BAB DUA PULUH LIMA
BAB DUA PULUH LIMA
PIPER PIPER PUNYA ENTRI BARU DI daftar teratas Saat-saat Piper Merasa Tak Berguna. Melawan udangsaurus dengan belati dan suara manis? Tidak mempan. Lalu si monster tenggelam ke dalam laut dan lenyap bersama ketiga kawannya, dan dia tidak kuasa menolong mereka. Sesudah itu, Annabeth, Pak Pelatih Hedge, dan Buford si meja sibuk memperbaiki ini-itu supaya kapal mereka tidak tenggelam. Percy, meski kelelahan, mencari teman-teman mereka yang hilang di laut. Jason, yang juga letih, terbang ke tali- temali kapal bagaikan Peter Pan pirang, memadamkan api yang dihasilkan ledakan hijau kedua nan benderang di atas tiang utama. Sementara itu, Piper cuma bisa menatap pisaunya Katoptris, mencoba menemukan lokasi Leo, Hazel, dan Frank. Citra yang muncul hanyalah yang tak ingin dia lihat: tiga SUV hitam yang melaju ke utara dari Charleston, disesaki demigod Romawi, sedangkan Reyna duduk di balik kemudi mobil terdepan. Elang-clang raksasa mengawal mereka dari atas. Sesekali, roh-roh ungu yang menumpangi kereta perang hantu muncul dari pedesaan dan
mengikuti mereka dari belakang, berderu di sepanjang jalan 1-95 menuju New York serta Perkemahan Blasteran. Piper berkonsentrasi lebih keras. Dia melihat c menyeramkan sebagaimana sebelumnya: banteng berkel manusia yang keluar dari air, kemudian ruangan gelap sep sumur yang dipenuhi air hitam sementara Jason, Percy, dan diri berjuang untuk tetap di permukaan. Piper menyarungkan Katoptris ke sarungnya sambil bertanya tanya bagaimana bisa Helen dari Troy tetap waras selama
Perang Troya, andai belati ini merupakan satu-satunya sumber beritanya. Lalu Piper ingat bahwa semua orang di sekitar Helen dibantai oleh agresor Yunani. Mungkin Helen memang jadi gila. Pada saat matahari terbit, tak seorang pun dari mereka sempai tidur. Percy telah menjelajah ke dasar laut dan tidak menemukan apa-apa. Argo II tak lagi terancam tenggelam. Walau mereka tidak bisa melakukan perbaikan total tanpa Leo. Kapal itu bisa berlayar, tapi tak seorang pun menyarankan agar mereka meninggalkan area itu —tidak tanpa teman-teman mereka yang hilang. Piper dan Annabeth mengirimkan visi mimpi ke Perkemahan Blasteran, memperingatkan Chiron tentang konfrontasi dengan bangsa Romawi di Benteng Sumter. Annabeth menjelaskan perbincangannya dengan Reyna. Piper menceritakan visi di pisau tentang SUV yang melaju ke utara. Wajah sang centaurus ramah seakan menua tiga puluh tahun sepanjang jalannya percakapan mereka, tapi Chiron meyakinkan mereka bahwa dia akan memperkuat pertahanan di perkemahan. Tyson, Nyonya O'Leary, dan Ella telah tiba dengan selamat. Jika perlu, Tyson bisa memanggil sepasukan cyclops untuk mempertahankan perkemahan, sedangkan Ella dan Rachel Dare sudah membandingkan ramalan, berusaha mencari tahu tentang masa depan. Tugas ketujuh demigod di Argo II, Chiron mengingatkan mereka, adalah menuntaskan mini dan kembali dengan selamat. Setelah berkirim pecan-Iris, para demigod mondar-mandir di geladak sambil membisu, menatap air dan berharap semoga .tda mukjizat. Ketika mukjizat akhirnya datang —tiga gelembung merah muda raksasa yang pecah di permukaan air, di sebelah kanan kapal, dan mengeluarkan Frank, Hazel, serta Leo —Piper jadi agak sinting. Dia memekik lega dan langsung terjun ke air. Apa, sih, yang dia pikirkan? Dia tidak membawa tambang, rompi pelampung, atau apa pun. Namun, pada saat itu, Piper bahagia sekali sampai-sampai dia berenang menghampiri Leo dan mencium pipi pemuda itu, mengagetkannya. "Kangen aku, ya?" ujar Leo sambil tertawa. Piper mendadak murka. "Dari mana saja kau? Bagaimana mungkin kalian masih hidup?" "Ceritanya panjang," kata Leo. Sebuah keranjang piknik terapung-apung di sampingnya. "Mau brownies?" Begitu mereka naik ke kapal dan mengganti pakaian basah mereka (Frank yang malang harus meminjam celana milik Jason yang kekecilan), seluruh kru berkumpul di anjungan untuk pesta sarapan —kecuali Pak Pelatih Hedge, yang menggerutu karena tidak suka dengan suasana yang kelewat penuh kasih sayang dan kontan turun untuk menggetok lambung kapal yang penyok. Sementara Leo mengurusi panel kendali, Hazel dan Frank bercerita tentang centaurus ikan dan perkemahan mereka. "Luar biasa," ujar Jason, "Brownies ini enak sekali." "Cuma itu komentarmu?" tuntut Piper. Jason tampak terkejut. "Apo? Aku dengar cerita mereka. Centaurus ikan. Manusia duyung. Surat pengantar untuk diserahkan pada Dewa Sungai Tiberis. Tetapi brownies ini —"
