Peran sebagai konselor Hasil Penelitian

73 hukuman orang tua ke anaknya contohnya tidak memberikan uang saku, tidak menyapa, dan mengunci pintu rumah agar anak sadar atas kesalahannya”. Peran orang tua melihat anaknya sedang ada permasalahan yang dihadapi adalah menanyakan permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan mencari jalan keluar bersama-sama. Seperti yang diungkapkan oleh “AT” selaku orang tua dari “HR” berpendapat bahwa: “saya tanyakan terlebih dahulu bisa menyelesaikan masalahnya sendiri atau saya bantu, kalau saya disuruh membantu saya tanyakan masalah yang dialami anak saya apa dan saya berikan solusi yang terbaik untuk anak saya”. Hal yang sama juga dituturkan oleh “HR” selaku orang tua dari “AT” berpendapat bahwa: “kalau saya ada masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri dan orang tua mengetahui permasalahan saya pasti orang tua bicara dengan saya dan menanyakan permasalahan apa yang terjadi, penyebabnya terjadi permasalahan tersebut apa, baru memberikan jalan keluar dari permasalahan yang saya hadapi” Senada dengan yang dikatakan oleh “S” selaku orang tua dari “IW”: “mendengar cerita dari akar permasalahannya terlebih dahulu baru dapat memberikan jalan keluar”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh “IW” selaku anak dari orang tua “S” berpendapat bahwa: “biasanya orang tua bertannya ketika saya mempunyai masalah, dan orang tua memberikan pendapatnya untuk menyelesaikan permasalahan saya”. 74 Pendapat yang sama juga dikatakan oleh “A” selaku orang tua dari “MA”: “memberikan jalan keluar permasalahan adalah orang tua memberikan pendapat atau wejangan untuk anaknya dan orang tua memberikan hak sepenuhnya untuk anaknya untuk menyelesaikan masalahnya.” Hal senada juga diungkapkan oleh “MA” selaku anak dari orang tua “A”: “mengajak berbicara tentang masalah saya dan mencari solusi yang terbaik dari masalah saya”. Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa “AT” selaku orang tua dari anak “HS”, “S” selaku orang tua dari anak “IW”, “A” selaku orang tua dari anak “MA” cara orang tua memberikan jalan terbaik bagi anaknya yaitu dengan mendengarkan inti permasalahannya dan orang tua menanyakan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri atau tidak, kalau tidak dapat menyelesaikan sendiri orang tua memberikan jalan keluar dengan memberikan wejangan atau sikap yang seharusnya diambil oleh anaknya untuk dapat menyelesaikan masalahnya. Data yang sama juga diperoleh dari “HS” selaku anak dari ibu “AT”, “IW” selaku anak dari ibu “S” dan “MA” selaku anak dari ibu “A” mengajak berdiskusi secara langsung membahas masalah yang sedang di hadapi dan mengeluarkan pendapat untuk mencari jalan keluar dari masalah yang anaknya hadapi. 75

