1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan bank berdasarkan prinsip syariah yang memiliki fungsi utama yaitu sebagai lembaga intermediasi antara
masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana. Adanya perbankan syariah ini menjadi solusi alternatif bagi masyarakat muslim
yang ingin berinvestasi atau menitipkan uangnya melalui lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah sebagai landasan hukum untuk menjalankan
kegiatan usahanya. Menurut Kasmir dalam Hasanudin dan Prihatiningsih, 2010:25 bank
merupakan lembaga keuangan yang sangat diperlukan dalam perekonomian modern sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana
rumah tangga dan kelompok masyarakat yang membutuhkan dana pengusaha. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur
keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu
menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank
konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara
perbankan yang
menerapkan sistem
syariah dapat
tetap
2
bertahan.Berikut ini adalah data perkembangan perbankan syariah berdasarkan jumlah bank:
Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah Berdasarkan Jumlah Bank
Indikasi 1998 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
BUS
1 2
3 3
3 3
5 6
UUS -
8 15
19 20
25 27
25
BPRS 76
84 88
92 105
114 131
139 Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI
Berasarkan tabel 1.1 terlihat bahwa perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS pasca terjadinya krisis moneter pada tahun 1998
cenderung lebih cepat dibandingkan dengan Bank Umum Syariah BUS dan Unit Usaha Syariah UUS. Dari pertumbuhan BPRS yang cukup pesat tersebut
membuat persaingan antar BPRS semakin ketat sehingga BPRS longgar dalam memberikan pembiayaan.
Di Indonesia perbankan Syariah muncul sejak dikeluarkannya Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Perbankan Syariah di Indonesia,
pertama kali beroperasi pada 1 Mei 1992, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia BMI. Hal ini menandai dimulainya era system perbankan
ganda dual banking system di Indonesia, yaitu beroperasinya system perbankan konvensional dan system perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem
perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta
3
mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional Karim, 2008:1.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan
industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan
progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 28 pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.Perkembangan aset perbankan syariah dapat dilihat pada tabel
1.2 dan gambar 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.2 Perkembangan Total Aset BPRS di Indonesia.
Tahun 2009
2010 2011
2012 2013
Total asset Juta Rupiah
2.125.779 2.738.744 3.520.415 4.698.953
5.833.485 Sumber : BI, statistik perbankan syariah diolah.
Gambar 1.1 Perkembangan Asset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Sumber : BI, statistik perbankan syariah di olah
1,000,000 2,000,000
3,000,000 4,000,000
5,000,000 6,000,000
7,000,000
2009 2010
2011 2012
2013
Ju ta
R u
p iah
Tahun
Aset
4
Berdirinya Bank Syariah merupakan kebutuhan masyarakat muslim Indonesia. Perbankan yang beroperasi sesuai dengan ajaran islam yang bebas dari
sistem bunga, terutama setelah dikeluarkannya fatwa mengenai bunga bank haram oleh MUI pada tanggal 16 desember 2003 yang dihadiri oleh ketua MUI K.H.
Sahal Mahfuz. Mekanisme kerja komisi fatwa dalam menetapkan bunga bank dilihat dari larangan riba itu sendiri sudah jelas dalam Al-Quran dan sunnah yaitu
surat Al-baqarah ayat 278, An-nisa ayat 160, Ali-Imran ayat 130, dan Ar-Rum ayat 39.
Menurut Siamat 2001: 88 bank umum memiliki beberapa fungsi pokok, yakni menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam
kegiatan ekonomi
,
menciptakan uang, menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat, menawarkan jasa-jasa keuangan lain, menyediakan fasilitas untuk
perdagangan internasional, menyediakan pelayanan penyimpanan untuk barang- barang berharga, dan menyediakan jasa-jasa pengelolaan dana. Semakin banyak
dana yang dimiliki suatu bank, semakin besar peluang bagi bank tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatannya dalam mencapai tujuannya.
Sebagaimana fungsi utama bank, BPRS juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi yang menerima dan menyalurkan dana dari masyarakat. Fungsi
intermediasi BPRS sendiri tercermin dalam rasio Financing to Deposit Ratio FDR. Rasio tersebut akan menunjukan tingkat kemampuan bank syraiah dalam
menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat. Rata-rata rasio Financing to Deposit Ratio FDR pada BPRS melebihi 110. Pada satu sisi hal ini
menunjukkan bahwa fungsi intermediasi BPRS berjalan dengan baik karena
5
dengan rasio yang melebihi 100 ini berarti seluruh dana yang dihimpun oleh BPRS dapat disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, namun
pada sisi lain ini sangat beresiko, karena salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah adalah kebijakan perkreditan yang ekspansif Siamat,
2005:360. Para praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio LDR atau Financing to Deposit Ratio FDR adalah sekitar 80.
