Sudut Pandang Unsur Instrinsik Novel Saman
90
Sekali lagi resikonya tinggi. Kau boleh coret namaku dari kontrak ini kalau mau terus.
Ia menyebut dia “Kau” Kau Gila, Cano”
70
Lihatlah penggunaan kata “kau” dalam tata bahasa sehari-hari ini akan terlihat kasar sekali apalagi bila digunakan untuk menyebut atasan. Tapi tidak
bagi Sihar, Kata “ kau” akan sangat biasa digunakan dalam keseharian orang batak atau masyarakat di daerah Sumatera Utara.
Selain dari gaya bahasa yang digunakan oleh Sihar, kita juga dapat melihat istilah-istilah yang digunakan dalam dunia pertambangan. Istilah dalam
pertambangan tentu saja untuk mendukung suasana yang tercipta di pertambangan. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Mereka berbicara lewat telepon dengan mud logger, yang pekerjaannya menganalisa kondisi tanah sumur.”Masa peralatan Seismoclype tidak bisa
bekerja dalam tekanan tinggi seperti ini? Oil service yang lain bisa.
71
Istilah-istilah mud logger, seismoclype dan oil service kesemuanya merupakan istilah yang sering digunakan dalam dunia pertambangan. Dengan
gaya bahasa seperti ini akan semakin menyakinkan bahwa latar tempat serta dialog yang digunakan tokoh-tokohnya memang berlatar pertambangan.
Selanjutnya penggunaan bahasa dalam latar sosial budaya Jawa. Pengarang seperti sudah melakukan riset untuk mengetahui penggunaan bahasa, baik tempat,
rasa ataupun suku. Dalam novel Saman, Masa kecil WisanggeniSaman dia habiskan di daerah Perabumulih. Lingkungan keluarga Jawa menjadi latar dalam
masa kecilnya. Lihatlah kutipan dibawah ini. Ibunya masih raden Ayu adalah sosok yang tak bisa dijelaskan oleh akal.
Ia sering Nampak tidak berada ia ada, atau berada ditempat ia tidak ada.
72
Bapaknya tak punya darah Ningrat dan memilih nama Sudoyo ketika dewasa. Lelaki itu berasal dari Muntilan yang beragama dengan ketat agak berbeda
dari sang Ibu yang meskipun ke Gereja pada hari Minggu, juga merawat keris dan barang-barang kuno dengan khidmat.
73
70
Ibid.,h. 14-15
71
Ibid.,h. 14
72
Ibid.,h. 45
73
Ibid.,h. 45-46
91
Untuk mendukung latar keluarga Jawa Saman, pengarang menggunakan beberapa bahasa Jawa dalam ceritanya. Kata suwung yang berarti rumah tanpa
penghuni atau nyanyian Jawa “Lela Ledhung” yang sering didendangkan Ibu Saman ketika ia masih kecil. Lagu itu merupakan nyanyian Jawa.
Kadang kebisuannya diakhiri dengan pergi ke tempat yang tidak diketahui orang, barangkali suatu ruang yang tidak dimana-mana : suatu Suwung.
74
Penggunaan bahasa digunakan Ayu untuk menggambarkan masa kecil yang bernuasa mistis jawa sehingga dia menggunakan beberapa bahasa Jawa untuk
mendukung keterkaitan cerita. Selain masa kecil Saman yang dihabiskan di Perabumulih, Ia juga kemudian
memilih untuk membantu warga miskin di tempat tersebut. Latar sosial mata pencaharian di Perabumulih kebanyakan bertani karet. Status sosial para petani
pun status sosial yang rendah. Pengarang menggunakan gaya bahasa yang mendukung hal tersebut yaitu dengan gaya bahasa yang banyak menggunakan
bahasa-bahasa pertanian. Seperti kutipan di bawah ini. “Bibit-bibit PR dan BPM itu sebagian dibeli Wis dan dibiakkannya
sendiri. Sebelumnya, ketika pohon-pohon belum siap disadap, orang-orang menderes tanaman tua serta memanen kedele dan tumbuhan tumpang sari.”
75
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahasa-bahasa yang sangat berhubungan dengan perkebunan karet. bahasa seperti menderes dan disadap yang artinya
adalah mengambil air getah dari pohon dengan menoreh kulit atau memangkas mayang atau akar.
Selanjutnya gaya bahasa yang berkaitan dengan agama katolik. Saman merupakan seorang Pastor. Ayu mendukung itu semua dengan latar tempat
Gereja. Pada penceritaan awal tokoh Saman dibuka dengan latar tempat Gereja. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de lumine, dan bapak uskup dengan mitra keemasan nama mereka satu persatu. Juga namanya : Athanius
Wisanggeni.
76
74
Ibid., h.45
75
Ibid., h. 89
76
Ibid.,h. 41
92
Tidak hanya didukung oleh latar atau alur cerita tempat tetapi juga sangat terlihat sekali dalam surat-menyurat antara Saman dan Yasmin. pengarang sangat
banyak menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan keagamaan. Ia menggunakan cerita Adam dan Hawa untuk menggambarkan kecintaannnya pada
Yasmin atau cerita nabi-nabi lainnya. Seks terlalu indah. Barangkali karena itu Tuhan begitu cemburu sehingga
Ia menyuruh Musa menyuruh merajam orang-orang yang berzina.
77
Aku menyesal sekali. Apakah kamu menganggap aku hawa yang menggoda Adam.
78
Dapat dilihat pada kutipan di atas pengarang menggunakan cerita-cerita yang ada dalam cerita keagamaan untuk semakin menguatkan tokoh Saman yang
sebelum berganti menjadi aktivis adalah seorang pastor. Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan
bahasa oleh pengarang saling berkaitan dan mendukung antara keseluruhan unsur. Kelihaian pengarang dalam menulis Saman sangat diakui oleh kritikus sastra.
Permainan kata, diksi, dan pemilihan katanya sangat mendukung terhadap semua unsur baik itu penokohan, latar tempat, alur, gaya bahasa semua merupakan satu
kesatuan yang saling menguatkan.