g. Peran sebagai komunikator

Untuk menjadi komunikator yang baik, orang tua hendaknya tidak untuk menghakimi anaknya sendiri tapi kenyataannya orang tua masih melakukan main tangan agar anak jera untuk tidak melakukan kenakalan remaja. Pendapat “AT”: “selaku orang tua dari “HS” adalah: “saya tidak pernah menghakimi anak saya dengan menyubit atau memukul anak saya, waktu itu anak saya melakukan kesalahan yang bagi saya itu sangat tidak baik tapi saya berikan wejangan kepada anak saya agar tidak mengulanginya kembali”. Senada dengan “HS” anak dari orang tua “AT”: “ tidak pernah mbak, mungkin kalau orang tua menghakimi saya memang kesalahan dari saya sendiri dan orang tua sudah capek melihat saya berkelakuan tidak baik”. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh “RS” selaku orang tua dari “RS”: “kalau menghakimi anak saya dengan main tangan jujur saya belum pernah melakukannya, biasanya kalau anak saya sudah keterlaluan sekali melakukan kesalahan saya suruh di luar rumah untuk memikirkan apa yang dia lakukan itu salah”. Senada dengan yang dikatakan oleh “RS” selaku orang tua dari “RS” berpendapat bahwa: “kalau untuk main tangan orang tua saya belum pernah, semoga tidak ya mbak, heee..., tapi kalau untuk dihukum keluar dari rumah sudah pernah, saya 76 berdiri di depan pintu menunggu orang tua membukakan pintu rumah”. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh “Y” selaku orang tua dari “SR”: “kalau saya sudah marah jangan tanya mbak, anak saya sampai takut ketika saya lagi marah, saya biasanya marah- marah secara langsung tanpa main tangan mbak, saya juga sudah capek tiap hari marah terus sama anak saya” Hal yang sama juga diungkapkan “SR” selaku anak dari “Y” berpendapat bahwa: “tidak pernah, sewaktu saya salah dan orang tua saya marah kepada saya, saya didiamkan tidak disapa sama sekali, tetapi nanti ketika orang tua sudah tenang lalu menemui saya dan menayakan secara langsung”. Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa “AT” selaku orang tua dari anak “HS”, “RS” selaku orang tua dari anak “RS”, “Y” selaku orang tua dari anak “SR” tidak pernah menghakimi anaknya ketika melakukan kesalahan. Data yang sama juga diperoleh dari “HS” selaku anak dari ibu “AT”, “RS” selaku anak dari ibu “RS” dan “SR” selaku anak dari ibu “Y” tidak pernah dihakimi oleh orang tua ketika anak punya kesalahan. Remaja bercerita secara terbuka lagi mengenai dirinya kebanyakan masih ragu, malu-malu dan takut orang tua memarahinya. Pendapat yang sama diungkapkan “AT” selaku orang tua dari “HR”: “anak saya tidak selalu bercerita secara 77 terbuka mengenai dirinya, saya rasa masih malu-malu kalau mau cerita, atau takut terkena marah oleh saya”. Hal senada juga disampaikan oleh “HR” selaku anak dari “AT”: “secara terbuka memang belum karena saya masih ragu untuk bercerita semua, apakah orang tua menerima dengan senang hati yang saya ceritakan atas masalah saya, kalau orang tua marah sama saya matilah saya”. Pendapat yang tidak sama juga disampaikan oleh “RS” selaku orang tua dari anak “RS”: “anak saya selalu terbuka setiap cerita sama saya karena anak saya memang dekat dengan orang tua jadi sudah terbiasa cerita sama orang tua”. Hal senada juga disampaikan oleh “RS” selaku anak dari orang tua “RS”: “saya selalu terbuka atas masalah yang saya hadapi karena orang tua memang dekat dengan saya dan bisa menyimpan rahasia dari saya”. Pendapat lain disampaikan oleh “Y” selaku orang tua dari “SR” berpendapat bahwa: “anak saya belum bisa untuk cerita secara terbuka, malu mungkin karena anak laki-laki beda sama anak perempuan”. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh “SR” selaku anak dari “Y” berpendapat bahwa: “saya belum terbuka atas masalah saya, saya masih bingung, malu untuk cerita”. 78 Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa “AT” selaku orang tua dari anak “HS” dan “Y” selaku orang tua dari anak “SR” anak belum bisa bercerita secara terbuka mengenai masalah yang dihadapinya. Dari data di atas juga dapat disimpulkan bahwa “HS” selaku anak dari ibu “AT” dan “SR” selaku anak dari ibu “Y anak belum bisa bercerita secara terbuka mengenai masalah yang dihadapinya. “RS” selaku orang tua dari anak “RS” dan “RS” selaku anak dari ibu “RS” sudah bisa bercerita secara terbuka mengenai masalah yang dihadapinya. Orang tua menjalin komunikasi dengan anaknya, biasanya komunikasi tersebut terbentuk dengan menanyakan pertanyaan secara tidak langsung tetapi mempunyai maksud dan tujuan tertentu dari pertanyaan tertentu. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh “AT” selaku orang tua dari “HS” berpendapat bahwa: “bentuk komunikasi yang saya lakukan kepada anak saya ya seperti orang tua dan anak-anak lainnya dengan menanyakan hal-hal yang harus ditanyakan kepada anaknya seperti menanyakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari”. Pendapat yang sama juga di tuturkan oleh “HS” selaku anak dari orang tua “AT”: “bentuk komunikasi yang saya lakukan dengan orang tua ya berawal dengan komunikasi seperti biasanya di rumah dan menyambung komunikasi kegiatan di sekolah bagaimana”.