KESIMPULAN DAN SARAN Hubungan Salat Berjamaah dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Magaguna Jakarta Selatan

xx DAFTAR SINGKATAN Swt. : Subhanahu wa ta ‘ala Saw. : Salallahu ‘alaihi wassalam Lansia : Lanjut usia PSTW : Panti Sosial Tresna Werdha Depkes : Departemen Kesehatan Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar WHO : World Health Organization CAM : Complementary and Alternative Modalities xxi LEMBAR PERSEMBAHAN Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk QS. At Taubah: 18 “Siapa saja yang salat lima waktu dengan berjamaah, maka ia akan melewati shirat secepat kilat. Ia bersama Sabiqun Awwalun dan dihari kiamat ia akan datang dengan muka berseri seperti bulan purnama.” HR. Ath-Thabrani 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi lansia di Indonesia setelah tahun 2050 diprediksi meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia di wilayah Asia dan global. Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini terlihat dari presentase lansia pada tahun 2008, 2009, dan 2012 yang mencapai lebih dari 7. Laporan PBB memprediksi bahwa usia harapan hidup di Indonesia pada tahun 2045-2050 mencapai 77,6 tahun dengan presentase lansia mencapai 28,68 Dewi, 2014. Penduduk usia lanjut di Indonesia memiliki beberapa dimensi diantaranya jumlah absolut yang besar, tingkat pendapatan yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, dan yang tak kalah pentingnya kemungkinan tingkat kesehatan yang rendah pula Tamher Noorkasiani, 2011. Ketika seseorang memasuki tahap lansia, maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Hal ini mengakibatkan perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadian Sutarto Ismulcokro, 2008. Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa jumlah kejadian gangguan mental emosional pada lansia lebih tinggi daripada kelompok umur lainnya Depkes, 2013. Satu contoh masalah yang sangat lazim akibat depresi di kalangan lansia adalah bunuh diri, terutama pada laki-laki kulit putih. Bunuh diri yang mereka lakukan seringkali tampak sebagai akibat penilaian keadaan dan harapan mereka yang dipikirkan dengan baik Pickett Hanlon, 2009. Depresi pada lansia sering terjadi bersamaan dengan masalah gangguan fisik menahun yang dialaminya Santoso Ismail, 2010. Mereka juga menjadi depresif karena mengetahui bahwa sebagian besar dari proses kehidupan tidak mereka lalui. Mereka seakan-akan merasa tertinggal dan tidak berdaya terhadap keadaan sekelilingnya, dalam hal ini sering juga ditemukan hambatan baik dalam bergerak, tindakan, maupun cara berpikir. Hal ini dapat mengarah pada keadaan tidak bermotivasi total, dan hilangnya perhatian terhadap keadaan sekelilingnya Steven et al, 2012. Blazer 1986 dalam Carpenito, 2012 mendeskripsikan teori penyebab depresi yang menekankan interaksi kompleks antara beberapa faktor mencakup sumber ekonomi yang rendah, penurunan dukungan sosial, serta penurunan fungsi kesehatan fisik. Faktor tadi memberi pengaruh pada harga diri dan motivasi yang akan meningkatkan perasaan bersalah dan kemarahan. Emosi negatif yang muncul akan menekan afek dan meningkatkan perenungan. Hingga akhirnya akan menurunkan kontak sosial atau menghindar. Erikson 1963 dalam Stolte, 2007 menyatakan bahwa tugas perkembangan lansia adalah integritas ego. Bagian dari tugas ini adalah menerima apa yang telah dilakukan seseorang dengan bijak tanpa memperhatikan rasa sakit dan perjuangan yang terjadi sepanjang perjalanannya. Sullivan dalam Videbeck 2013 menyatakan studi menunjukan bahwa spiritualitas merupakan bantuan yang tulus bagi banyak individu dewasa yang mengalami masalah kejiwaan, berperan sebagai media koping utama dan merupakan sumber makna dan koherensi dalam hidup mereka, atau membantu menyediakan jaringan sosial. Penelitian yang dilakukan Sternthal dan Williams 2010 menyimpulkan bahwa beribadah secara personal, kepercayaan pada akhirat, dan beraktifitas dalam kegiatan keagamaan menunjukan koping positif, pemaknaan hidup dan pengampunan terhadap diri maupun sesama. Ibadah atau doa sebagai Complementary and Alternative Modalities CAM merupakan bentuk metode penyembuhan CAM yang paling sering dipraktikan sebagai bentuk intervensi Gill, 2011. Ibadah salat dalam agama Islam merupakan kunci ibadah yang wajib dilakukan setiap muslim Kurniasih, 2008. Salat sebagai ibadah memberikan aspek psikologi transpersonal dan transdental yaitu aspek rohaniyah yang akan memberikan dampak menenangkan terhadap jiwa Sholeh, 2010. Sangkan 2014 mengatakan apabila orang beriman berdzikir pasti akan mendapatkan sambutan dari Allah dan diantara tandanya adalah berupa ketenangan. “Orang-orang yang beriman, hati mereka tenang dengan mengingat Allah. Ingat, hanya dengan mengingat Allah-lah hati akan menjadi tenteram.” QS. Ar-Ra’d: 28. Ibnul Qayyim dalam Taufiq, 2009 mengatakan bahwa salat adalah cara terbaik untuk menenangkan hati, menyinarkan wajah, menyenangkan jiwa, menghilangkan kemalasan, mengaktifkan gerakan anggota tubuh, menambah kekuatan, melapangkan dada, memberikan nutrisi bagi dada, memberikan nutrisi bagi ruh dan menerangkan hati. Ayyub 2008 mengatakan orang yang melakukan salat sendirian mendapat keutamaan, meskipun keutamaan yang didapatkan oleh orang yang salat berjamaah lebih besar daripada keutamaan yang diperolehnya, yaitu sebanyak 27 kali lipat. El-Ma’rufie 2009 menyebutkan bahwa dalam salat berjamaah terdapat manfaat-manfaat tambahan jika dibandingkan dengan salat sendirian yaitu pada aspek sosial meliputi interaksi, demokrasi, dan kebersamaan. Studi Pendahuluan yang telah peneliti lakukan di Panti Sosial Tresna Werdha PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan mendapatkan data dari total 208 orang lansia terdapat 60 orang lansia binaan mengalami psikotik dan diantaranya ditempatkan di kamar khusus serta tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan sebagaimana lansia yang lain, sedangkan hasil studi literatur yang dilakukan peneliti menemukan bahwa Levin 2012 melakukan penelitian pada lansia, ia menyimpulkan bahwa berpartisipasi dalam aktivitas di sinagog berhubungan dengan tingkat depresi yang rendah, kualitas hidup yang lebih baik, dan sikap optimis. Syukra 2012 meneliti hubungan religiusitas dengan depresi pada lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Padang, penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara religiusitas dan depresi pada lansia. Peneliti belum menemukan literatur yang meneliti hubungan intervensi agama Islam khususnya salat berjamaah terhadap tingkat depresi pada lansia, oleh karena itu peneliti merasa penelitian ini penting dilakukan untuk memperkaya khazanah pengetahuan mengenai CAM terutama bagi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengintegrasikan pengetahuan keperawatan dan keislaman, maka berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Salat Berjamaah dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan”.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang diajukan berdasarkan latar belakang di atas adalah “Adakah hubungan antara ibadah salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya data demografi berupa usia, jenis kelamin dan pendidikan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha PSTW Budi Mulia Margaguna 03 Jakarta Selatan.