radikal mempunyai sumbangan besar
yaitu memberi peluang politik bagi perempuan. Hal lain bahwa revolusi feminisme radikal adalah perjuangan mengatasi laki-laki, karena itu mengubah
gaya hidup merupakan ciri aliran ini. Cara pemikiran feminis radikal dalam menghadapi laki-laki adalah dengan menghancurkan kekuasaan laki-laki yang
tidak layak atas perempuan dengan pertama-tama menyadari bahwa perempuan tidak ditakdirkan untuk menjadi pasif, seperti juga laki-laki tidak ditakdirkan
untuk menjadi aktif dan kemudian mengembangkan kombinasi apapun dari sifat feminin dan maskulin yang paling baik merefleksikan kepribadian unik mereka
masing-masing. Untuk menghilangkan penguasaan oleh laki-laki, perempuan dan
10
Goenawan Mohammad, Seks, Sastra, Kita Jakarta : Sinar Harapan, 1981,h.1-2