Hakikat Fiksional dan Faktual

14 satu pihak mekanisme pemplotan di pihak yang lain. Menurut Foley sama dengan sastra agar dapat dipahami, maka fakta-fakta dalam sejarah harus diceritakan. Penceritalah yang mengorganisasikan sekaligus mengkonstruksi kebenaran dengan cara memilih fakta yang sesuai. Semata-mata melalui proses penceritaan, sebagai mekanisme pemplotan cerita sejarah dan cerita sastra dapat dipahami. Sastra dan sejarah memandang waktu sebagai aspek yang sangat penting. Sastra dengan seni lukis, misalnya dibedakan sebagai seni waktu dan seni ruang. Plot dalam cerita disusun atas dasar cerita dan penceritaan, dengan memutarbalikkan aspek waktu, sebagai waktu, sebagai konstruksi dekronologisasi. Sejarah disusun berdasarkan fakta-fakta sejarah. Objektivitas sejarah terletak dalam penemuan dan penyusunan fakta-fakta secara kronologis. Tanpa dimensi waktu, sastra dan sejarah tidak pernah ada. Kejadian sehari-hari juga terjadi atas kronologisasi. Meskipun demikian, kejadian sehari-hari hanya mungkin menjadi sejarah dan tidak bisa menjadi sastra sebab tidak diciptakan oleh manusia kreator, melainkan oleh manusia itu sendiri atas dasar firman Tuhan sebagai kejadian adikodrati. Aspek-aspek estetikanya pun bersifat ilahiah. Sejarawan, antropolog, bercerita tentang kehidupan sehari-hari, sedangkan sastrawan menciptakan cerita atas dasar kehidupan sehari-hari. 6 Peranan sekaligus hubungan erat aspek-aspek sejarah jelas terlihat dalam kaitannya dengan beberapa aspek terpenting dalam sastra, seperti : sejarah sastra, sastra sejarah, dan novel sejarah. Sebagai bagian tiga bidang studi, di samping teori dan kritik, sejarah sastra berfungsi untuk mencatat rangkaian peristiwa sastra sejak lahir hingga sekarang, yang dengan sendirinya tersusun secara kronologis. Sejarah sastra adalah ilmu, diperoleh melalui pengumpulan fakta-fakta sejarah. Oleh karena itu, meskipun objek yang dibicarakan adalah rekaan, hasilnya tetap objektif. 7 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa, misalnya sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra 6 Ibid., h. 335-336 7 Ibid.,340 15 Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampaklah bahwa objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa. Telah disinggung di depan bahwa sejarah sastra itu menyangkut karya sastra, pengarang, penerbut, pengajaran, kritik, dan lain-lain. 8 Sastra sejarah adalah karya sastra hikayat yang mengandung unsur-unsur sejarah, seperti babad dan hikayat. Sastra sejarah yang sering juga disebut teks historis atau teks genealogis subur pada saat masyarakat belum bisa membedakan secara jelas antara rekaaan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Novel sejarah sesuai dengan namanya menceritakan tokoh dan peristiwa bersejarah tertentu, seperti kerajaan majapahit, patih Gajah Mada dan Presiden Soekarno. 9 Jadi hubungan sastra dan sejarah adalah erat kaitannya dengan hubungan sastrawan dan sejarawan, berbeda tapi saling melengkapi. Sastra dan sejarah merupakan dua kutub yang berbeda terkait dengan objektivitas. Sejarawan semata-mata mengubah pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan sastrawan mencakup didalamnya sebagai pencipta karya seni dengan ini menggunakan medium bahasa sebagai medium utama dalam penulisan. Sastra dan sejarah berhubungan karena keduanya merupakan hal penting dalam penulisan sastra sejarah, sejarah sastra dan novel sejarah. Dalam penulisan novel sejarah misalnya tentu penulis akan berangkat dari kenyataan, atau masa lampau dalam hal ini cakupannya dengan sejarah. Ditangan sastrawan, sejarah memiliki tidak hanya fakta sejarah tetapi ada nilai estetika melalui tokoh dan jalan cerita didalamnya yang bisa dinikmati semua kalangan.

C. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti peniruan. Dalam sastra, pendekatan mimesis melihat karya sastra sebagai suatu peniruan, imitasi, refleksi, atau gambaran tentang alam dan kehidupan manusia. Pengarang harus menciptakan kembali pengalaman manusia dengan menggunakan kata-kata. Sastra dikaitkan dengan realita atau kenyataan, budaya, 8 Yudiono.K.S.,Pengantar Sejarah Sastra Indonesia Yogyakarta : Grasindo,2007,h.26 9 Ratna, op,cit.,h.342