salat, seperti wudhu yang merupakan sarana untuk membersihkan tubuh dan simbol bagi pembersihan hati. Kebersihan tempat dan
pakaian, sekaligus keharusan berpakaian menutup aurat dan berpakaian yang terbaik serta anjuran untuk memakai wewangian,
dan juga salat sunah sebelum dan sesudah salat wajib. Selain itu, adanya pengaturan waktu salat dilakukan secara kurang lebih sama
merata dan dikaitkan dengan tonggak-tonggak perubahan waktu dan pergantian suasana, yang ditandai dengan momentum
pergantian gejala alam sehari-hari Bagir, 2008. 4 Aspek autosugesti, yaitu salat dapat membimbing melalui
pengulangan suatu rangkaian ucapan secara rahasia kepada diri sendiri yang menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan El-
Ma’rufie, 2009. Ucapan didalam salat yang meliputi puji-pujian atas kebesaran Allah Swt. dan memohon ampunan kepada-Nya,
dan meminta keselamatan dengan segala kebaikan kepada-Nya merupakan “Auto sugesti”, yang dapat mendorong kepada orang
yang mengucapkannya untuk berbuat sebagaimana yang dikatakan. Bila doa itu diucapkan dan dipanjatkan dengan sungguh-sungguh,
maka pengaruhnya sangat jelas bagi perubahan jiwa dan badan Aulia, 1970 dalam Sholeh, 2008.
5 Aspek katarsis, yakni dalam salat ada pengaduan dan penyaluran emosi karena merupakan sarana hubungan manusia dengan Tuhan
El-Ma’rufie, 2009. Salat mampu mengendalikan pelakunya dari
emosi-emosi liar, berbagai macam perbuatan tercela dan tindakan- tindakan yang merusak, disamping itu, salat juga bertungsi
membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk dan rona dosa yang sering kali menghiasi hati Zahwa, 2011. Doa yang terdapat
dalam salat merupakan sarana untuk mengekspresikan perasaan yang berkecamuk di dalam dada Hasan, 2008.
c. Sosial 1. Aspek
demokratis, seseorang
bebas memukul
beduk, mengumandangkan adzan, melantunkan iqamat, pengisian barisan,
dan pemilihan imam serta rasa diperhatikan dalam memilih dan menempati shaf.
2. Aspek kebersamaan, salat dapat menghindarkan dari perasaaan rendah diri, sebab tidak adanya jarak dikarenakan setiap jamaah
harus rapat dan meluruskan barisan. Salat berjamaah di masjid diharapkan akan mengalihkan perhatian seseorang dari kesibukan
yang menyita energi. Salat berjamaah akan memunculkan rasa saling membutuhkan di antara pelakunya El-Ma’rufie, 2009.
3. Aspek interaksi dan pendidikan keteraturan As-Sadlan 2006 mengatakan salat berjamaah merupakan salah
satu diantara ketinggian syariat islam bahwasannya ia mewajibkan dalam banyak ibadah terjadinya perkumpulan yang sama halnya
dengan mu’tamar islami; berkumpul didalamnya kaum muslimin untuk berinteraksi, berkenalan dan berembuk antar sesama dalam
perkara mereka hingga terwujud tolong menolong dalam menyelesaikan masalah mereka dan bertukar pendapat yang
didalamnya mengandung manfaat yang besar, faidah yang banyak hingga tak terhitung berupa pengajaran mereka yang bodoh,
membantu yang lemah, melunakan hati dan menampakan kemulian islam, juga merupakan sarana yang ampuh untuk
melebur perbedaan status sosial, rasisme, kebangsaan dan nasionalisme. Abiraja 2008 mengatakan bahwa dalam salat
berjamaah tertanam pendidikan keteraturan dalam mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan bagi para makmum, kedisiplinan
waktu dan frekuensi salat serta ketaatan pada imam sebagai pucuk pimpinan.
d. Spiritual Salat memberikan energi spiritual sehingga merasakan kesucian
ruhani, ketentraman hati, dan kedamaian jiwa. Efeknya salat dapat membebaskan energi manusia dari belenggu kegelisahan. Kontak
ruhani antara manusia dan Tuhan selama salat memberikan kekuatan spiritual yang memperbaharui harapan, memperkuat tekad, dan
memberi kekuatan luar biasa yang memungkinkannya menanggung segala kesulitan El-Ma’rufie, 2009.
