Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Landasan Teori

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut: Adakah pengaruh faktor sosial-budaya dan personal terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh faktor sosial-budaya dan personal terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian, yaitu: faktor sosial-budaya dan personal berpengaruh terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, bagi : 1.5.1. Manajemen Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Memberikan masukan dan informasi bagi manajemen dalam menetapkan, menerapkan dan evaluasi kebijakan-kebijakan terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Universitas Sumatera Utara 1.5.2. Pasien dan keluarga Menambah wawasan, pemahaman, pengalaman dan dapat menentukan sikap serta tindakan pasien dan keluarga dalam perilaku merokok yang dapat merugikan kesehatan diri sendiri dan orang lain. 1.5.3. Penelitian selanjutnya Memberikan asumsi dasar akan pengetahuan, dan pemahaman sehingga dapat dijadikan sumber ide, gagasan pada penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konsep perilaku kesehatan khususnya perilaku merokok. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kesehatan

2.1.1. Pengertian Perilaku Kesehatan

Untuk dapat lebih memahami pengertian perilaku kesehatan, perlu kiranya dipahami terlebih dahulu arti dari perilaku, yang menurut Edwin G. Boring dalam Mappiare 2006 menyatakan perilaku merupakan kumpulan respon yang menjadi sangat kompleks yang selalu berkaitan dengan situasi, sebagaimana sebuah respons selalu terkait dengan sebuah stimulus. Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo 2007 adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat sakit kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Menurut Sarafino 2006 perilaku kesehatan adalah setiap aktivitas individu yang dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kondisi kesehatan tanpa memperhatikan status kesehatan. Sedangkan menurut Taylor 2003 mengatakan bahwa perilaku kesehatan adalah tindakan yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka.

2.1.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan

Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2007 perilaku kesehatan ini ditentukan oleh 3 tiga faktor utama, yakni: Universitas Sumatera Utara 1 Faktor Pendorong predisposing factors Merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. 2 Faktor pemungkin enabling factors Merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin maksudnya adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya. 3 Faktor penguat reinforcing factors Merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan menurut Taylor 2003, antara lain: 1 Faktor demografik, perilaku kesehatan berbeda-beda berdasarkan pada faktor demografik. Individu yang masih muda, lebih makmur, memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dan berada dalam kondisi stress yang rendah dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki perilaku sehat yang lebih baik dari pada orang yang memiliki resources yang lebih sedikit. Universitas Sumatera Utara 2 Usia, perilaku kesehatan bervariasi berdasarkan usia. Secara tipikal perilaku kesehatan pada anak-anak dapat dikatakan baik, memburuk pada remaja dan orang dewasa, namun meningkat kembali pada orang yang lebih tua. 3 Nilai, nilai-nilai sangat mempengaruhi kebiasaan perilaku sehat individu. Misalnya latihan bagi wanita sangat diinginkan bagi budaya tertentu tetapi tidak bagi budaya lain. 4 Personal Control, persepsi bahwa kesehatan individu dibawah personal control juga menentukan perilaku sehat seseorang. Misalnya penelitian yang dilakukan pada Health locus of control scale yang mengukur derajat sejauh mana persepsi individu dapat mengontrol kesehatan mereka. 5 Pengaruh Sosial, juga dapat mempengaruhi perilaku sehat individu. Keluarga, teman, dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi perilaku sehat. 6 Personal Goal, kebiasan perilaku sehat juga memiliki hubungan dengan tujuan personal. Jika tujuan menjadi atlet berprestasi merupakan tujuan yang penting, individu akan cenderung olah raga secara teratur dibandingkan jika hal itu bukan tujuan personal. 7 Perceived Symptoms, kebiasaan sehat dikontrol oleh perceived symptoms. Misalnya perokok mungkin mengontrol perilaku merokok mereka berdasarkan sensasi pada paru- paru mereka. 8 Akses ke Health care delivery system, akses ke health care juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Menggunakan program pengobatan tuberkolosis, pap smear Universitas Sumatera Utara yang teratur, mamogram, imunisasi, merupakan contoh perilaku kesehatan yang secara langsung berhubungan dengan health care system. 9 Faktor kognisi, perilaku kesehatan memiliki hubungan dengan faktor kognisi, seperti keyakinan bahwa perilaku tertentu dapat mempengaruhi kesehatan.

