Analisis Kointegrasi Analisis Transmisi Harga Horisontal .1 Uji Stationeritas Data

49 Citeureup sebesar -0,002076 dan Leuwiliang -0,00772. Hingga akhir periode respon yang dialami ketiga pasar berfluktuatif. Pasar Cibinong di shock atau terjadi guncangan sebesar satu standar deviasi, pada periode pertama pasar Leuwiliang dan pasar Jasinga tidak menunjukkan adanya respon terhadap guncangan tersebut. Pasar Citeureup merespon positif dengan nilai sebesar 0.031141. Pasar Leuwiliang dan Jasinga merepon positif pada periode ke dua dengan nilai masing-masing sebesar 0,015680 dan 0.032516. Pada periode ke empat, pasar menunjukkan respon negatif terhadap shock yang dialami oleh pasar Cibinong. Yaitu pasar Citeureup sebesar -0,001367 sedangkan pasar Jasinga sudah mulai merespon sejak periode ke tiga yaitu sebesar -0,019754 dan periode ke empat sebesar -0,000924. Pasar Leuwiliang merespon negatif pada periode ke tiga sebesar -,010489. Respon akibat adanya shock adalah terus adanya fluktuasi hingga akhir periode. Dari Gambar tiga grafik di atas, dapat terlihat bahwa respon yang dialami ketiga pasar akibat adanya guncangan di pasar Cibinong lebih direspon fluktuatif dibanding ketiga pasar lainnya, dengan Citeureup sebagai pasar yang paling responsif. Hal ini diduga disebabkan karena adanya faktor geografis yang dekat antara pasar Citeureup dengan Cibinong. Sedangkan respon akibat shock yang dialami Leuwiliang cenderung relatif tidak terlalu berfluktuatif bagi pasar lainnya respon cenderung lebih stabil bila dibandingkan dengan guncangan yang ada di pasar Cibinong, Jasinga maupun Citeureup. Guncangan yang terjadi di pasar Citeureup paling direspon oleh pasar Jasinga, begitu pula dengan guncangan yang terjadi pada pasar Jasinga, respon yang paling fluktuatif ditunjukkan oleh pasar Citeureup, hal ini sudah sesuai dengan analisis kausalitas granger nya dimana antara pasar Jasinga dan Citeureup terdapat hubungan sebab akibat.

6.2.8 Analisis Variance decomposition

Analisis variance decomposition mengambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem karena adanya shock. Analisis variance decomposotion berbeda dengan respon impuls karena respons impuls 50 melacak dampak shock dari satu variabel endogen ke variabel endogen yang lain. Analisis variance decomposition dapat memprediksi kontribusi persentasi dari setiap variabel di dalam model serta memisahkan dampak masing masing variabel tersebut secara individual terhadap respon yang di terima suatu variabel Widarjono, 2007. Variabilitas harga ayam broiler di pasar Leuwiliang masih dominan di pengaruhi oleh harga di pasar Leuwiliang itu sendiri. Dan juga di pengaruhi oleh harga di pasar Cibinong. Pada periode pertama harga di Leuwiliang 100 hanya di jelaskan oleh dirinya sendiri. Pada periode kedua, Cibinong berkontribusi sebesar 12,39, Pada periode ke 12 variabilitas harga ayam broiler di pasar Leuwiliang dijelaskan oleh dirinya sendiri sebesar 60 , Cibinong sebesar 21,86 dan sebagian kecil dipengaruhi oleh jasinga sebesar 8,09 dan Citeureup sebesar 10,44. Periode selanjutnya tidak menunjukkan banyak perubahan, variabilitas harga ayam broiler di pasar Leuwiliang masih di dominasi oleh harga di tempat itu sendiri, dan sebagian kecil dari harga di pasar Cibinong, sedangkan harga di pasar Jasinga dan Citeureup tidak banyak memberikan kontribusi terhadap variabilitas harga ayam broiler di pasar Leuwiliang. Berdasarkan analisis dekomposisi tersebut dapat disimpulkan bahwa harga ayam broiler di pasar Leuwiliang dalam jangka pendek hanya di pengaruhi oleh dirinya sendiri. Sedangkan dalam jangka panjang, selain di pengaruhi oleh dirinya sendiri, harga ayam broiler di pasar Leuwiliang juga dipengaruhi oleh harga di pasar Cibinong. Gambar 4. variance decomposition of D LOGLEUWILIANG 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 DLOGLEUWILIANG DLOGJASINGA DLOGCIBINONG DLOGCIEUTEREUP