Namun batas toleransi berkisar 85-100. Namun oleh Bank Indonesia, suatu bank masih dianggap sehat jika Loan to Deposit Ratio LDR nya masih dibawah
110 Suryani, 2011. Sejak tahun 2010 hingga 2013, pertumbuhan ekonomi di Indonesia
mengalami kemajuan yang cukup baik dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,9 per tahun. Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi 5 tahun
sebelumnya dengan rata-rata 5,5 per tahun. Bahkan pada tahun 2012 hingga tahun 2013, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi
kedua setelah China di G20 antaranews.com, diakses 7 Januari 2015. Tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode tersebut juga
menggambarkan adanya peningkatan dari sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, salah satunya adalah perubahan dari pendapatan
dan konsumsi masyarakat, baik perseorangan maupun korporasi, sehingga selanjutnya akan mempengaruhi besaran investasi masyarakat termasuk deposito
dan tabungan yang merupakan bagian utama dari Dana Pihak Ketiga DPK Muttaqiena, 2013:22.
6
Dana Pihak Ketiga DPK menjadi dana yang terpenting bagi proses intermediasi perbankan karena proses penghimpunan dana berasal dari
masyarakat, yaitu berupa giro, tabungan, dan simpanan berjangka atau deposito. Sehingga DPK menjadi sumber dana terbesar dan yang paling diandalkan oleh
bank, baik itu bank syariah ataupun bank konvensional Dendawijaya, 2009:49.
Bank dapat memanfaatkan dana dari pihak ketiga ini untuk ditempatkan pada pos-pos yang menghasilkan pendapatan bagi bank, salah satunya yaitu dalam bentuk kredit.
Pertumbuhan dana pihak ketiga akan mengakibatkan pertumbuhan kredit yang pada akhirnya FDR pada BPRS juga akan meningkat.
Selain itu, aktifitas bank syariah dalam melaksanakan fungsi intermediasinya tidak lepas dari yang namanya resiko kredit yang biasa disebut
dengan Non Performing Loan NPL pada bank umum atau Non Performing Financing NPF pada BPRS Dendawijaya, 2003. Kemacetan fasilitas kredit
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dari pihak perbankan dan faktor dari pihak nasabah. Kredit bermasalah dapat diukur dari kolektibilitasnya, merupakan
persentase jumlah kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang dikeluarkan bank. Kredit bermasalah yang
tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar, sehingga mengurangi
jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank, dimana nantinya akan mempengaruhi rasio FDR itu sendiri.
7
Rasio Non Performing Financing NPF digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit atau pembiayaan
bermasalah yang diberikan bank syariah. Menurut Surat Edaran BI No.330 DPNP tanggal 14 Desember 2001, Non Performing Loan NPL diukur dari rasio
perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan. Dunia perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi
perekonomian, karena kondisi perekonomian dapat mempengaruhi aktifitas perbankan, salah satu indikator perekonomian adalah inflasi. Menurut para
ekonom islam, dampak dari inflasi diantaranya menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, meningkatkan kecenderungan untuk belanja, melemahkan semangat
untuk menabung, pengerukan tabungan dan penumpukan uang, permainan harga diatas standar kemampuan, penumpukan kekayaan dan investasi non produktif,
distribusi barang relatif tidak stabil dan terkonsentrasi Karim, 2010: 139. Menurut Dornbus dan Fischer dalam Kusuma, 2011:2, kebijakan
moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga untuk mengurangi atau menambah laju inflasi
akan sangat mempengaruhi peran intermediasi di dunia perbankan. Perkembangan dari Financing to Deposit Ratio FDR, Dana Pihak Ketiga
DPK, Non performing Financing NPF, dan tingkat inflasi dapat dilihat pada gambar berikut :
8
Gambar 1.2 Perkembangan FDR Periode 2010-2013
Sumber : BI, statistik perbankan syariah diolah
Gambar 1.3 Perkembangan DPK, NPF, dan Inflasi Periode 2010-2013
Sumber : BI, statistik perbankan syariah diolah Dari gambar 1.2 terlihat bahwa tingkat FDR bergerak secara fluktuatif
pada periode 2010-2013 dengan presentase terendah sebesar 119,67 dan tertinggi sebesar 136,20. Peningkatan laju FDR tertinggi terjadi pada kuartal 2
tahun 2013 yaitu naik sebesar 9,96.Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui
110 115
120 125
130 135
140
2010 2011
2012 2013
FDR
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00 9.00
2010 2011
2012 2013
DPK Rp Milyar NPF
Inflasi
9
bahwa kebijakan dari BPRS untuk melakukan pembiayaan terbilang sangat ekspansif selama periode waktu penelitian. Hal tersebut dapat menimbulkan
masalah kesehatan pada bank jika mengacu pada aturan Bank Indonesia yang mengkategorikan bank sehat dengan FDR antara 85 hingga 110.
Jika melihat gambar 1.3, perkembangan DPK BPRS tiap tahun terus mengalami peningkatan sepanjang periode 2010-2013. Ini menunjukkan bahwa
masyarakat masih terus mempercayai uang yang dimilikinya untuk sekedar menabung atau berinvestasi di BPRS. Dengan begitu, BPRS juga akan semakin
banyak mendapatkan dana dari pihak ketiga ini yang dimana merupakan sumber terbesar bagi kegiatan pembiayaannya. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi
presentase tingkat FDR pada BPRS. Sejak kuartal 2 tahun 2011 NPF mulai mengalami trend penurunan
meskipun tidak terlihat signifikan, tapi penurunan ini menunjukkan kemajuan bagi BPRS. Pada tahun 2012 NPF stabil yaitu pada tingkat rata-rata 6,60 yang
menjadi rata-rata terkecil dari periode 2010-2013. Peningkatan NPF kembali terjadi pada tahun 2013 dimana pada saat yang sama terjadi krisis mata uang
rupiah yang membuat turunnya daya beli masyarakat. Sedikit membaiknya NPF ini mengindikasikan bahwa BPRS semakin baik dalam mengelola pembiayaan
bermasalahnya sehingga dapat lebih optimal lagi dalam menyalurkan dana yang telah dihimpun.
Pada tahun 2010 hingga tahun 2013 dapat dilihat inflasi mengalami pergerakan yang sangat fluktuatif, dan mencapai tingkat tertinggi pada kuartal 3
tahun 2013. Hal ini terjadi karena adanya krisis mata uang yang melanda negara-
10
negara emerging markets termasuk Indonesia.Peristiwa tersebut menyebabkan FDR pada BPRS menurun yang dapat dilihat pada tabel 1.2 bahwa meningkatnya
inflasi pada tahun 2013 diikuti oleh penurunan FDR pada waktu yang sama. Hal yang serupa juga dialami pada kuartal 4 tahun 2010.Kemudian, menurunnya
inflasi pada kuartal 2 tahun 2011 diikuti oleh meningkatnya FDR pada waktu yang sama.
Sebelum penelitian ini dilakukan terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang pengaruh DPK, NPF dan inflasi terhadap FDR. Penelitian yang
dilakukan oleh Novitasari 2014, Prihatiningsih 2012, Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo 2012 dan Sri Haryati 2008 mengenai pengaruh DPK terhadap
FDR. Dalam peneilitian Novitasari 2014 menunjukkan bahwa DPK berpengaruh negatif terhadap FDR secara signifikan. Peneitilian yang dilakukan oleh
Prihatiningsih 2012 menyebutkan bahwa DPK berpengaruh terhadap FDR. Namun, hasil penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo 2012 yang menyatakan bahwa DPK tidak berpengaruh terhadap LDR perusahaan. Kemudian, penelitian yang
dilakukan oleh Sri Haryati 2008 yang menyatakan DPK berpengaruh terhadap kredit baik pada perbankan nasional maupun bank asing campuran.
Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh NPF terhadap FDR dilakukan oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo 2012 dan Prayudi 2011. Pada
penelitian Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo 2012 menunjukan bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR perusahaan sedangkan
11
pada penelitian Prayudi 2011 menunjukkan bahwa NPL tidak mempengaruhi LDR secara signifikan.
Inflasi juga ditelaah sebelumnya oleh Novitasari 2014, Sri Haryati 2008, Abdul Mongid 2008 dan Haas Lelyveld 2003. Pada penelitian
Novitasari 2014 menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR dan dalam penelitian Sri Haryati 2008 dengan sampel bank
nasioanl dan bank asing menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan kredit pada bank nasional dan berpengaruh tidak signifikan
terhadap bank asing. Kemudian, pada penelitian Abdul Mongid 2008 menunjukan hasil bahwa kebijakan moneter adalah hal penting untuk
mengendalikan kegiatan ekonomi melalui jalur kredit. Sedangkan pada penelitian Haas Lelyveld 2003 inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap
pertumbuhan kredit bank nasional di wilayah eropa tengah dan eropa timur. Dengan adanya perbedaan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan
diatas, maka penulis tertarik untuk mencoba menguji kembali apa yang dapat diajadikan permasalahan dalam penelitian kali ini, yakni mengenai pengaruh
DPK, NPF dan inflasi terhadap rasio FDR, permasalahan juga bisa diperkuat dengan melihat data empiris yang tertera pada gambar 1.2 dan 1.3. Dari penjelasn
yang telah dikemukakan, muncul ketertarikan untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai rasio FDR di BPRS karena itu, penulis mengambil judul :
“ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA DPK,
NON PERFORMING FINANCING NPF, DAN INFLASI TERHADAP FINANCING TO
12
DEPOSIT RATIO FDR BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH BPRS DI INDONESIA PERIODE 2010-2013
”. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, untuk menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga DPK, Non
Performing Financing NPF, dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio FDRBank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS di Indonesia baik secara
simultan maupun parsial, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh secara simultan variabel Dana Pihak Ketiga DPK, Non Performing Financing NPF, dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio
FDRBank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS di Indonesia periode 2010- 2013?
2. Bagaimana pengaruh seacara parsial variabel Dana Pihak Ketiga DPK , Non Performing Financing NPF, dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio
FDR Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS di Indonesia periode 2010- 2013 ?
C. Tujuan Penelitian