2.1.3. Aspek-aspek Perilaku Kesehatan

Menurut Roizen 1999 mengatakan ada 7 tujuh aspek perilaku kesehatan yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku kesehatan seorang individu, yaitu: 1 Makan dan minum, meliputi: a mengkonsumsi makanan rendah kalori dan lemak, diet berbagai jenis makanan yang bergizi tinggi; b mengkonsumsi makanan berbahan kacang kedelai segar; c mengkonsumsi ikan yang kaya omega 3; c minum minimal 8 gelas air mineral perhari; d sarapan setiap hari; e mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin B6, C, D, E, folate, kalsium atau suplemen; f menghindari kurang vitamin dan tambahan mineral; g menghindari diet; dan h menghindari minuman beralkohol. 2 Olah raga, meliputi: a olah raga teratur; b membangun stamina; dan c membangun kekuatan otot. 3 Kebiasan sehat, meliputi: a menggosok gigi dan flosis setiap hari; b tidur yang baik; c mendapat sinar matahari selama 10-20 menit untuk menghasilkan vitamin D; d menggunakan sabuk pengaman dan memiliki kantong udara di mobil; dan e tinggal di daerah yang memiliki udara bersih. 4 Seks, mencakup: a memiliki seks sehat; dan b memiliki orgasme yang lebih sering. Universitas Sumatera Utara 5 Stres dan dukungan sosial, mencakup: a menghindari stres yang tinggi atau menghadapi stres dengan baik; b hidup sesuai dengan penghasilan dan menghindari kebangkrutan; dan c mengembangkan hubungan sosial dengan keluarga dan teman. 6 Berat badan dan jantung sehat, mencakup: a mempertahankan berat badan yang ideal; b menjaga tekanan darah normal; dan c kolesterol yang lebih rendah. 7 Tembakau dan rokok, meliputi: a tidak merokok atau menggunakan produk tembakau; b tidak bekerja atau tinggal di daerah yang berasap; dan c menghindari menggunakan obat-obatan terlarang. 2.2. Konsep Perilaku Merokok 2.2.1. Definisi Perilaku Merokok Menurut Armstrong 1990 dalam Komalasari 2000, perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Sedangkan menurut Levy 1984 dalam Komalasari 2000 mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.

2.2.2. Tahapan dalam Perilaku Merokok

Menurut Levental dan Clearly dalam Komalasari 2000 menyatakan ada 4 empat tahap dalam perilaku merokok seseorang sehingga menjadi perokok, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1 Tahap perpatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara: mendengar, melihat atau dari hasil bacaan sehingga timbul minat untuk merokok. 2 Tahap initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok. 3 Tahap becoming a smoker, bila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 empat batang per hari, maka akan mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4 Tahap maintenance of smoking, pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan.

2.2.3. Tipe-tipe Perilaku Merokok

Tipe perilaku merokok dibedakan berdasarkan berbagai aspek, sebagai berikut: 1 Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan, Mu’tadin 2002 dalam Komalasari 2000 menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi: a Merokok di tempat umum atau ruang publik, meliputi: 1 kelompok homogen yang sama perokok, secara berkelompok mereka menikmati kebiasaannya; 2 kelompok heterogen atau merokok di tengah orang lain yang tidak merokok, seperti: anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan sebagainya; dan b merokok di tempat yang bersifat pribadi, meliputi: 1 kantor atau kamar tidur pribadi; dan 2 Toilet, perokok jenis ini dapat digolongkam sebagai orang yang suka berfantasi. Universitas Sumatera Utara 2 Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok, Silvan dalam Mu’tadin 2002 ada 4 empat tipe perilaku merokok berdasarkan management theory of affect, keempat tipe tersebut adalah: a tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, meliputi: 1 pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah di dapat; 2 stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedar menyenangkan perasaan; dan 3 pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok; b tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif, banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif yang dirasakannya; c tipe perokok yang adiktif, perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang; dan d tipe perokok yang sudah menjadi kebiasaan, mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan. 3 Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, menurut Sitepoe 2000 dalam Alamsyah R.M 2009 membagi perokok atas 4 empat bagian, yaitu: 1 perokok ringan, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang perhari; 2 perokok sedang, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang perhari; 3 perokok berat, adalah sesorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perhari; dan 4 perokok yang menghisap rokok dalam- dalam. Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Dampak Perilaku Merokok

