PERAN ORANG TUA DALAM MENCEGAH KENAKALAN REMAJA DESA GINTUNGAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO.

(1)

PERAN O P ORANG TU DESA G Diaj un guna PROGRAM JURUS FA UNIV UA DALAM GINTUNGA KABUPAT ukan kepada Universita ntuk Memenu Memperole Lus NIM

M STUDI PE SAN PENDI AKULTAS VERSITAS N JA i M MENCEG AN KECAM TEN PURW SKRIPSI

a Fakultas Il as Negeri Yo uhi Sebagian eh Gelar Sarj

Oleh siyana Pratiw M 101022440

ENDIDIKA IDIKAN LU S ILMU PEN NEGERI Y NUARI 201 GAH KENA MATAN GE WOREJO mu Pendidik ogyakarta n Persyaratan jana Pendidi wi 009

AN LUAR S UAR SEKO NDIDIKAN YOGYAKAR 17 AKALAN RE EBANG kan n ikan EKOLAH OLAH N RTA EMAJA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh. (Andrew Jackson)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukanya dengan baik.

(Evelyn Underhill)

Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan pernah berubah dengan sendirinya tanpa berusaha.


(6)

vi

PERSEMBAHAN Atas karunia Allah SWT,

Karya ini adalah persembahan terindah studi saya di kampus tercinta Saya persembahkan karya ini untuk:

1. Bapak dan Ibu.

2. Almamater Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama, Nusa dan Bangsa.


(7)

vii

PERAN ORANG TUA DALAM MENCEGAH KENAKALAN REMAJA DESA GINTUNGAN KECAMATAN GEBANG

KABUPATEN PURWOREJO Oleh

Lusiyana Pratiwi NIM 10102244009

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Peran orang tua dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo, (2) Faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini yaitu: 5 orang tua yang mempunyai anak remaja berumur 14 sampai 21 tahun, 5 remaja yang berumur 14 sampai 21 tahun, dan 5 tokoh masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Objek penelitian ini meliputi: peran orang tua dan faktor yang menyebabkan kenakalan remaja. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Trianggulasi yang digunakan untuk menjelaskan keabsahan data dengan trianggulasi menggunakan sumber dan metode.

Hasil penelitian ini menunjukan: (1) orang tua di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo sudah menjalankan perannya sebagai pendidik, peran sebagai pendorong, peran sebagai teman, peran sebagai konselor, peran sebagai komunikator tetapi orang tua masih belum bisa menjalankan perannya sebagai panutan dan peran sebagai pengawas dikarenakan orang tua belum bisa menjalankan beribadah bersama-sama, belum bisa menjadi teladan untuk anak dan belum bisa memantau aktivitas bersama teman-temannya (2) faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo adalah karena faktor diri sendiri karena remaja masih mempunyai kontrol diri yang lemah, faktor rumah tangga bahwa lingkungan keluarga yang dialami oleh remaja yang menyimpang dikarenakan kondisi ekonomi dan kesibukan orang tua sehingga mempengaruhi tingkat emosional anak, faktor masyarakat dikarenakan pergaulan sangat rentan dan cenderung ke hal negatif dan faktor sekolah bahwa banyaknya teman ditemui di lingkungan sekolah yang memiliki latar belakang berbeda-beda menyebabkan remaja mudah terpengaruh dengan perilaku menyimpang yang dilakukan temannya.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari adanya berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT, atas hela nafas serta ribuan nikmat yang tak ternilai harganya sehingga penulis diberikan kemudahan dalam setiap langkah kehidupan.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan fasilitas dan sarana sehingga studi saya berjalan dengan lancar. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kemudahan

dalam proses pengajuan dan penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Robertus Belarminus Suharta, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Lutfi Wibawa, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan mengarahkan dan membimbing saya selama penyusunan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

6. Seluruh masyarakat Desa Gintungan beserta tokoh masyarakat terimakasih atas izin dan bantuan untuk penelitian.


(9)

ix

7. Rasa hormat dan mendalam dan terimakasih yang tak terhingga disampaikan kepada Ibunda Srihartati dan Ayahanda Sutopo yang telah mendorong dan mendidik, serta mendoakan disetiap langkah yang dilakukan oleh penulis, dan untuk beliau semoga selalu diberikan kesehatan, rahmat dan hidayah dari Allah SWT.

8. Seorang yang spesial (Arvian Tiantoro S.Kep Ns.) dan teman-teman di Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Angkatan 2010 yang telah memberikan perhatian dan turut memberikan moivasi kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

9. Adik-adiku (Ilham Wardoyo dan Revalino Rangga Pamungkas) dan seluruh keluargaku (Kos Andika Inten, Indah, Adhis, Vita, Azka, Tya, Fitri, Galih, Kos Wakhid Hasyim No 22, Kos Amarta dan Kos Alamanda) yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.

10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli terhadap Pendidikan Luar Sekolah dan bagi para pembaca umumnya.

Yogyakarta, 4 Januari 2017

Penulis


(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ………... .... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ... ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 9

1. Kenakalan Remaja ... 9

a. Pengertian Kenakalan Remaja ... 9

b. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja ... 10

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja ... 15

d. Cara-Cara Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 17

2. Pendidikan Remaja ... 21


(11)

xi

b. Fungsi Pendidikan Keluarga pada Remaja ... 23

c. Cara Pendidikan Keluarga pada Remaja ... 24

3. Peran Orang Tua ... 26

a. Pengertian Peran ... 26

b. Macam-Macam Peran Orang Tua ... 27

B. Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Pertanyaan Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 39

B. Subjek Penelitian ... 40

C. Setting Penelitian ... 40

D. Metode Pengumpulan Data ... 41

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Teknik Analisis Data ... 44

G. Keabsahan Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 48

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 48

a. Informan ... 48

B. Hasil Penelitian ... 49

1. Peran Orang Tua dalam Mencegah Terjadinya Kenakalan Remaja. ... 49

a. Peran Orang Tua Sebagai Pendidik ... 49

b. Peran Orang Tua Sebagai Pendorong ... 53

c. Peran Orang Tua Sebagai Panutan ... 58

d. Peran Orang Tua Sebagai Pengawas ... 61

e. Peran Orang Tua Sebagai Teman ... 65

f. Peran Orang Tua Sebagai Konselor ... 70

g. Peran Orang Tua Sebagai Komunikator ... 75

2. Faktor yang Menimbulkan Kenakalan Remaja ... 80


(12)

xii

b. Faktor Rumah Tangga ... 85

c. Faktor Masyarakat ... 88

d. Faktor dari Sekolah ... 92

C. Pembahasan ... 95

1. Peran Orang Tua dalam Mencegah Terjadinya Kenakalan Remaja. ... 95

a. Peran Orang Tua Sebagai Pendidik ... 95

b. Peran Orang Tua Sebagai Pendorong ... 97

c. Peran Orang Tua Sebagai Panutan ... 99

d. Peran Orang Tua Sebagai Pengawas ... 101

e. Peran Orang Tua Sebagai Teman ... 103

f. Peran Orang Tua Sebagai Konselor ... 106

g. Peran Orang Tua Sebagai Komunikator ... 108

2. Faktor yang Menyebabkan Kenakalan Remaja ... 111

a. Faktor dari Dalam Diri Sendiri ... 111

b. Faktor Rumah Tangga ... 114

c. Faktor Masyarakat ... 116

d. Faktor dari Sekolah ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA….………... 126


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1 Pengumpulan Data………... 44 Tabel 2 Identitas Informan Anak……… ... 49 Tabel 3 Identitas Tokoh Masyarakat……… 49


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1 Kerangka Berfikir……….. 36 Gambar 2 Komponen Analisis Data Model Interaktif……….. 45


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Pedoman Observasi………... 129

Lampiran 2 Pedoman Dokumentasi………... 130

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Orang Tua……… 131

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Untuk Remaja…………...…....……... 136

Lampiran 5 Pedoman Wawancara Tokoh Masyarakat ……… ... 143

Lampiran 6 Catatan Lapangan ……… ... 144

Lampiran 7 Reduksi, Display dan Kesimpulan Hasil Wawancara ……….. 156

Lampiran 8 Dokumentasi ……… ... 237

Lampiran 9 Surat ……… ... 239


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam periaku menyimpang. Dalam prespektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena sangat dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Jensen (Sarlito W. Sarwono, 2002:256) membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis, antara lain:

1. Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, contohnya perusakan,

pencurian, pencopetan, pemerasan.

3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah mereka dan sebagainya.

Pada saat ini semakin berkembang bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja. Kenakalan remaja biasa dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Dimana masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat.

Orang tua mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak, sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat, dan


(17)

2

mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan yang pertama yang dibutuhkan setiap anak, sebab pendidikan itu pada prinsipnya adalah untuk meletakan dasar dan arah bagi bagi seorang anak tersebut. Anak dapat menjadi mandiri, penuh tanggung jawab terhadap tugas dan kewajibanya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya. Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi anak.

Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Menurut Aristoteles (Sarlito 2006:21) mengatakan jika umur 14-21 tahun masuk masa dewasa muda (young manbood). Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial. Kenakalan remaja ini sering dilakukan oleh remaja yang kebutuhan ekonominya kurang sehingga mereka melakukan kenakalan bahkan bukan hanya kenakalan saja tetapi tindakannya sudah termasuk kejahatan kriminal atau pidana.

Kenakalan remaja salah satunya dipengaruhi oleh faktor keluarga. Gaya komunikasi orang tua terhadap remaja yang kurang baik justru dapat mengakibatkan kenakalan remaja, meskipun demikian gaya komunikasi orang tua terhadap anak juga dapat dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan tempat pembentukan karakter dan kepribadian keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam menghadapi


(18)

3

situasi lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkah laku atau kehidupan remaja.

Fenomena-fenomena yang terjadi saat ini menunjukan bahwa apabila konflik-konflik yang berkembang antara orang tua dan remaja menjadi berlarut-larut, dapat menimbulkan berbagai hal yang negatif, baik bagi remaja itu sendiri maupun dalam hubungannya antara remaja dan orang tuanya. Kondisi demikian merupakan suatu keadaan yang tidak baik bagi remaja yang akan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks, baik fisik maupun sosial termasuk pendidikan, antara lain dapat menimbulkan keluhan fisik yang tidak jelas penyebabnya maupun berbagai permasalahan yang berdampak pada perilaku anti sosial yang sering terjadi pada remaja. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan pada media-media massa.

Dalam penelitian majalah Tempo No 34, Tahun XI, 24 Oktober (Sarlito 2006:123) menyatakan bahwa dari 203 pelajar SLTP dan SLTA mengungkapkan bahwa 11% di antara responden mengaku sering tidak menurut pada orang tua dan 63,8% mengaku hanya kadang-kadang saja patuh. Padahal, 65,1% menyatakan bahwa mereka sering dimintai pendapat oleh orang tua. Artinya, ada usaha dari orang tua untuk mendekati anak remajanya. Berdasarkan penelitian di atas jelaslah bahwa tidak begitu mudah untuk


(19)

4

memperkirakan keadaan anak remaja dalam keluarga, dalam masyarakat yang sedang berkembang.

Mengingat remaja sebagai generasi muda yang merupakan sumber daya manusia yang sangat potensial sebagai penerus cita-cita bangsa, yang memiliki peranan yang sangat penting. Mereka memerlukan perlindungan dan pembinaan serta bimbingan untuk menjamin kebutuhan fisik, mental, dan spiritual secara utuh. Dalam memberikan perlindungan dan bimbingan kepada remaja, diperlukan dukungan yang positif, partisipasi aktif dari semua semua pihak terutama orang tua. Dalam hal ini orang tua perlu membina mentalitas anak remaja dengan menanamkan nilai agama.

Bagi anak remaja sangat diperlukan adanya pemahaman, pendalaman serta kataatan terhadap ajaran-ajaran agama yang dianut. Dalam kenyataan sehari-hari menunjukan bahwa, remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-norma agama bahkan lalai menunaikan perintah-perintah agama sehingga menimbulkan kenakalan remaja seperti melakukan pencurian, bolos dari sekolah, tidak menghormati orang tua, pencurian, seks bebas dan kenakalan remaja lainya.

Menurut Sudarsono, (2004:11) kenakalan remaja ialah perbuatan atau kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma. Meskipun orang tua telah berusaha, membimbing dan membina anak remaja yang masih melakukan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan, sudah jelas berdampak negatif bagi masyarakat sekitarnya. Di Desa Gintungan,


(20)

5

Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo terdapat remaja yang melakukan kenakalan remaja, pertama remaja putri yang hamil di luar nikah, kedua remaja putra yang melakukan minum-minuman keras dan merokok, ketiga remaja yang putus sekolah karena anak merasa tidak mampu untuk melanjutkan sekolahnya dan ada juga anak yang putus sekolah karena telah malakukan pelanggaran sekolah yang tidak bisa ditolerir oleh pihak sekolah, keempat tindakan pencurian oleh remaja dikarenakan hanya iseng atau masalah kekurangan ekonomi sehingga timbul hasrat untuk mencuri, kelima melakukan bolos dijam-jam sekolah dengan bermain play station, keenam perkelahian antar sesama remaja.

Keluarga sebagai tempat pendidikan anak pertama kali sebelum mengenyam bangku sekolah. Cara mendidik anak tentunya sangat berpengaruh pada perkembangan anak nantinya. Peran orang tua sebagai lingkungan terdekat yang mempengaruhi perkembangan perilaku anak. Anak akan meniru perilaku orang tuanya karena anak memandang orang tua sebagai figur mereka. Hingga usia remaja anak akan meniru perilaku orang tuanya, jadi yang perlu diwaspadai adalah sikap dan perilaku orang tua. Sama halnya dengan fenomena di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo remaja kurang adanya pengawasan di luar rumah sehingga anak berperilaku sesuai apa yang mereka sukai. Komunikasi kepada orang tua sangatlah kurang sehingga anak malu untuk mengungkapkan permasalahan yang terjadi pada dirinya.


(21)

6

Hal ini dapat kita lihat karena masih banyaknya terdapat kenakalan remaja. Demikian juga halnya yang terjadi di desa yang menjadi tempat penelitian saya, masih terdapat anak remaja yang melakukan perilaku-perilaku menyimpang seperti, minum-minuman keras, bolos dari sekolah, perkelahian dan pencurian.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukan bahwa peran orang tua sangatlah penting untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti “Peran Orang Tua Dalam Mencegah Kenakalan Remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa permasalahan yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Kenakalan remaja berdampak negatif bagi lingkungan masyarakat.

2. Remaja kurang memahami norma-norma agama bahkan lalai menunaikan perintah-perintah agama sehingga menimbulkan kenakalan remaja

3. Kurang adanya pengawasan di luar rumah sehingga anak berperilaku sesuai apa yang mereka sukai.

4. Kurangnya komunikasi orang tua kepada anak sehingga anak malu untuk mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, tidak seluruhnya dikaji dalam penelitian ini, maka penelitin ini dibatasi pada peran orang tua


(22)

7

dalam mengatasi kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana peran orang tua dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo?

2. Apa faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Untuk mendeskripsikan peran orang tua dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo.

2. Untuk mengetahui

3. faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pendidikan keluarga mengenai kenakalan remaja dan peran orang tua dalam mencegah kenakalan remaja.


(23)

8

2. Manfaat Praktis a. Bagi Orang Tua

Agar dapat meningkatkan perannya untuk membimbing anak untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja.

b. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi kepada masyarakat bahwa peran orang tua sangat bermanfaat dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja.

c. Bagi Penulis

Sebagai bahan untuk memperoleh data yang akurat mengenai peran orang tua dalam mencegah kenakalan remaja dan faktor yang menimbulkan kenakalan remaja serta dapat menambah wawasan penulis tentang kenakalan remaja pada saat ini.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai acuan dan panduan dalam melakukan penelitian tentang peran orang tua dan kenakalan remaja.


(24)

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Mengenai Kenakalan Remaja a. Pengertian Kenakalan Remaja

Menurut Cavan dalam Sofyan S. Willis (2005:88) mengungkapkan bahwa kenakalan anak dan remaja itu disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka tinggal. Kenakalan remaja pada dasarnya merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Anak-anak muda yang delinkuen atau jahat itu disebut pula anak cacat secara sosial. Mereka cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat.

Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Deliquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut, pengacau, dan penteror Kartini, (2010:6).

Kenakalan remaja yang sering kita jumpai adalah kenakalan yang dilakukan oleh remaja yang ditandai dengan berbuat sesuai dengan keinginannya dan melawan aturan-aturan yang ada. Menurut


(25)

10

Sudarsono (2004:11) kenakalan remaja ialah perbuatan atau kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma.

b. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja

Menurut Jensen (Sarlito 2006:209) kenakalan remaja digolongkan menjadi 4 jenis yaitu:

1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain; perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dll.

2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi; perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dll.

3) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain; pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks di luar nikah. 4) Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak

sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.

Menurut norma-norma hukum didalam Sudarsono (2004:32) macam-macam kenakalan remaja yaitu:

1) Kejahatan-kejahatan kekerasan, merupakan perbuatan melukai atau menghilangkan nyawa orang lain dilakukan dengan sengaja.

2) Pencurian, yaitu mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.


(26)

11

3) Penggelapan, yaitu mengaku sebagai miliknya sendiri barang sesuatu atau seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

4) Penipuan, yaitu menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoednigheid) palsu.

5) Pemerasan, yaitu menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.

6) Gelandangan, yaitu para subyek yang tidak memiliki tempat tinggal atau subyek tersebut tidak memiliki domisili yang autentik. 7) Anak sipil, yaitu apabila si bapak atau si ibu yang melakukan

kekuasaan orang tua mendapatkan alasan yang sungguh-sungguh untuk merasa tidak puas karena kelakuan anaknya maka atas permintaan dia atau dewan, atas anjuranya boleh memerintahkan penampungan anak untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga Negara atau partikelir yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. 8) Remaja dan Narkotika, yaitu penyalahgunaan narkotika dan

obat-obat perangsang sejenis oleh kaum remaja.

Menurut Kartini Kartono (2010:49), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu:


(27)

12

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut:

(a) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.

(b) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang trasisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestis tertentu.

(c) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.

2) Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah:


(28)

13

(a) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.

(b) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.

(c) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

(d) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

(e) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan.

(f) Motif kejahatanya berbeda-beda.

(g) Perilakunya menunjukan kualitas kompulsif (paksaan). 3) Kenakalan psikopatik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan


(29)

14

oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah:

(a) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orang tuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.

(b) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.

(c) Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan implusif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki. (d) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan

menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak perduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri. Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan intregrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara


(30)

15

moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistic, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.

4) Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri, selalu merupakan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada intelegensinya. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja yaitu dikarenakan oleh perhatian yang kurang dari orang tua sehingga remaja berperilaku yang tidak lazim dilakukan pada umumnya untuk menunjukan bahwa remaja tersebut ingin diperhatikan. Terjadi permasalahan dalam keluarga contohnya broken home pernyataan ini didukung dengan pendapat Sudarsono (2004:125) yaitu:

1) Broken Home

Ada kemungkinan besar terjadinya kenakalan remaja, dimana terutama perceraian atau perpisahan orang tua mempengaruhi perkembangan si anak. Dalam broken home pada prinsipnya struktur keluarga tersebut sudah tidak lengkap lagi disebabkan adanya hal-hal sebagai berikut:


(31)

16

a) Salah satu kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia.

b) Perceraian orang tua.

c) Salah satu kedua atau keduanya tidak hadir secara kontinyu dalam tenggang waktu yang cukup lama.

2) Eksistensi pendidikan

Anak-anak yang memasuki sekolah tidak semuanya berwatak baik misalnya penghisap ganja, cross boys dan cross girls yang memberikan kesan kebebasan tanpa kontrol dari semua pihak terutama dalam lingkungan sekolah. Dalam sisi lain, anak-anak yang masuk sekolah ada yang berasal dari keluarga yang kurang memperhatikan kepentingan anak dalam belajar yang kerap kali berpengaruh pada teman yang lain. Sesuai dengan keadaan seperti ini seolah-olah sekolah sebagai tempat pendidikan anak-anak yang dapat menjadi sumber terjadinya konflik.

3) Peranan masyarakat

Anak remaja sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dala m perekonomian, pengangguran, mars media, dan rekreasi.


(32)

17

Menurut Kartini Kartono (2006:9) motif yang mendorong anak remaja melakukan tindak kejahatan dan kedursilan itu antara lain:

1) Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan, 2) Meningkatnya agresifitas dan dorongan seksual,

3) Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya,

4) Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru,

5) Kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal,

6) Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irasional.

Menurut Sofyan S. Willis (2005:93) menyebutkan terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja:

1) Faktor-faktor dari dalam diri anak itu sendiri. 2) Faktor-faktor rumah tangga.

3) Faktor-faktor masyarakat.

4) Faktor-faktor yang berasal dari sekolah. d. Cara-Cara Menanggulangi Kenakalan Remaja

Menurut Kartini Kartono (2006:52) tindak delinkuen yang dilakukan oleh anak remaja menimbulkan kerugian materil dan kesengsaraan batin baik pihak subyek pelakunya sendiri maupun dari pihak korbannya, maka masyarakat dan pemerintah melakukan


(33)

18

tindakan-tindakan preventif dan penanggulangan secara kuratif. Tindakan preventif yang dilakukan antara lain sebagai berikut:

1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga,

2) Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum, kampung-kampung miskin,

3) Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka,

4) Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja, 5) Membentuk badan kesejahteraan anak-anak,

6) Mengadakan panti asuhan anak,

7) Mengadakan lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif, pengkoreksian dan esistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan, 8) Membuat badan supervise dan pengontrol terhadap kegiatan anak

delinkuen, disertai program yang korektif, 9) Mengadakan pengadilan anak,

10) Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja,

11) Mendirikan sekolah bagi anak gembel,


(34)

19

13) Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusiawi diantara para remaja delinkuen dengan masyarakat luar,

14) Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreatifitas para remaja delinkuen dan non delinkuen.

Tindakan hukuman bagi anak remaja delinkuen antara lain berupa menghukum mereka sesuai dengan perbuatannya, sehingga dianggap adil, dan biasa menggugah berfungsinya hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri.

Tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain berupa:

1) Menghilangkan semua sebab musabab timbulnya kejahatan remaja,

2) Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat,

3) Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, 4) Memberikan latihan bagi remaja untuk hidup teratur,

5) Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan untuk dibiasakan bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan dislipin tinggi,

6) Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen di lingkungan kerja,


(35)

20

7) Memperbanyak lembaga-lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan,

8) Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwan lainya.

Menurut Sofyan S. Willis (2005:128) berpendapat terdapat 3 upaya untuk menanggulangi kenakalan remaja yaitu:

1) Upaya preventif yaitu kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Berbagai upaya preventif dilakukan secara garis besar dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu:

a) Di rumah tangga b) Upaya di sekolah c) Upaya di masyarakat

2) Upaya Kuratif yaitu menanggulangi masalah kenakalan remaja ialah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan tersebut tidak meluas dan merugikan masyarakat dan dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan Negeri.

3) Upaya pembinaan

a) Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan dilakukan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan ini telah diungkapkan pada upaya prefentif yaitu upaya menjaga jangan sampai terjadinya kenakalan remaja.


(36)

21

b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan atau yang telah menjalani sesuatu hukuman karena kenakalan. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi kenakalannya.

2. Tinjauan Mengenai Pendidikan Keluarga pada Remaja a. Pengertian Pendidikan Keluarga pada Remaja

Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang berarti anak dan kata “ago” yang berarti aku membimbing. Jadi paedagogike berarti aku membimbing anak Hadi, (2008:17). Sedangkan Hasbullah (2009:1), menyatakan bahwa pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mendewasakan peserta didik.

Menurut ilmu sosiologi Ahmadi (2001:22), keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh sesuatu keturunan, yakni kesatuan antara ibu dan anak yang merupakan kesatuan kecil dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat. Sedangkan Hassbullah (2005:34) keluarga diartikan sebagai kesatuan hidup bersama yang pertama dikenal oleh anak, dan karena itu disebut primary community. Dari pendapat diatas dapat


(37)

22

disimpulkan bahwa keluarga merupakan ikatan sesuai keturunan yang menjadi satu kesatuan yaitu ibu dan anak.

Pendidikan yang terjadi di rumah tangga atau di lingkungan keluarga termasuk dalam pendidikan informal. Pendidikan informal adalah proses seseorang dari pengalaman-pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis, sejak orang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar atau di dalam pergaulan-pergaulan sehari-hari. Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga (Ahmadi 2001:176).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan pendidikan keluarga untuk remaja adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh individu yang terikat dalam suatu keturunan untuk mendidik anak remajanya. Pendidik merupakan salah satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena pendidik itulah yang bertanggung jawab dalam membimbing dan membentuk pribadi anak didiknya. Dalam keluarga orang tua berperan sebagai pendidik, sehingga sikap dan tindakannya sehari-hari memberi stimulus pada tingkah laku anak. Kesalahan-kesalahan orang tua dalam mendidik anak dapat mengakibatkan anak dalam perkembangannya tidak mampu mandiri dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak mendapat rangsangan maupun hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan mulai


(38)

23

mengenal masyarakat sekitarnya, mempelajari norma dan aturan-aturan permainan hidup dalam masyarakat dari orang tua. Anak tidak hanya mengenal tetapi dilatih menghargai dan mengikuti norma-norma dan aturan hidup bermasyarakat lewat kehidupan keluarga.

b. Fungsi Pendidikan Keluarga pada Remaja

Menurut Hassbullah (2005:34) pendidikan keluarga berfungsi sebagai berikut:

1) Menjamin kehidupan emosi remaja

2) Menanamkan dasar pendidikan moral remaja 3) Memberikan dasar pendidikan sosial remaja 4) Meletakan dasar-dasar pendidikan agama remaja

Keluarga bagi remaja berfungsi sangat penting agar tercipta remaja yang mempunyai dasar hidup yang terarah dan mampu melewati masa yang sangat rawan bagi remaja. Dengan dasar hidup yang kokoh anak remaja sudah mempunyai bekal untuk melewati masa peralihan pada dirinya.

Melalui pendidikan keluarga, remaja bukan hanya diharapkan memiliki pribadi yang mantap melainkan mandiri dalam menjalani hidup dan kehidupannya, namun juga diharapkan akan mampu menjadi warga masyarakat yang baik Rohman (2013:200). Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan keluarga serta begitu pokonya kehidupan keluarga bagi remaja. Menurut BKKBN (2009:2)


(39)

24

fungsi pendidikan keluarga pada remaja adalah untuk meningkatkan ketahanan dan pemberdayaan keluarga dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

c. Cara Pendidikan Keluarga pada Remaja

Beberapa cara pendidikan dalam keluarga untuk remaja, menurut Singgih (2008:39) adalah:

1) Pendidikan berorentasi pada kasih sayang: orang tua-anak, yang baik hubungannya. Hubungan kasih sayang ini akan mendekatkan anak dengan orang tuanya, memudahkan orang tua dalam memberi hadiah dan hukuman yang sepadan. Anak juga akan lebih mudah menerima nilai-nilai orang tuanya dan menirunya.

2) Pendidikan berorentasi pada penalaran: aspek paling penting adalah induksi. Iduksi pada dasarnya menunjukan kepada anak yang melanggar, akibat-akibat dari perilaku bagi orang lain. Memberi alasan-alasan pada anak untuk menerangkan mengapa harus berbuat atau tidak berbuat. Orang tua dan pendidik yang tegas, akan berhasil dalam mendidik, tanpa memakai cara kekerasan. 3) Pengawasan orang tua atau pendidik: melalui supervise dan

dorongan. Pengawasan orang tua dikurangi pada masa remaja dini dan lebih banyak diberikan kesempatan kepada anak untuk melatih pengendalian diri. Pada saat remaja kehangatan orang tua, bimbingan-bimbingan dan saran-saran yang sangat diperlukan.


(40)

25

4) Hukuman, hukuman orang tua ada 2 macam yaitu; teknik menunjukan kuasa dan tidak memberikan kasih sayang.

a) Penggunaan kekuasaan meliputi hukuman fisik, tidak memberikan hak-hak tertentu, mendesak mengancam untuk mengendalikan anak.

b) Lovewithdrawal technique, ekspresi langsung penolakan terhadap perilaku anak yang tidak diinginkan dalam bentuk menolak bicara atau tidak mendengarkan anak. Ini semata-mata dipakai untuk menunjukan ketidaksukaan orang tua, karena perbuatan anak yang tidak baik.

5) Behabivor training: orang tua dan para pendidik pembimbing biasanya sibuk mencari cara yang efektif untuk mengubah perilaku anak yang tidak diinginkan. Sesungguhnya memasukan suatu perilaku proposional pada anak secara otomatis akan mengapus suatu tingkah laku yang tidak diinginkan itu.

a) Belajar langsung dari induksi perilaku bantu membantu, membagi dan kerjasama. Orang tua menanamkan tanggung jawab anak dengan mengikut sertakan anak atau memberikan tugas pemeliharaan tanaman, binatang kesayangan atau anak yang lebih tua dengan mengurus adik.

b) Belajar secara tidak langsung, anak diminta mengajarkan nilai-nilai atau tingkah laku tertentu kepada orang lain.


(41)

26

Agar pendidikan anak di lingkungan keluarga berhasil baik sesuai dengan keinginan dan tujuan pendidikan orang tua perlu dipahami bahwa setiap anak adalah pribadi khas, pribadi yang unik. Anak memiliki ciri kepribadian, kemampuan dalam batas-batas tertentu ada hal-hal yang sama antar satu anak dengan anak yang lain, sesuai dengan umur dan jenis kelaminnya.

3. Tinjauan tentang Peran Orang Tua a. Pengertian Peran

Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia (orang tua) menjalankan suatu batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain, sehingga orang tua akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peran tersebut diatur oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Peran lebih banyak menunjukan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi tepatnya adalah bahwa seseorang (orang tua) menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan peran. Menurut Livinson (Soerjono Soekamto 2007:213) menyebutkan bahwa suatu peran mencangkup tiga hal yaitu:

1) Peran meliputi norma-norma yang diungkapkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini


(42)

27

merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2) Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu masyarakat sebagai individu.

3) Peran juga dapat dilakukan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat.

Orang tua menurut Emzul Fajri dan Ratu Aprilia Senja (2004:602) menyebutkan bahwa orang tua adalah orang yang sudah tua, orang yang usianya sudah banyak, orang yang sudah lama hidup di dunia; ayah dan ibu. Orang tua adalah ayah kandung dan ibu kandung dari anak-anak, yang membentuk keluarga inti (nuclear family).

Menurut M.A Muazar Habibi (2008), orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk suatu keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap anaknya. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya yaitu mendidik, mengasuh serta membimbing anaknya ke hal yang positif. b. Macam-Macam Peran Orang Tua

Peran orang tua secara spesifik dalam pembinaan remaja antara lain sebagai berikut (BKKBN, 2010).

1) Peran sebagai pendidik

Orang tua hendaknya menyadari perubahan fisik maupun psikis yang terjadi pada remajanya. Orang tua wajib memberikan


(43)

28

bimbingan kepada anaknya. Nilai agama yang diutamakan kepada anak sejak dini menjadi bekal bagi mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.

2) Peran sebagai pendorong

Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja butuh berbagai dorongan ketika mereka menghadapi berbagai kegagalan yang mampu menyurutkan mereka. Pada saat itu orang tua memberikan keberanian dan percaya diri kepada remaja dalam menghadapi masalah, sehingga tidak gampang menyerah dalam menghadapi masalah.

3) Peran sebagai panutan

Remaja memerlukan panutan di lingkungannya. Orang tua perlu menjalankan berbagai nilai-nilai dalam agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

4) Peran sebagai pengawas

Kewajiban orang tua untuk mengawasi sikap dan perilaku remaja agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawa mereka dalam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri, tetapi hendaknya dilakukan dengan cara lemah lembut dan penuh kesabaran. Peran dialog terbuka kepada remaja sangat bermanfaat bagi mereka untuk bercerita banyak tentang hal yang mereka alami.


(44)

29

5) Peran sebagai teman

Menghadapi remaja yang telah menginjak usia akil baligh, perlu lebih sabar dan mau untuk mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat dan akrab, jauh dan ketergangguan dan cercaan kepada mereka. Bila mereka terasa aman dan terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat diajak untuk berbicara dan bercerita tentang pendapat mereka mengenai kesulitan yang mereka hadapi. 6) Peran sebagai konselor

Pada remaja dalam usianya menghadapi berbagai keputusan yang harus dipilihnya. Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai positif dan negatif, sehingga mereka mampu belajar mengambil keputusan yang terbaik. Sebagai konselor orang tua tidak dituntut untuk menghakimi remaja tersebut, namun merangkul mereka yang bermasalah.

7) Peran sebagai komunikator

Suasana yang harmonis antara remaja dan orang tua sehingga menciptakan komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan kepada anaknya secara terbuka namun arif. Menciptakan rasa aman dan terlindungi untuk memberikan anak menerima uluran tangan orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya.


(45)

30

Menurut Idris dan Jamal (2011:11), peranan orang tua dalam mendidik anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap dan watak, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetik, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan, serta menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan disiplin. Di lingkungan keluarga seorang anak manusia dapat mengenal nilai dan norma kehidupan. Keluargalah yang melahirkan manusia-manusia yang akan terjun ke masyarakat. Perilaku seorang di masyarakat adalah cermin dari keluarganya. Di sini perilaku ditekankan bahwa tauladan dari orang tua sangat berkesan dalam diri anak sehingga mereka dewasa dan memiliki anak.

Peran harus dilaksanankan sebaik-baiknya agar hubungan keluarga bisa diterima dan dipelihara. Menurut Singgih (2008:31) peran ibu adalah:

1) Memenuhi kebutuhan fisiologis

Kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral, sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya, dia harus memberikan susu agar anak itu bisa melangsungkan hidupnya.

2) Peran ibu dalam mengurus dan merawat keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten

Ibu mempertahankan hubungan-hubungan dalam keluarga. Ibu menciptakan suasana yang mendukung kelancaran


(46)

31

perkembangan anak dan semua kelangsungan keberadaan unsur keluarga lainnya. Seorang ibu yang sabar menanamkan sikap-sikap, kebiasaan pada anak, tidak panik dalam menghadapi gejolak di dalam maupun di luar diri anak, a kan memberikan rasa tenang dan tertampungnya unsur-unsur keluarga.

3) Peran ibu sebagai pendidik yang mampu mengatur dan mengendalikan anak

Ibu berperan mendidik anak dan mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan juga menuntut ketegasan dan kepastian dalam melaksanakannya. Ibu dalam memberikan ajaran dan pendidikan harus konsisten, tidak boleh berubah-ubah.

