Teknik Analisis Data Metode Penelitian

12 Ada tiga masalah yang perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan relevansi sejarah terhadap sastra, yaitu : 1 1. Relevansi fakta-fakta sejarah, dalam hal ini berkaitan dengan isi. 2. Homologi unsur-unsur dalam hal ini berkaitan dengan struktur; dan 3. Relevansi proses kreatif dalam hal ini berkaitan dengan perkembangan genre sastra. Keterlibatan fakta-fakta sejarah dapat diidentifikasikan secara jelas, seberapa jauh sebuah karya mencerminkan sejarah. Hubungan ini dapat dipahami melalui tokoh, kejadian dan latar. Nama tokoh, nama tempat, dan tahun-tahun kejadian merupakan unsur-unsur yang sangat mudah untuk dikaitkan dengan sejarah umum, sisa peninggalan sejarah, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Jadi kesimpulan hakikat fiksional dan faktual adalah hakikat hubungan antara sejarah dan sastra serta bagaimana hubungan sejarah dalam karya sastra. Dalam proses kepenulisan sejarah dalam karya sastra tentu penulis memerlukan fakta atau kenyataan dalam dunia. Berangkat dari hal inilah kemudian penulis karya sastra menuliskan cerita dengan memanfaatkan tokoh, latar dan kejadian di dalam cerita untuk menginterpretasikan sejarah.

B. Hubungan Sastra dan Sejarah

Visi kontemporer dalam kaitannya dengan fiksi dan fakta secara tidak langsung membawa sastra dan sejarah, seniman dan sejarawan pada dua kutub yang berbeda tetapi saling melengkapi. Hakikat objektivitas dari suatu kenyataan menjadi sangat relatif sebab objektivitas kenyataan tidak diberikan, melainkan secara terus menerus harus dibangun, dengan konsekuensi tidak ada kenyataan yang sesungguhnya. 2 Penulisan sejarah pada waktu Aristoteles sudah berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan dengan Thucydides 460-400 sebagai sejarawan yang terkenal. Thucydides menulis sejarah perang Peloponesos, antara negara kota Athena dan Sparta, dan dia pertama kali mencoba secara ilmiah memberi laporan 1 Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studi Representasi Fiksi dan Fakta,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007,Cet.2,h. 348 2 Ibid., h. 330 13 dan analisis serta penafsiran peristiwa berdasarkan pengumpulan data yang selengkap dan secermat mungkin. Dalam hal ini Thucydides menolak pendekatan Herodotus, yang sebelumnya telah menulis cerita kesejarahan, tetapi yang terutama ingi menulis bacaan yang menarik dan tidak bersikap kritikal atau rasional terhadap sejarah dan datanya. 3 Hubungan antara sastra dan sejarah di dunia Barat sejak abad klasik tetap cukup pelik, sampai sekarang. Dalam abad Pertengahan sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan sastra, tidak diketahui lagi tulisan- tulisan yang nampaknya bersifat sejarah sebenarnya merupakan campuran antara sejarah dan sastra, persis seperti babad dan sejarah. Tidak kebetulan History dan Story dalam bahasa inggris berasal dari kata yang sama : historia dalam bahasa Yunani, diambil dari bahasa latin : berarti cerita, sejarah, penelusuran fakta atau peristiwa. 4 Sejajar dengan perkembangan masyarakat modern, baik sebagai akibat pengaruh teknologi informasi maupun pergeseran norma-norma masyarakat, lahirlah para seniman yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern. Keterampilan yang dimiliki baik yang diperoleh melalui pengalaman maupun yang dibawa sejak lahir menyebabkan para seniman memperoleh kedudukan khusus dalam masyarakat. Meskipun demikian, secara sosiologis di antara para seniman di atas, sastra melalui medium bahasanya menduduki posisi utama. 5 Berbeda dengan sastrawan, sejarawan semata-mata merupakan proposisi masyarakat modern. Sebagai ilmuwan, sejarawan berfungsi untuk mengubah pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sejajar dengan kritikus dan ahli sastra, antropolog, sosiolog, filsuf, dan sebagainya. Sastrawan mempunyai epigon- epigon, sastrawan pada gilirannya menampilkan arus sosial yang pada gilirannya juga melahirkan aliran, mazhab, periode, angkatan dan sebagainya. Perdebatan pendapat mengenai hakikat sejarah dan sastra, khususnya dalam teori kontemporer terjadi sebagai akibat tumpang tindih definisi fakta dan fiksi di 3 A.Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1984,Cet.1,h.242-243 4 Ibid.,h. 244 5 Ratna,op.cit.,h. 331 14 satu pihak mekanisme pemplotan di pihak yang lain. Menurut Foley sama dengan sastra agar dapat dipahami, maka fakta-fakta dalam sejarah harus diceritakan. Penceritalah yang mengorganisasikan sekaligus mengkonstruksi kebenaran dengan cara memilih fakta yang sesuai. Semata-mata melalui proses penceritaan, sebagai mekanisme pemplotan cerita sejarah dan cerita sastra dapat dipahami. Sastra dan sejarah memandang waktu sebagai aspek yang sangat penting. Sastra dengan seni lukis, misalnya dibedakan sebagai seni waktu dan seni ruang. Plot dalam cerita disusun atas dasar cerita dan penceritaan, dengan memutarbalikkan aspek waktu, sebagai waktu, sebagai konstruksi dekronologisasi. Sejarah disusun berdasarkan fakta-fakta sejarah. Objektivitas sejarah terletak dalam penemuan dan penyusunan fakta-fakta secara kronologis. Tanpa dimensi waktu, sastra dan sejarah tidak pernah ada. Kejadian sehari-hari juga terjadi atas kronologisasi. Meskipun demikian, kejadian sehari-hari hanya mungkin menjadi sejarah dan tidak bisa menjadi sastra sebab tidak diciptakan oleh manusia kreator, melainkan oleh manusia itu sendiri atas dasar firman Tuhan sebagai kejadian adikodrati. Aspek-aspek estetikanya pun bersifat ilahiah. Sejarawan, antropolog, bercerita tentang kehidupan sehari-hari, sedangkan sastrawan menciptakan cerita atas dasar kehidupan sehari-hari. 6 Peranan sekaligus hubungan erat aspek-aspek sejarah jelas terlihat dalam kaitannya dengan beberapa aspek terpenting dalam sastra, seperti : sejarah sastra, sastra sejarah, dan novel sejarah. Sebagai bagian tiga bidang studi, di samping teori dan kritik, sejarah sastra berfungsi untuk mencatat rangkaian peristiwa sastra sejak lahir hingga sekarang, yang dengan sendirinya tersusun secara kronologis. Sejarah sastra adalah ilmu, diperoleh melalui pengumpulan fakta-fakta sejarah. Oleh karena itu, meskipun objek yang dibicarakan adalah rekaan, hasilnya tetap objektif. 7 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa, misalnya sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra 6 Ibid., h. 335-336 7 Ibid.,340