22
Bentuk-bentuk penerimaan orangtua ini tentu sangat berpengaruh pada kondisi dan perkembangan anak. Semakin baik penerimaan dan kesadaran
orangtua, maka semakin banyak pula hasil positif yang diperoleh anak tunarungu. Hal ini dikarenakan orangtua merupakan orang terdekat bagi anak, ia akan merasa
nyaman dengan kondisinya apabila diterima dan didukung dengan baik. Sebaliknya, apabila orangtua menolak atau tidak mempedulikan anak, maka anak
akan merasa keberadaan dan kondisinya tidak diterima sehingga anak tidak mampu menghadapi kehidupan sosial di luar rumah dengan percaya diri.
c. Bagi Masyarakat Pada umumnya sebagian besar masyarakat masih banyak yang
meremehkan anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak tunarungu. Mereka berpendapat bahwa anak tunarungu adalah anak yang tidak mampu bergaul
dengan masyarakat dan memiliki kemampuan yang tidak sebanding dengan anak normal. Pemikirian ini memperburuk citra anak tunarungu di masyarakat sehingga
menimbulkan dampak-dampak negatif yang dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam berinteraksi sosial bergaul mapun dalam karir. Misalnya dalam hal
bekerja, anak tunarungu seringkali ditolak oleh penyedia jasa pekerjaan karena hanya dianggap sebelah mata dan tidak mampu menghasilkan suatu pekerjaan
yang baik. Anak tunarungu yang mengalami penolakan di lingkungan sosial pasti
akan mendapatkan tekanan emosional dan ketakutan bagi anak tunarungu lainnya sehingga mereka tidak ingin berusaha lagi dalam bergaul maupun mencari
pekerjaan. Oleh karena itu, masyarakat sudah seharusnya memperhatikan hak-hak
23
anak tunarungu dan menyetarakannya dengan orang lain, bahwa anak tunarungu juga mampu berkarya dan mendapatkan pengakuan di masyarakat.
B. Kajian Merangkai Kalimat
Bahasa merupakan alat penghubung utama untuk berkomunikasi dan berinteraksi anatara individu satu dengan idividu lain dalam kehidupan sosial
masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhannya, setiap individu tidak dapat hidup seorang diri, melainkan membutuhkan orang lain untuk bersosialisasi dan
berkomunikasi. Seperti yang diungkapkan oleh Widjono 2007: 15 : Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antaranggota
masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya, komunikasi
ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, komunikasi sosial dan komunikasi budaya. Untuk itu, pemakai bahasa komunikatif memerlukan
pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai ragam bahasa yang dapat mendukung pengembangan pengetahuan, keterampilan, pemikiran
dan sikap yang hendak dikomunikasikannya.
Berdasarkan pendapat tersebut, sudah jelas bahwa bahasa merupakan faktor utama dalam melakukan komunikasi. Komunikasi tersebut berlaku untuk
setiap aspek kehidupan, baik ilmiah, bisnis, kerja, sosial, budaya, dan lain-lain. Apabila anak tunarungu mengalami hambatan bahasa, maka tentu komunikasi
akan terhambat, dan kehidupan sosial anak dalam masyarakat akan terhambat sehingga dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurut Hermanto 2011: 123-124: Proses penguasaan bahasa anak tunarungu pada dasarnya meliputi tiga
tahap, yaitu kemampuan perilaku, proses perantara dan kemampuan. Kemampuan bahasa meliputi kemampuan reseptif dan ekspresif.
Kemampuan reseptif anak tunarungu yaitu mengerti bicara lingkungan
24
melalui membaca ujaran, ideo-visual, isyarat dan sisa pendengaran. Berbeda dengan anak normal, proses penguasaan bahasa bagi anak
tunarungu dilakukan melalui pendekatan formal dan informal. Proses ini dilakukan dari percakapan dengan mengikuti metode tangkap dan peran
ganda yang menghasilkan bacaan sebagai bahan melatih kemampuan refleksi. Secara sederhana proses pemerolehan bahasa anak tunarungu
dapat diurutkan sebagai berikut: 1 pengalaman, 2 bahasa batin, 3 bahasa reseptif visual mengerti ungkapan bahasa lingkungan, 4 bahasa
ekspresif.
