BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Situasi dan Kondisi Perilaku Merokok Keluarga Pasien di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam
Pada saat penelitian dilakukan jumlah pasien rawat inap di Rumah Sakit
Grand Medistra Lubuk Pakam adalah 278 orang. Sebagian besar dari pasien tersebut adalah pasien obgin atau kebidanan selain itu jumlah terbanyak kedua adalah pasien
bedah serta selanjutnya pasien penyakit dalam. Secara umum pasien di Rumah Sakit tersebut adalah masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Deli Serdang dari
Kecamatan Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Pantai Labu, Beringin, Galang, Bangun Purba, Gunung Meriah, Batang Kuis, dan lainya. Bahkan masyarakat yang berdomisili
dari beberapa Kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Pada umumnya masyarakat yang tinggal
di daerah tersebut diatas adalah Suku Batak dan Jawa yang memiliki kekerabatan keluarga yang sangat dekat, dan kebiasaan merokok yang berkembang terlebih pada
saat adanya kegiatan sosial kemasyarakatan, agama dan kesukuan atau budaya. Sampai dengan saat penelitian ini dilakukan kebiasaan merokok atau perilaku
merokok pada keluarga pasien rawat inap dan rawat jalan serta pengunjung lainnya tetap berlangsung. Bahkan pada responden sebelum mendampingi keluarganya rawat
inap, mereka dominan merokok 6-12 batang per hari perokok sedang sejumlah 43 orang responden 83,3. Tetapi setelah responden mendampingi keluarganya rawat
inap, jumlah batang yang dihisap mereka per hari menjadi 12 batang perokok berat
Universitas Sumatera Utara
dengan jumlah 35 orang responden 68,6. Perilaku merokok tersebut lebih banyak terlihat pada umumnya di sore hari
sampai dengan malam hari, karena pada saat tersebutlah waktu kunjungan keluarga pasien dan kerabatnya baru memungkinkan, mengingat pada siang hari mereka
melaksanakan pekerjaan sehari-hari seperti: bertani, berkebun, buruh, karyawan, dan lainnya. Selain itu waktu berkunjung atau besuk pasien di Rumah Sakit Grand Medistra
Lubuk Pakam ditetapkan pada sore hari mulai pukul 18.00 WIB sampai dengan malam hari pukul 23.00 WIB.
Pada saat keluarga dan atau kerabat pasien berkunjung ditemukan mereka sedang merokok, tanpa mengindahkan teguran perawat, aturan dan larangan merokok
yang telah di tempelkan pada dinding Rumah Sakit, maupun ditempat-tempat strategis lainnya. Keluarga atau kerabat pasien tersebut juga ditemukan secara sembarangan
membuang puntung rokok mereka di lantai, di selasar Rumah Sakit. Perilaku merokok juga pada keluarga atau kerabat pasien rawat jalan di Poliklinik terpadu juga masih
dijumpai. Selama mereka mendampingi dan menunggu keluarganya selesai memeriksakan diri, mereka dapat menghabiskan 5 – 12 batang rokok.
5.2. Hubungan Faktor Sosial-Budaya dengan Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam
Berdasarkan hasil analisis bivariat dari penelitian tentang pengaruh faktor
sosial-budaya terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam diperoleh bahwa, kategori faktor sosial-budaya tidak
baik pada kelompok kasus ada sejumlah 27 orang 52,9 dan pada kelompok
Universitas Sumatera Utara
kontrol ada sejumlah 43 orang 84,3. Sedangkan kategori faktor sosial-budaya baik pada kelompok kasus ada sejumlah 24 orang 47,1 dan pada kelompok kontrol ada
sejumlah 8 orang 15,7. Ada hubungan yang signifikan antara faktor sosial-budaya terhadap perilaku
merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam dengan nilai p = 0,001 0,05. Faktor sosial-budaya yang tidak baik dari keluarga
pasien rawat inap memiliki resiko 5 kali lebih tinggi untuk tejadinya perilaku merokok, dibandingkan dengan faktor sosial-budaya keluarga pasien yang baik
dengan nilai Odds Ratio OR sebesar 4,778. Skinner 1938 dalam Notoatmodjo 2007 mengemukakan bahwa perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsangan stimulus dan tanggapan respons. Tanggapan respons dibedakan menjadi 2 dua yakni: 1 respondent respons atau
reflexive respons, adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu; 2 operant respons, adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti
oleh perangsangan tertentu. Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sehat sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat sakit kesehatan seperti: lingkungan, makanan, minuman, merokok dan
pelayanan kesehatan Notoatmodjo, 2007. Perilaku merokok menurut Levy 1984 dalam Nasution 2007 adalah
sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya. Alasan setiap
Universitas Sumatera Utara
individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka dalam merokok. Menurut Smet 1994 dalam Nasution 2007
menyatakan bahwa seseorang merokok karena faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi dan tingkat pendidikan.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2007 perilaku kesehatan ini ditentukan oleh 3 tiga faktor utama, yakni: 1 faktor pendorong predisposing
