15
Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampaklah bahwa objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan perkembangan
sastra suatu bangsa. Telah disinggung di depan bahwa sejarah sastra itu menyangkut karya sastra, pengarang, penerbut, pengajaran, kritik, dan lain-lain.
8
Sastra sejarah adalah karya sastra hikayat yang mengandung unsur-unsur sejarah, seperti babad dan hikayat. Sastra sejarah yang sering juga disebut teks
historis atau teks genealogis subur pada saat masyarakat belum bisa membedakan secara jelas antara rekaaan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Novel sejarah
sesuai dengan namanya menceritakan tokoh dan peristiwa bersejarah tertentu, seperti kerajaan majapahit, patih Gajah Mada dan Presiden Soekarno.
9
Jadi hubungan sastra dan sejarah adalah erat kaitannya dengan hubungan sastrawan dan sejarawan, berbeda tapi saling melengkapi. Sastra dan sejarah
merupakan dua kutub yang berbeda terkait dengan objektivitas. Sejarawan semata-mata mengubah pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan
sastrawan mencakup didalamnya sebagai pencipta karya seni dengan ini menggunakan medium bahasa sebagai medium utama dalam penulisan. Sastra dan
sejarah berhubungan karena keduanya merupakan hal penting dalam penulisan sastra sejarah, sejarah sastra dan novel sejarah. Dalam penulisan novel sejarah
misalnya tentu penulis akan berangkat dari kenyataan, atau masa lampau dalam hal ini cakupannya dengan sejarah. Ditangan sastrawan, sejarah memiliki tidak
hanya fakta sejarah tetapi ada nilai estetika melalui tokoh dan jalan cerita didalamnya yang bisa dinikmati semua kalangan.
C. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti peniruan. Dalam sastra, pendekatan mimesis melihat karya sastra sebagai suatu
peniruan, imitasi, refleksi, atau gambaran tentang alam dan kehidupan manusia. Pengarang
harus menciptakan
kembali pengalaman
manusia dengan
menggunakan kata-kata. Sastra dikaitkan dengan realita atau kenyataan, budaya,
8
Yudiono.K.S.,Pengantar Sejarah Sastra Indonesia Yogyakarta : Grasindo,2007,h.26
9
Ratna, op,cit.,h.342
16
sosial, politik, bahkan agama. Plato dan Aristoteles menggunakan istilah mimesis sebagai imitasi, representasi, peneladanan, peniruan, dan pembayangan.
Pendekatan sosiologi sastra, pada hakikatnya berdasarkan pada pendekatan mimetik.
Masalah realita bagi Georg Lukas merupakan suatu pencerminan yang lebih benar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik. Ia menjelaskan,
“mencerminkan” adalah menyusun sebuah struktur mental yang diubah urutannya ke dalam kata-kata. Pencerminan kenyataan adalah suatu kesadaran kodrat
manusia dan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Sebuah pencerminan mungkin lebih dari yang konkret. Misalnya sebuah novel atau sajak dapat membaca
pembaca pada suatu pandangan yang lebih konkret daripada realitas konkret. Hal ini sejalan dengan Jan Van Luxemburg yaitu pengarang memilih dari kenyataan
sejumlah unsur lalu disusunnya gambaran yang dapat dipahami yang dibangun berdasarkan logika dan kemungkinan. Logika dan kemungkinan itu digambarkan
melalui cara khusus, sastra menjelaskan mencerminkan hal-hal yang manusiawi- umum.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.
Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas. Kajian semacam ini dimulai dari pendapat Plato tentang seni. Plato berpendapat bahwa
seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan yang tampak. Ia berdiri di bawah kenyataan itu sendiri.
10
Pendekatan mimetik adalah kritik sastra yang membahas dan menilai karya sastra dihubungkan dengan realitas atau kenyataan. Dalam kritik ini karya sastra
dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. Karya sastra dianggap sebagai refleksi, tiruan, ataupun cermin dari realitas. Dapat disimpulkan bahwa
pemahaman karya sastra dilihat dalam hubungannya dengan realitas. Kritik mimetik menilai karya sastra dalam hubungannya dengan realitas yang
menjadi sumber dan latar belakang penciptaannya. Kriteria yang dikenakan pada
10
Wahyudi Siswanto. Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grassindo. 2008, h. 188.
17
karya sastra adalah kebenaran representasi objek-objek yang digambarkan ataupun yang hendaknya digambarkan.