Menurut Wijaya 2011 dalam Prasasti 2011 menyatakan dampak buruk rokok terhadap kesehatan pertama sekali ditemukan pada tahun 1951, dan sejak saat itu banyak penelitian yang membuktikannya. Dampak rokok terhadap kesehatan sering disebut “silent killer” karena timbul secara perlahan dan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan tidak tampak nyata. Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor resiko bagi banyak penyakit tidak menular yang berbahaya. Merokok juga dapat mengurangi setengah usia harapan hidup perokok dan 50 dari kematian terjadi pada usia 30 – 69 tahun. Odgen 2000 dalam Nasution 2007 membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu: 1 Dampak positif Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Para perokoktersebut menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan yang sulit. Smet 1994 dalam Nasution 2007 menyebutkan keuntungan merokok terutama bagi perokok yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan. 2 Dampak negatif Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan Universitas Sumatera Utara kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Menurut Sitepoe 2001 dalam Nasution 2007 berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok, antara lain: penyakit kardiolovaskular, neoplasma kanker, saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas kesuburan dan nafsu seksual, sakit mag, gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia penglihatan kabur, kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan.

2.2.5. Faktor yang Memengaruhi Perilaku Merokok

Ada banyak faktor yang menyebabkan perilaku merokok pada remaja, menurut Aditama 1997 dalam Sulistyorini I.R 2008 menyebutkan bahwa perilaku merokok pada remaja ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya, adalah: 1 Faktor kepribadian personal Seseorang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. 2 Faktor sosio-kultural Seseorang merokok karena pengaruh orang tua dan “peer group” atau teman dan kelompoknya. Perilaku merokok akan lebih kuat pengaruhnya apabila orang tua juga merokok dan berbagai fakta mengungkapkan bahwa remaja yang merokok kemungkinan besar teman-temannya adalah perokok. Universitas Sumatera Utara 3 Faktor lingkungan Seseorang merokok oleh karena iklan, seseorang dengan melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, dan bahkan lambang kejantanan. Sehingga menyebabkan remaja menganggap kalau mereka merokok, maka mereka akan mendapatkan semua predikat tersebut. Mu`tadin 2002 dalam Kemalasari 2007 mengemukakan faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja diantaranya sebagai berikut: 1 Pengaruh orang tua Remaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anaknya dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif, dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi contoh figur yaitu perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan orang tua tunggal single parent. Remaja berperilaku merokok apabila ibu mereka merokok daripada ayah yang merokok yang lebih terlihat pada remaja putrid. Universitas Sumatera Utara 2 Pengaruh teman Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman- temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta tersebut, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau sebaliknya. Diantara remaja perokok terdapat 87 mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok 3 Faktor kepribadian Seseorang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang bersifat pada pengguna obat-obatan termasuk rokok ialah konformitas sosial. Pendapat ini didukung Atkinson 1999 yang menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. 4 Pengaruh iklan Dengan melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. Sedangkan menurut Maman 2009 beberapa faktor yang berperan dalam perilaku merokok pada seseorang, antara lain: Universitas Sumatera Utara 1 Faktor individu Perilaku merokok pada seseorang juga timbul karena pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari relaksasi. Saat ini seseorang menghadapi berbagai tuntutan, harapan, resiko-resiko, dan godaan-godaan yang nampaknya lebih banyak dan kompleks dari pada yang dihadapi pada generasi sebelumnya. Semua ini sangat berpotensi menyebabkan seseorang merasa tertekan dan stress. Seseorang yang mengalami stress ini sangat mengembangkan perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stres yang mereka hadapi karena kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Individu dengan dimensi kepribadian tertentu juga dapat menyebabkan mereka lebih sering mengalami stres pribadi sehingga lebih mungkin untuk berprilaku merokok. 2 Faktor lingkungan Bandura dalam teori social learning berasumsi bahwa perilaku dan sistem nilai seseorang terbentuk oleh sekumpulan interaksi yang kompleks antara hubungan- hubungan sosial interpersonal. Menurut Jessor dalam Maman 2009 perilaku bermasalah pada seseorang termasuk merokok, merupakan hasil interaksi dari kepribadian, sikap, dan perilaku dengan sistem lingkungan termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya. 3 Faktor demografis Beberapa faktor demografis yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin, ras dan etnik serta tingkat sosial ekonomi. Status sosial Universitas Sumatera Utara ekonomi yang terdiri dari tingkat pekerjaan, pendidikan dan penghasilan juga mempunyai hubungan yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Sebuah penelitian di Finlandia Timur, ditemukan bahwwa status sosial ekonomi khususnya tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan perilaku merokok. Hasil penelitian Rachiotis dkk 2008 menemukan bahwa usia yang semakin tua, jenis kelamin pria dan tingkat pendidikan orang tua yang semakin rendah berhubungan secara signifikan dengan perilaku merokok. Selain itu, Hansen dalam Nasution 2007 juga menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu: 1 Faktor biologis Banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Hal ini didukung oleh penemuan kadar nikotin dalam darah perokok yang cukup tinggi. 2 Faktor psikologis Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari. Universitas Sumatera Utara 3 Faktor lingkungan sosial Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya 4 Faktor demografis Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak. Namun, pengaruh jenis kelamin saat ini tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sudah merokok. 5 Faktor sosial-budaya Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu 6 Faktor sosial-politik Faktor ini menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.