D. Penelitian terkait
a. Levin 2012. Religion and Mental Health among Israeli Jews: Finding
from the Share-Israel Study Religion and Mental Health. Kesimpulan penelitian ini adalah berpartisipasi dalam ibadah di
sinagog berhubungan dengan depresi yang lebih rendah berdasarkan pada nilai CES-D β = -.09, p .01 dan kehidupan yang lebih baik β = ,08,
p ,05 dan sikap optimis β = ,10, p ,01. Kelompok yang tidak beribadah di sinagog berhubungan dengan kejadian depresi yang lebih
banyak β = ,12, p ,05, dan rendahnya kualitas hidup β = -,10, p 0,1 serta sikap optimis yang rendah β = -,08, p ,05.
b. Syukra 2012. Hubungan antara Religiusitas dengan Kejadian Depresi
pada Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara religiusitas dengan kejadiaan depresi pada lansia di
PSTW Sabai Nan Aluih, semakin tinggi religiusitas seseorang maka akan semakin rendah depresi, sebaliknya semakin rendah religiusitas
seseorang maka depresi yang dialaminya akan semakin meningkat.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini merupakan modifikasi teori dan faktor resiko depresi; perilaku lansia; serta salat berjamaah.
Dimodifikasi dari: Santoso Ismail 2009; Videback 2013; Maryam et al 2008; Tamher Noorkasiani 2009; Abiraja 2008.
Lansia Faktor resiko depresi pada lansia:
- Biologi: ketidakseimbangan zat kimia otak, kesehatan fisik, gangguan hormonal, dan pemakain obat yang dapat mencetusan depresi.
- Kognitif: pikiran negatif. - Psikososial: lingkungan sosial pembentuk kepribadian, aktifitas, dukungan
sosial dan kehilangan pada masa tua. - Ekonomi: perubahan status ekonomi.
Perilaku lansia Kurang Baik
Baik
- Menjalin hubungan sosial yang baik
- Menerima keadaan, sabar, optimis dan
percaya diri -
Olahraga teratur -
Makan sedikit tapi sering, memilih makanan yang sesuai dan banyak minum
- Berhenti merokok dan minum minuman keras
- Minum obat sesuai anjuran
-
Mendekatkan diri pada Tuhan YME
- Kurang berserah diri
- Pemarah, tidak puas, murung dan putus asa
- Sering menyendiri
- Kurang aktifitas fisikolah ragakurang gerak
- Makan tidak teratur dan kurang minum
- Merokok dan minum minuman keras, minum
obat tenang dan penghilang sakit tanpa aturan -
Melakukan kegiatan melebihi kemampuan -
Menganggap tidak butuh hubungan seks -
Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur
Salat berjamaah Aspek Salat: Sosial, fisiologis,
spiritual, psikologis Depresi
41
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan Notoatmodjo, 1993 dalam Wasis, 2008. Tujuan dari kerangka konsep adalah
untuk mensintesa dan membimbing atau mengarahkan penelitian, serta panduan untuk analisis dan intervensi Shi, 2008 dalam Swarjana, 2012.
Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah variabel independen berupa salat berjamaah dan variable dependen berupa tingkat depresi,
sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: variabel independen
variabel dependen
variabel tidak diteliti bagan 3.1. kerangka konsep
Keterangan: : variabel yang diteliti
: variabel tidak diteliti B. Hipotesis
Hipotesis adalah hasil yang diharapkan atau hasil yang diantisipasi dari sebuah penelitian Thomas et al, 2010 dalam Swarjana, 2012. Hipotesis yang
diajukan sehubungan dengan masalah penelitian diatas adalah: H0= Tidak ada hubungan antara salat berjamaah dengan tingkat depresi
pada lansia di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Ha= Ada hubungan antara salat berjamaah dengan tingkat depresi pada
lansia di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.
43
C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur
Hasil Skala Ukur
Independen :
Salat Berjamaah
Salat berjamaah adalah salat lima waktu yang dilakukan oleh banyak
orang dan paling dicintai Allah Swt. untuk
dilaksanakan di
masjid Tharsyah, 2008. Salat berjamaah
memiliki beberapa
dimensi diantaranya dimensi
sosial yang
terdiri dari
aspek keteraturan,
interaksi, kedisiplinan frekuensi,
waktu, dan
tempat Al-Khuly,
2010. Lembar pernyataan terdiri
dari 20 pertanyaan dengan skala likert yang dibuat
oleh peneliti. Kuesioner A 1
1. Baik jika nilai ≥
nilai mean
66,77 2.
Buruk jika nilai nilai mean
66,77 Azwar, 2013
Ordinal
Dependen :
Depresi Suatu masa terganggunya fungsi
manusia yang berkaitan dengan alam perasaan
sedih dan
gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak
berdaya, serta gagasan bunuh diri Sadock, 2007.
Lembar kuesioner berisi 30 pertanyaandengan skala
guttman sebagai alat ukur tingkat depresi yang dibuat
oleh Yesavage. Kuesioner A 2
0-9 = Tidak depresi 10-19=Depresi
ringan 20-30=Depresi berat.
Yesavage, 1983
dalam Abou-Shaleh, 2010
Ordinal