AAC = Jatah tebangan tahunan maksimum yang diizikan agar
kelestarian dicapai Formula di atas sebenarnya menerangkan bahwa besarnya hasil sangat
bergantung pada tujuan perusahaan yang besarnya tidak selamanya sama dengan V
t
. Jadi prinsip kelestarian hasil lebih ditentukan oleh kemampuan lahan hutan untuk memproduksi hasil hutan kayu yang ada di atasnya. Faktor kemampuan
lahan merupakan faktor pembatas pencapaian kelestarian hasil pada tingkat teknologi tertentu.
Apabila besarnya AAC pada rotasi tebangan ke-s dinyatakan sebagai AAC
s
, maka perbadingan antara besarnya AAC pada rotas ke-s dengan AAC pada rotasi sebelumnya s-1 dinyatakan oleh :
qs = AAC
s
AAC
s-1,
Maka prinsip kelestarian hasil dapat dicapai apabila qs ≥ 1. Untuk hutan alam AAC
dianggap sebagai AAC pada potensi masak tebang hutan utuh virgin forest, sehingga selalu qs = 1.
2.5.5. Waktu Pencapaian Ukuran Kelestarian Hasil
Ukuran kelestarian hasil hendaknya dipahami sebagai suatu ukuran yang tidak bersifat mutlak, terdapat unsur kenisbian di dalamnya. Sumber kenisbian ini
terutama disebabkan oleh ukuran yang dipakai dalam menentukan kelestarian hasil, apakah luasan, volume, jumlah batang atau nilai uang. Suhendang 1993,
menyatakan tidak ada jaminan pemakaian salah satu ukuran kelestarian hasil yang memberikan tingkat kelestarian yang sama apabila diukur dengan ukuran lainnya.
Karena hasil yang dipungut dalam pengelolaan hutan merupakan hasil interaksi berbagai faktor alam. Sumber kenisbian lain dalam pencapaian kelestarian hasil
adalah metode pengaturan hasil yang digunakan. Perbedaan metode pengaturan hasil akan memberikan tingkat kelestarian hasil yang berbeda-beda. Pemilihan
ukuran dan metode pengaturan hasil dalam pengelolaan hutan merupakan kunci keberhasilan pencapaian tingkat kelestarian hasil yang diharapkan.
Untuk menentukan waktu pencapaian kelestarian hasil didekati dengan kurva hubungan antara q dan s yang sangat bergantung pada kemampuan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
regenerasi alami hutan riap tegakan. Hubungan antara q dan s yang umumnya pada hutan digambarkan dalam kurva Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa rotasi tebangan Sj merupakan jangka waktu maksimum yang masih memungkinkan kelestarian hasil dapat dicapai
dengan regenerasi alami. Sj dapat diperpanjang dengan cara melakukan penanaman pengkayaan dan pemeliharaan tegakan agar riap alami dapat
ditingkatkan pada kisaran nilai q 1 untuk jenis-jenis tegakan komersial.
Gambar 3. Kurva hubungan antara q dengan s yang dijumpai pada hutan alam.
2.5.6. Syarat-Syarat Kelestarian Hasil
Kondisi hutan yang dapat menjamin penyelenggaraan prinsip kelestarian hasil dapat didefinisikan sesuai dengan ukuran hasil yang dipilih dan metode
pengaturan hasil yang diterapkan. Besaran-besaran seperti karakteristik tegakan, karakteristik tempat tumbuh dan rotasi panenan yang menjadi syarat tercapainya
keadaan hutan yang lestari perlu ditentukan secara kuantitatif dan dirumuskan. Nilai kuantitatif harus didasarkan pada hasil pengamatan langsung di lapangan,
tidak cukup hanya didasarkan pada asumsi semata. Nilai-nilai karakteristik tersebut harus berdasarkan pada keadaan spesifik kawasan dan bukan generalisasi
berlebihan dari data yang khusus. 1,0
q
S Sj
1 V
AAC
S Sj
1
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Suhendang 1993 menjelaskan bahwa untuk mencapai tingkat kelestarian hasil yang memberikan nilai keuntungan maksimum hanya dapat dicapai bila
hutan yang dikelola mencapai keadaan normal. Tingkat kenormalan hutan alam yang dikelola untuk menghasilkan kayu pertukangan dapat diukur berdasarkan
volume tegakan dan struktur tegakan.
