jenis ini adalah jenis-jenis pohon yang lambat tumbuh dan merupakan jenis intoleran.
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan Marwa, 2009; Labetubun, 2004; Lu dan Buongiorno, 1993; Buongiorno et.al. , 1995; Volin dan Buongiorno,
1996; Favrichon, 1998; Favricon dan Kim, 1998 menunjukkan bahwa besarnya ingrowth tiap jenis pohon dipengaruhi oleh luas bidang dasar tegakan. Namun
pada penelitian ini laju ingrowth hanya menggunakan data rata-rata jumlah pohon tiap jenis yang masuk pada kelas diameter terkecil 10-19 cm pada waktu
tertentu. Hal ini diakibatkan karena data parameter ingrowth pada lokasi penelitian tidak tersedia, sehingga menggunakan parameter pertumbuhan pada
Petak Ukur Permanen PUP di Taman Wisata Alam Gunung Meja diasumsikan bahwa laju ingrowth pada PUP sama dengan laju ingrowth pada lokasi penelitian.
Menurut Buongiorno et.al. 1995, Volin dan Buongiorno 1996 ingrowth dalam tegakan merupakan suatu proses yang bersifat random acak sehingga
setiap site memiliki kendala spesifik dalam penentuan laju ingowth selain karena faktor ketiadaan data pada lokasi dimaksud. Selain itu faktor-faktor seperti
kemiringan lereng, ketinggian tempat, sifat fisik dan kimia tanah diduga juga turut berpengaruh terhadap ingrowth.
5.2.3. Upgrowth
Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon per hektar terhadap kelas diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter dibawahnya dalam
periode waktu satu tahun. Perhitungan parameter upgrowth dilakukan dengan menggunakan persamaan: bij = [bij,tNij,t] x 100. Laju upgrowth untuk
masing-masing kelompok jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Laju rata-rata upgrowth tiap tahun berdasarkan kelompok jenis kayu No.
Kelompok jenis kayu
Laju upgrowth ф 10-19
ф 20-29 ф 30-39
ф 40-49 ф50-59
1 Meranti
7,33 7,88
5,98 8,21
10,21 2
Non Meranti 8,29
8,44 9,87
10,69 3,77
3 Non Komersil
5,37 6,87
7,24 5,51
6,18 4
Seluruh Jenis 7,48
7,89 7,66
8,54 6,11
Sumber: BPPK Kehutanan Papua Maluku diolah
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Data pada Tabel 6 menunjukan bahwa pada laju upgrowth tertinggi dijumpai pada kelompok jenis kayu Non Meranti mulai dari kelas diameter
terkecil 10-19 cm sampai pada kelas diameter 40-49 cm. Hal ini diduga disebabkan karena pada seluruh kelas diameter tersebut jumlah pohon Non
Meranti lebih banyak dari pada jumlah Meranti dan Non Komersil sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk berpindah kelas diameter upgrowth.
Favricon dan Kim 1998 menggunakan fungsi polynomial untuk menyusun persamaan upgrowth, dimana faktor yang berpengaruh dalam
persamaan ini adalah bidang dasar tegakan dan diameter. Namun pada penelitian ini fungsi polynomial tidak bisa digunakan karena tidak tersedianya data upgrowth
pada lokasi penelitian, sehingga hanya menggunakan data parameter upgrowth pada Petak Ukur Permanen PUP di Taman Wisata Alam Gunung Meja yang
tentunya memiliki luas bidang dasar tegakan yang berbeda dengan luar bidang dasar pada lokasi penelitian diasumsikan bahwa laju upgrowth pada PUP sama
dengan laju ungrowth pada lokasi penelitian.
5.2.4. Mortality
Mortality adalah banyaknya pohon per hektar yang mati pada setiap kelas diameter dalam periode setahun. Parameter mortality dihitung dengan
menggunakan persamaan: mijj = [mij,tNij,t] x 100. Besarnya mortality berdasarkan kelompok jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Laju rata-rata mortality tiap tahun berdasarkan kelompok jenis kayu
No. Kelompok
jenis kayu Laju mortality
ф 10-19 ф 20-29 ф 30-39 ф 40-49
ф50-59 ф60 up
1 Meranti
5,03 5,32
5,13 13,34
5,05 6,02
2 Non Meranti
5,77 6,89
6,27 4,12
12,61 3,27
3 Non Komersil
4,96 4,07
5,35 4,32
6,2 4,39
4 Seluruh Jenis
5,40 5,74
5,58 7,58
8,27 4,69
Sumber: BPPK Kehutanan Papua Maluku diolah Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa besarnya laju mortality sangat
bervariasi baik di dalam kelas diameter maupun berdasarkan kelompok jenis kayu. Menurut Vanclay 1995 penyebab kematian pohon adalah kematian regular dan
kematian catastrophic. Kematian regular diakibatkan oleh kerapatan pohon, diameter pohon, dampak logging dan sebagainya. Sedangkan kematian
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
catastrophic disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti kebakaran, pencurian kayu dan bencana alam. Namun menurut Elias 1998 laju mortality jenis kayu
pada kelas diameter tertentu berbanding lurus dengan besarnya bidang dasar tegakan pohon pada kelas diameter tersebut. Semakin besar bidang dasar tegakan
maka laju mortality akan semakin besar. Besarnya kerusakan tegakan tinggal berdasarkan intensitas penebangan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Plot
Permanen Intensitas Penebangan
pohonha Kerusakan Pohon
pohonha Efek Tebangan
1 2
58 9,39
2 6
146 21,13
3 17
259 35,43
Sumber : Elias 1998 Hasil penelitian Mardiyadi 2004 tentang kerusakan tegakan tinggal pada
areal bekas tebangan hutan adat disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan kelas diameter pohonha.
Kelas Diameter cm
Jenis Kerusakan Pohon
Total Tajuk
Batang Akar Rusak
Sehat 20-29
7,97 4,49
3,60 16,06 12,67
28,73 30-39
6,00 3,85
3,87 13,72 10,40
24,12 40-49
4,79 3,35
2,67 10,81 7,20 18,01
50 up 2,70
2,17 0,93
5,80 3,86
9,66 Jumlah
21,46 13,86 11,07 46,39
34,13 80,52
Sumber: Mardiyadi 2004 Berdasarkan data pada Tabel 9 di atas dapat disimpulkan bahwa semakin
kecil kelas diameter maka kerusakan yang terjadi akan semakin besar, karena adanya kecenderungan pohon-pohon yang ditebang menimpa pohon lain yang
lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kerapatan pohon yang berbeda pada masing-masing kelas diameter. Semakin kecil kelas diameter maka semakin tinggi
kerapatan pohon, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang tinggi pula pada kelas diameter tersebut.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
5.3. Pemodelan Sistem dan Simulasi