"Aku tahu," timpal Frank, mulutnya penuh, "cicipi dengan selai persik Esther deh." "Kombinasi itu," kata Hazel, " sangat menjijikkan." "Operkan toplesnya, Bung," kata Jason. Hazel dan Piper bertukar pandang jengkel. Dasar cowok. Sebaliknya, Percy ingin mendengar seluruh perincian tentang perkemahan akuatik itu, sampai ke sekecil-kecilnya. Dia terus-menerus melontarkan satu pertanyaan: "Mereka tidak mau ketemu aku?" "Bukan begitu," kata Hazel, "hanya saja politik bawah laut, kurasa. Manusia duyung memegang teguh kemerdekaan teritorial mereka. Kabar baiknya, mereka akan membereskan akuarium di Atlanta. Dan mereka akan membantu melindungi Argo II sementara kita menyeberangi Samudra Atlantik." Percy mengangguk sambil bengong. "Tetapi mereka tidak mau ketemu aku?" Annabeth menepuk lengannya. "Ayolah, Otak Ganggang! Ada hal lain yang harus kita khawatirkan." "Annabeth benar," ujar Hazel, "setelah hari ini, waktu Nico tinggal dua hari. Centaurus ikan berkata, kita harus "Aku tahu," timpal Frank, mulutnya penuh, "cicipi dengan selai persik Esther deh." "Kombinasi itu," kata Hazel, " sangat menjijikkan." "Operkan toplesnya, Bung," kata Jason. Hazel dan Piper bertukar pandang jengkel. Dasar cowok. Sebaliknya, Percy ingin mendengar seluruh perincian tentang perkemahan akuatik itu, sampai ke sekecil-kecilnya. Dia terus-menerus melontarkan satu pertanyaan: "Mereka tidak mau ketemu aku?" "Bukan begitu," kata Hazel, "hanya saja politik bawah laut, kurasa. Manusia duyung memegang teguh kemerdekaan teritorial mereka. Kabar baiknya, mereka akan membereskan akuarium di Atlanta. Dan mereka akan membantu melindungi Argo II sementara kita menyeberangi Samudra Atlantik." Percy mengangguk sambil bengong. "Tetapi mereka tidak mau ketemu aku?" Annabeth menepuk lengannya. "Ayolah, Otak Ganggang! Ada hal lain yang harus kita khawatirkan." "Annabeth benar," ujar Hazel, "setelah hari ini, waktu Nico tinggal dua hari. Centaurus ikan berkata, kita harus
eh. Kita semestinya sudah sampai di Laut Mediterania besok pagi. Kemudian, berlayar ke Roma seharian itu, atau terbang, kalau stabilisatornya sudah berhasil kuperbaiki pada saat itu ...." Raut wajah Jason tiba-tiba jadi kecut, seakan brownies campur selai persik yang dimakannya ternyata tidak enak. "Artinya, kita baru sampai di Roma pada hari terakhir Nico. Dua puluh empat jam untuk menemukannya —paling lama." Percy menyilangkan kaki. "Dan itu cuma sebagian dari masalah. Ada Tanda Athena juga." Annabeth sepertinya tidak senang menyikapi perubahan topik tersebut. Dia meletakkan tangan di tas punggungnya yang, sejak mereka meninggalkan Charleston, selalu dia bawa-bawa. Dia membuka tas dan mengeluarkan piringan perunggu tipis yang diameternya sebesar donat. "Ini peta yang kutemukan di Benteng Sumter. Peta ini ...." Dia berhenti mendadak sambil menatap permukaan perunggu nan mulus. "Kok kosong?" Percy mengambil piringan itu dan memeriksa kedua sisinya. "Memang mulanya tidak seperti ini?" "Tidak! Aku melihatnya di kabinku dan ...." Annabeth meng-umpat. "Pasti seperti Tanda Athena. Aku hanya bisa melihatnya saat sendirian. Gambarnya tidak mau menampakkan diri pada demigod lain." Frank beringsut mundur seolah piringan itu bisa-bisa meledak. Dia berkumis jus jeruk dan berjanggut remah brownies. Piper jadi ingin memberinya serbet.
