36
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Keterpaduan Pasar Vertikal
Proses pembentukan harga di setiap pasar berbeda-beda. Tergantung pada permintaan dan penawarannya. Pada penelitian ini dilakukan analisis
keterpaduan pasar secara vertikal antara pasar produsen peternak dan pasar konsumen pengecer di Kabupaten Bogor. Data yang digunakan diperoleh
dari Pusat Informasi Peternakan PIP, Dinas perikanan dan peternakan Kabupaten Bogor. Data yang digunakan adalah data mingguan selama 48
minggu dari januari 2011 hingga desember 2011. Hasil estimasi persamaan regresi keterpaduan pasar secara vertikal
antara pasar produsen dan konsumen dapat dilihat pada lampiran 1. Pengolahan data dianalisis menggunakan model keterpaduan pasar
Ravallion. Hasil estimasi persamaan regresi keterpaduan pasar pada tingkat pasar produsen di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:
Pit = 2660 + 0,432 Pit-1 + 0,544 Pjt-Pjt-1 + 0,360 Pjt-1 Dimana :
b
1
= parameter variabel harga daging ayam broiler di tingkat peternak pada waktu t-1
b
2
= indikator keterpaduan pasar jangka panjang b
3
= parameter variabel harga daging ayam broiler di tingkat pengecer pada waktu t-1
Tabel 2. Hasil estimasi model ravallion
Variabel Koefisien
t-hitung p-value
b1 0,432
3,10 0,003
b2 0,544
5,28 0,000
b3 0,360
3,22 0,002
R sq 65,3
F-hitung 26,99
P-value 0,000
DW-stat 2,01139
IMC 1,19
Sumber : data primer diolah 2012 Keterangan : signifikan pada
α = 5
37 Berdasarkan model Ravallion diatas, diperoleh nilai R-SQ= 65,3
yaitu menandakan bahwa keterpaduan pasar dari naik dan turunnya harga mampu dijelaskan secara serentak oleh variabel variabel harga di pasar
peternak di minggu sebelum nya, selisih antara harga minggu ini dan minggu lalu di pasar pengecer, dan harga di pasar pengecer di minggu
sebelumnya sebesar 65,3 . Sedangkan sisanya sebesar 34,7 dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak masuk dalam model.
Uji F-hitung digunakan untuk uji hipotesis model dugaan secara bersama-sama yang menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada satu
peubah bebas pada persamaan berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada taraf nyata lima persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value model
yaitu 0,000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Maka dapat diindikasikan bahwa variabel-variable pada model mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap keterpaduan antar pasar. Uji multikolinearitas yang dilakukan terhadap model yang diduga
dengan melihat Varian Inflation Factor VIF. Hasil VIF menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai VIF 10, menunjukkan tidak adanya
gejala multikolinearitas antar masing masing variabel bebas. Uji durbin- watson digunakan untuk menguji autokorelasi, koefisien DW stat yang
diperoleh adalah sebesar 2,01139, sehingga tidak terdapat autokorelasi dalam pengamatan.
Hasil estimasi parameter koefisien penduga b1 harga di tingkat petani minggu sebelumnya adalah sebesar 0.432 dengan nilai P-value adalah
0,003. Model akan signifikan jika nilai P-value lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal ini berarti berapapun harga yang terjadi di tingkat petani
pada minggu lalu nya berpengaruh nyata pada penentuan harga minggu ini, dimana peningkatan perubahan harga pada minggu lalu sebesar 100 ,
ceteris paribus, akan meningkatkan harga pada minggu ini sebesar 43,2 pada taraf nyata lima persen.
Nilai koefisien b2 adalah 0,544 dengan nila P-value adalah 0,000 yang menunjukkan bahwa peningkatan perubahan harga di pasar acuan yaitu