65
dihimpun. Hal ini menjadi sangat riskan karena apabila terjadi kegagalan usaha pada debitur khususnya pada pembiayaan bagi hasil yang cicilannya
tidak tetap, akan berdampak pada terjadinya kredit macet. Namun kebanyakan bank syariah termasuk BPRS, lebih banyak
mengalokasikan dananya pada pembiayaan jangka pendek jual beli: murabahah untuk menghidari risiko kredit pada pembiayaan jangka panjang
yang pada prakteknya hampir sama dengan bank konvensional, dimana pada pembiayaan jenis ini cicilannya tetap dan lebih cepat kembali. Berdasarkan
data penelitian pada tahun 2010 – 2013, alokasi pembiayaan dengan akad jual
beli paling mendominasi dari seluruh jenis pembiayaan pada BPRS sebesar 79,92 dibandingkan pembiayaan bagi hasil yang hanya sebesar 12,29.
Sehingga dapat disimpulkan dari data pada tabel 4.2 tingginya FDR pada BPRS didominasi oleh pembiayaan jangka pendek jual beli.
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga DPK
Dana Pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, baik perseorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan
menggunakan berbagai instrument produk simpanan yang dimiliki oleh bank. Pada sebagian bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar
yang dimiliki, hal ini seuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat. Dan peningkatan dana pihak ketiga yang dihimpun bank dari
masyarakat biasanya akan diikuti pula peningkatan jumlah total pembiayaan yang diberikan kepada masyaarakat. Perkembangan jumlah dana pihak ketiga
yang dihimpun oleh bank pembiayaan rakyat syariah pada periode januari
66
2010 sampai dengan desember 2013 yang telah diolah menjadi data kuartalandapat kita lihat dan amati pada gambar grafik berikut ini :
Gambar 4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga DPK BPRS Periode 2010-2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI diolah Dana Pihak Ketiga adalah komponen dana yang paling penting,
besarnya keuntungan profit yang akan dihasilkan sangat bergantung pada seberapa besar kemampuan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat
dan kemudian menyalurkan pembiayaan atau melakukan investasi yang dapat meningkatkan value dan asset. Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa
jumlah dana pihak ketiga pada bulan Januari 2010 – Desember 2013 terus
mengalami peningkatan. Jumlah Dana Pihak Ketiga tertinggi berada pada bulan Desember 2013 sebesar 3,67 triliun rupiah dan terendah pada bulan
Januari 2010 yaitu sebesar 1,28 triliun rupiah.
3. Perkembangan Non Performing Financing NPF
Non Performing Financing NPF adalah jenis kredit yang bermasalah yang memiliki klasifikasi kurang lancar, diragukan, dan macet. Rasio NPF ini
500,000 1,000,000
1,500,000 2,000,000
2,500,000 3,000,000
3,500,000 4,000,000
2010 2011
2012 2013
Ju ta
Ru p
iah
Dana Pihak Ketiga DPK
DPK
67
menggambarkan tingkat kesehatan bank, oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan profesional agar tidak melampaui batas maksimal yang ditentukan
Bank Indonesia sebesar 5. Semakin tinggi rasio ini maka kondisi bank semakin memburuk karena dapat menyebabkan krisis likuiditas. Data untuk
rasio Non Performing Financing NPF pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah periode 2010
– 2013 yang telah diolah menjadi data kuartalan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.3 Perkembangan
Non Performing Financing NPF BPRS Periode 2010- 2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI diolah Dari gambar 4.3 terlihat bahwa Non Performing Financing NPF
sepanjang periode penelitian selalu berada di atas 5. Rasio NPF yang selalu berada di atas 5 ini karena dalam menyalurkan dananya, BPRS terlalu
percaya dan kurang selektif. NPF mulai mengalami trend penurunan sejak kuartal 2 tahun 2011 meskipun tidak terlihat signifikan, tapi penurunan ini
menunjukkan kemajuan bagi BPRS. Pada tahun 2012 NPF stabil pada tingkat rata-rata 6,60 yang menjadi rata-rata terendah dari periode 2010-2013.
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
2010 2011
2012 2013
Pers e
n
Non Performing Financing NPF
NPF
68
Peningkatan NPF kembali terjadi pada tahun 2013 dimana pada saat yang sama terjadi krisis mata uang rupiah yang membuat turunnya daya beli
masyarakat. Hal yang sama juga dialami oleh pengusaha yang berutang, mereka akan kesulitan membayar cicilan karena meningkatnya biaya
kebutuhan pokok dan operasional untuk kegiatan usahanya.
4. Perkembangan Inflasi