"Ada gambar apa di situ?" tanya Frank gugup, Tanda Athena itu apa? Aku masih tidak mengerti." Annabeth mengambil piringan dari Percy. Dia membolak-balik benda itu di bawah terpaan sinar matahari, tapi piringan tersebut tetap saja kosong. "Petanya sulit dibaca, tapi di situ ditunjukkan sebuah lokasi di Sungai Tiberis di Roma. Kupikir di sanalah misiku berawal jalan yang harus kutempuh untuk mengikuti Tanda itu." "Mungkin di sanalah kau akan bertemu Tiberinus sang Dewa Sungai," kata Piper, "tetapi Tanda itu sebenarnya apa?" "Koin," gumam Annabeth. Percy mengerutkan kening. "Koin apa?" Annabeth merogoh saku dan mengeluarkan sekeping drachma perak. "Aku sudah membawa-bawa ini sejak aku bertemu ibuku di Grand Central. Ini koin Athena." Annabeth mengoperkan koin itu. Selagi tiap- tiap demigod melihatnya, Piper jadi teringat kegiatan tunjukkan-dan-ceritakan di sekolah dasar. "Burung hantu," komentar Leo, "masuk akal juga, sih. Kutebak ranting itu ranting zaitun? Tapi tulisan ini apa, A0E —Area Of Effect?" "Itu huruf alfa, theta, epsilon," kata Annabeth, "dalam bahasa Yunani, itu singkatan dari Milik Warga Athena ... atau kita bisa juga mengartikannya sebagai anak-anak Athena. Itu semacam semboyan warga Athena." "Seperti SPQR untuk bangsa Romawi," tebak Piper. Annabeth mengangguk. "Pokoknya, Tanda Athena berupa burung hantu, persis seperti yang itu. Munculnya sebagai burung hantu merah menyala. Aku sudah melihatnya dalam mimpiku. Lalu dua kali di Benteng Sumter." Dia memaparkan kejadian di benteng —suara Gaea, laba-laba di barak, Tanda yang membakar habis laba-laba. Piper bisa melihat bahwa tidak mudah bagi Annabeth untuk menceritakannya. Percy menggamit tangan Annabeth. "Aku seharusnya mendampingimu." "Tetapi justru itu intinya," kata
Annabeth, "tak seorang pun boleh mendampingiku. Sesampainya aku di Roma, aku harus berusaha sendiri. Jika tidak, Tanda itu takkan muncul. Aku harus mengikuti Tanda Athena sampai ke ke akarnya." Frank mengambil koin dari Leo. Dia menatap gambar burung hantu. "`Tulang raksasa tegak kemilau dan pucat, dimenangkan dengan rasa sakit dari penjara yang ditenun.'" Dia mendongak untuk menatap Annabeth. "Apa yang ... benda apa yang ada di akarnya?" Sebelum Annabeth sempat menjawab, Jason angkat bicara. "Sebuah patung," katanya, "Patung Athena. Setidaknya itulah tebakanku." Piper mengerutkan dahi. "Kau bilang kau tidak tahu." "Memang tidak. Tetapi semakin kupikirkan hanya ada satu artefak yang cocok dengan legenda itu." Jason menoleh kepada Annabeth. "Maafkan aku. Aku seharusnya menceritakan semua yang kudengar, lebih awal. Tetapi sejujurnya, aku takut. Kalau legenda itu benar —" "Aku tahu," ujar Annabeth, "aku sudah menerkanya, Jason. Aku tak menyalahkanmu. Tetapi jika kita berhasil menyelamatkan patung itu, bangsa Yunani dan Romawi bersama-sama Tidakkah kau lihat? Perpecahan di antara kita mungkin bisa disembuhkan." "Tunggu dulu." Percy melambai-lambai, seperti minta jeda. "Patung apa?" Annabeth mengambil kembali koin peraknya dan memasukkan koin itu ke dalam saku. "Athena Parthenos," katanya, "patung
