Tabel X. Distribusi Penggunaan Kombinasi Tiga Golongan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
No Kombinasi Tiga Golongan Obat
Antihipertensi Jumlah
Persentasi 1
Diuretik, ACE inhibitor, antagonis kalsium
2 18,2
2 Diuretik, ACE inhibitor, antagonis
reseptor angiotensin II 2
18,2 3
Diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II
2 18,2
4 Diuretik, antihipertensi bekerja di sentral,
antagonis kalsium 1
9,1 5
Diuretika, beta-bloker, antagonis reseptor angiotensin II
1 9,1
6 Diuretik, ACE inhibitor, antihipertensi
bekerja di sentral 1
9,1 7
ACE inhibitor, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II
1 9,1
8 ACE inhibitor, beta-bloker, antagonis
reseptor angiotensin II 1
9,1
Total 11
100
Dari data tabel X dapat kita ketahui bahwa terdapat 11 kasus penggunaan tiga macam kombinasi obat antihipertensi. Penggunaan tiga macam kombinasi
antihipertensi mempunyai persentasi yang lebih besar yaitu kombinasi diuretik, ACE inhibitor, antagonis kalsium, diuretik, ACE inhibitor, antagonis reseptor
angiotensin II, diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II masing-masing sebanyak 2 kasus 18,2. Kombinasi tiga obat
antihipertensi digunakan untuk pengobatan hipertensi berat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi Berdasarkan JNC VII
Pada penelitian ini data yang diperoleh tidak dibandingkan dengan standar yang ada di Rumah Sakit Panti Rapih karena standar pengobatan yang ada kurang
lengkap. Panduan penatalaksanaan hipertensi yang disusun oleh JNC VII direkomendasikan untuk pasien hipertensi agar target penurunan tekanan darah
dapat tercapai. Kelas terapi obat yang direkomendasikan JNC VII merupakan hasil pertimbangan dari berbagai klinik tentang keuntungan penggunaan obat
antihipertensi tertentu dengan indikasi penyulit tertentu. Untuk melihat kesesuaian pemilihan obat antihipertensi dilakukan dengan cara membandingkan dengan
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure JNC VII.
Tabel XI. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Penyulit Berdasarkan JNC VII di Instalasi Rawat Inap
RSPR Tahun 2005
Keterangan No
Penyakit penyulit Sesuai
Tidak Sesuai 1 Stroke
20 3
2 Asma 2
- 3 Ginjal
4 1
4 Jantung 2
2 5 Dispepsia
3 -
6 Dislipidemia 2
- 7 Diabetes
mellitus 5
-
Total 38
6
Dari data tabel XI terlihat bahwa jumlah pemilihan antihipertensi dengan penyakit penyulit yang sesuai dengan JNC VII sebanyak 38 kasus sedangkan yang
tidak sesuai dengan JNC VII sebanyak 6 kasus. Antagonis reseptor angiotensin II PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan ACE inhibitor merupakan terapi yang direkomendasikan oleh JNC VII untuk pasien hipertensi dengan penyakit ginjal karena dapat melindungi ginjal. Namun
pada pasien dengan penyakit ginjal penggunaan beta-bloker tidak dianjurkan. karena dapat memperburuk penyakit ginjal. Pada penelitian ini terdapat satu
pasien yang mengalami penyakit ginjal, sehingga pemberian beta-bloker tidak dianjurkan untuk pasien tersebut.
Angiotensin converting Enzyme inhibitor atau antagonis reseptor angiotensin II merupakan first line bagi pasien hipertensi dengan diabetes melitus.
Kedua obat ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga kadar gula dalam darah menurun. Diuretik, beta-bloker dan antagonis kalsium juga bisa digunakan
dalam terapi hipertensi dengan diabetes melitus Saseen dan Carter, 2005. Pasien dengan penyakit stroke mendapat terapi antihipertensi antagonis
kalsium. Menurut JNC VII sebaiknya pasien dengan penyakit stroke mendapat obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan diuretik. Pada penelitian ini
terdapat 2 pasien hipertensi dengan penyakit jantung mendapat terapi antagonis kalsium. Pasien hipertensi dengan penyakit jantung sebaiknya tidak mendapat
terapi antihipertensi antagonis Ca karena dapat memperparah penyakit jantung tersebut.
3. Cara Pemberian
Dari data tabel XII dapat diketahui bahwa prosentase terbesar cara pemberian obat antihipertensi pada geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun
2005 yaitu pemberian obat antihipertensi dengan cara peroral sebanyak 120 kasus 90,9, sedangkan pemberian secara injeksi sebanyak 12 kasus 9,1.
Tabel XII. Prosentase Cara Pemberian Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005
No Cara Pemberian
Jumlah Persentasi
1 Oral
120 90,9
2 Injeksi
12 9,1
Total 132
100
Cara pemberian injeksi sedikit digunakan karena lebih mahal, nyeri, dan pengunaannya harus dilakukan oleh tenaga medis, serta obat yang telah
disuntikkan tidak dapat ditarik kembali. Menurut Benowitz 2001, obat antihipertensi yang diberikan secara injeksi berguna untuk mempercepat
penurunan tekanan darah, sedangkan penggunaan obat antihipertensi peroral berguna untuk mengontrol tekanan darah secara bertahap.
Pemberian secara oral banyak digunakan karena perawatan hipertensi membutuhkan jangka waktu yang panjang sehingga membutuhkan cara
pemberian yang mudah dilakukan, paling aman dan murah, serta efek samping yang relatif lebih ringan. Menurut Bustami 2001, pemberian terapi secara oral
pada pasien lanjut usia harus memperhatikan bahwa pasien lanjut usia seringkali sulit menelan tablet yang besar. Sebaliknya juga pasien yang penglihatannya
sudah berkurang atau tangannya kaku sulit memegang tablet berukuran kecil.
C. Evaluasi Interaksi Antihipertensi
Untuk melihat interaksi obat dilakukan dengan cara membandingkan dengan literatur yaitu Drugs Interaction, Stockley 1994 dan Informatorium Obat
Nasional Indonesia, Anonim 2000, Drug Interaction Facts, Tatro 2001. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Interaksi Obat
Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lain
Tabel XIII. Distribusi Interaksi Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan Obat Antihipertensi Lainnya Di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Tahun 2005
No Golongan
Golongan Interaksi
Jenis Interaksi Jumlah
kasus Persentasi
1 Diuretik
ACE inhibitor Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
15 25,9
2 Diuretik
Antihipertensi bekerja sentral
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik 5
8,6 3
Diuretik Beta-bloker
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik 1
1,7 4
Diuretik Antagonis Ca
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik 7
12,1 5
Diuretik Antagonis
reseptor angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif
Farmakodinamik 5
8,6 6
ACE inhibitor Antihipertensi
bekerja sentral Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
5 8,6
7 ACE inhibitor
Antagonis Ca Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
5 8,6
8 ACE inhibitor
Antagonis reseptor
angiotensin II Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
2 3,5
9 Antihipertensi
bekerja di sentral
Beta-bloker Meningkatkan
resiko hipertensi Farmakodinamik
1 1,7
10 Antihipertensi
bekerja di sentral
Antagonis Ca Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
3 5,2
11 Antihipertensi
bekerja di sentral
Antagonis reseptor
angiotensin II Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
2 3,5
12 Beta-bloker
Antagonis Ca Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
1 1,7
13 Beta-bloker
Antagonis reseptor
angiotensin II Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
2 3,5
14 Antagonis Ca
Antagonis reseptor
angiotensin II Meningkatkan
efek hipotensif Farmakodinamik
4 6,9
Total 58
100