Analisis Ketergantungan Ekspor Perkembangan Peran Sektoral dalam Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia
memiliki hubungan searah antara lain beberapa sektor pertanian tradisional. Upaya mengurangi ekspor bahan mentah produk pertanian terindikasi dari plot
sektor pada Gambar 4.4 dan diharapkan terjadi penciptaan nilai tambah dari industri yang mengolah produk pertanian tersebut.
Tren pangsa input input akan sama dengan output berbanding lurus dengan tren pangsa nilai tambah bruto seperti terlihat pada Gambar 4.5. Sektor-
sektor dengan tren pangsa input yang positif seperti penjelasan Gambar 4.3 memiliki tren pangsa nilai tambah bruto yang juga positif demikian pula sektor
dengan tren pangsa output negatif memiliki Tren pangsa nilai tambah bruto yang juga negatif kecuali sektor ”pemotongan hewan 19”, ”industri rokok 34” dan
sektor ”lain-lain 66”. Sektor ”padi 1” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi 25” menjadi pencilan dengan pangsa output maupun pangsa nilai
tambah bruto yang terus menurun.
Gambar 4.5. Plot Tren Pangsa Input dan Tren Pangsa Nilai Tambah Bruto Meskipun tren pangsa output dan tren pangsa nilai tambah bruto bersifat
searah tetapi sampai dengan tahun 2008 masih banyak sektor yang memiliki pangsa output dan pangsa nilai tambah bruto dibawah rata-rata. Bahkan terdapat
beberapa sektor dengan pangsa output diatas rata-rata tetapi memiliki pangsa nilai
38 45
25 1
30 29
53 56
63 34
21 4
31 65 92
6 5
7 48
24 61
52 41
60 40
54 62
64 36
28 49 47
37 42
4,75 2,75
0,75 1,25
4,50 3,00
1,50 -
1,50 3,00
trend pangsa input tr
end pa
ngs a
ni la
i ta
m ba
h br
ut o
51 20
27 46
58 35
32 26
12 59
14 11
66 22
18 19
13 8
3 57
15 55
33 23
16 44
43 17
39 50
10
0,25 0,10
0,05 0,20
0,35
0,20 0,05
0,10 0,25
tambah bruto dibawah rata- rata, antara lain sektor ”industri minyak dan lemak
28”, ”industri penggilingan padi 29”, ”industri makanan lainnya 32”, ”industri bambu, kayu, rotan 37” serta ”industri barang karet dan plastik 42”.
Sebagian besar sektor lebih dari 70 persen memiliki tren angka pengganda pendapatan yang positif. Pada kelompok sektor primer hanya ”Teh
13” sektor pertanian yang memiliki tren pengganda pendapatan negatif bersama
dengan d ua sektor pertambangan ; ”24 dan 25”. Sementara di kelompok tersier
hanya ada sektor ”komunikasi 60” dan ”restoran dan hotel 54”.
Gambar 4.6. Plot Tren Pengganda Pendapatan dan Tren Pengganda Output Sektor dengan tren pengganda pendapatan negatif juga memiliki tren
pengganda output negatif, kecuali sektor “industri tepung 30” dan “pemotongan
hewan 19”. Gambar 4.6 memperlihatkan hubungan antara tren angka pengganda pendapatan dan tren angka pengganda output. Sektor 19 merupakan pencilan
66
45 31
48 57
50
51 38
16 11
35 58
12
55 29
3 53
1 52
18 9
37 56
65 59
6 43
61 10
63
15 22
64
4 2
23 14
17 26
8 21
5 20
33 32
27 62
7 42
60 13
40 24
49 36
47 39
44 54
25 30
41 34
28 46
3,00 1,50
- 1,50
3,00
2,50 1,25
- 1,25
2,50
trend pengganda pendapatan tr
e n
d p
e n
g g
a n
d a
o u
tp u
t
19
dengan tren penurunan angka pengganda pendapatan yang sangat besar, tetapi sampai dengan tahun 2008 sektor ini masih memiliki angka pengganda
pendapatan dan angka pengganda output diatas rata-rata. Hal ini berbeda dengan ketiga sektor primer dengan tren pengganda pendapatan negatif sebagaimana
disebutkan sebelumnya, dimana ketiganya ternyata juga memiliki angka pengganda pendapatan dan angka penganda output dibawah rata-rata.
Dari ketujuh indikator tren yang digunakan sebagai dasar keempat plot sektoral pada Gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 terdapat 4 empat sektor yang selalu
memiliki tren positif. Keempat sektor tersebut adalah sektor ”industri pengolahan dan pengawetan makanan 27”, ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik 48”,
”angkutan udara 58” serta sektor ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan 62”. Sampai dengan tahun 2008 sektor 27 dan sektor 48 masih
memiliki pangsa output dan pangsa nilai tambah bruto diatas rata-rata, sedangkan kedua sektor lainnya memiliki pangsa dibawah rata-rata.
Gambar 4.7. Plot Tren Keterkaitan ke Depan dan Tren Keterkaitan ke Belakang Sektor-sektor yang memiliki potensi untuk menjadi sektor kunci dapat
dilihat dari plot hubungan antara tren indeks keterkaitan antar sektor, baik ke depan forward linkage maupun ke belakang backward linkage. Gambar 4.7
memperlihatkan hubungan antara tren kedua indeks keterkaitan tersebut. Sektor
35 2
58 65
31 38
22 12
18 14
21 15
6 5
64 59
16 48
27 8
3 57
42
60 41
24 32
61
40 39
62 30
10 17
52 7
37 23
44 13
54 51
46 55
50 43
33 28
4 19
29 26
63 66
49 20
34 11
47 56
9 1
53
45 36
2,50 1,00
0,50 2,00
2,00 0,50
1,00 2,50
trend keterkaitan kedepan tre
nd ke
te rka
it an k
ebe la
ka ng
25
primer yang berpotensi untuk menjadi sektor kunci antara lain ”jagung 3, ”kelapa sawit 10”, ”tanaman perkebunan lain 16”, ”tanaman lain 17” dan
”unggas 20”. Sektor lain yang juga berpotensi untuk menjadi sektor kunci adalah sektor ”industri tepung 30” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa
perusahaan 62”. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik 48” dengan
tren BL dan FL yang positif menjadikannya akan terus bertahan sebagai sektor kunci, berbeda dengan sektor ”listrik, gas dan air 51 serta sektor ”industri dasar
besi dan baja 45” yang dikhawatirkan tidak dapat bertahan sebagai sektor kunci
karena memiliki tren BL dan tren FL negatif. Sektor ”industri alat-alat dan perlengkapan listrik 48” merupakan satu-
satunya sektor kunci dalam perekonomian Indonesia yang memiliki Tren positif pada semua indikator sebag
aimana dijelaskan sebelumnya. Sektor ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan 62” juga memiliki tren positif pada
semua indikator tetapi sampai dengan tahun 2008 belum mempunyai keterkaitan ke belakang yang kuat sehingga bukan merupakan sektor kunci. Dari hasil
pengamatan tidak mungkin sektor pertanian secara luas 1-23 dapat diharapkan bisa menjadi sektor kunci, sementara sektor industri yang mengolah hasil
pertanian juga belum memiliki kinerja yang bagus. Perlu perubahan teknis dalam upaya menciptakan pertumbuhan output dan nilai tambah pada sektor-sektor yang
memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi Gollin, et. al. 2002.