Yunani paling terkenal sepanjang masa. Tingginya dua belas meter, berbahan gading dan emas. Patung itu dulunya berdiri di tengah-tengah Parthenon di Yunani." Kapal jadi sunyi senyap. Yang terdengar hanya bunyi ombak yang berdebur di lambung kapal. "Oke, biar aku yang tanya deh," kata Leo pada akhirnya, "apa yang terjadi pada patung itu?" "Patung itu lenyap," timpal Annabeth. Leo mengerutkan kening. "Mana bisa patung setinggi dua belas meter di tengah-tengah Parthenon lenyap begitu saja?" "Pertanyaan bagus," kata Annabeth, "itulah salah satu misteri terbesar dalam sejarah. Sebagian orang berpendapat patung itu dilebur untuk diambil emasnya atau dihancurkan oleh agresor. Athena diserang beberapa kali. Sebagian berpendapat patung itu dibawa pergi —" "Oleh bangsa Romawi," pungkas Jason, "paling tidak, itulah salah satu teori yang beredar, dan teori itu cocok dengan legenda yang kudengar di Perkemahan Jupiter. Untuk mematahkan semangat bangsa Yunani, bangsa Romawi mengangkut Athena Parthenos ketika mereka mengambil alih kota Athena. Mereka menyembunyikannya dalam kuil bawah tanah di Roma. Demigod Romawi bersumpah patung itu takkan pernah lagi dikecup sinar mentari. Mereka secara harfiah mencuri Athena, supaya sang dewi takkan bisa lagi jadi simbol kekuatan militer Yunani. Athena jadi Minerva, dewi yang jauh lebih lembek." "Dan anak-anak Athena sudah mencari patung tersebut sejak saat itu," kata Annabeth, "kebanyakan tidak mengetahui legenda itu, tapi pada setiap generasi, segelintir anak dipilih oleh sang dewi. Mereka diberi koin seperti milikku. Mereka mengikuti Tanda Athena ... semacam jejak magis yang menghubungkan mereka ke patung tersebut berharap dapat menemukan tempat peristirahatan Athena Parthenos dan merebut kembali patung itu." Piper memerhatikan keduanya —Annabeth dan Jason—sambil terkagum- kagum. Mereka bicara dengan kompak, tanpa permusuhan ataupun saling menyalahkan. Mulanya mereka berdua belum benar-benar saling percaya. Piper cukup dekat dengan keduanya sehingga mengetahui hal itu. Namun, sekarang jika mereka bisa mendiskusikan persoalan sebesar itu dengan amat tenang —penyebab utama di batik permusuhan Yunani/Romawi—barangkali memang ada harapan bagi kedua kubu. Percy tampaknya berpendapat serupa, dinilai dari ekspresinya yang terheran-heran. kalau kita —maksudku kau—menemukannya akan kau apakan patung itu? Apa kita bahkan bisa memindahkannya?" "Aku tidak tahu." Annabeth mengakui. "Tetapi jika kita entah bagaimana bisa menyelamatkan patung itu, kedua kubu bisa dipersatukan karenanya. Rasa benci ibuku, yang mencabik- Yunani paling terkenal sepanjang masa. Tingginya dua belas meter, berbahan gading dan emas. Patung itu dulunya berdiri di tengah-tengah Parthenon di Yunani." Kapal jadi sunyi senyap. Yang terdengar hanya bunyi ombak yang berdebur di lambung kapal. "Oke, biar aku yang tanya deh," kata Leo pada akhirnya, "apa yang terjadi pada patung itu?" "Patung itu lenyap," timpal Annabeth. Leo mengerutkan kening. "Mana bisa patung setinggi dua belas meter di tengah-tengah Parthenon lenyap begitu saja?" "Pertanyaan bagus," kata Annabeth, "itulah salah satu misteri terbesar dalam sejarah. Sebagian orang berpendapat patung itu dilebur untuk diambil emasnya atau dihancurkan oleh agresor. Athena diserang beberapa kali. Sebagian berpendapat patung itu dibawa pergi —" "Oleh bangsa Romawi," pungkas Jason, "paling tidak, itulah salah satu teori yang beredar, dan teori itu cocok dengan legenda yang kudengar di Perkemahan Jupiter. Untuk mematahkan semangat bangsa Yunani, bangsa Romawi mengangkut Athena Parthenos ketika mereka mengambil alih kota Athena. Mereka menyembunyikannya dalam kuil bawah tanah di Roma. Demigod Romawi bersumpah patung itu takkan pernah lagi dikecup sinar