Hubungan Sistem Bagi Hasil dengan Kinerja Usaha
69
e. Menyampaikan laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Kebijakannya adalah peningkatan daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang
lebih besar “naik kelas” atau scaling up dalam rangka untuk mendukung
kemandirian perekonomian nasional. Adapun strategi yang ditempuh adalah:
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia 2. Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan
3. Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran 4. Penguatan kelembagaan usaha dan
5. Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha
111
Berkaitan dengan hal di atas, Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 23PerM.KUKMIX2015 Tentang
Penilaian Indeks Pembangunan Koperasi IPK Terhadap Pemerintah Provinsi, KabupatenKota Penggerak Koperasi pada Bagian Ketiga tentang Indikator
Penilaian Pasal 6 1 Indikator penilaian masukan input yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat 2 huruf a meliputi: a.
Kebijakan Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota terhadap pembangunan Koperasi serta penciptaan iklim usaha yang kondusif;
b. Alokasi Anggaran Pemerintah KabupatenKota; c. Nomenklatur dinas yang membidangi Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah; d. Kecukupan dan kemampuan dan sumberdaya manusia Aparatur
Pembina Koperasi; e. Dukungan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial;
f. Dukungan sarana konsultasi dan pendampingan.
111
www.menegkop.go.id, diunduh 08 Desember 2015, pukul 15.00.
70
2 Indikator penilaian proses implementasi keberpihakan Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf b
meliputi: a. pelayanan izin usaha terhadap Koperasi;
b.Fasilitasi kemitraan antar Usaha Besar dengan Koperasi, serta antar Koperasi;
c.Fasilitasi akses pembiayaan bagi Koperasi dengan melibatkan pihak perbankan;
d. Fasilitasi pengembangan sarana usaha bersama; e. Pendidikan perkoperasian dan manajemen usaha;
f. Fasilitasi promosi; g. Fasilitasi pengembangan potensi sumberdaya lokal;
h. Fasilitasi program pembangunan Koperasi lintas tingkatan pemerintahan dan lintas instansi sektoral.
Berkaitan dengan hal diatas, UU Koperasi No 17 Tahun 2012, telah dibatalkan dan kembali kepada UU Perkoperasian 1992.
Mahkamah Konstitusi MK mengabulkan gugatan Koalisi Demokratisasi Ekonomi terkait pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
perkoperasian. UU tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Maeda Yoppy, Koordinator Koalisi
Demokratisasi Ekonomi yang menjadi pemohon dalam sidang Judicial Review terhadap UU Koperasi No 172012 , menambahkan, Lahirnya UU ini adalah
keinginan pemerintah untuk membawa gerakan ekonomi koperasi masuk kedalam sistem ekonomi Liberal Kapitalisme yang berpotensi merusak gerakan ekonomi
rakyat kecil di berbagai daerahdesa di seluruh Indonesia.
“Prinsip Koperasi haruslah menjunjung kedaulatan anggota sebagai
stakeholder utamanya. Namun, UU Koperasi No 17 Tahun 2012, perannya digantikan dengan otoritas badan pengawas sebagai pihak perwakilan modal
penyerta modal. Kami menyebut ini sebagai upaya menciptakan korporatisasi koperasi
dalam tubuh
gerakan Koperasi
di Indonesia
kedepan.
71
Koalisi Demokratisasi Ekonomi yang mengajukan permohonan Judicial Review UU Koperasi merupakan gabungan dari berbagai NGO. Diantaranya Asosiasi
Pendamping Perempuan Usaha Kecil ASPPUK, Yayasan Bina Desa, Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita PPSW, Perempuan Kepala Keluarga
PEKKA, LePPeK, Lembaga Bantuan Hukum LBH Jakarta, Koperasi Karya Insa dan Institut Kapal Perempuan.
Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi membatalkan seluruh materi muatan suatu Undang-Undang, kembali ke rezim koperasi di bawah UU Perkoperasian
1992. Roh korporasi terus merasuk ke sendi-sendi kehidupan negara, termasuk jiwa usaha yang sesuai dengan kegotongroyongan: koperasi.
112
Berkaitan dengan hal di atas, setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan peran negara kurang memuaskan dalam pemberdayaan UKM. Pertama, relevansi
pembinaan jasa berlandaskan pandangan sempit tentang kebutuhan UKM, yaitu lebih banyak ditentukan dari sisi pemberian layanan supply driven dan bukan
karena pengetahuan tentang apa yang diperlukan UKM. Kedua, jangkauan
sasaran terbatas. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan pada subsidi dan ketentuan jenis bantuan pemerintah terhadap UKM. Akibatnya jumlah
perusahaan yang menerima bantuan menjadi terbatas, terutama oleh jumlah dana yang dianggarkan pemerintah dan sifat mekanisme pemberian bantuan, akibatnya
fatal ketika bantuan dana dihentikan atau seringkali hanya berlaku untuk sekali saja.
Berkaca dari berbagai hal di atas, kini telah dikembangkan wacana praktik best practice dalam konteks pengembangan UKM yang dapat diterapkan di
berbagai negara. Pengembangan UKM dibedakan ke dalam dua aspek finansial dan non-finansial.
Meskipun Indonesia telah lama memiliki program pengembangan usaha kecilindustri kecil namun dirasakan masih belum efektif dan berkelanjutan
sustain. Untuk itu ada satu persyaratan penting yang selama ini kita abaikan
112
http:www.hukumonline.comberitabacalt5385bfa83b01f, uu-perkoperasian-dibatalkan- karena-berjiwa-korporasi, diunduh tanggal 01 September 2015, pukul 6.00