Dinamika Pengaturan Hasil Hutan Kayu

5.5. Penggunaan Model 5.5.1. Simulasi Dinamika Tegakan Pada Berbagai Skenario Tebangan Model dinamika tegakan yang dibuat dalam penelitian ini disimulasi pada berbagai siklus tebang dan skenario tebangan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi tegakan apabila kegiatan eksploitasi dilakukan, serta manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari setiap skenario penebangan maupun pengelolaan karbon. Skenario tebangan dalam simulasi ini dibatasi hanya pada 5 lima skenario yaitu: skenario tanpa penebangan IT=0, skenario alternatif 1 IT=25, skenario penebangan berdasarkan regulasi pemerintah IT± 50, skenario alternatif 2 IT=75 dan skenario penebangan oleh masyarakat IT=100 pada seluruh kelompok jenis kayu Meranti dan Non Meranti. Sedangkan siklus tebang dibatasi hanya pada siklus tebang 20, 25, 30 dan 35 tahun. Asumsi harga kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rp. 500.000,-m 3 untuk kelompok kayu Non Meranti dan Rp.600.000,-m 3 untuk Meranti. Untuk harga CO 2 digunakan premium price sesuai dengan Permenhut RI Nomor : P.36Menhut-II2009 untuk Voluntari Carbon Standard yang berkisar antara US 12 - US 18. Asumsi lain yang digunakan adalah bahwa besarnya kompensasi CO 2 yang dibayarkan adalah besarnya penyerapan emisi CO 2 dalam tegakan setelah dikurangi besarnya emisi CO 2 yang diakibatkan dari kegiatan penebangan kayu. Untuk simulasi besarnya emisi CO 2 yang diakibatkan dari kegiatan penebangan digunakan besaran asumsi emisi yang berkisar dari 50, 75 dan 100 dari total tebangan kayu.

