Latar Belakang Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya, bahkan orang mulai merokok ketika dia masih remaja. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung Sunaryo, 2004. Perilaku merokok adalah perilaku yang dinilai sangat merugikan bila dilihat dari berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain disekitarnya Aula, 2010. Sebuah studi berdasarkan budaya dengan judul: Pengaruh pribadi dan sosial terhadap perokok remaja oleh Piko 2012, menunjukkan frekuensi merokok terbukti menjadi yang tertinggi di antara remaja Hungaria 58,7, remaja Polandia 57,6, remaja Amerika Serikat AS 22,1 dan remaja Turki 23,6. Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kesesuaian antara model yang dihipotesakan dan data yang diterima, χ2 = 221,74, df = 32, P 0,001, NFI = 0,99, CFI = 0,99, TLI = 98, RMSEA = 0,05. Sebagian besar jalur dalam model tetap signifikan. Semua prediktor dimasukkan dalam model hipotesis bersama-sama menjelaskan 37 sampel AS, 22 sampel Hungaria, 22 sampel Polandia dan 23 sampel Turki dari varians dalam penggunaan tembakau. Pengaruh teman yang merokok dan prestasi akademik yang terkait dengan merokok di seluruh negara. Kepuasan hidup secara langsung atau Universitas Sumatera Utara tidak langsung berhubungan dengan merokok di semua negara kecuali AS. Model akhir sesuai data dengan baik: χ2 = 248,88, df = 53, P 0,001, NFI = 0,99, CFI = 0,99, TLI = 0,99 RMSEA = 0,04 tidak berbeda secara signifikan dari model hipotesis. Penelitian tentang kebijakan, norma-norma, dan keterpaparan asap rokok sebelum dan sesudah penerapan hukum secara menyeluruh dalam mendukung bebas merokok di Meksiko, oleh Thrasher 2008 menunjukkan bahwa prevalensi perokok menurun sebelum dan sesudah penerapan hukum dimana pada sampel 1 dengan Odds Ratio OR = 0.61; 95, dan Confidence Interval CI = 0.45; 0.82 serta pada sampel 2 dengan OR= 0.59; 95, dan CI= 0.41; 0.84. Model Adjustb Odds Ratio AOR menunjukkan karakteristik sosiodemograpi tidak signifikan, pada sampel 1 dengan AOR = 0.75; 95 CI = 0.53; 1.05; berbanding sample 2 dengan AOR= 0.82; 95,CI= 0.56; 1.20. Hasil penelitian Thrasher 2008 juga menunjukkan persentase dari responden yang tidak merokok dalam membuat keputusan dengan benar untuk mendukung kebijakan, kepercayaan dan norma-norma bebas merokok mengalami peningkatan dari 23 sebelum penerapan hukum menjadi 27 setelah penerapan hukum pada sampel ke-2 sedangkan pada responden perokok mengalami peningkatan dari 38 sebelum penerapan hukum menjadi 54 setelah penerapan hukum pada sampel ke-2. Persentasi dari observer yang tidak merokok dalam membuat keputusan dengan benar mengalami penurunan dari 43 sebelum menjadi 33 setelah penerapan hukum pada sampel ke-2 sedangkan pada observer perokok dari 50 sebelum penerapan hukum menjadi 40 setelah penerapan hukum pada Universitas Sumatera Utara sampel ke-2. Berdasarkan hasil analisis bivariate dan multivariate, Adjusted Odds Ratios AOR pada survei pertama sebelum dan sesudah penerapan hukum pada mereka yang tidak terpapar asap rokok dengan OR = 3.28; 95 CI = 2.16, 4.99; AOR = 3.25; 95 CI =1.95, 5.40 dan pada suvei kedua dengan OR = 3.45; 95 CI = 2.18, 5.45; AOR = 2.82; 95 CI =1.63, 4.87. Hasil analisis bivariate dan AOR pada responden yang terpapar asap rokok setiap hari dengan tingkat signifikansi yang rendah melalui survei pertama setalah penerapan hukum dengan OR = 0.35; 95 CI = 0.24, 0.52; AOR = 0.38; 95 CI = 0.24 0.60 dan pada suvei kedua setelah penerapan hukum dengan OR = 0.43; 95 CI = 0.27, 0.68; AOR = 0.50; 95 CI = 0.31, 0.81. Terpapar dengan asap rokok tidak merubah tingkat signifikansi hasil survei setelah penerapan hukum. Penelitian Prasasti 2011 tentang hubungan antara dimensi kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R square adalah sebesar 0,213, hal ini berarti kepribadian neuroticism, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan opennes memberikan sumbangsih sebesar 21,3 terhadap perubahan perilaku merokok, sedangkan sebesar 78,7 sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Taraf signifikansi adalah p = 0.004 0,05, artinya ada pengaruh yang signifikan antara kepribadian neuroticism, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan opennes dengan perilaku merokok. Hasil riset Larson, dkk dalam Theodorus 1994 menemukan bahwa sensivitas ketajaman penciuman dan pengecapan para perokok berkurang bila dibandingkan dengan non-perokok. Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada Universitas Sumatera Utara dasarnya “Membakar uang” apalagi jika hal tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri. Menurut Laventhal dan Clearly 1980 ada empat tahap dalam perilaku merokok. Keempat tahap tersebut adalah: Tahapan Prepatory, Tahapan Intination, Tahapan Becoming a Smoker, dan Tahapan Maintaining of Smoking. Kandungan rokok membuat seseorang tidak mudah berhenti merokok karena dua alasan, yaitu: Faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin dan faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika berhenti merokok Aula, 2010. Pada tahun 2011 di Indonesia sudah ada 21 provinsi dan pada tahun 2012 berkembang menjadi 27 provinsi, yang masing-masing telah memiliki peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan. Peraturan perundang-undangan tersebut dalam bentuk surat edaran, instruksi, surat keputusan, peraturan gubernur, dan peraturan daerah. Selain itu, kabupaten dan atau kota yang telah memiliki peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan dalam bentuk surat edaran, instruksi, surat keputusan, peraturan walikota, dan peraturan bupati pada tahun 2011, sebanyak 50 kabupaten dan atau kota, dan pada tahun 2012 menjadi 85 kabupaten dan atau kota Profil Kesehatan Indonesia, 2012. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Menurut data World Health Organization WHO pada tahun 2008, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga setelah China dan India Universitas Sumatera Utara pada sepuluh negara perokok terbesar di dunia. Jumlah perokok di Indonesia mencapai 65 juta penduduk. Sementara itu China sejumlah 390 juta perokok dan India sejumlah 144 juta perokok Endrawanch, 2009. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Global Adult Tobbaco Survey GATS yang dilansir oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa 190.260 orang di Indonesia meninggal dunia akibat mengkonsumsi rokok, hal ini berarti sekitar 500 orang per hari penduduk Indonesia meninggal akibat mengkonsumsi rokok. Rokok secara tidak langsung menjadi penyebab kematian seseorang, namun zat-zat yang terkandung dalam rokok terbukti menjadi penyebab utama berbagai penyakit kronis Suryanto, 2013. Penyakit yang disebabkan oleh rokok, yaitu: kanker paru, kanker kandung kemih, kanker payudara, kanker serviks, kanker kerongkongan, kanker pencernaan, kanker ginjal, kanker mulut, kanker tenggorokan, serangan jantung, penyakit jantung koroner PJK, arterosklerosis, penyakit paru obstruktif kronik PPOK, impotens, darah tinggi Hipertensi, gangguan kesuburan, memperburuk asma dan radang saluran nafas, beresiko lebih tinggi mengalami macula hilangnya penglihatan secara bertahap, katarak, menjadi lebih sering sakit- sakitan, menimbulkan noda gigi dan gusi, dan mengakibatkan sariawan di usus Yudhe, 2013. Bagi ibu hamil, rokok menyebabkan kelahiran yang premature, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, dan mengalami gangguan dalam perkembangan Davidson dan Neale, 1990. Universitas Sumatera Utara Penelitian Abdul Ghoni dan Tri Bodroastuti 2012 tentang pengaruh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi terhadap perilaku konsumen studi pada pembelian rumah di perumahan griya utama banjardowo Semarang, hasil uji hipotesis secara simultan uji F dari keempat variabel bebas dengan F hitung sebesar 254,460 F tabel sebesar 2,74 yang berada di daerah penolakan Ho. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi terhadap perilaku konsumen dalam membeli rumah. Nilai koefisien determinasi R 2 dari keempat variabel bebas diperoleh hasil sebesar 93,6 0,936 dengan R sebesar 97 0,97. Hal ini berarti bahwa kemampuan faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi dalam menjelaskan perilaku konsumen sebesar 93,6, sisanya sebesar 6,4 dapat dijelaskan oleh variabel lain, yang tidak masuk dalam model. Penelitian tentang rokok pernah dilakukan sebelumnya oleh Komalasari dan Helmi 2000 dengan hasil analisis regresi ganda memperlihatkan bahwa F = 22,468 p0,05 dan R = 0,620 R 2 = 0,384. Artinya, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan teman sebaya merupakan prediktor terhadap perilaku merokok remaja. Jadi sumbangan sikap permisif orang tua dan lingkungan teman sebaya terhadap perilaku merokok remaja sebanyak 38,4. Sementara itu, hubungan kepuasan psikologis terhadap perilaku merokok sebesar r = 0,640 p0,05. Hal ini berarti bahwa kepuasan psikologis menyumbang 40,9 terhadap perilaku merokok. Berdasarkan hasil analisis regresi ganda, Universitas Sumatera Utara hipotesis yang diajukan tidak dapat diterima. Namun demikian, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan sebaya merupakan prediktor yang cukup baik terhadap perilaku merokok remaja yaitu 38,4. Hal ini berarti bahwa faktor lingkungan yaitu lingkungan keluarga dan teman sebaya memberikan sumbangan yang berarti dalam perilaku merokok remaja. Perilaku merokok pada seorang individu dipengaruhi juga oleh berbagai faktor seperti pada hasil penelitian Hardalena 2010 yakni terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan merokok p = 0.000, terdapat hubungan antara pengaruh lingkungan terhadap tindakan merokok p = 0.000, serta ada hubungan antara pengaruh stress terhadap tindakan merokok p = 0,000. Tidak terdapat hubungan antara peran keluarga terhadap tindakan merokok p = 0,154. Hasil penelitian Liana 2012 tentang hubungan pengetahuan lingkungan sosial dan ketersediaan sarana prasarana dengan perilaku merokok siswa SDN Ungaran 02.04, menyatakan responden paling banyak memiliki tingkat pengetahuan cukup sebesar 56,1, lingkungan sosial di sekitar responden paling banyak adalah responden yang lingkungan sosialnya tidak mendukung sebanyak 58,5. Ketersediaan sarana prasarana untuk merokok paling banyak adalah responden yang memiliki sarana prasarana mendukung kegiatan merokok sebesar 80,5. Pengetahuan responden tentang rokok serta ketersediaan sarana prasarana memiliki p- value 0,05. Lingkungan sosial di sekitar responden memiliki p-value 0,05. Rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun, dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 Universitas Sumatera Utara tahun, dimana yang tertinggi dijumpai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 52,1, disusul oleh Riau 51,3, Sumatera Selatan 50,4, Nusa Tenggara Barat 49,9 dan Lampung 49,5. Menurut jenis kelamin pada laki-laki 11,8 prevalensinya 11 kali lebih banyak dibandingkan perempuan 1,4. Menurut status kawin paling banyak 30,6 merokok setiap hari dari pada yang belum kawin 28,9 maupun cerai 17,0. Menurut tempat tinggal, penduduk yang tinggal di perdesaan 30,8 prevalensinya lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan 25,9. Menurut pendidikan prevalensi tinggi pada penduduk dengan pendidikan rendah yaitu tidak tamat sekolah dasar 31,9 dan cenderung menurun dengan meningkatnya pendidikan. Perokok setiap hari yang terendah prevalensinya pada mereka yang bersekolah 7,7 diikuti tidak bekerja, pegawai, wiraswasta, sedangkan tertinggi pada mereka yang bekerja di sektor informal yaitu petaninelayanburuh. Menurut tempat tinggal prevalensi perokok kadang-kadang tidak tampak perbedaan Riskesdas, 2010. Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih dari separuh 52,3 perokok adalah 1-10 batang dan sekitar 20 persen sebanyak 11-20 batang per hari. Penduduk yang merokok 1-10 batang per hari paling tinggi dijumpai di Maluku 69,4, disusul oleh Nusa Tenggara Timur 68,7, Bali 67,8, DI Yogyakarta 66,3, dan Jawa Tengah 62,7. Sedangkan persentase penduduk merokok dengan rata-rata 21-30 batang per hari tertinggi di Provinsi Aceh 9,9 dikuti Kepulauan Bangka Belitung 8,5 dan Kalimantan Barat 7,4. Persentase penduduk merokok dengan rata-rata lebih dari 30 batang per hari Universitas Sumatera Utara tertinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 16,2, Kalimantan Selatan 7,9 serta Aceh dan Kalimantan Tengah 5,4 Riskesdas, 2010. Kawasan Tanpa Rokok KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Kawasan Tanpa Rokok KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa baik individu, masyarakat, parlemen, maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Kawasan Tanpa Rokok KTR. Ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok KTR meliputi: tempat-tempat umum, tempat kerja tertutup, sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum. Rumah sakit merupakan salah satu dari ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok KTR dari kategori sarana kesehatan yang ada ditengah-tengah masyarakat Profil Kesehatan Indonesia, 2012. Pemerintah telah menetapkan dan mengupayakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok KTR untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui: Undang-Undang R I Nomor: 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 115 ayat 1 dan Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok KTR di wilayahnya sesuai Pasal 115 ayat 2, serta Peraturan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Menteri Dalam Negeri RI, Nomor: Universitas Sumatera Utara 188MENKESPBI2011 dan Nomor: 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok KTR, dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah R I Nomor: 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia, 2012. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok KTR melalui Peraturan Gubernur No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Untuk Kabupaten Mandailing Natal Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dalam bentuk Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Sedangkan Kota Medan dan Tebing Tinggi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok KTR masih hanya dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah, dan bahkan Kabupaten atau Kota lainnya belum membentuk Rancangan Peraturan Daerah. Proporsi penduduk Provinsi Sumatera Utara umur 10 tahun keatas yang merokok tiap hari sebesar 23,3, perokok kadang-kadang sebesar 5,5, mantan perokok 2,2 dan tidak merokok sebesar 69. Proporsi penduduk Provinsi Sumatera Utara yang merokok setiap hari menurut umur sudah dimulai sejak umur 10-14 tahun 0,3, kemudian meningkat menjadi 14 pada umur 15-24 tahun. Proporsi merokok terus meningkat seiring bertambahnya umur dan pada puncaknya pada umur 45-54 tahun 36,6. Perokok umumnya pada laki-laki dan menurut pendidikan terbanyak pada yang berpendidikan tamat SMA 29,3 selanjutnya tamat SMP. Berdasarkan kebiasaan di Provinsi Sumatera Utara 86,1 perokok melakukan kebiasaan merokok Universitas Sumatera Utara di dalam rumah ketika bersama dengan anggota keluarga lainnya. Hal ini tentu membahayakan bagi anggota keluarga lain yang tidak merokok Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang belum mempunyai peraturan daerah tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan bagi masyarakatnya. Sehingga perilaku merokok pada individu atau masyarakat di tempat-tempat umum, instansi pemerintah dan swasta serta lainnya, belum diatur dan belum adanya sangsi yang mengikat para perokok. Selain itu iklan ataupun reklame rokok dan sejenisnya dilokasi strategis sepanjang jalan serta di dinding pertokoan tertempel dengan rapi, yang senantiasa mempengaruhi individu, masyarakat yang melihat dan membacanya. Kegiatan-kegiatan seremonial di Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, lintas sektor dan juga instansi swasta lainnya selalu didukung atau disponsori oleh produsen-produsen