mentari. Mereka secara harfiah mencuri Athena, supaya sang dewi takkan bisa lagi jadi simbol kekuatan militer Yunani. Athena jadi Minerva, dewi yang jauh lebih lembek." "Dan anak-anak Athena sudah mencari patung tersebut sejak saat itu," kata Annabeth, "kebanyakan tidak mengetahui legenda itu, tapi pada setiap generasi, segelintir anak dipilih oleh sang dewi. Mereka diberi koin seperti milikku. Mereka mengikuti Tanda Athena ... semacam jejak magis yang menghubungkan mereka ke patung tersebut berharap dapat menemukan tempat peristirahatan Athena Parthenos dan merebut kembali patung itu." Piper memerhatikan keduanya —Annabeth dan Jason—sambil terkagum- kagum. Mereka bicara dengan kompak, tanpa permusuhan ataupun saling menyalahkan. Mulanya mereka berdua belum benar-benar saling percaya. Piper cukup dekat dengan keduanya sehingga mengetahui hal itu. Namun, sekarang jika mereka bisa mendiskusikan persoalan sebesar itu dengan amat tenang —penyebab utama di batik permusuhan Yunani/Romawi—barangkali memang ada harapan bagi kedua kubu. Percy tampaknya berpendapat serupa, dinilai dari ekspresinya yang terheran-heran. kalau kita —maksudku kau—menemukannya akan kau apakan patung itu? Apa kita bahkan bisa memindahkannya?" "Aku tidak tahu." Annabeth mengakui. "Tetapi jika kita entah bagaimana bisa menyelamatkan patung itu, kedua kubu bisa dipersatukan karenanya. Rasa benci ibuku, yang mencabik-
Annabeth menegakkan pundak. Piper tahu Annabeth pasti takut di lubuk hatinya, tapi dia jago menyembunyikan perasaan itu. "Aku harus berhasil," kata Annabeth blak-blakan, "risiko tersebut layak diambil." Hazel memuntir rambutnya sambil merenung. "Aku tidak suka membayangkan dirimu mempertaruhkan nyawa sendirian, tapi kau benar. Kami sudah menyaksikan betapa panji-panji elang emas membangkitkan semangat juang legiun Romawi. Andai patung tersebut adalah simbol Athena paling berpengaruh yang pernah diciptakan —" "Efeknya pasti mantap," tukas Leo. Hazel mengerutkan kening. "Bukan begitu caraku men-jabarkannya, tapi betul." "Hanya saja ...." Percy menggamit tangan Annabeth lagi. "Tak ada anak Athena yang pernah menemukannya. Annabeth, ada apa di sana? Apa yang menjaga patung itu? Kalau ada hubungannya dengan laba-laba —" "Dimenangkan dengan rasa sakit dari penjara yang ditenun." Frank mengingat-ingat. "Ditenun, seperti jaring laba-laba?" Wajah Annabeth jadi pucat pasi. Piper curiga Annabeth sudah tahu apa yang menantinya atau paling tidak dia punya gambaran. Dia berusaha mengekang gelombang rasa panik dan ngeri. "Akan kita urus masalah itu sesampainya di Roma," saran Piper. Dibubuhkannya sedikit charmspeak untuk meredakan ketegangan teman-temannya. "Pasti bisa. Annabeth, kan, jago. Lihat saja nanti." "Iya," ujar Percy, "aku sudah lama belajar: Jangan pernah remehkan Annabeth." Annabeth memandang keduanya dengan penuh terima kasih. Dilihat dari sarapan mereka yang baru dimakan separuh, yang lain tampaknya masih merasa tidak enak; tapi Leo berhasil menggugah semuanya. Dia memencet sebuah tombol, dan tersemburlah kepulan uap dari mulut Festus disertai bunyi nyaring, membuat semua orang terlompat. "Nah!" kata Leo, "pidato penyemangat yang bagus, tapi masih banyak sekali yang harus diperbaiki di kapal ini sebelum kita sampai di Laut Mediterania. Harap lapor kepada Komandan Leo untuk menerima jatah tugas nan seru!" Piper dan Jason diserahi tugas membersihkan dek bawah, yang porak-poranda