5.5.2. Dinamika Pengaturan Hasil Hutan Kayu

Hasil simulasi dinamika pohon masak tebang diameter 50 cm up pada lokasi penelitian pada berbagai skenario tebangan dan siklus tebangan dapat dilihat pada Gambar 14. Penurunan jumlah pohon yang ditebang pada skenario alternatif 1 IT=25, skenario penebangan berdasarkan regulasi pemerintah IT± 50, skenario alternatif 2 IT=75 dan skenario penebangan oleh masyarakat IT=100 menunjukkan banyaknya jumlah pohon yang ditebang pada masing- masing skenario dan siklus tebangan. Semakin besar laju penurunan menunjukkan bahwa semakin besar pula intensitas tebangan pada skenario tersebut. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Gambar 14. Dinamika jumlah pohon masak tebang pada berbagai skenario tebangan a siklus 20 tahun, b siklus 25 tahun, c siklus 30 tahun dan d siklus 35 tahun 11:29 AM Thu, Sep 15, 2011 Grafik dinamika jumlah pohon yang dapat ditebang pohonha Page 1 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 Years 1: 1: 1: 30 60 N 50 up[Momi Waren]: 1 - 2 - 3 - 4 - 5 - 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 5 5 11:34 AM Thu, Sep 15, 2011 Grafik dinamika jumlah pohon yang dapat ditebang pohonha Page 1 0.00 12.50 25.00 37.50 50.00 Years 1: 1: 1: 30 60 N 50 up[Momi Waren]: 1 - 2 - 3 - 4 - 5 - 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 5 5 11:37 AM Thu, Sep 15, 2011 Grafik dinamika jumlah pohon yang dapat ditebang pohonha Page 1 0.00 15.00 30.00 45.00 60.00 Years 1: 1: 1: 30 60 N 50 up[Momi Waren]: 1 - 2 - 3 - 4 - 5 - 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 5 5 11:39 AM Thu, Sep 15, 2011 Grafik dinamika jumlah pohon yang dapat ditebang pohonha Page 1 0.00 17.50 35.00 52.50 70.00 Years 1: 1: 1: 30 60 N 50 up[Momi Waren]: 1 - 2 - 3 - 4 - 5 - 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 5 5 Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Gambar 15. Dinamika jumlah pohon yang ditebang pada rotasi I, II dan III a skenario alternatif 1 IT=25, b skenario penebangan berdasarkan regulasi pemerintah IT± 50, c skenario alternatif 2 IT=75 dan d skenario penebangan oleh masyarakat IT=100. Berdasarkan Gambar 14 dan 15 dapat dilihat bahwa jumlah pohon yang dapat ditebang Nha sangat bervariasi pada berbagai intensitas tebang dan siklus tebangan. Pada siklus tebang 20 tahun, Jumlah pohon yang dapat ditebang pada rotasi pertama berkisar antara 3,50 – 14,01 pohonha dengan volume 16,14 – 64,56 m 3 ha, rotasi kedua berkisar antara 7,79 – 23,86 pohonha dengan volume 36,17 – 108,33 m 3 ha, dan rotasi ketiga berkisar antara 9,04 – 20,94 pohonha dengan volume 42,54 – 94,22 m 3 ha. Pada siklus tebang 25 tahun, jumlah pohon yang dapat ditebang pada rotasi pertama berkisar antara 3,50 – 14,01 pohonha dengan volume 16,14 – 64,56 m 3 ha, rotasi kedua berkisar antara 8,61 – 26,89 pohonha dengan volume 40,22 – 123,82 m 3 ha, dan rotasi ketiga berkisar antara 9,91 – 23,85 pohonha dengan volume 47,10 – 109,62 m 3 ha. Pada siklus tebang 30 tahun, jumlah pohon yang dapat ditebang pada rotasi pertama berkisar antara 3,50 – 14,01 pohonha dengan volume 16,14 – 64,56 m 3 ha, rotasi kedua berkisar antara 9,39 – 29,63 pohonha dengan volume 44,08 – 137,84 m 3 ha, dan rotasi a b c d Nha Thn Nha Nha Nha Thn Thn Thn Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com ketiga berkisar antara 10,59 – 26,31 pohonha dengan volume 50,74 – 122,80 m 3 ha. Pada siklus tebang 35 tahun, jumlah pohon yang dapat ditebang pada rotasi pertama berkisar antara 3,50 – 14,01 pohonha dengan volume 16,14 – 64,56 m 3 ha, rotasi kedua berkisar antara 10,10 – 32,10 pohonha dengan volume 47,67 – 150,54 m 3 ha, dan rotasi ketiga berkisar antara 11,16 – 28,55 pohonha dengan volume 53,78 – 134,65 m 3 ha. Data jumlah pohon dan volume pohon yang dapat ditebang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Jika diperhatikan pada Gambar 15 c dan d, ternyata pada intensitas tebangan tersebut jumlah pohon yang dapat ditebang pada rotasi kedua lebih banyak dari pada jumlah pohon yang dapat ditebang pada rotasi ketiga. Hal ini menjadi indikator pada skenario alternatif 2 IT=75 dan skenario penebangan oleh masyarakat IT= 100 tegakan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat kembali menyerupai tegakan awal. Selain itu efek tebangan yang diakibatkan dari penebangan pada intensitas tersebut tentunya lebih besar. Higman et al., 2005 mengungkapkan bahwa prinsip pertama dalam pengelolaan hutan lestari adalah hasil dari produksi kayu harus selalu berkelanjutan. Bahkan harus diusahakan agar ada peningkatan dari produksi hasil hutan. Young dan Giese 2003 juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pengelolaan hutan lestari harus dapat menciptakan kondisi hutan yang menyerupai kondisi awal dari hutan tersebut. Bettinger et al.,2009 memberikan juga ilustrasi mengenai pengelolaan hutan lestari yang produksi kayunya harus cenderung sama dari rotasi pertama dan rotasi selanjutnya. Tentunya hal ini harus didukung dengan perencanaan dan sumberdaya yang memadai. Bigsby 2009 juga mengungkapkan bahwa pengaturan hasil hutan pada siklus tebang 30 tahun pada hutan yang cenderung sedikit akan memberikan hasil yang cenderung sama pada 3 tiga rotasi tebangan. Berdasarkan Gambar 15 di atas, juga dapat dijelaskan bahwa semakin besar intensitas tebangan maka akan semakin banyak pula jumlah pohon yang dapat ditebang, selain itu semakin panjang siklus tebang maka akan semakin banyak pula pohon yang dapat ditebang pada berbagai intensitas tebangan. Lovett dan Bateman 2000 juga mengemukakan hal yang sama bahwa rentang waktu antara penebangan pertama dengan penebangan berikutnya sangat berpengaruh Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com terhadap banyaknya jumlah pohon yang akan ditebang pada penebangan berikutnya. Tokede et al.,2008 juga mengungkapkan bahwa pada hutan dataran rendah di Papua kemungkin akan adanya peningkatan jumlah pohon yang ditebang pada siklus kedua jika ada kepastian keamanan dari pada tegakan.

5.2.3. Dinamika Pengembalian Ekonomi Dari Pemanenan Kayu