d. Adanya kegalauan hati dan pikiran yang menghalangi kekhusyukan salat. Dari Abu Darda’ Ra., katanya:
“Suatu tanda pengertian seseorang dalam agama, ialah bila ia menyelesaikan keperluannya hingga dapat menghadapkan
pikiran kepada Allah dalam salatnya sedang hatinya kosong.” HR. Bukhari.
e. Sakit yang memberatkan penderitanya menghadiri salat berjamaah. Tidak termasuk didalamnya sakit ringan, seperti pusing kepala, flu
ringan dan sejenisnya. Firman Allah Swt.: “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan.” QS. Al-Hajj:78. f.
Baru selesai makan yang menimbulkan bau tidak sedap seperti bawang merah atau putih.
g. Telanjang tidak berbaju. h. Hendak safar dan khawatir ditinggal rombongan.
i. Sibuk mengurus jenazah As-Sadlan, 2006.
7. Boleh Berpisah dari Imam Karena ‘Udzur
Seorang yang semula bermakmum kepada seorang imam, boleh keluar dari imam itu dengan niat berpisah, lalu menyempurnakan sendiri
apa-apa yang ketinggalan. Misalnya jika imam terlampau panjang bacaan salatnya, termasuk pula seseorang yang di waktu sedang salat tiba-tiba
merasa sakit, takut hilang atau rusaknya sesuatu yang dimiliki, terlambat
dari rombongan, terasa mengantuk atau sebab-sebab lain yang memaksa Sabiq, 2006.
8. Tata Cara Salat Berjamaah
Nuhuyanan, dkk 2008 menjelaskan tatacara salat berjamaah yaitu: a. Salah seorang berdiri di depan menjadi imam dan lainnya menjadi
makmum berdiri di belakang imam setelah adzan dan iqamat. b. Imam memberi komando agar jamaah meluruskan dan merapatkan
barisan sebelum memulai memimpin salat, dengan mengucapkan, “Luruskan dan rapatkan barisan kalian karena yang demikian
merupakan kesempurnaan salat.”. c. Imam
memimpin salat
dengan mengeraskan
suara ketika
mengucapkan takbir pembukaan salat dan takbir setiap perpindahan rukun sedangkan makmum mengikuti semua gerakan imam dengan
tidak mendahului imam atau tertinggal oleh imam. d. Imam mengeraskan bacaan surah al-Faatihah dan ayat atau surat
lainnya sesudah bacaan al-Faatihah, pada rakaat pertama dan kedua dalam shalat magrib, isya, dan subuh, sedangkan makmum cukup
mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa ikut membacanya. e. Pada akhir bacaan surat al-Faatihah, makmum mengucapkan “aamiin”
secara serentak bersama imam dengan suara yang baik dan tertib. f.
Saat salat zhuhur dan ashar, imam tidak mengeraskan suara bacaan kecuali bacaan takbir, dan masing-masing imam maupun makmum
membaca dengan suara sir diketahui sendiri dalam hati. Begitu pula dalam rakaat ketiga salat maghrib dan rakaat keempat dalam salat isya.
g. Imam yang keliru atau lupa dalam bacaan dapat dibetulkan oleh salah seorang makmum di belakang yang mengetahui.
h. Imam yang keliru dalam gerakan dapat diingatkan oleh makmum pria dengan cara membaca, “Subhanallah”, sedangkan makmum wanita
dengan sekali tepukan tangan. i.
Imam yang batal dalam salatnya, ia wajib mengundurkan diri dan digantikan oleh salah seorang makmum yang berada di belakang imam
dengan cara maju selangkah ke depan menggantikan posisi imam. j.
Setelah selesai salat berjamaah, imam maupun makmum masing- masing membaca wirid zikir dan doa serta tidak mengeraskan suara.
9. Khusyuk dalam Salat
Thalib 1998 dalam Shaleh 2010 mengatakan khusyuk dalam salat berarti jiwa raga tunduk dan penuh taat dalam mengerjakan salat
dihadapan Allah Swt. raga tenang dan merunduk karena merasa rendah dihadapan Allah Swt. hal ini bisa dilakukan jika yang bersangkutan
merasa berada di bawah pengawasanNya. Bagir 2008 mengatakan khusyuk dalam salat menghasilkan kondisi “flow” dalam diri pelakunya,
yang merupakan sumber kebahagiaan sekaligus sumber kreatifitas. Syahmuharnis Sidharta 2006 Salat yang dilakukan secara ikhlas dan
khusyuk dapat membuat sesorang melakukan penjelajahan ke wilayah otak bawah sadar secara efektif sehingga menyebabkan manusia dapat