rokok. Persentase penduduk umur 10 tahun keatas menurut kebiasaan merokok di Kabupaten Deli Serdang sebagai berikut: perokok setiap hari 21.9, perokok kadang- kadang 4.3, mantan perokok 1.5, bukan perokok 72.3. Sedangkan Prevalensi perokok dalam rumah ketika bersama anggota keluarga di Kabupaten Deli Serdang, adalah 83.4 Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di ruangan rawat inap Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam, tampak pengunjung dan keluarga pasien rawat inap merokok bersama-sama dengan pengunjung dan keluarga pasien lainnya di kursi tunggu pada lorong atau gang antar ruang rawatan meskipun di dinding tertulis Universitas Sumatera Utara DILARANG MEROKOK. Pihak manajemen rumah sakit belum menetapkan lingkungan rumah sakit menjadi Kawasan Tanpa Rokok KTR, akan tetapi telah membatasi ruang para perokok dengan menetapkan ruangan atau tempat bebas merokok bagi keluarga dan pengunjung, yakni di kantin dan anjungan setiap lantai rumah sakit. Pada area tersebut merupakan ruang terbuka dan tersedia meja dan kursi serta asbak rokok maupun tong sampah. Meskipun demikian hanya sebagian kecil keluarga dan pengunjung yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Bagi pengunjung dan keluarga pasien untuk mendapatkan rokok dari berbagai merek dan jenisnya, tersedia dikantin rumah sakit dan juga di toko atau kios yang ada di depan rumah sakit tersebut. Menurut direktur rumah sakit dan jajarannya mereka senantiasa menemukan pengunjung dan keluarga pasien yang merokok, meskipun larangan merokok di sekitar ruang rawatan dan tempat lainnya selalu disosialisasikan oleh semua tenaga kesehatan yang ada disana, yang utamanya oleh perawat dan dokter. Menurut manajemen rumah sakit, perilaku merokok pengunjung dan keluarga pasien tersebut banyak ditemukannya terutama pada sore hari pukul 18.00 WIB sampai dengan malam hari pukul 23.00 WIB, karena pada saat itu adalah waktu berkunjung atau membesuk bagi pengunjung dan keluarga pasien. Keluarga dan pengunjung rumah sakit juga mulai dari parkiran sambil berjalan menuju ruang rawatan keluarganya, secara berkelompok berbicara, bercanda dan bahkan merokok sehingga menggangu kenyamanan pengunjung lainnya serta kesehatan pasien yang sedang dirawat disana. Selain di ruangan rawat inap, pada ruang tunggu fasilitas poliklinik terpadu juga keluarga pasien rawat jalan ditemukan merokok sambil mendampingi dan menunggu Universitas Sumatera Utara keluarganya berobat. Perilaku merokok pengunjung dan keluarga pasien rawat inap dan rawat jalan sembarangan juga dapat ditemukan di area parkir dan taman maupun halaman rumah sakit dan peneliti menemukan puntung rokok yang dibuang sembarangan di halaman, lantai dan pada pot bunga rumah sakit. Menurut petugas kebersihan rumah sakit pada saat membersihkan taman, pot bunga, lorong atau gang, tong sampah, dan lainnya setiap harinya mereka banyak menemukan puntung rokok dan bahkan sampai merusak tong sampah yang ada. Menurut kepala bidang perawatan dan bagian rekam medik Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam, Bed Occupation Rate BOR atau jumlah pasien yang rawat inap disana mencapai 90 per bulannya. Sedangkan jumlah pasien rawat jalan di poliklinik terpadu rumah sakit setiap hari kerja antara 300 sampai dengan 400 orang. Selain itu lebih dari 80 pasien yang rawat inap dan rawat jalan adalah masyarakat yang domisili di Kecamatan Lubuk Pakam dan daerah yang berdekatan dengan rumah sakit, seperti dari Kecamatan Tanjung Morawa, Pantai Labu, Beringin, Galang, Bangun Purba, Gunung Meriah, dan lainya di Kabupaten Deli Serdang. Bahkan masyarakat dari beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di daerah tersebut diatas adalah Suku Batak dan Jawa yang memiliki kekerabatan keluarga yang sangat dekat, dan kebiasaan merokok yang berkembang terlebih pada saat adanya kegiatan sosial kemasyarakatan, agama dan kesukuan atau budaya. Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah