Uji Matriks Leontief Pengujian Model Input Output

Penawaran agregat agregat supply dalam sistem perekonomian terbuka dapat dibagi menjadi dua sumber yaitu penawaran yang berasal dari produksi domestik dan impor. Sisi penawaran supply sektor primer masih dapat dipenuhi oleh produksi domestik. Sektor “tanaman bahan makanan lain 6” dan “hasil tanaman serat 15” merupakan sektor yang masih sangat didominasi impor dengan pangsa diatas 90 persen. “Tanaman kacang-kacangan 2” dan “pertambangan minyak, gas dan panas bumi 25” memiliki kecenderungan impor yang terus meningkat Lampiran 22. Masih tingginya impor sektor primer mengindikasikan rendahnya produktifitas sektor primer sehingga tidak mampu memenuhi permintaan domestik. Permintaan tersebut bahkan digunakan sebagai input antara oleh beberapa sektor produksi sehingga biaya produksi sangat dipengaruhi oleh nilai tukar kurs mata uang rupiah. Krisis ekonomi yang berdampak pada penurunan nilai tukar rupiah akhirnya membuat biaya produksi menjadi meningkat dan berimbas pada peningkatan harga output. Inflasi menjadi tidak terkendali ketika harga barang-barang konsumsi sangat dipengaruhi oleh import content dalam proses produksinya. Pangsa impor sektor sekunder rata-rata dibawah 40 persen kecuali sektor “industri dasar, besi dan baja 45” yang masih diatas 60 persen. Impor sektor sekunder cenderung menurun kecuali sektor “industri pengilangan minyak 41” yang meningkat dari 4,62 persen pada tahun 1971 menjadi 28,31 persen pada tahun 2008. Meningkatnya impor sektor “industri pengilangan minyak 41” disebabkan oleh semakin tingginya permintaan bahan bakar minyak BBM yang tidak mampu dipenuhi oleh produksi domestik. Output produksi sektor pertambangan yang relatif besar tidak seluruhnya dapat diolah menjadi produk turunan oleh sektor produksi domestik, sementara kebutuhan akan BBM terus mengalami peningkatan Lampiran 23. Pangsa impor sektor tersier relatif kecil yaitu dibawah 30 persen, supply masih dipenuhi oleh produksi domestik. Rincian pangsa impor menurut sektor terlihat pada Lampiran 24.

4.2.2. Analisis Struktur Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja

Tabel IO merupakan suatu sistem perekonomian yang seimbang sehingga nilai tambah bruto value added yang tercipta dapat dilihat dari sisi pendapatan income approach maupun sisi pengeluaran expenditure approach. Penghitungan Produk Domestik Bruto PDB dari sisi pendapatan dapat di dekomposisi menjadi beberapa komponen nilai tambah, antara lain upahgaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi. Dari Tabel 4.2 dapat dilihat struktur PDB gross domestic product menurut balas jasa faktor produksi berdasarkan Tabel IO Indonesia. Tabel 4.2. Struktur PDB menurut Pendapatan Balas Jasa Struktur PDB 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 Upahgaji 29,54 24,89 24,14 27,73 27,42 30,51 29,87 30,67 30,58 Surplus Usaha 62,02 68,12 71,22 63,83 60,74 56,78 57,09 57,58 58,80 Penyusutan 5,33 4,97 5,42 6,36 7,41 8,12 8,16 10,14 9,90 Pajak Tak Langsung 3,11 2,02 2,31 2,90 4,98 4,60 5,12 3,90 4,56 Subsidi - - 3,08 0,83 0,55 0,01 0,25 2,29 3,84 Komponen upahgaji tidak banyak berubah sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 dengan pangsa berkisar pada angka 30 persen, sedangkan komponen surplus usaha yang cenderung meningkat pada periode 1971-1980 mengalami penurunan pada periode selanjutnya hingga mencapai 58,80 persen pada tahun 2008. Pangsa surplus usaha yang mencapai dua kali lipat dari komponen upahgaji memperlihatkan bahwa balas jasa atas faktor produksi yang diterima oleh rumah tangga sebagai pekerja relatif kecil dibanding balas jasa yang diterima pengusaha. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan di masyarakat. Jika surplus usaha digunakan untuk investasi maka diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan pendapatan. Disisi lain terlihat beban subsidi terjadi sejak tahun 1980 pada kisaran 3 persen dan terus dikurangi sampai tahun 1985 tetapi kembali meningkat hingga hampir mencapai angka 4 persen pada tahun 2008. Struktur PDB menurut pengeluaran sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3 terdiri atas komponen konsumsi swasta C, pengeluaran pemerintah G, investasi I dan ekspor netto NX. Komponen investasi dalam Tabel IO terdiri atas pembentukan modal tetap bruto 303 dan perubahan stok 304, sedangkan ekspor netto adalah selisih antara total ekspor 305+306 dan total impor 409. Konsumsi swasta C masih menjadi komponen utama yang membentuk PDB sampai dengan tahun 2008 dengan kontribusi 61,52 persen. Meskipun tren nya terlihat menurun sepanjang periode pengamatan namun angkanya masih relatif tinggi dan mengindikasikan struktur perekonomian yang kurang baik. Tabel 4.3. Struktur PDB menurut Pengeluaran Pengeluaran Struktur PDB 1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008 C 74,41 62,68 52,96 58,58 59,76 67,19 62,70 62,07 61,52 G 7,57 9,93 10,65 11,67 8,97 6,67 6,64 7,82 8,03 I 23,55 22,03 24,61 23,30 31,18 28,31 21,33 25,35 29,05 NX 5,53 5,36 11,78 6,44 0,09 2,16 9,33 4,76 1,40 Kecenderungan meningkatnya pangsa investasi I memberikan sinyal positf kearah perekonomian yang lebih berkualitas. Komponen ekspor bersih NX bernilai positif kecuali pada tahun 1971 dan 1995 yang berarti bahwa nilai ekspor masih lebih besar dibanding nilai impor. Ekspor bersih tertinggi terjadi pada tahun 1980 yang merupakan era bom minyak, selanjutnya angka NX tidak pernah lagi mencapai 10 persen. PDB juga dapat dirinci menurut lapangan usahasektoral untuk melihat peran sektoral dalam perekonomian, seperti terlihat pada Tabel 4.4. Struktur nilai tambah bruto menurut lapangan usaha memperlihatkan terjadinya transformasi struktural yang ditandai oleh kecenderungan menurunnya peranan sektor primer diiringi peningkatan peran sektor sekunder. Pada tahun 1971 kontribusi sektor primer sebesar 37,35 persen dan sektor sekunder 21,19 persen. Tahun 2008 kontribusi sektor primer menjadi 26,88 persen sedangkan sektor sekunder 36,75 persen. Kontribusi sektor tersier terlihat lebih fluktuatif pada kisaran 35-40 persen. Kontribusi sektor primer pada pembentukan nilai tambah bruto lebih didominasi sektor-sektor usaha pertambangan dan penggalian 24, 25 dan 26 sementara sektor pertanian secara luas 1-23 masing-masing hanya memiliki kontribusi dibawah 3 persen.