Hubungan Produksi dengan Kinerja Usaha
75
dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.
Berkaitan dengan hal tersebut, Sambutan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad
pada “Peluncuran Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif LAKU PANDAI Bank BTN” Tangkiling,
Palangkaraya, 25 Mei 2015, menjelaskan bahwa salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
adalah melalui penciptaan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di berbagai daerah khususnya di pedesaan dan wilayah terisolasi, sehingga pertumbuhan ekonomi
daerah dapat meningkat. Untuk mendukung upaya tersebut, diperlukan
pendanaan yang tidak sedikit dan terbukanya akses keuangan . Kondisi ini kemudian membawa kita pada upaya membuka dan meningkatkan akses
keuangan masyarakat di daerah terpencil, yang tidak hanya difokuskan pada peningkatan akses terhadap sumber-sumber pendanaan, namun juga pada literasi
dan penyediaan layanan jasa keuangan yang lebih mendasar, seperti layanan rekening tabungan, asuransi mikro, jasa pengiriman uang dan edukasi keuangan
yang lebih baik. Untuk itu diperlukan inovasi dalam penyediaan infrastruktur layanan jasa keuangan, dimana salah satunya dapat dilakukan melalui konsep
delivery channel yang mampu menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas dengan cara yang lebih efisien. Untuk mewujudkan hal tersebut, di tahun 2015
OJK telah mencanangkan salah satu inisiatif adalah memperluas Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif Laku Pandai,
termasuk mensinergikan dengan Layanan Keuangan Digital LKD dalam konteks penerapan oleh perbankan. Program Laku Pandai nantinya akan menyediakan
produk-produk keuangan yang sederhana dan mudah dipahami, murah, aman dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang saat ini belum terjangkau layanan
keuangan. Tidak menutup kemungkinan apabila masyarakat sudah terbiasa menabung secara berkala dan dinilai baik oleh bank, bank dapat menyediakan
kreditpembiayaan mikro bagi nasabah untuk tujuan produktif dan mendukung keuangan inklusif, tentunya dengan tingkat bunga yang murah. Masyarakat juga
76
dimungkinkan untuk dapat membeli produk keuangan mikro lainnya seperti asuransi mikro.
118
Sehubungan dengan hal di atas pembiayaan bagi hasil sejatinya adalah esensi pembiayaan bank syariah. Apalagi pembiayaan bagi hasil merupakan
implementasi dari prinsip keadilan, persamaan , dan transparansi dalam ekonomi syariah. Bahkan bank syariah sendiri sebenarnya lekat dengan sebutan bank bagi
hasil. Skema pembiayaaan bagi hasil yang populer diterapkan perbankan syariah
di Indonesia adalah mudharabah dan musyarakah. Pada sistem mudharabah trust financing, bank syariah menjadi penyedia seluruh modal 100, sementara
debitor yang menjalankan proyek atau usaha. Pada sistem musyarakah project financing partisipation, bank syariah dan debitor saling berpartisipasi alias
sharing modal. Sayangnya, meskipun pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan
primer pada bank syariah, porsi pembiayaan ini masih kalah dibandingkan dengan pembiayaan berdasarkan skema jual-beli murabahah. Statistik Perbankan
Syariah Bank Indonesia per September 2009 mancatat total pembiayaan
perbankan syariah mencapai Rp 44,5 triliun dimana porsi pembiayaan musyarakah mencapai Rp 6,5 triliun atau 14,6 dari total pembiayaan bank
syariah. Sedangkan pembiayaan mudharabah hanya sebesar Rp 10,1 triliun atau 22,7. Bandingkan dengan pembiayaan murabahah yang mencapai Rp 25,1
triliun atau porsinya sebesar 56,4. Alasan masih rendahnya pembiayaan bagi hasil adalah karena perbankan
syariah masih memandang pembiayaan jenis ini mengandung risiko dan ketidakpastian yang cukup tinggi.
Risiko yang paling sering ditakuti bank syariah pada pembiayaan ini yaitu risiko pendapatan tidak pasti
—
bahkan bisa tidak memperoleh pendapatan sama sekali dan risiko kehilangan pokok pembiayaan apabila usaha debitor rugi.
118
httpwwwojk.go.id, diunduh mei 2016