Tegakan Tinggal Hak Pemungutan Hasil Hutan Masyarakat Hukum Adat

- Masih terdapat beberapa tantangan ilmiah dan teknologi yang terkait dengan pengembangan teknologi penginderaan jauh untuk mengukur dan mengawasi perubahan biomass dengan tingkat akurasi yang tinggi. Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC telah menyetujui metode standard untuk mengukur emisi dari deforestasi pada berbagai laporan IPCC, 2000. Semakin tinggi resolusi dari citra satelit, semakin mahal pula biaya yang harus dikeluarkan. Degradasi yang menyebabkan emisi karbon tetapi tidak sepenuhnya menghancurkan hutan, juga dapat diukur, tetapi membutuhkan metode yang lebih canggih dan mahal. Memasukkan degradasi pada regimen deforestasi akan meningkatkan beban pengawasan secara signifikan dan juga upaya pembangunan kapasitas. Walaupun penginderaan jauh dapat digunakan untuk memonitor tutupan hutan dan deforestasi secara cukup baik, hal ini tidak bisa dilakukan untuk degradasi, di mana lebih banyak pengukuran lapangan dibutuhkan. Sensor satelit dan pesawat yang sedang dikembangkan seperti radar dan LIDAR dapat meningkatkan kemampuan kita.

2.7. Tegakan Tinggal

Dalam ketentuan Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI tahun 1993, tegakan tinggal didefinisikan sebagai tegakan hutan yang sudah ditebang pilih dan dipelihara sampai dengan penebangan berikutnya yang terdiri dari pohon-pohon binaan dan pohon-pohon pendamping yang diketahui dengan mengadakan kegiatan inventarisasi tegakan tinggal yang dilakukan 2 dua tahun sesudah kegiatan penebangan. Inventarisasi Tegakan Tinggal ITT adalah kegiatan pencatatan dan pengukuran pohon serta permudaan alam pada areal bekas tebangan untuk mengetahui antara lain: komposisi jenis, penyebaran kerapatan pohon dan permudaan serta jumlah dan tingkat kerusakan pohon inti. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kondisi tegakan tinggal dan untuk menentukan perlakuan silvikultur pada petak-petak kerja tahunan sesudah kegiatan penebangan dan perapihan. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com

2.8. Hak Pemungutan Hasil Hutan Masyarakat Hukum Adat

Hak pemungutan hasil hutan masyarakat hukum adat merupakan bentuk pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat pemilik hak ulayat. Dalam pelaksanaan pemanfaatan hasil hutan, masyarakat hukum adat dapat melakukannya sendiri, atau juga dengan bermitra dengan suatu badan usaha atau lembaga Mardiyadi, 2004. Koperasi Peran Serta Masyarakat KOPERMAS merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat adat dengan persetujuan Dinas Koperasi dan Dinas Kehutanan Provinsi dengan tujuan memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk memungut hasil hutan kayu dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan sesuai dengan surat ijin pemungutan dalam areal ulayat masyarakat tersebut. Kopermas diharapkan tidak merusak lingkungan dan merubah fungsi pokok hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hukum adat, meningkatkan motivasi dan peran komunikasi masyarakat hukum adat dalam pelestarian sumberdaya hutan serta menciptakan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan wilayah dan pendapatan masyarakat. Untuk daerah Tanah Papua, hak pemungutan hasil hutan masyarakat hukum adat dikenal dengan istilah Ijin Pemungutan Kayu Masyarakat Adat IPKMA. IPKMA di Tanah Papua didasarkan pada Surat Edaran Gubernur Provinsi Papua Nomor 522.23386SET tanggal 22 Agustus 2002 perihal pengaturan pemungutan hasil hutan kayu oleh masyarakat adat yang ditujukan kepada BupatiWali Kota se-Provinsi Papua. Dalam surat tersebut Gubernur menghimbau agar masyarakat adat dapat diberikan areal konsesi seluas 1000 Ha dengan jangka waktu perijinan 1 satu tahun. Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Nomor KEP. 522.11648 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum AdatIjin Pemungutan Kayu Masyarakat Adat. Dalam pelaksanaannya IPKMA ini tidak berjalan sesuai dengan harapan masyarakat dan pemerintah sehingga pada tahun 2005 IPKMA dibekukan oleh Pemerintah Pusat. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada areal bekas tebangan pemegang Ijin Pemungutan Kayu Masyarakat Adat IPKMA di Distrik Momi Waren Kabupaten Manokwari, dan berlangsung selama ± 3 tiga bulan. Selain itu pengumpulan data sekunder berupa parameter pertumbuhan yang meliputi ingrowth, upgrowth dan mortality dilakukan pada Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Papua Maluku.

3.2. Objek dan Alat

Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah tegakan tinggal yang terdapat pada areal bekas tebangan hutan adat yang terpilih sebagai sampel. Sedangkan alat yang dipergunakan adalah: GPS, Hagameter, Kaliper. Altimeter, Tali, Clinometer, Tally Sheet, meteran, peralatan dokumentasi dan peta.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survey dan analisis dokumen. Teknik survey digunakan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan struktur dan komposisi tegakan tinggal, sedangkan metode analisis dokumen untuk memperoleh data Ingrowth, upgrowth dan mortality serta efek tebangan.

3.4. Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Struktur dan komposisi tegakan tinggal. 2. Ingrowth, upgrowth dan mortality.

3.5. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Kegiatan persiapan meliputi : - Persiapan peralatan, termasuk peta - Pengorganisasian Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com