11
Peneliti dari aliran Marxis dan dari sosiologi psikologi sastra beranggapan bahwa karya seni sebagai dokumen sosial psikologi. Kenyataan bagi manusia
dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan yang telah ditafsirkan sebelumnya dan yang dialaminya secara subjektif sebagai dunia yang bermakna dan koheren.
Hubungan antara seni dan kenyataan bukanlah hubungan searah atau sederhana. Hubungan itu merupakan interaksi yang kompleks dan tak langsung ditentukan
oleh konvensi bahasa, konvensi sosio-budaya, dan konvensi sastra.
12
Marx dan Engels dalam The German Ideology mengatakan, bukan kesadaran yang menentukan kehidupan, tapi kehidupanlah yang menentukan kesadaran.
Bukanlah kesadaran manusia yang menentukan keberadaan mereka, melainkan keberadaan sosial yang menentukan keberadaan mereka. Hubungan sosial antar
manusia diikat dengan cara mereka memproduksi kehidupan materialnya. Hubungan antar kelas kapitalis dan kelas proletar membentuk basis ekonomi atau
infrastuktur. Dari infrastruktur ini di setiap periode muncul superstruktur, yaitu bentuk-
bentuk hukum dan politik tertentu, negara tertentu, yang berfungsi untuk melegitimasi kekuatan kelas sosial yang memiliki alat-alat produksi.
Superstruktur juga terdiri atas bentuk-bentuk kesadaran sosial yang riil seperti politik, agama, etika, estetika, dan seni.
13
Seni bagi marxisme merupakan bagian dari ideologi masyarakat. Memahami masyarakat berarti pemahaman terhadap seluruh proses sosial tempat sastra
merupakan bagiannya. Karya sastra merupakan bentuk persepsi cara khusus dalam memandang dunia dan memiliki relasi dengan cara memandang
realitas yang menjadi ideologi sosial suatu zaman. Memahami karya sastra adalah memamahami hubungan tak langsung antara karya sastra dengan
dunia ideologis tempat karya itu berada yang muncul pada unsur-unsur karya sastra.
14
11
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesustraan, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 1990, h.44
12
Siwanto,op.cit.,h. 189.
13
Ibid.,h. 189.
14
Ibid.
18
Ada beberapa kritik yang ditujukan kepada pendekatan ini. Antara lain kritik yang menyatakan bahwa pendekatan ini terlalu memperhatikan aspek nonsastra.
Jika hal itu terjadi, penelitian yang menggunakan pendekatan ini harus bisa memadukan analisisnya yaitu analisis terhadap sastra dan analisis di luar
sastra.
15
Dengan begitu pemahaman terhadap pemikiran pengarang, biografi dan hal-hal yang menyangkut di luar dari karya sastra itu sangat diperlukan guna
mendukung karya sastra tanpa menghilangkan esensi dari karya sastra tersebut.
D. Hakikat Novel
Prosa dalam bidang sastra sering dihubungkan dengan kata fiksi. Kita sering mendengar kata prosa fiksi. Kata fiksi berarti khayalan atau tidak berdasarkan
kenyataan. Fiksi adalah istilah umum untuk cerita imajinatif, yaitu suatu karya walaupun dekat hubungannya dengan kehidupan orang tertentu atau peristiwa
nyata, namun imajinasi pengaranglah yang membentuknya. Fiksi dibedakan dari fakta, sesuatu yang bukan nyata tetapi ciptaan, membohongi, menghibur, atau
kesan terhadap realitas dengan maksud untuk mendidik. Realitanya prosa dalam karya sastra diciptakan dengan bahan gabungan
antara kenyataan dan khayalan. Banyak karya prosa yang justru idenya berangkat dari kenyataan. Oleh karena itu, lebih tepat jika digunakan istilah prosa rekaan.
Prosa yang dibuat tidak hanya berdasarkan khayalan, tetapi juga berdasarkan kenyataan.
16
Prosa rekaan bisa dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita rakyat folktale. Cerita ini bersifat anonim, tidak diketahui
siapa yang mengarangnya dan beredar secara lisan ditengah masyarakat. Termasuk prosa lama adalah cerita tentang binatang, dongeng, legenda, mitos
dan sage. Bentuk prosa rekaan modern bisa dibedakan atas novel, novellet dan cerpen.
17
Sebutan novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Italia novella. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan
15
Ibid.,h. 190.
16
Ibid.,h. 127.
17
Ibid.,h. 140.