factors, merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-
nilai, tradisi, dan sebagainya; 2 faktor pemungkin enabling factors, merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor
pemungkin maksudnya adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat
pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya; dan 3 faktor penguat reinforcing factors, merupakan faktor
yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Pada penelitian ini sebagai faktor pendorong predisposing factors sehingga
terjadinya perilaku merokok pada keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam, adalah: 1 kebiasaan merokok di dalam pelaksanaan adat
istiadat dan budaya di masyarakat; 2 kedudukan dan peran di masyarakat; 3 tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh; 4 penghasilan dan pengeluaran dalam
sebulan; dan 5 tuntutan pekerjaan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan faktor penguat reinforcing factors sehingga terjadinya perilaku merokok pada keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk
Pakam, adalah untuk: 1 meningkatkan kemampuan dan konsentrasi berfikir; 2 mengatasi rasa kantuk selama beraktivitas; 3 meningkatkan rasa persahabatan dan
pergaulan; 4 memberikan kesan modern dan tidak ketinggalan zaman serta meningkatkan kewibawaan.
Ada beberapa alasan psikologi yang menyebabkan seseorang merokok, yaitu demi relaksasi atau ketenagan, serta mengurangi kecemasan atau ketegangan.
Pada kebanyakan perokok, ikatan psikologis dengan rokok dikarenakan adanya kebutuhan untuk mengatasi diri sendiri secara mudah dan efektif. Rokok
dibutuhkan sebagai alat keseimbangan Aula, 2010. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan Theodorus
1994 mengatakan bahwa keluarga perokok sangat berperan terhadap perilaku merokok anak-anaknya dibandingkan keluarga non–perokok. Dalam hal ini menurut
pandangan social cognitive learning theory, merokok bukan semata- mata proses belajar pengamatan anak terhadap orang tua atau saudaranya tetapi adanya
pengukuh positif dari orang tua dan konsekuensi-konsekuensi merokok dirasakan menyenangkan remaja.
Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian Ratih Perwitasari 2006, yang menyatakan bahwa psikososial, psikologi dan sosial yang buruk memengaruhi
perilaku seseorang dalam berperilaku, terutama perilaku merokok. Dengan nilai probabilitas p-value yang diperoleh adalah p = 0,0025 0,01.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini tidak selaras dengan penelitian Kristanti dan Wismanto 2007 yang menunjukkan bahwa orang tua yang merokok memiliki kecenderungan
untuk permisif terhadap anak remajanya yang merokok, dari pada ayah yang tidak merokok. Hal tersebut terjadi karena orang tua yang merokok tidak dapat melarang
anaknya untuk tidak merokok, akibat orang tua tersebut juga melakukan hal yang sama. Sebaliknya, orang tua yang tidak merokok mampu melarang anaknya untuk
tidak merokok, karena mereka mampu melakukan hal yang sama dan memberikan contoh yang baik.
5.3. Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam
Berdasarkan hasil analisis bivariat dari penelitian tentang pengaruh personal
terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam diperoleh bahwa, faktor personal yang tidak baik pada
kelompok kasus ada sejumlah 39 orang 76,5 dan pada kelompok kontrol ada sejumlah 23 orang 45,1. Kemudian faktor personal yang baik pada kelompok
kasus ada sejumlah 12 orang 23,5 dan pada kelompok kontrol ada sejumlah 28 orang 54,9.
Ada hubungan yang signifikan antara faktor personal terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam
dengan nilai p = 0,002 0,05. Faktor personal yang tidak baik dari keluarga pasien rawat inap memiliki resiko 1 kali lebih tinggi untuk tejadinya perilaku merokok,
dibandingkan dengan faktor personal keluarga pasien yang baik dengan nilai Odds
Universitas Sumatera Utara
Ratio OR sebesar 0,253. Kepribadian atau personal menurut Allport 1967 dalam Suryabrata 2008
adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofosis yang menentukan caranya yang khas dalam individu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Menurut
Alfin 2010 dalam Prasasti 2011 secara umum perkembangan kepribadian atau personal seseorang dipengaruhi oleh 5 lima faktor, yaitu: 1 warisan biologis
heredity; 2 warisan lingkungan alam natural environment; 3 warisan sosial social heritage atau kebudayaan; 4 pengalaman kelompok manusia group
experinces; dan 5 Pengalaman kelompok manusia group experinces. Menurut Jessor dalam Maman 2009 perilaku bermasalah pada seseorang
termasuk merokok, merupakan hasil interaksi dari kepribadian, sikap, dan perilaku dengan sistem lingkungan termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya.