gara-gara serangan monster. Merapikan ruang kesehatan dan membereskan ruang penyimpanan menghabiskan waktu hampir seharian, tapi Piper tidak keberatan. Salah satu alasannya, karena dia bisa melewatkan waktu bersama Jason. Alasan lainnya, karena ledakan kemarin malam membuat Piper jadi segan terhadap api Yunani. Dia tidak mau sampai labu berisi bahan itu jatuh karena tidak disimpan baik-baik dan menggelinding di koridor malam-malam. Selagi mereka memperbaiki istal, Piper memikirkan malam ketika Annabeth dan Percy ketiduran di bawah situ. Piper berharap kalau saja dia bisa mengobrol dengan Jason semalaman —bergelung saja di lantai istal dan menikmati kebersamaan dengannya. Kenapa bukan mereka yang berkesempatan melanggar aturan? Namun, Jason tidak seperti itu. Dia orang yang berjiwa pemimpin dan mafhum bahwa dirinya mesti bisa dijadikan panutan. Melanggar aturan tidak sesuai dengan pembawaannya. Tidak diragukan bahwa Reyna mengagumi sifat Jason yang satu itu. Piper juga biasanya.
Sekali-sekalinya Piper meyakinkan Jason untuk jadi pem-berontak adalah di Sekolah Alam Liar, ketika mereka menyelinap ke atap pada malam hari untuk menonton hujan meteor. Di situlah mereka berciuman untuk pertama kalinya. Sayangnya, memori itu hanyalah tipuan Kabut, dusta sihir yang ditanamkan dalam kepala Piper oleh Hera. Piper dan Jason sekarang pacaran, di dunia nyata, tapi hubungan mereka didasari ilusi. Jika Piper berusaha membujuk Jason yang ash untuk mengendap-endap keluar di malam hari, maukah dia melakukannya? Piper menumpukkan jerami. Jason memasang pintu yang copot di salah satu bilik. Tingkap kaca di lantai gemerlap terkena cahaya matahari yang terpantul dari laut di bawah —hamparan luas hijau terang dan gelap yang seolah tak berdasar. Piper berkali-kali melirik ke sana, takut kalau-kalau bakal melihat wajah monster yang mengintip ke dalam, atau kanibal air seperti di cerita lama kakeknya, tapi dia hanya melihat rombongan ikan yang lewat sesekali. Selagi menyaksikan Jason bekerja, Piper kagum melihat betapa enteng pemuda itu menggarap tugasnya, entah memperbaiki pintu atau meminyaki pelana. Bukan cuma karena lengannya kuat serta tangannya terampil —meskipun yang itu Piper juga suka—tapi karena sikapnya yang begitu bersemangat dan percaya diri. Jason mengerjakan apa saja yang perlu dikerjakan tanpa mengeluh. Dia masih punya selera humor sekalipun dirinya pasti lelah setengah mati karena semalam tidak tidur. Piper tak bisa menyalahkan Reyna yang naksir pada Jason. Dalam perkara pekerjaan dan tanggung jawab, Jason adalah orang Romawi sejati. Piper teringat pesta teh ibunya di Charleston. Dia bertanya-tanya apa yang dikatakan sang dewi kepada Reyna setahun lalu, dan apa sebabnya hal tersebut mengubah cara Reyna memperlakukan Jason. Apakah Aphrodite mendorong atau mencegahnya menyukai Jason? Piper tidak tahu pasti, tapi dia berharap kalau saja ibunya tidak menampakkan diri di Charleston. Ibu yang biasa saja sudah cukup memalukan. Ibu dewata penuh pesona yang mengundang teman-teman kita untuk minum teh dan mengobrol soap cowok —ah, itu, sih, seperti mencoreng arang di kening namanya. Aphrodite menaruh perhatian besar terhadap Annabeth dan Hazel sehingga Piper jadi resah. Ketika ibunya tertarik pada kehidupan cinta seseorang, biasanya itu pertanda buruk. Artinya bakal ada masalah. Atau seperti kata Aphrodite, onak dan dufi. Namun, selain itu, Piper diam-diam