Melalui pengalaman, anak tunarungu memperoleh bahasa reseptif visual atau bahasa yang terdapat dalam lingkungan kehidupannya. Setiap informasi yang
terdapat dalam pengalaman menjadikan anak tunarungu mengerti akan makna suatu hal. Namun berbeda dengan orang normal, anak tunarungu tidak mampu
mengolah bahasa yang diperolehnya secara langsung, melainkan membutuhkan perantara pihak lain yaitu orang lain maupun contoh konkret. Dengan bahasa batin
dan bahasa reseptif visual yang telah diperolehnya itulah menjadikan anak tunarungu mampu berekspresi, atau mengungkapkan pikirannya tentang suatu hal
kepada orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa unsur bahasa sangat menentukan
keberhasilan komunikasi, terutama dari segi merangkai kata-kata yang terbentuk dalam suatu kalimat yang diucapkan seseorang untuk menyampaikan pikiran atau
informasi dalam berkomunikasi. Anak tunarungu yang belum menguasai cara merangkai kalimat yang benar akan mengalami kesulitan dalam melakukan proses
komunikasi dengan orang lain, karena orang lain akan mengalami kesulitan dalam memahami kalimat informatif yang diberikan anak tunarungu. Agar komunikasi
dan interaksi dapat berjalan dengan lancar maka dibutuhkan kemampuan untuk merangkai kalimat dengan struktur atau susunan yang benar.
25
Menurut Hasan Alwi, dkk 2003: 311 kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Alek dan Achmad 2011: 243-244 juga mengungkapkan bahwa kalimat adalah satuan pikiran atau perasaan yang dinyatakan dengan subjek dan predikat yang
dirakit secara logis. Sedangkan Widjono 2007: 153 mengungkapkan bahwa: Kalimat merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan pikiran atau
gagasan kepada orang lain agar dapat dipahami dengan mudah. Komunikasi berlangsung baik dan benar jikam meggunakan kalimat yang
baik dan benar, yaitu kalimat yang dapat mengekspresikan gagasan secara jelas dan tidak menimbulkan keraguan pembaca atau pendengarnya. Untuk
itu kalimat harus disusun berdasarkan struktur yang benar, pengungkapan gagasan secara singkat, cermat, tepat, jelas maknanya, dan santun.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat ditegaskan bahwa kalimat merupakan gagasan atau pikiran seseorang mengenai suatu hal yang diungkapkan
secara langsung ataupun tidak langsung, secara tertulis maupun lisan, yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Suhardi 2013: 47 membagi konsep kalimat menjadi dua kelompok, yaitu konsep kalimat secara tradisional dan konsep kalimat secara struktural:
Secara tradisional biasanya kalimat dibatasi sebagai suatu kumpulan atau rangkaian kata yang mengandung pengertian dan menyatakan pikiran yang
lengkap. Dalam batasan tersebut sekurang-kurangnya terkandung tiga konsep pokok, yakni berbentuk kumpulanrangkaian kata ujaran,
mengandung maksud pengertian, dan menyatakan pikiran lengkap. Sementara itu, pengertian kalimat secara secara struktural mengandung
tiga konsep dasar juga, tetapi berbeda, yakni berbentuk satuan gramatisal kata, frasa, atau klausa, dapat berdiri sendiri atau bebas tidak terikat atau
menjadi bagian darikonstruksi yang lebih besar, dan dibatasi oleh kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang berupa intonasi finalakhir.
Konsep kalimat secara tradisional tersebut didasari oleh kenyataan bahwa kalimat merupakan bagian dari bahasa yang digunakan secara langsung dalam
26
berbahasa atau berkomunikasi dengan orang lain, karena di dalamnya terdapat rangkaian kata yang memiliki makna atau informatif dan memiliki pikiran
lengkap. Makna atau pikiran lengkap suatu kalimat dapat terlihat jelas apabila kalimat tersebut memiliki rangkaian kata yang tepat yang memudahkan orang lain
lawan bicara memahami informasi yang diberikan, akan tetapi suatu kalimat tidak hanya cukup memiliki rangkaian kata dan makna yang benar, melainkan
membutuhkan intonasi dalam pengucapan kalimat yang baik dan sesuai makna agar informasi yang diberikan jelas dan dapat tersampaikan secara emosional.
Oleh karena itu, konsep kalimat struktural lebih efisien dan realistis penggunaannya dalam berkomunikasi.
Syarat-syarat penulisan kalimat yang benar menurut Widjono 2007: 154- 155 setidaknya mencakup tiga hal, yaitu 1 struktur yang benar, 2 ketepatan
urutan kata, dan 3 ketepatan hubungan antarkalimat. Selanjutnya ketiga syarat tersebut dapat dikaji sebagai berikut.
1. Struktur yang benar Struktur kalimat dibentuk berdasarkan unsur subjek, predikat disertai
objek jika predikat menggunakan kata kerja transitif, pelengkap disertai pelengkap jika predikat menggunakan kata kerja intransitif, dan keterangan jika
diperlukan. Sebuah kalimat sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Selain itu, kalimat harus lengkap, tidak berupa anak kalimat atau penggabungan
anak kalimat. Berikut merupakan contoh kalimat dengan struktur yang benar. a.
Kalimat dengan kata kerja transitif: Mega memainkan bola. Mega merupakan subjek, memainkan merupakan predikat, dan bola merupakan objek.