4) Ibu sebagai contoh dan teladan

Dalam mengembangkan kepribadian dan membentuk sikap-sikap anak, seorang ibu perlu memberikan contoh teladan yang dapat diterima. Dalam pengembangan kepribadian, anak belajar mulai dari peniruan terhadap orang lain.

5) Ibu sebagai manajer yang bijaksana

Seorang ibu menjadi manajer di rumah. Ibu mengatur kelancaran rumah tangga dan menanamkan rasa tanggung jawab pada anak. Sejak dini anak seharusnya sudah dididik mengenai adanya peraturan-peraturan yang harus diikuti. Adanya disliplin di dalam rumah akan memudahkan pergaulan di dalam masyarakat kelak.


(47)

32

6) Ibu memberikan rangsangan dan pelajaran

Seorang ibu juga memberikan rangsangan sosial bagi perkembangan anak. Sejak masa bayi pendekatan ibu dan percakapan dengan ibu memberikan rangsangan bagi perkembangan anak, kemampuan bicara dan pengetahuan lainnya.

Sama halnya ibu, ayah juga sangat berperan penting di dalam keluarga Menurut Singgih (2008:31), peran ayah adalah:

1) Ayah sebagai pencari nafkah. 2) Ayah sebagai pemberi rasa aman.

3) Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak.

4) Ayah sebagai atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi keluarga.

Menurut Effendy (2005:32), peran orang tua dalam mendidik anak sangat menentukan pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian anak. Selanjutnya hubungan komunikasi antara orang tua dan anak akan menciptakan saling memahami terhadap masalah-masalah keluarga, khususnya dalam menghadapi problematika remaja, sehingga akan berpengaruh terhadap sikap maupun perilaku yang akan dibawakan anak sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mereka. Pendapat lain Sianipar (2000:42), menyatakan bahwa orang tua memegang peranan penting untuk meningkatakan pengetahuan anak remaja dan khususnya kesehatan reproduksi.


(48)

33

Menurut Yudrik Jahja (2011:228) peran sebagai oang tua yang cukup baik, secara garis besar adalah:

1) Memenuhi kebutuhan fisik yang paling pokok; sandang; pangan; dan kesehatan.

2) Memberikan ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak.

3) Memberikan suatu landasan yang kukuh, ini berarti memberikan suasana rumah dan kehidupan keluaga yang stabil.

4) Membimbing dan mengendalikan perilaku.

5) Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk membantu anak matang dan akhirnya mampu menjadi anak yang mandiri.

6) Mengajarkan cara berkomunikasi, orang tua yang baik mengajarkan anak untuk mampu menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan yang rumit dan berbicara seperti ketakutan dan amarah.

7) Membantu anak menjadi bagian dari keluarga. 8) Memberi teladan.

Jadi, peran orang tua adalah serangkaian tingkah laku yang dilakukan oleh orang tua dalam melaksanakan perannya sesuai dengan fungsi keluarga. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar


(49)

34

dalam rangka pembentukan perilaku bagi anak-anaknya. Dalam keluarga peran orang tua sangat signifikan yang dapat dilakukan adalah proses pendidikan bagi anak. Pendidikan dalam keluarga adalah proses pembelajaran dalam upaya pengembangan dan pembentukan karakter diri bagi anak sebagai penerus generasi masa depan bangsa.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penyebab Pembinaan Remaja Nakal di Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoarjo

(Skripsi Siti Latifah. 1999. Universitas Negeri Yogyakarta)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya remaja nakal di lembaga permasyarakatan anak Kutoarjo dan mengetahui usaha pembinaan remaja nakal di lembaga permasyarakatan anak Kutoarjo. Data yang digunakan terdiri dari data primer yaitu wawancara tentang penyebab pembinaan remaja nakal di lembaga permasyarakatan anak Kutoarjo. Hasil dari penyebab pembinaan yang dilakukan pihak lembaga permasyarakatan anak Kutoarjo adalah kareana anak melakukan bentuk-bentuk kenakalan yaitu pencurian 35,7% diikuti pembunuhan 16,7% pengeroyokan dan pemerkosaan yang masing-masing sebesar 14,2% penganiyaan dan perbuatan susila sebesar 4,8%, penggelapan, pelanggaran lalulintas dan pelmasuan uang masing-masing sebesar 2,4%.


(50)

35

2. Penyebab dan Dampak Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang pada Remaja di Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman Tahun 2000.

(Skripsi dari Retno Handayani Wening. 2000. Universitas Negeri Yogyakarta)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab munculnya penyalahgunaan narkoba pada remaja di Kecamatan Ngaglik dan untuk mengetahui dampak dari penyalahgunaan narkoba pada remaja di Kecamatan Ngaglik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang pada remaja Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Tahun 2000 dengan mengambil 3 kasus remaja pengguna narkoba secara umum disebabkan oleh faktor ekstern dan faktor intern. Lebih rinci yang berkaitan yang peneliti temukan pada kasus tersebut yaitu; faktor penyebab timbulnya penyalahgunaan narkoba berkaitan dengan faktor pribadi yaitu perasaan kecewa, frustasi, dan faktor lingkungan berupa pengaruh dari teman pergaulan dan tersedianya narkoba.

Perbedaan penelitian ini dengan perbedaan penelitian yang telah dilakukan seperti di atas adalah tentang bagaimana dampak beserta faktor pendukung dan penghambat dalam mencegah kenakalan remaja.


(51)

36

C. Kerangka Berpikir

Bagan Kerangka Berfikir

Pada masa remaja sering dianggap sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan ini karena masa remaja sering menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua. Padahal untuk remaja sendiri, masa ini adalah masa yang menyenangkan dalam hidupnya.

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa, yakni mereka yang berusia 14 tahun sampai dengan 21 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang tuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya

Kenakalan Remaja

Pendidikan Keluarga

Peran Orang Tua 1. Peran sebagai pendidik 2. Peran sebagai pendorong 3. Peran sebagai panutan 4. Peran sebagai pengawas 5. Peran sebagai teman 6. Peran sebagai konselor 7. Peran sebagai komunikator


(52)

37

akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini terjadi karena mereka semua memang sama-sama masih dalam masa mencari identitas. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang disebut sebagai kenakalan remaja.

Dengan adanya kenakalan remaja perlu adanya pendidikan keluarga yang diharapkan remaja dapat mencegah remaja dalam melakukan kenakalan remaja lebih lanjut. Pendidikan remaja dapat membentengi remaja untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu juga dibutuhkan peran orang tua untuk memberi teladan di depan, membangkitkan semangat, dan di belakang mengawasi segala tindak tanduk remaja. Jika peran orang tua tidak dilaksanakan dengan baik remaja akan bertindak semaunya mereka sendiri tanpa mereka sadari perbuatanya itu dapat merugikan orang lain.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian yang akan dijawab oleh penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana peran orang tua sebagai pendidik di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

2. Bagaimana peran orang tua sebagai pendorong di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

3. Bagaimana peran orang tua sebagai panutan di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?


(53)

38

4. Bagaimana peran orang tua sebagai pengawas di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

5. Bagaimana peran orang tua sebagai teman di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

6. Bagaimana peran orang tua sebagai konselor di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

7. Bagaimana peran orang tua sebagai komunikator di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

8. Apa yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja dari faktor dalam diri sendiri di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

9. Apa yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja dari faktor rumah tangga di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo? 10. Apa yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja dari faktor

masyarakat di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?

11. Apa yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja dari faktor sekolah di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo?


(54)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Terkait dengan judul dan permasalahan yang diangkat maka penelitian ini berkisar pada permasalahan yang diangkat maka penelitian ini berkisar pada permasalahan manusia dan konteksnya. Untuk itu penelitian ini akan mengungkap peristiwa, suatu keadaan yang berhubungan dengan manusia dengan mendeskripsikan, mengurm,khaikan dan menggambarkan “ Peran Orang Tua Dalam Mencegah Kenakalan Remaja Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo”. Untuk mengungkap peran orang tua dan mencegah terjadinya kenakalan remaja harus dilakukan melalui suatu penelitian yang membahas konteks sosial dengan tepat bisa dilakukan dengan pendekatan kualitatif.

Moleong, (2005:4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sugiyono (2010:15) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara puposive dan snowball, teknik pengumpulan data trianggulasi, analisis yang bersifat induktif/kualitatif. Dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.


(55)

40

B. Subjek Penelitian

Pengambilan sumber data penelitian ini menggunakan teknik “purposive sampling” yaitu pengambilan sampel didasarkan pada pilihan penelitian tentang aspek apa dan siapa yang di jadikan fokus pada situasi tetentu dan saat ini terus-menerus sepanjang penelitian, sampling bersifat purposive yaitu tergantung dengan tujuan fokus suatu saat Nasution, (2006:29).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi dalam mengumpulkan data, maka dapat dikatakan sumber data adalah kata-kata atau tindakan orang yang diwawancara, sumber data tertulis, dan foto. Subjek sasaran penelitian ini adalah subjek penelitian yaitu 5 orang tua yang mempunyai anak remaja berumur 14 sampai 21 tahun, 5 remaja yang berumur 14 sampai 21 tahun, dan 5 tokoh masyarakat yang mengetahui tentang kenakalan remaja dan bertempat tinggal di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Pertimbangan lain dalam pemilihan subjek karena 5 subjek tersebut di ambil dari remaja yang sering melakukan kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo.

C. Setting Penelitian

Penelitian peran orang tua dalam mencegah kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo dilaksanakan selama 3 bulan 25 Februari 2015 – 25 Mei 2015. Lokasi penelitian bertempat di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Setting penelitian


(56)

41

adalah di rumah orang tua yang memiliki anak usia 14-21 tahun, pada saat orang tua sedang melakukan pola asuh dengan anaknya.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian ilmiah. Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

Dalam penelitian ini tekhnik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Wawancara (Interview)

Wawancara (Interview) sering disebut dengan kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (Interview)untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Interviewee) Suharsimi Arikunto, (2006:115). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil Sugiyono, (2010:137).

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk mengungkap peran orang tua dalam mencegah kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Adapun aspek yang ditanyakan dalam wawancara dalam penelitian ini meliputi; identitas responden; dan hal yang berkaitan dengan fokus penelitian.


(57)

42

2. Observasi

Observasi atau yang disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecapan Suharsimi Arikunto, (2006:156). Dalam pelaksanaanya observasi yang diterapkan adalah observasi non partisipan yaitu peneliti tidak terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati Sugiyono, (2010:145).

Dalam penelitian ini metode observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran awal tentang subjek penelitian, maka peneliti harus terlebih dahulu mengambil survey terhadap situasi dan kondisi sasaran penelitian. Dalam hal ini peneliti akan mengamati langsung tentang hal-hal yang berkaitan dengan fokus penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan dan pengutipan data dari dokumen yang ada di dalam lokasi penelitian. Dokumen ini dimaksudkan untuk melengkapi data dari wawancara dan observasi. Dokumen dapat berupa surat-surat, gambar, atau foto dan catatan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,


(58)

pengaturan-43

pengaturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya Suharsimi Arikunto, (2006:150).

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data tertulis dan nyata yang meliputi; gambaran umum Desa Gintungan yang dapat dilihat dari data Monografi desa, data-data yang terkait dengan orang tua yang mempunyai anak remaja, dan foto-foto yang berkaitan dengan penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati Sugiyono, (2010:148). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi terstruktur.


(59)

44

Tabel 1. Pengumpulan Data

No Aspek Sumber Data Tekhnik

1

2

Peran orang tua dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang

Kabupaten Purworejo?

Faktor yang menyebabkan kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo?

- Orang tua (ayah dan ibu ) - Anak

- Anak

- Tokoh Masyarakat

Observasi dan wawancara

Observasi dan wawancara

F. Teknik Analisis Data

Proses analisis data bukan hanya merupakan tindak lanjut logis dari pengumpulan data tetapi juga merupakan proses yang tidak terpisahkan dengan pengumpulan data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia berbagai sumber, yaitu informan kunci dari hasil wawancara, dari hasil pengamatan di lapangan atau observasi dan dari hasil studi dokumentasi Lexy Moleong, (2000:209).

Menurut Mile dan Huberman (1984) yang dikutip Sugiyono (2010:246), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data yaitu : data reduction,


(60)

45

data display, and conclusion drawing/ verification. Langkah kegiatan pengumpulan data tersebut merupakan proses siklus dan interaktif.

Gambar 2. Komponen Analisis Data Model Interaktif Sugiyono, (2010:246)

Langkah analisis data model Mile dan Huberman Sugiyono, (2010:246) adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk merangkum data, dipilih hal-hal yang pokok dan penting, dicari tema dan polanya dan reduksi data. Selanjutnya membuat abstraksi, abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah ini dimaksudkan agar data yang diperoleh dan dikumpulkan lebih mudah untuk dikendalikan.

Data Collection

Data Display

Data Reduction

Conclusions Drawing/ Verification


(61)

46

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data merupakan hasil dari reduksi data, disajikan dalam laporan secara sistematis yang mudah dibaca atau dipahami baik secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya dalam konteks sebagai pernyataan. Penyajian ini bisa dengan bentuk grafik, matrik atau bagan informasi.

Sajian data ini merupakan sekumpulan informan yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui sajian data peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan yang memungkinkan untuk menganalisis dan mengambil tindakan lain berdasarkan pemahaman. 3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Kesimpulan yang diverifikasi adalah berupa suatu pengulangan sebagai pemikiran kedua yang timbul melintas pada peneliti waktu menulis. Karena penelitian ini bersifat terbuka, maka tidak menutup kemungkinan apabila di lapangan tidak sama dengan diasumsikan, sehingga hal ini dapat direvisi atau diverivikasi selama penelitian berlangsung. Verivikasi dapat dilakukan dengan mencari data baru, dapat pula lebih mendalam bila penelitian dilakukan oleh suatu tim untuk mencapai intersubjective consensus, yakni persetujuan bersama agar lebih menjamin validitas atau confirmability.

G. Keabsahan Data

Setelah data terkumpul tahapan selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap keabsahan data dengan menggunakan teknik trianggulasi data.


(62)

47

Tujuan dari trianggulasi data ini adalah untuk mengetahui sejauh mana temuan-temuan lapangan yang benar-benar representatif. Menurut Lexy Moleong (2000:330) trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap tahap itu. Menurut Denzin (Lexy J. Moleong 2000:330), membedakan 4 macam trianggulasi, yaitu: 1. Trianggulasi sumber maksudnya membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda dalam metode kualitatif.

2. Trianggulasi metode maksudnya pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui beberapa teknik pengumpulan data. 3. Trianggulasi peneliti maksudnya memanfaatkan peneliti untuk keperluan

pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

4. Trianggulasi teori maksudnya membandingkan teori yang ditemukan berdasarkan kajian di lapangan dengan teori yang telah ditemukan para pakar.

Teknik trianggulasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda dalam metode kualitatif. Teknik trianggulasi metode maksudnya adalah pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui beberapa teknik pengumpulan data yang meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi


(63)

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambar Umum

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian a. Informan

Peneliti membutuhkan informan dimana informan ini sangat berguna untuk kepentingan trianggulasi data, karena data yang diperoleh dari para responden perlu diadakan cross cek antara responden dan informan sehingga akan memperoleh data-data atau informasi yang benar-benar valid. Informan dalam penelitian ini adalah anak remaja dari responden 14-21 tahun. Informan yang pertama ibu AT bekerja sebagai PRT, suaminya BN bekerja sebagai buruh serabutan, mempunyai 2 orang anak yaitu DR dan HS. Informan yang ke dua ibu RS bekerja sebagai penjaga toko, suaminya RH bekerja sebagai tukang bangunan, mempunyai anak 1 yaitu RS. Informan ketiga ibu S, suaminya ST bekerja sebagai petani, mempunyai 3 orang anak IW, RV, dan PL. Informan keempat ibu A, suaminya BD bekerja sebagai buruh serabutan, mempunyai anak 3 FB, MA, dan AS. Informan yang kelima ibu Y, suaminya KL bekerja sebagai buruh serabutan, mempunyai anak 2 yaitu SR dan IR.


(64)

49

Tabel 7. Identitas Informan No Nama Orang

Tua

Umur Orang Tua

Nama Anak Umur Anak 1 Ibu AT 47 Tahun HS 16 Tahun 2 Ibu RS 53 Tahun RS 20 Tahun 3 Ibu S 54 Tahun IW 20 Tahun 4 Ibu A 49 Tahun MA 16 Tahun 5 Ibu Y 48 Tahun SR 16 Tahun

Sumber: Data Primer Informan Tokoh Masyarakat

No Nama Jabatan

1 SP Kepala Desa

2 K Sekertaris Desa

3 BS Kaur Keuangan

Sumber: Data Primer B. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian tentang peran orang tua yang terdiri dari peran sebagai pendidik, peran sebagai pendorong, peran sebagai panutan, peran sebagai pengawas, peran sebagai teman, peran sebagai konselor dapat dilihat berdasarkan penjelasan di bawah ini:

1. Peran orang tua dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

a. Peran sebagai pendidik

Di dalam keluarga peran orang tua tentunya adalah sebagai pendidik untuk mendidik anak-anaknya. Salah satu yang paling mendasar adalah menanamkan pendidikan agama. Pendidikan agama sangat penting dilatih sejak dini untuk membentuk


(65)

50

karakter anak. Dengan landasan agama yang kokoh inilah yang membuat anak enggan melakukan kenakalan remaja. Hal ini disampaikan oleh ibu “AT” selaku orang tua “HS”:

“Iya mbak, sejak kecil anak saya sudah saya latih untuk mengaji ke masjid setiap sore dan saya ajari untuk sholat 5 waktu karena saya percaya agama dasar dari kehidupan” Senada yang diungkapkan oleh “HS” selaku anak dari ibu “AT”:

“Iya benar, orang tua saya sudah melatih sholat dan mengaji sejak saya kecil, kalau tidak melaksanakan saya bisa dimarahi sama bapak dan ibu mbak”

Pendapat yang sama disampaikan oleh ibu “A” selaku orang tua “MA”: “ya saya ajari untuk sholat mbak, kalau mengaji sejak kecil sudah ke masjid bersama teman-teman seumuranya. Sama halnya “MA” selaku anak dari ibu “A” menuturkan bahwa: “iya, saya sejak dini dilatih sholat dan mengaji mbak”.