Menurut Hansen dalam Nasution 2007 juga menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu: 1 faktor biologis, bahwa nikotin
dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok; 2 faktor psikologis, karena merokok dapat meningkatkan
konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana, rasa persaudaraan, kesan modern dan berwibawa; 3 faktor lingkungan sosial, berpengaruh terhadap
sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok; 4 faktor demografis, meliputi: umur dan jenis kelamin; 5 faktor sosial-budaya, seperti: kebiasaan budaya,
kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan; dan 6 faktor sosial politik, melindungi orang-orang yang tidak merokok dan usaha kampanye
Universitas Sumatera Utara
promosi kesehatan tidak merokok. Sedangkan menurut Aditama 1997 dalam Sulistyorini I.R 2008
menyebutkan bahwa perilaku merokok ditentukan oleh: 1 faktor kepribadian personal, dimana seseorang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau
ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan; 2 faktor sosio-budaya, dimana seseorang merokok karena pengaruh
orang tua dan “peer group” atau teman dan kelompoknya. Perilaku merokok akan lebih kuat pengaruhnya apabila orang tua juga merokok dan berbagai fakta
mengungkapkan bahwa remaja yang merokok kemungkinan besar teman-temannya adalah perokok; dan 3 faktor lingkungan, dimana seseorang merokok oleh karena
iklan, seseorang dengan melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kematangan, kedewasaan,
popularitas, dan bahkan lambang kejantanan. Sehingga menyebabkan seseorang menganggap kalau mereka merokok, maka mereka akan mendapatkan semua predikat
tersebut. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Prasasti 2011 tentang
Hubungan Kepribadian Neuroticism, Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, dan Opennes Dengan Perilaku Merokok, dengan nilai p = 0.004 0,05 yang berarti
ada hubungan yang signifikan.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Pengaruh Faktor Sosial-Budaya dan Personal terhadap Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk
Pakam Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel faktor sosial-
budaya memiliki pengaruh yang paling besar terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam, hal ini berdasarkan
nilai Odds Ratio OR = 13,888 95 CI: 3,585 - 53,791. Berdasarkan nilai OR tersebut berarti faktor sosial-budaya memiliki pengaruh 14 kali terhadap perilaku
merokok setelah dikontrol faktor personal. Sedangkan faktor personal memiliki nilai Odds Ratio OR = 0,089 95 CI: 0,025 - 0,321 yang berarti variabel faktor
personal memiliki pengaruh 0,1 kali terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam setelah dikontrol oleh faktor
sosial-budaya. Variabel faktor sosial-budaya dan personal yang baik memiliki probabilitas
sebesar 58,2 terhadap terjadinya perilaku tidak merokok keluarga pasien rawat inap. Sedangkan variabel faktor sosial-budaya dan personal yang tidak baik memiliki
probabilitas sebesar 41,8 terhadap terhadap terjadinya perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Meskipun hasil
penelitian berdasarkan analisis pengaruh terlihat diatas bahwa faktor sosial-budaya 14 kali memengaruhi dan faktor personal 0,1 kali memengaruhi terjadinya perilaku
merokok pada keluarga pasien rawat inap, akan tetapi pada kelompok kasus penelitian ini responden tetap merokok dan jumlah batang rokok yang dihisapnya
meningkat dari sebelum mendampingi keluarganya rawat inap. Sedangkan pada
Universitas Sumatera Utara
kelompok kontrol dari penelitian ini responden tetap tidak merokok atau tidak terpengaruh oleh kelompok kasus sama seperti sebelum dilakukan penelitian.
Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian Abdul Ghoni dan Tri Bodroastuti 2012 bahwa faktor pribadi berpengaruh terhadap perilaku konsumen
hal tampak melalui nilai t hitung 2,816 t tabel 1,9977. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor pribadi terhadap
perilaku konsumen. Selain itu berdasarkan nilai koefisien determinasi Adjusted R Square sebesar 0,936 atau 93,6. Hal ini berarti sebesar 93,6 perilaku
konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, faktor psikologi. Sedangkan sisanya 6,4 oleh variabel lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan