Penyebab Ketunarunguan Kajian Anak Tunarungu 1. Pengertian Anak Tunarungu

17 Oleh karena itu, kemampuan bahasa mereka sangat rendah sehingga dibutuhkan bimbingan dan layanan khusus untuk meningkatkan kemampuan mereka.

3. Karakteristik Anak Tunarungu

Anak tunarungu sebagai anak yang mengalami hambatan pendengaran memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Karakteristik yang paling nampak dari seorang anak tunarungu adalah dari segi komunikasi yang sangat terhambat. Anak tunarungu umumnya tidak mampu memahami pembicaraan orang lain hanya melalui sisa pendengarannya. Oleh karena itu peran indera visual penglihatan sangat penting dalam proses komunikasi anak tunarungu. Selain itu, karakteristik anak tunarungu dapat dilihat pada segi fisik. Suparno 2001: 14 mengungkapkan beberapa karakteristik yang umumnya dimiliki oleh anak tunarungu dari segi fisik adalah cara berjalannya agak kaku dan cenderung membungkuk, pernafasannya pendek, gerakan matanya cepat dan beringas, serta seringkali menggerakkan tangan dan kakinya. Secara umum, dari segi fisik anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal lainnya. Haenudin 2009: 66-67 mengungkapkan beberapa karakteristik anak tunarungu, yaitu dapat dilihat dari: a segi intelegensi; b bahasa dan bicara; serta c emosi dan sosial. Karakteristik tersebut lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut. a. Karakteristik dari Segi Intelegensi Karakteristik dari segi intelegensi anak tunarungu secara potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umunya, ada yang pandai, sedang dan ada yang bodoh. Namun demikian secara fungsional intelegensi mereka berada di bawah 18 anak normal, hal ini disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang secara optimal, kesulitan anak tunarungu dalam memahami bahasa dan menerima informasi yang penting berpengaruh dalam perkembangan prestasi belajarnya. Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat, namun hanya bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan pengertian, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian. Aspek yang bersumber dari penglihatan dan berupa motorik tidak banyak mengalami hambatan, bahkan dapat berkembang dengan cepat seperti atau melebihi anak normal. Intelegensi anak tunarungu dapat berubah, baik berkurang maupun bertambah, tergantung pada usaha anak dalam belajar dan menambah pengetahuannya. Begitu pula dengan aspek verbal, anak tunarungu dapat mengoptmalkan intelegensi dalam aspek verbal ini dengan terus menerus mengasah kemampuannya dalam bidang bahasa. b. Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara Anak tunarungu dari segi bahasa dan bicara mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga anak tunarungu dari segi bahasa memiliki ciri yang khas, yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosakata, sulit mengartikan kata kiasan dan kata- kata yang bersifat abstrak. Hambatan dalam bahasa dan bicara merupakan ciri khas seorang penyandang tunarungu, namun bukan berarti ciri khas tersebut akan terus menempel pada seorang anak tunarungu atau tidak dapat dihilangkan. Hal ini 19 dapat dilakukan dengan bantuan guru di sekolah, orang tua, maupun lingkungan sosial anak yang akan berpengaruh besar dalam peningkatan pengetahuan anak dalam bidang bahasa dan bicara. Apabila anak diberikan pengetahuan bahasa secara optimal dan berkesinambungan, tidak akan ada lagi anak tunarungu yang miskin bahasa. c. Karakteristik dalam Segi Emosi dan Sosial Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu melihat semua kejadian, namun tidak mampu untuk memahami dan mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga dan kurang percaya diri. Beberapa sikap tersebut wajar terjadi pada anak tunarungu, dikarenakan mereka tidak mampu mendengar informasi dari orang lain. Biasanya anak merasa semua orang mencurigai, mengucilkan atau membicarakan dirinya. Hal ini menyebabkan emosi anak dapat dengan mudah meningkat sehingga menimbulkan kemarahan dan sikap tidak terima pada kondisi yang dialaminya. Apabila hal ini terus terjadi, anak tunarungu akan kehilangan rasa percaya dirinya untuk bergaul dengan lingkungan sosial, yang akan menyebabkan masyarakat menganggap anak tunarungu menjadi seseorang yang tidak penting, dan pada akhirnya anak akan merasa dikucilkan dan tenggelam dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

4. Dampak Ketunarunguan

Telah dijelaskan di atas bahwa anak tunarungu memiliki beberapa karakteristik dan ciri khas yang dapat berdampak pada perkembangan anak, 20 khususnya dalam hal komunikasi dan bahasa. Seperti yang diungkapkan oleh Uden dan Meadow dalam Murni Winarsih 2007: 36: Dari semua kendala yang ada, maka dampak paling besar dalam ketunarunguan adalah terjadinya kemiskinan bahasa. Kebanyakan orang beranggapan bahwa ketunarunguan mengakibatkan tidak berkembangnya kemampuan bicara. Padahal yang lebih dari itu, dampak ketunarunguan adalah kemiskinan dalam penguasaan bahasa secara keseluruhan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa terdapat banyak dampak yang disebabkan oleh kondisi ketunarunguan, baik dalam aspek individu, sosial, bahasa, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Namun yang paling besar terkena dampak adalah dalam aspek bahasa. Dikarenakan anak tunarungu tidak mampu memperoleh informasi secara jelas, maka ia tidak mampu untuk mendapatkan bahasa. Bahasa merupakan dasar untuk menjalani kehidupan di lingkungan sosial. Sudah jelas dengan kondisi ketunarunguan seseorang menyebabkan ia mengalami kemiskinan bahasa. Menurut Luqman 2014: 12-13 ketunarunguan dapat memberikan dampak yang besar bagi banyak orang, yaitu a bagi anak tunarungu, b bagi keluarga penyandang tunarungu, dan c bagi masyarakat. Selanjutnya dampak-dampak ketunarunguan tersebut dapat dikaji sebagai berikut. a. Bagi Anak Tunarungu Anak tunarungu memiliki hambatan dalam mendengar dan berbicara, sehingga mempengaruhi proses sosialisasi dan komunikasi anak dengan masyarakat. Terhambatnya hal tersebut mengakibatkan minimnya informasi yang diterima anak, khususnya bahasa kosakata yang dapat digunakan dalam interaksi