Hal yang sama di ungkapkan oleh ibu “RS” selaku orang tua dari “RS” : “ iya mbak, anak saya tak suruh mengaji di masjid, dan di rumah bapak nya yang mengajarkannya untuk sholat”. Pendapat yang sama di ungkapkan oleh “RS” selaku anak dari ibu “RS” : “ iya, orang tua selalu mengajarkan sholat dan mengaji mbak di rumah”.

Berdasarkan penjabaran subjek-subjek diatas kita dapat mengetahui pendapat 3 keluarga dari orang tua “AT” dan anak “HS”, orang tua “A” dan anak “MA”, orang tua “RS” dan anak


(66)

51

“RS” yang mengajarkan sholat dan mengaji sejak dini. Sedangkan anak dari 3 keluarga yaitu anak “HS”, anak “MA”, dan anak “RS” membenarkan pendapat dari ke-3 orang tuanya bahwa sejak dini dilatih sholat dan mengaji sejak kecil.

Peran orang tua sebagai pendidik dengan mengajarkan sopan santun dalam tutur kata dan berperilaku hal ini membuat remaja tidak melakukan kenakalan remaja kembali. Menurut pendapat ibu “AT” selaku orang tua dari anak “HS” menuturkan:

“kalau saya ya jelas mengajarkan sopan santun mbak kepada anak saya, kalau tidak diajarkan sopan santun nanti anak saya mau jadi apa”

Selaras dengan yang diungkapkan oleh “HS’ selaku anak dari ibu “AT” :

“orang tua selalu mengajarkan sopan santun dalam berbicara dan juga dalam melakukan sesuatu dari sejak kecil, saya dulu pernah di marahin oleh orang tua karena berkata tidak sopan terhadap orang tua saya”

Hal serupa diungkapkan oleh ibu “RS” selaku orang tua dari “RS”: “saya mengajarkan sopan santun mbak sama anak saya, anak saya sama orang yang lebih tua juga selalu menghormati”. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh “RS” selaku anak dari “RS”: “iya orang tua selalu mengajarkan banyak hal mengenai sopan santun dan bertata krama yang baik”.

Didukung dengan pernyataan ibu “Y” selaku orang tua dari “SR”: “saya selalu mengajarkan sopan dan santun mbak sama


(67)

52

anak saya agar anak saya tidak bertingkah laku yang kurang baik”. Seperti yang diungkapkan ibu “Y” anak “SR” juga mengungkapkan hal yang sama: “saya sering diajarkan sopan santun dan diajarkan juga bertutur kata yang baik juga”.

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa orang tua orang tua “AT” dan anak “HS”, orang tua “RS” dan anak “RS”, orang tua “Y” dan anak “SR” setiap hari orang tua mengajarkan sopan santun dalam tutur kata dan perilaku. Pendapat ini dibenarkan oleh anak “AT”, anak ”RS”, anak “SR” bahwa orang tuanya mengajarkan sopan santun dalam bertutur kata maupun perbuatan.

Peran orang tua sebagai pendidik juga seharusnya menyadari perubahan fisik maupun psikis yang terjadi pada remajanya. Setiap hari orang tua bertegur sapa dengan anaknya. Seperti yang diungkapkan oleh ibu “AT” orang tua dari “HS” menuturkan bahwa: “ya mbak, saya tau perkembangan dari anak saya dari mulai tubuh anak saya yang berubah sampai psikis dari anak saya, ketika anak saya sedang sedih atau bahagia”. Anak “HS” selaku anak dari orang tua ibu “AT” berpendapat bahwa: “iya mbak orang tua saya tau perubahan yang terjadi dalam tubuh saya dan juga psikis dari saya”.

Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh ibu “A” selaku orang tua dari anak “MA”: “tentu harus tau mbak,


(68)

53

bagaimanapun dia anak saya, sebisa mungkin saya melihat ada gak perubahan setiap harinya pada anak saya, dan perubahan apa yang terjadi pada diri anak saya”. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh anak “MA” selaku anak dari orang tua “A”: “orang tua saya tau perubahan dari saya, karena orang tua kita mengamati kita sehari-hari”.

Hal serupa juga diungkapkan oleh ibu “Y” selaku orang tua dari anak “SR”: “tau mbak, kaya sekarang udah ada kumis tipis dibawah hidung, sama kalau terkena masalah pulang-pulang suka cemberut.”. Hal ini diperkuat oleh anak “SR” selaku anak dari orang tua “Y”: “orang tua saya tentu mengetahui perubahan yang terjadi dalam diri saya mbak”.

Dari wawancara di atas ditarik kesimpulan bahwa bahwa orang tua orang tua “AT” dan anak “HS”, orang tua “A” dan anak “MA”, orang tua “Y” dan anak “SR” Orang tua mengetahui setiap perubahan fisik ataupun psikis yang terjadi pada anaknya. Pendapat ini dibenarkan oleh anak “AT”, anak ”MA”, anak “SR” mengetahui segala perubahan fisik maupun psikis yang terjadi pada anaknya.

b. Peran sebagai pendorong

Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja butuh berbagai dorongan ketika mereka menghadapi berbagai kegagalan yang mampu menyurutkan mereka dan untuk


(69)

54

mengindarkan mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dorongan orang tua sangatlah penting bagi setiap remaja untuk berperilaku baik.

Seperti yang diungkapkan oleh “RS” selaku orang tua dari “RS”: “iya lah mbak namanya orang tua pasti selalu memberikan dorongan kepada anaknya untuk berperilaku baik”. Hal ini diperkuat oleh “RS” selaku anak dari orang tua dari “RS”: “iya setiap hari saya di berikan wejangan untuk selalu berperilaku baik dengan siapapun dan dimanapun saya berada”.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh “S” selaku orang tua dari “IW”: “iya mbak selalu saya berikan dorongan kepada anak saya agar berperilaku baik, sopan dan santun agar selalu terjaga”. Hal ini juga dipertegas oleh anak “IW” selaku anak dari orang tua dari “S”: “sejak kecil dorongan itu sudah muncul, orang tua selalu membimbing saya untuk tidak berperilaku buruk”.

Seperti yang diungkapkan oleh “Y” selaku orang tua dari “SR”: “iya mbak dorongan orang tua sangatlah penting kalau anak sedang di rumah, bisa setiap hari saya kasih dorongan agar berperilaku baik”. Hal yang senada juga dikatakan oleh “SR” selaku anak dari orang tua “Y”: “tentu mbak, orang tua saya memberikan dorongan untuk saya untuk berperilaku baik”.


(70)

55

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa orang tua orang tua “RS” dan anak “RS”, orang tua “S” dan anak “IW”, orang tua “Y” dan anak “SR” orang tua selalu memberikan dorongan untuk berperilaku baik kepada anaknya. Pendapat ini dibenarkan oleh anak “RS”, anak ”S”, anak “SR” bahwa orang tuanya memberikan dorongan kepada anaknya untuk berperilaku baik.

Pada saat itu orang tua memberikan keberanian dan percaya diri kepada remaja dalam menghadapi masalah, sehingga tidak gampang menyerah dalam menghadapi masalah. Menurut “AT” orang tua dari anak “HS” menyatakan bahwa: “iya saya sudah menanamkan kepercayaan diri dalam menghadapi masalah. Hal ini tidak senada diungkapkan oleh “HS” “iya saya dilatih percaya diri dan berani mengahadapi masalah sendiri”.