2.3. Konsep Interaksi Sosial

Manusia adalah mahluk individu sekaligus juga mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki motif untuk mengadakan hubungan, dan hidup dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya, yang disebut dengan dorongan sosial. Manusia membutuhkan hubungan bukan saja dengan individu lain, Universitas Sumatera Utara tetapi juga dengan lingkungan tempatnya berada. Lingkungan memengaruhi individu dalam mengembangkan, menggiatkan, dan memberikan sesuatu yang manusia butuhkan. Hubungan manusia dengan individu lainnya dan lingkungan disebut dengan interaksi sosial. Interaksi sosial dapat juga disebut dengan proses sosial dan merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Agar lebih mudah dipahami, maka dibawah ini akan diuraikan lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial di masyarakat.

2.3.1. Defenisi Interaksi Sosial

Menurut Sitorus 1999 dalam Mubarak 2009 interaksi sosial adalah hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok, kelompok dan kelompok dalam bentuk kerja sama serta persaingan atau pertikaian. Interaksi sosial menurut Walgito 2001 dalam Mubarak 2009 adalah hubungan antar individu satu dan individu lain, individu satu dapat memengaruhi yang lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan yang timbal balik. Berdasarkan kedua defenisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis antar sesama manusia baik orang dan perorangan, perorangan dan kelompok di dalam suatu lingkungan masyarakat yang menciptakan satu keterikatan kepentingan yang menciptakan status sosial.

2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Interaksi Sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial didasarkan kepada berbagai faktor-faktor yang memengaruhinya, faktor yang dimaksudkan antara lain Mubarak, 2009: Universitas Sumatera Utara 1 Faktor imitasi Faktor imitasi ini mempunyai peranan sangat penting dalam proses interaksi sosial yang dapat mendorong seseorang mematuhi kaidah dan nilai yang berlaku. Salah satu segi positif dari imitasi ini adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Segi negatif dari imitasi ini misalnya ditirunya tindakan-tindakan yang menyimpang. Imitasi dapat juga melemahkan dan bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang. 2 Faktor sugesti Faktor ini memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya kemudian diterima oleh pihak lainnya. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya, kemudian diterima oleh pihak lain. 3 Faktor identifikasi Faktor yang mempunyai kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identikasi sifatnya lebih mendalam karena kepribadian seseorang dapat terbentuk melalui proses ini. 4 Faktor simpati Faktor yang merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik kepada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan bekerja sama dengannya. Faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri maupun tterpisah atau dalam keadaan bergabung, apabila masing-masing ditinjau secara lebih mendalam. Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa: 1 kerjasama cooperation; 2 persaingan competition; dan 3 pertentangan atau pertikaian conflict. Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin penyelesaian tersebut hanya dapat diterima untuk sementara waktu saja, proses ini dinamakan akomodasi accomodation dan ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial ini tidak perlu menjadi suatu kontinuitas, dalam arti bahwa interaksi sosial dimulai dari kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian dan akhirnya sampai pada akomodasi Mubarak, 2009. Gillin dan Gillin 1993 menggolongkan 2 dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu: 1 proses yang assosiatif processes of association yang terbagi kedalam 3 tiga bentuk khusus, yakni: akomodasi, asimilasi, dan akulturasi; 2 proses yang dissosiatif processes of dissociation yang mencakup persaingan, persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian conflict. 2.4. Konsep Kebudayaan 2.4.1. Pengertian Kebudayaan Istilah kebudayaan berasal dari kata Budh berasal dari bahasa sansekerta. Dari kata Budh ini kemudian dibentuk kata Buddhayah, sehingga kata kebudayaan diartikan Universitas Sumatera Utara sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dari hasil karya manusia dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia, kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan, kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah laku Mubarak, 2009.