Volume tegakan normal pada hutan alam dicirikan oleh volume tegakan hutan pada fase klimaksnya. Pada fase ini, tingkat pemanfaatan faktor-faktor
pertumbuhan oleh pohon-pohon dalam tegakan bersifat optimal. Untuk itu volume tegakan pada fase klimaks merupakan ukuran volume tegakan normal
Vn. Bila rotasi tebang sesungguhnya diketahui rn dan besar riap sesungguhnya diketahui In, maka besar regenerasi normal tegakan setelah rotasi
tebang ke -s adalah :
Vns = In x rn m
3
ha Apabila dari hutan tersebut ditetapkan jatah tebangan normal Vpn, maka :
Vpn = Vns = In x rn, m
3
ha; sehingga : Vn = Vn – Vpn + Vns = Vn – Vns + Vns = Vn
Untuk umur tegakan setelah penebangan t-tahun, volume tegakan normal Vnt, dapat ditentukan dengan formula :
Vnt = Vn-Vp + t x In Jadi,
I = Vprn syarat untuk q = 1 Apabila satu petak tegakan memiliki volume mula-mula Vm, ditebang
sebanyak Vp dan pada t – tahun setelah penebangan, volume tegakan sebesar Vt, maka Tingkat Kenormalan Tegakan TKT dapat ditentukan dengan formula :
Vnt = Vm – Vp + t x In, dan TKT = VtVnt = VtVm-Vp + t x In
Berdasarkan perhitungan di atas dapat ditentukan Tingkat Kenormalan Tegakan TKT yang dicirikan oleh luas areal yang sebanding dengan besarnya
produktivitas lahan pada setiap jangka waktu setelah penebangan. Ciri lain adalah besarnya nilai rata-rata dan keragaman TKT dari setiap tegakan dalam kawasan
hutan bersangkutan. Jadi hutan normal dapat dicirikan oleh 1 sebaran luas areal
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
pada setiap jangka waktu setelah penebangan sebanding dengan tingkat produktivitas lahannya, dan 2 memiliki nilai TKT = 1 dan G
2 TKT
= 0. 2.5.7. Indikator Kelestarian Hutan
Tujuan utama pengelolaan hutan sekaligus merupakan kerumitan dari pengelolaan hutan adalah bahwa selain menghendaki produksi maksimal prinsip
ekonomi juga sekaligus mempertimbangkan tujuan kelestarian hutan prinsip ekologis.
Hutan sebagai sumberdaya alam yang dapat dipulihkan memungkinkan untuk menerapkan konsep kelestarian hutan. Konsep pengelolaan hutan
serbaguna yang dianut selama ini mungkin masih relevan untuk dipertimbangkan dalam menentukan indikator kelestarian hutan. Prinsip pengaturan hasil hutan
dalam pengelolaan hutan serbaguna seperti hasil maksimum, hasil lestari dan hasil yang bernilai tambah merupakan prinsip pengaturan hasil yang sebenarnya paling
ideal, asalkan pengertian hasil disini mencakup hasil hutan dalam arti luas yaitu kayu, non kayu dan turunannya serta jasa lingkungan. Prinsip kelestarian hasil
mengisyaratkan bahwa hutan yang dikelola harus memiliki cadangan hasil yang cukup, panenan hasil minimal tetap setiap tahun atau setiap jangka waktu usaha
dan hasil yang dipanen sesuai dengan produktifitas lahan. Kelestarian hasil ini akan dapat dicapai apabila pengelolaan hutan dilakukan sedapat mungkin
menjamin kesinambungan produksi yang dapat dicapai bila terdapat keseimbangan antara pertumbuhan bersih dan panenan baik tahunan maupun
periode tertentu. Untuk mencapai ini, maka unit-unit kesatuan produksi harus ditata dan diatur agar panenan tetap dalam satu rencana kerja, satu areal hutan dan
satu periode usaha tertentu. Sayangnya prinsip ini baru diterapkan pada hutan produksi yang tujuan pengusahaannya untuk produksi kayu, sedangkan untuk
hasil hutan non kayu dan turunannya serta jasa lingkungan masih belum diterapkan Tokede et al., 2008.
Berdasarkan Lembaga Ekolabel Indonesia LEI terdapat 3 tiga prinsip, 10 kriteria dan 57 indikator pengelolaan hutan produksi lestari, yang dapat dirinci
sebagai berikut Ngadiono, 2004:
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
- Prinsip 1 : Kelestarian fungsi produksi 1. Kelestarian sumberdaya hutan 6 indikator
2. Kelestarian hasil hutan 9 indikator 3. Kelestarian usaha 6 indikator
- Prinsip 2 : Kelestarian fungsi ekologis 1. Stabilitas ekosistem 11 indikator
2. Sintasan spesies langkaendemikdilindungi 8 indikator
- Prinsip 3: Kelestarian fungi sosial 1. Terjaminnya sistem tenurial hutan komunitas 4 indikator
2. Terjaminnya ketahanan dan pengembangan ekonomi komunitas dan
karyawan 5 indikator 3. Terjaminnya keberlangsungan integrasi sosial dan kultur komunitas da
karyawan 3 indikator 4. Realisasi tanggung jawab rehabilitasi status gizi dan penanggulangan
kesehatan 2 indikator 5. Jaminan atas hak-hak tenaga kerja 3 indikator
2.6. Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan