terhadap banyaknya jumlah pohon yang akan ditebang pada penebangan berikutnya. Tokede et al.,2008 juga mengungkapkan bahwa pada hutan dataran
rendah di Papua kemungkin akan adanya peningkatan jumlah pohon yang ditebang pada siklus kedua jika ada kepastian keamanan dari pada tegakan.
5.2.3. Dinamika Pengembalian Ekonomi Dari Pemanenan Kayu
Pengembalian ekonomi dari kegiatan eksploitasi kayu merupakan dasar untuk penentuan skenario terbaik dari sekian banyak skenario dalam penelitian
ini. Indikator ekonomi yang dipakai dalam penelitian ini adalah Net Present Value NPV dan Benefit Cost Ratio BCR. Namun BCR dalam penelitian ini akan
cenderung konstan karena pendekatan biaya yang digunakan dalam model adalah pendekatan biaya persatuan produksi kayu biaya variabel, sehingga indikator
ekonomi yang digunakan untuk penentuan skenario terbaik adalah NPV. Data komponen biaya yang digunakan dalam model pengembalian ekonomi dari sektor
pemanenan kayu dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil simulasi perubahan nilai NPV dari kegiatan penebangan kayu pada berbagai intensitas tebangan dan
skenario tebang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil simulasi nilai NPV dari pemanenan kayu
No. Siklus
tahun Skenario
tebangan NPV kayu RpHa
I II
III
1. 20
Alternatif 1
1.758.702 2.119.966
2.187.799
Pemerintah
3.543.654 4.385.874
4.511.201
Alternatif 2
5.328.605 6.549.386
6.708.406
Masyarakat
7.113.557 8.637.827
8.827.879
2. 25
Alternatif 1
1.758.702 1.922.598
1.943.653
Pemerintah
3.543.654 4.044.215
4.089.556
Alternatif 2
5.328.605 6.100.592
6.163.534
Masyarakat
7.113.557 8.111.849
8.190.022
3. 30
Alternatif 1
1.758.702 1.784.043
1.787.716
Pemerintah
3.543.654 3.799.801
3.813.520
Alternatif 2
5.328.605 5.773.163
5.795.254
Masyarakat
7.113.557 7.718.761
7.747.831
4. 35
Alternatif 1
1.758.702 1.686.606
1.688.327
Pemerintah
3.543.654 3.631.530
3.628.978
Alternatif 2
5.328.605 5.548.074
5.541.889
Masyarakat
7.113.557 7.446.735
7.437.470
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Data pada Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa penambahan waktu siklus tebang ternyata tidak berkorelasi positif dengan penambahan nilai NPV dari
pemanenan kayu, namun NPV akan meningkat dari rotasi tebang pertama hingga rotasi tebang ketiga. Data NPV di atas juga menggambarkan bahwa pada siklus
tebang 20 tahun akan memberikan NPV yang paling tinggi pada berbagai rotasi tebang. Pada skenario alternatif 1 IT= 25 nilai NPV sebesar Rp.175.702ha –
Rp.2.187.799ha, pada skenario penebangan berdasarkan regulasi pemerintah IT=50 nilai NPV sebesar Rp.3.543.654ha – Rp.4.511.201ha, pada skenario
alternatif 2 IT=75 nilai NPV sebesar Rp.5.328.605ha – Rp.6.708.406ha, dan pada skenario penebangan oleh masyarakat IT=100 nilai NPV sebesar
Rp.7.113.557ha – Rp.8.827.879ha. Hal ini membuktikan bahwa tidak selamanya dengan meningkatnya siklus tebang maka pendapat dari pemanenan kayu akan
semakin meningkat Amacher et.al.. Menurut Tokede et al. 2008 ada peluang jumlah pohon dan volume kayu yang dapat ditebang pada rotasi kedua dan rotasi
ketiga pada hutan alam di Papua mengalami peningkatan. Hal ini diduga disebabkan karena riap tegakan akan semakin meningkat dengan adanya
pembukaan hutan pada saaat penebangan pertama.
Berdasarkan hasil simulasi nilai NPV pada Tabel 10, dapat disimpulkan bahwa pada siklus tebang 20 tahun akan memberikan nilai NPV yang lebih besar
pada berbagai intensitas tebangan dibandingkan dengan siklus tebang yang lain. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan waktu siklus tebangan ternyata
tidak memberikan penambahan jumlah produksi kayu yang berarti yang dapat memberikan keuntungan. Sehingga meskipun jumlah kayu yang ditebang pada
siklus 25, 30 dan 35 lebih banyak namun kurang memberikan manfaat benefit yang besar karena waktu tunggu yang terlalu lama.
5.5.4. Dinamika Stok Karbon