2.4.2. Ciri - ciri Kebudayaan

Ciri-ciri kebudayaan adalah sebagai berikut: 1 bersifat historis, dimana manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju yang diwariskan secara turun temurun; 2 bersifat geografis, dimana kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban. Dalam interaksi dengan lingkungan, kebudayaan tersebut berkembang pada komunitas tertentu dan meluas dalam kesukuan dan kebangsaanras, selanjutnya kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah regional serta makin meluas keseluruh penjuru belahan bumi; dan 3 bersifat perwujudan dan nilai-nilai tertentu, dimana dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha melampaui batas keterbatasannya. Disinilah manusia terbentur pada nilai dan seberapa jauh nilai itu bisa dikembangkan Mubarak, 2009.

2.4.3. Unsur-unsur Kebudayaan

Ada 7 tujuh unsur kebudayaan menurut sarjana sosiologi yaitu: 1 peraturan dan perlengkapan hidup manusia pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, alat transportasi dan sebagainya; 2 mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi Universitas Sumatera Utara pertanian, peternakan, sistem produksi, distribusi, dan sebagainya; 3 sistem kemasyarakatan sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan, dan sebagainya; 4 bahasa lisan maupun tertulis; 5 kesenian seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya; 6 sistem pengetahuan pengetahuan alam dan fisika dan sebagainya dan 7 religi sistem kepercayaan Mubarak, 2009.

2.4.4. Faktor yang Memengaruhi Kebudayaan

Menurut Soekanto 1986 dalam Nurlysa 2013 faktor-faktor penyebab perubahan kebudayaan dibagi menjadi 2 dua golongan besar, sebagai berikut: 1 Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain sebagai berikut: 1 bertambahnya atau berkurangnya penduduk, pertumbuhan penduduk yang cepat dapat menyebabkan perubahan dalam struktur masyarakat seperti munculnya kelas sosial yang baru dan profesi yang baru. Selain itu pertambahan jumlah penduduk juga mengakibatkan bertambahnya kebutuhan- kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan. Padahal sumbersumber pemenuhan kebutuhan tidak seimbang, sehingga akan imbul masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan lain-lain. Kondisi ini akan mengubah pola interaksi dan meningkatnya mobilitas sosial. Selain itu, berkurangnya penduduk yang diakibatkan oleh migrasi dan urbanisasi akan mengakibatkan kekosongan dalam pembagian kerja dan jumlah angkatan kerja, sehingga akan memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan; 2 adanya penemuan baru discovery, penemuan baru dalam masyarakat di bidang ilmu Universitas Sumatera Utara pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan social; 3 pertentangan conflix masyarakat, dalam interaksi sosial di masyarakat yang heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan konflik mungkin saja terjadi baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Apalagi pada masyarakat yang berkembang dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern akan selalu terjadi pertentangan, misalnya golongan muda yang ingin mengadopsi budaya asing, golongan tua yang tetap mempertahankan tradisi lama. Konflik ini akan menimbulkan perubahan nilai- nilai, pola perilaku dan interaksi yang baru di masyarakat tersebut; 4 Terjadinya pemberontakan revolution, revolusi adalah perubahan yang sangat cepat dan mendasar yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Revolusi akan berpengaruh besar pada struktur masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pengaruh tersebut mulai dari lembaga negara sampai keluarga yaitu mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Contohnya revolusi industri di Inggris, revolusi Perancis, revolusi fisik tahun 1945 di Indonesia. 2 Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat, antara lain berikut ini: 1 lingkungan alam fisik, salah satu faktor penyebab perubahan yang bersumber dari lingkungan alam seperti terjadinya bencana alam banjir, longsor, gempa bumi, kebakaran hutan, dan sebagainya. Di daerah yang terkena banjir menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar daerah tersebut terpaksa harus mencari tempat tinggal baru, sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan Universitas Sumatera Utara lingkungan barunya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga masyarakat; 2 peperangan, peperangan antara negara satu dengan negara yang lain kadang bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada lembaga kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Biasanya negara yang menang memaksakan nilai-nilai, cara-cara, dan lembaga yang dianutnya kepada negara yang kalah. Hal itu berakibat terjadinya perubahan-perubahan pada struktur lembaga kemasyarakatan; dan 3 pengaruh kebudayaan lain, di era globalisasi ini tidak ada satupun negara yang mampu menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa lain. Interaksi yang dilakukan antara dua negara mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh lain kadang juga bisa menerima pengaruh dari masyarakat lain. Dengan demikian akan timbul suatu nilai-nilai sosial budaya yang baru sebagai akibat asimilasi atau akulturasi kedua budaya. Menurut Soekanto 1986 dalam Nurlysa 2013, dalam kaitannya dengan pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dikenal istilah-istilah sebagai berikut: 1 Akulturasi cultural contact Akulturasi adalah suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan dengan unsur- unsur kebudayaan asing, yang lambat laun unsur kebudayaan asing tersebut melebur atau menyatu ke dalam kebudayaan sendiri asli, tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama. Hal-hal yang biasa terjadi dalam akulturasi seperti berikut: 1 substansi, yaitu: unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti, dan melibatkan perubahan struktural yang kecil sekali; 2 sinkretisme, Universitas Sumatera Utara yaitu unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan membentuk sistem yang baru; 3 adisi, yaitu unsur-unsur baru ditambahkan kepada unsur yang lama; 4 dekulturasi, yaitu hilangnya bagian substansial sebuah kebudayaan; 5 orijinasi, yaitu tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang berubah; dan 6 rejection penolakan, yaitu perubahan yang sangat cepat, sehingga sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya, menyebabkan penolakan, pemberontakan, dan gerakan pembangkitan. 2 Difusi Difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain. Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil penemuan-penemuan. Difusi dapat dibedakan ke dalam jenis, berikut: 1 difusi intra-masyarakat, difusi intra- masyarakat dipengaruhi hal-hal berikut: a pengakuan bahwa penemuan baru bermanfaat bagi masyarakat; b ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi untuk diterimaditolak; c unsur yang berlawanan dengan unsur fungsi lama akan ditolak; d kedudukan penemu unsur baru ikut menentukan penerimaan; dan e ada tidaknya batasan dari pemerintah. 2 difusi antar masyarakat, difusi antarmasyarakat dipengaruhi hal-hal berikut: a kontak antarmasyarakat tersebut; b kemampuan mendemonstrasikan; c kegunaan; d menyaingi unsur lama atau mendukung; e peran penemu dan penyebarannya; dan f pemaksaan. Universitas Sumatera Utara 3 Penetrasi Penetrasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara paksa, sehingga kebudayaan lama kalah. Apabila kebudayaan baru seimbang dengan kebudayaan lama, masing-masing kebudayaan hampir tidak mengalami perubahan atau tidak saling memengaruhi. Hal yang demikian disebut hubungan simbiotik, 4 Invasi Invasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing ke dalam kebudayaan setempat, dengan peperangan penaklukan bangsa asing terhadap bangsa lain. 5 Asimilasi Asimilasi adalah proses penyesuaian seseorang kelompok orang asing terhadap kebudayaan setempat. Dengan asimilasi kedua kelompok baik asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan. 6 Hibridisasi Hibridisasi adalah perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk setempat. 7 Milenarisme Milenarisme adalah salah satu bentuk kebangkitan yang berusaha mengangkat golongan masyarakat bawah yang tertindas dan telah lama menderita dalam kedudukan sosial yang rendah. 8 Adaptasi Adaptasi adalah proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh organisme pada lingkungannya dan perubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan Universitas Sumatera Utara pada organisme penyesuaian dua arah. 9 Imitasi Imitasi adalah proses peniruan kebudayaan lain tanpa mengubah kebudayaan yang ditiru

2.4.5. Sifat-sifat dari Kebudayaan

Sifat-sifat dari kebudayaan, adalah sebagai berikut: 1 Adaptif, kebudayaan bersifat adaptif, artinya kebudayaan selalu mampu menyesuaikan diri, sifat adaptif ini akan melengkapi manusia pendukungnya dengan menyesuaikan diri pada hal-hal seperti kebutuhan fisiolologis badan mereka sendiri, lingkungan fisik-geografis dan lingkungan social. 2 Integrative, kebudayaan bersifat integratif artinya kebudayaan memadukan semua unsur dan sifat-sifatnya menjadi satu, bukan sekumpulan kebiasaan yang terkumpul secara acak-acakan saja. Karena itulah kebiasaan yang dimiliki dalam suatu kebudayaan tidak dapat dengan mudah dimasukan kedalam kebudayaan lain. 3 Dinamis, kebudayaan bersifat dinamis artinya kebudayaan itu selalu berubah dan terus bergerak mengikuti dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat. Dinamika kehidupan sosial budaya terjadi sebagai akibat dari interaksi manusia dengan lingkungan sekitar, penafsiran-penafsiran atau interpretasi yang berubah tentang norma-norma, dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku. Universitas Sumatera Utara

2.5. Konsep Kepribadian Personality

2.5.1. Defenisi Kepribadian Personality

Kepribadian menurut Allport 1967 dalam Suryabrata 2008 adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofosis yang menentukan caranya yang khas dalam individu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Jadi persoalan mengenai kepribadian adalah persoalan mengenai segala aktivitas individu, baik yang tampak maupun tidak tampak Suryabrata, 2008. Kepribadian menurut Cattel 1983 dalam Engler 2009 kepribadian adalah suatu prediksi mengenai apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam berbagai situasi yang terjadi pada dirinya. Sedangkan menurut Pervin, dkk 2005 dalam Prasasti 2011 kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Defenisi tersebut memiliki arti agar kita fokus pada banyak aspek yang berbeda pada setiap orang. Namun hal tersebut juga menganjurkan kita untuk konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas dalam diri orang tersebut yang diukur secara teratur.

2.5.2. Faktor-faktor yang Membentuk Kepribadian

Menurut Alfin 2010 dalam Prasasti 2011 secara umum perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh 5 lima faktor, yaitu: 1 Warisan biologis heredity, Warisan biologis mempengaruhi kehidupan manusia dan setiap manusia mempunyai warisan biologis yang unik dan berbeda dari orang lain. Hal ini berarti tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai karakteristik fisik yang sama persis dengan orang lain, bahkan anak kembar sekalipun. Warisan biologis ini Universitas Sumatera Utara yang terpenting terletak pada perbedaan intelegensi dan kematangan biologis. Keadaan ini membawa pengaruh pada kepribadian seseorang. 2 Warisan lingkungan alam natural environment Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia harus menyesuaikan diri terhadap alam tersebut. Melalui penyesuaian diri itu, dengan sendirinya pola perilaku masyarakat dan kebudayaanya akan dipengaruhi oleh alam. Misalnya orang yang hidup di pinggir pantai dengan mata pencaharian sebagai nelayan, mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pertanian. Mereka memiliki nada bicara yang lebih keras dari pada mereka yang tinggal di daerah pertanian, karena suara harus menyamai deburan suara ombak. Hal itu terbawa kedalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi kepribadiannya. 3 Warisan sosial social heritage atau kebudayaan Kita mengetahui bahwa antara manusia, alam, dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Manusia berusaha untuk mengubah alam agar sesuai dengan kebudayaannya guna memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya saja manusia membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara itu kebudayaan memberikan andil yang besar dalam memberikan warna kepribadian anggota masyarakatnya. 4 Pengalaman kelompok manusia group experinces Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Kelompok manusia sadar atau tidak sadar telah memengaruhi anggota-anggotanya, dan para anggotanya menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan Universitas Sumatera Utara pengalaman khas yang tidak diberikan oleh kelompok lain kepada anggotanya, sehingga timbul kepribadian khas anggota masyarakat tersebut. 5 Pengalaman unik unique experinces Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang lain, walaupun orang itu berasal dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam kebudayaan yang sama, serta mempunyai lingkungan fisik yang sama pula. Walaupun mereka mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal, namun berbeda dalam hal yang lainnya. Mengingat pengalaman setiap individu adalah unik dan tidak ada pengalaman siapapun yang secara sempurna menyammainya. Menurut Setiawan 2011 pengalaman-pengalaman yang membentuk kepribadian dibedakan dalam 2 dua golongan, yaitu: 1 Pengalaman yang umum, dialami oleh setiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Meskipun demikian kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana seseorang tersebut hidup. Hal ini disebabkan: a pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya orangtua, saudara, media massa tidaklah sama juga pada setiap orang; dan b tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus dan yang terjadi pada dirinya sendiri. 2 Pengalaman yang khusus, dialami oleh individu sendiri dan pengalaman ini tidak bergantung pada status dan peran seseorang yang bersangkutan dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara

2.6. Landasan Teori

Perilaku merokok menurut Levy 1984 dalam Komalasari 2000 mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok dikategorikan perokok aktif serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya dikategorikan sebagai perokok pasif. Banyak faktor yang menyebabkan perilaku merokok pada seseorang, menurut Aditama 1997 dalam Sulistyorini I.R 2008 menyebutkan bahwa perilaku merokok ditentukan oleh: 1 faktor kepribadian personal, dimana seseorang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan; 2 faktor sosio-budaya, dimana seseorang merokok karena pengaruh orang tua dan “peer group” atau teman dan kelompoknya. Perilaku merokok akan lebih kuat pengaruhnya apabila orang tua juga merokok dan berbagai fakta mengungkapkan bahwa remaja yang merokok kemungkinan besar teman-temannya adalah perokok; dan 3 faktor lingkungan, dimana seseorang merokok oleh karena iklan, seseorang dengan melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, dan bahkan lambang kejantanan. Sehingga menyebabkan seseorang menganggap kalau mereka merokok, maka mereka akan mendapatkan semua predikat tersebut. Menurut Mu`tadin 2002 dalam Kemalasari 2007 mengemukakan faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada seseorang, sebagai berikut: 1 pengaruh orang tua, seorang perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang Universitas Sumatera Utara tidak bahagia, di mana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan seseorang yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Seseorang yang berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif, dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi contoh figur yaitu perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan orang tua tunggal single parent. Seseorang berperilaku merokok apabila ibu mereka merokok dari pada ayah yang merokok yang lebih terlihat pada seseorang; 2 pengaruh teman, berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak seseorang merokok maka semakin besar kemungkinan teman- temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta tersebut, pertama seseorang tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau sebaliknya. Diantara seorang perokok terdapat 87 mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan seseorang non perokok; 3 faktor kepribadian, seseorang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang bersifat pada pengguna obat-obatan termasuk rokok ialah konformitas sosial. Pendapat ini didukung Atkinson 1999 yang menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah; dan 4 pengaruh iklan, dengan melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa Universitas Sumatera Utara perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. Sedangkan menurut Maman 2009 beberapa faktor yang berperan dalam perilaku merokok pada seseorang, antara lain: 1 faktor individu, dimana perilaku merokok pada seseorang juga timbul karena pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari relaksasi. Saat ini seseorang menghadapi berbagai tuntutan, harapan, resiko-resiko, dan godaan-godaan yang nampaknya lebih banyak dan kompleks dari pada yang dihadapi pada generasi sebelumnya. Semua ini sangat berpotensi menyebabkan seseorang merasa tertekan dan stress. Seseorang yang mengalami stress ini sangat mengembangkan perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stres yang mereka hadapi karena kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Individu dengan dimensi kepribadian tertentu juga dapat menyebabkan mereka lebih sering mengalami stres pribadi sehingga lebih mungkin untuk berprilaku merokok; 2 faktor lingkungan, melalui teori social learning berasumsi bahwa perilaku dan sistem nilai seseorang terbentuk oleh sekumpulan interaksi yang kompleks antara hubungan-hubungan sosial interpersonal. Menurut Jessor dalam Maman 2009 perilaku bermasalah pada seseorang termasuk merokok, merupakan hasil interaksi dari kepribadian, sikap, dan perilaku dengan sistem lingkungan termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya; 3 faktor demografis, beberapa faktor demografis yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin, ras dan etnik serta tingkat sosial ekonomi. Status sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pekerjaan, pendidikan dan penghasilan juga mempunyai hubungan Universitas Sumatera Utara yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Sebuah penelitian di Finlandia Timur, ditemukan bahwa status sosial ekonomi khususnya tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan perilaku merokok. Hasil penelitian Rachiotis dkk 2008 menemukan bahwa usia yang semakin tua, jenis kelamin pria dan tingkat pendidikan orang tua yang semakin rendah berhubungan secara signifikan dengan perilaku merokok. Selain itu, Hansen dalam Nasution 2007 juga menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu: 1 faktor biologis, banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Hal ini didukung oleh penemuan kadar nikotin dalam darah perokok yang cukup tinggi; 2 faktor psikologis, bahwa merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari; 3 faktor lingkungan sosial, bahwa lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya; 4 faktor demografis, faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak. Namun, pengaruh jenis kelamin saat ini tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sudah merokok; 5 faktor sosial-budaya, bahwa kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu; 6 faktor sosial-politik, faktor ini Universitas Sumatera Utara menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.

2.7. Kerangka Konsep