57 mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang
lebih tinggi; 3 mengkonstruksi pengalaman siswa; 4 mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif Siregar dan
Nara, 2011:41-42. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori
konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan pengetahuan oleh pebelajar. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang
sedang mengetahui dan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang guru kepada orang lain siswa.
2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak
secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Menurut teori
Piaget dalam Slavin, 1994:39, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat
tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut sebagai berikut:
1 tahap sensorimotor lahir sampai 2 tahun. Terbentuknya konsep
“kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan;
58 2
tahap praoperasional usia 2 sampai 7 tahun. Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek-
obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi; 3
tahap operasional konkrit usia 7 sampai 11 tahun. Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Pemikiran tidak lagi sentrasi
tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi keegosentrisan;
4 tahap formal usia 11 tahun sampai dewasa. Pemikiran abstrak dan
murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.
Berdasarkan teori Piaget Salvin, 1994:45-46, berikut adalah implikasi penting yang dikemukakan:
1 memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak
sekedar pada hasilnya; 2
memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran;
3 memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses
belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap yang satu dengan tahap yang lainnya. Anak usia SD termasuk dalam tahap operasional
konkrit. Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Sesuai dengan
59 kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam Kustandi
dan Sutjipto, 2013:11 yang menyatakan bahwa hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung konkrit, kenyataaan yang ada
dilingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal abstrak. Semakin keatas puncak kerucut semakin
abstrak media penyampai pesan itu.
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale
60
2.2 Kajian Empiris
Penelitian eksperimen yang berjudul “Keefektifan Model Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Hasil Belajar IPA Pada
Siswa Kelas IV SD Kelurahan Pati Lor”, didukung oleh penelitian-penelitan yang terdahulu, yaitu penelitian yang dilakukan Artini 2015:45-52,
menjelaskan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa, serta dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Inpres 1 Tondo. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Pramityasari 2015:19-23, menunjukkan bahwa
model Mind Mapping lebih efektif dibanding dengan model Problem Based Learning. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil yang berbeda pada kelas
eksperimen dengan model Mind Mapping sebesar 74,85 sedangkan kelas kontrol dengan model Problem Based Learning sebesar 69,27.
Penelitian Nurroeni 2013:54-60, menunjukkan rata-rata aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen sebesar 73,04 lebih besar dibanding
dengan rata-rata kelas kontrol sebesar 61,25. Sehingga model Mind Mapping lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran langsung.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Erlisnawati 2014:9-14, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif Group Investigation mengalami peningkatan. Rata-rata terakhir didapat sebesar 80,83 dengan besar peningkatan dari skor
dasar 34, 72 dengan ketuntasan klasikal 81,82.