“RS” selaku orang tua dari anak “RS” mengatakan bahwa: “iya mbak sudah saya ajarkan sikap kepercayaan diri dalam menghadapi masalah”. Hal ini senada dengan yang dikatakan “RS”selaku anak dari orang tua “RS”:

“iya dilatih, percaya diri sejak dini memang diperlukan kalau dari kecil tidak dilatih kepercaya dirian bisa- jadi korban bulli temannya di sekolah, sekarang bukanya lagi marak anak di buli oleh temanya di sekolah sampai anak tersebut tidak mau ke sekolah karena takut pada temanya itu”

Pernyataan yang sama dikatakan oleh “S” selaku orang tua dari anak “IW”: iya mbak saya sudah menanamkan kepercayaan


(71)

56

diri saat menghadapi masalah, sewaktu dia harus menentukan bagaimana cara mencari jalan keluar atas permasalahan itu sendiri. Seperti disampaikan oleh “IW” anak dari ibu “S”: kalau sejak dini memang iya mbak, soalnya saya harus percaya diri ketika menghadapi masalah dan harus menyelesaikan masalah saya secara sendiri terlebih dahulu.

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa orang tua “AT”, orang tua “RS”, dan orang tua “S” sudah menanamkan kepercayaan diri sejak kecil saat menghadapi masalah sejak dini agar dapat mencari jalan keluar atas permasalahan itu sendiri dan tercipta kemandirian. Pendapat anak “HS” sejak dini sudah ditanamkan rasa percaya diri dalam menghadapi masalah dan anak “RS” dan anak “S” sejak dini sudah ditanamkan rasa kepercaya dirian dalam menghadapi masalah .

Dengan ditanamkan kepercayaan diri sejak kecil melatih anak mencari jalan keluar masalah sendiri. Orang tua tidak membela kesalahan yang diperbuat oleh anaknya karena akan membuat anak merasa tidak bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Seperti yang dikatakan ibu “AT” selaku orang tua “HS”: “saya tidak pernah membela kalau anak saya melakukan kesalahan”. Tidak senada yang dikatakan oleh “HS” selaku anak dari orang tua “AT” mengatakan bahwa: “saya tidak


(72)

57

selalu dibela oleh orang tua saya, apalagi ketika saya melakukan kesalahan orang tua tidak akan membela saya”.

Ibu “S” selaku orang tua dari anak “IW” menyatakan: “tidak pernah saya bela anak saya mbak kalau dia melakukan kesalahan”. Hal ini senada yang dikatakan oleh “IW” selaku anak dari orang tua “S”: “tidak mbak, orang tua saya tidak pernah membela ketika melakukan kesalahan, tapi kalau saya benar pasti di bela oleh orang tua”.

Menurut ibu “Y” selaku orang tua dari anak “SR”: “jelas tidak saya bela ketika anak saya melakukan kesalahan”. Tidak senada dengan yang dikatakan oleh “SR” selaku anak dari orang tua dari “Y”: “tidak benar mbak orang tua saya tidak selalu membela ketika saya sedang melakukan kesalahan, saya malahan terkena marah sama orang tua saya”.

Berdasarkan data dari hasil wawancara oleh ibu “AT”, ibu “S”, dan ibu “Y” dapat diketahui bahwa orang tua tidak pernah membela anaknya ketika melakukan kesalahan dari anaknya. Hal ini sama yang dengan hasil wawancara oleh “HS”,“IW” dan “SR” tidak pernah membela anaknya ketika melakukan kesalahan tetapi jika melakukan kebenaran pasti akan dibela oleh orang tuanya.


(1)

(2)

246

Lampiran 10. Hasil Observasi

Hasil Observasi

No Aspek Deskripsi

1. Gambaran umum Desa Gintungan

a. Letak geografis Desa Gintungan

1. Batas-batas desa gintungan

2. Luas wilayah

b. Jumlah Penduduk

Desa Gintungan secara administratif merupakan wilayah Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo dengan kode desa 004.

Batas-batas wilayah Desa Gintungan yakni:

- Sebelah Utara : Desa Rendeng - Sebelah Timur : Desa Bulus - Sebelah Selatan : Kelurahan

Lugosobo

- Sebelah Barat : Desa Seren Luas wilayah 263, 292 Ha terdiri dari:

- Pemukiman warga seluas 103 Ha - Tanah pertanian seluas 75 Ha - Tanah tegalan seluas 15,284 Ha - Tanah pekarangan seluas 60 Ha - Sarana prasarana jalan raya 9 Ha - Tanah perkantoran seluas 0,8 Ha Desa Gintungan terdiri dari 8 wilayah Kepala Dusun (Kadus) yang meliputi 9 Rukun Warga dan 18 Rukun Tetangga. Jumlah penduduk Desa Gintungan berjumlah 3.213 jiwa dengan rincian laki-laki 1.642 jiwa dan perempuan 1.571 jiwa.


(3)

247

c. Jenis Mata Pencaharian

d. Pendidikan

e. Agama

Mata pencaharian utama penduduk Desa Gintungan adalah petani.

Belum / tidak bekerja: 6067, Industri: 1, Kariyawan swasta: 408, Kariyawan BUMN: 3, Kariyawan BUMD: 2, Kariyawan Honorer: 1, Buruh harian lepas: 561, Mengurus rumah tangga: 250, Buruh tani / perkebunan: 5, Tukang kayu: 1, Pelajar/ mahasiswa: 474, Pensiunan: 69, Pegawai negri sipil: 79, Tentara nasional: 6, Guru: 34, Kepolisian RI: 2, Bidan: 2, Pelaut: 1, Perdagangan: 11, Sopir: 1, Pedagang: 22, Perangkat desa: 6, Kepala desa: 1, Wiraswasta: 160, Petani pekebun: 446, total yang sudah bekerja 3213.

Penduduk Desa Gintungan sebagian masih berpendidikan rendah yaitu sampai jenjang Sekolah Dasar, sebagian lagi sudah ke jenjang SMP dan SMA sudah lumayan banyak yang melanjutkan ke Akademi maupun Perguruan Tinggi. Tidak/ Belum sekolah: 482, Belum tamat SD: 187, Tamat SD: 968, SMP: 630, SMA: 773, Diploma I/II: 11, Diploma III: 34, Strata I: 112, Strata II: 16, Total: 3.213.

Agama yang dianut oleh penduduk Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo sebagian besar beragama islam. Terdiri dari: Islam:


(4)

248

2.

f. Fasilitas umum

Gambaran Umum Subjek Penelitian

a. Keadaan keluarga remaja di Desa Gintungan

b. Komunikasi orang tua dengan anak

c. Kondisi

3.210, Kristen: 0, Katolik: 4, Hindhu: 0, Budha: 1, Konghucu: 0.

Sarana pendidikan terdiri dari:

Kelompok Bermain Paud: 2, Taman Kanak-kanak: 2, Sekolah Dasar/ Sederajat: 7, total sarana pendidikan berjumlah 7 buah.

Adapun tempat peribadatan yaitu; 4 buah masjid, 8 buah mushola.

Keadaan keluarga remaja secara umum di Desa Gintungan adalah harmonis tanpa adanya keluarga yang tidak normal atau biasa kita kenal dengan broken home. Orang tua lah yang akan menjadi contoh awal pembentukan karakter remaja. Tapi pertengkaran orang tua dan saudara mereka sendiri yang membuat mereka tidak betah dirumah.

Komunikasi orang tua di Desa Gintungan dengan anak sangatlah kurang dikarenakan kesibukan orang tua dengan pekerjaannya sehingga jarang terjalin komunikasi yang baik antara anak dan orang tua. Ketika pagi anak berangkat sekolah dan ketika pulang orang tua masih bekerja. Bertemu pada saat setelah sholat magrib.


(5)

249

lingkungan sosial/ tempat tinggal responden

d. Kondisi lingkungan pergaulan responden

e. Proses pelaksanaan wawancara 1. Diskusi

Gintungan sudah masuk kondisi yang kurang baik, karena dari observasi yang dilakukan terdapat warga yang menjadikan rumahnya untuk tempat sambung ayam atau berjudi memakai kartu, nomer atau dadu. Selain itu miras juga tidak susah untuk dibeli oleh para remaja. Hal ini membahayakan keselamatan remaja di Desa Gintungan karna kondisi lingkungan tempat tinggal sudah tidak aman bagi mereka.

Responden berada di lingkungan di luar rumah untuk bertemu dengan teman-temanya. Dari data yang yang telah diambil di ketahui bahwa remaja sering bertukar pendapat atau sekedar curhat atas permasalahanya. Dari curhatan tersebut diberikan solusi yang kurang baik. Dengan bertemu temannya yang tidak baik, mempermudah anak remaja untuk mempengaruhi kemauan dari temanya untuk melakukan hal-hal yang di luar batasan. Membolos dijam-jam sekolah, berkelahi dengan sesama temanya, minum-minuman keras, melakuakan perbuatan yang tidak senonoh dengan lawan jenis.


(6)

250

2. Penerimaan

3. Partisipasi

membahas mengenai anaknya.

Orang tua dan remaja mau menerima apa yang akan didiskusikan oleh peneliti kepada remaja.

Orang tua, remaja berpartisipasi untuk berdiskusi mengenai permasalahan remaja pada saat ini.