terluka karena tidak mendapat perhatian khusus dari ibunya. Aphrodite bahkan nyaris tak melihatnya. Sang dewi tak mengucapkan sepatah kata pun mengenai Jason. Dia tidak repot-repot menjelaskan percakapannya dengan Reyna sama sekali. Kesannya seolah Aphrodite tak lagi menganggap Piper menarik. Piper sudah dapat cowok. Sekarang kelanggengan hubungannya terserah pada Piper sendiri, sedangkan Aphrodite telah mengalihkan perhatian pada gosip yang lebih anyar semudah membuang tabloid edisi lama. Kahan ini memang bahan cerita yang bagus, kata Aphrodite. Kahan membuatku bangga, Anak-anak. Piper tidak menyukai komentar itu, tapi sebagian dari dirinya berpikir: lerserah, tapi aku tidak mau jadi bahan cerita. Aku ingin kehidupan tenteram dengan pacar tetap. Kalau saja dia tahu bagaimana caranya melestarikan hubungan. Piper semestinya ahli; dia, kan, konselor kepala pondok Aphrodite. Para pekemah lain di Perkemahan Blasteran sering mendatanginya untuk minta nasihat. Piper berusaha berbuat sebaik mungkin, tapi menghadapi pacarnya sendiri, dia kebingungan. Dia terus- menerus mempertanyakan diri sendiri, berlebihan menafsirkan ekspresi, suasana hati, serta celetukan Jason. Kenapa susah sekali, sih? Kenapa perasaannya tidak bisa bahagia saja selama-lamanya? "Apa yang kau pikirkan?" tanya Jason. Piper baru sadar mukanya masam. Di bayangannya di kaca pintu, dia kelihatan seperti baru menelan sesendok garam. "Bukan apa-apa," ujarnya, "maksudku banyak hal.
Macam-macam sekaligus." Jason tertawa. Bekas luka di bibirnya hampir hilang ketika dia tersenyum. Luar biasa bahwa Jason masih bisa bersikap riang, padahal banyak sekali cobaan yang sudah dilaluinya. "Pasti berhasil." Jason berjanji. "Kau sendiri yang bilang begitu." "Iya." Piper setuju. "Hanya saja, aku cuma bilang begitu supaya Annabeth merasa lebih baik." Jason mengangkat bahu. "Tetap saja benar. Kim hampir sampai di negeri kuno. Kita sudah meninggalkan bangsa Romawi di belakang." "Dan sekarang mereka sedang dalam perjalanan ke Perkemahan Blasteran untuk menyerang teman-teman kita." Jason ragu-ragu, seolah kesulitan mencari sisi positifnya. "Chiron bakal menemukan cara untuk memperlambat mereka. Bangsa Romawi mungkin saja butuh waktu berminggu-minggu untuk menemukan perkemahan dan merencanakan serangan. Lagi pula, Reyna akan berbuat sebisanya untuk mengulur-ulur waktu. Dia masih berpihak pada kita. Aku yakin." "Kau percaya padanya." Suara Piper terdengar hampa, bahkan bagi dirinya sendiri. "Dengar, Pipes. Aku sudah bilang, kau tidak perlu cemburu." "Dia cantik. Dia kuat. Dia sangat Romawi." Jason meletakkan palunya. Digandengnya tangan Piper, menyebabkan sekujur lengan cewek itu kesemutan. Ayah Piper pernah mengajaknya ke Aquarium of the Pacific dan menunjukinya belut listrik. Ayahnya memberitahunya bahwa belut itu menghasilkan aliran listrik yang akan menyengat dan melumpuhkan mangsanya. Tiap kali Jason menyentuh tangannya, Piper merasa seperti itu. "Kau cantik dan kuat," kata Jason, "dan aku tidak mau kau jadi orang Romawi. Aku ingin kau jadi Piper. Lagi pula, kita ini satu tim, kau dan aku." Piper ingin memercayainya. Saat ini mereka sudah berbulan-bulan bersama. Namun demikian, Piper tidak bisa mengenyahkan keraguannya, sama seperti Jason yang tak dapat mengenyahkan tato SPQR di lengan bawahnya. Di atas mereka, bel kapal berdering, menandakan waktu makan malam. Jason nyengir. "Kita sebaiknya naik. Jangan sampai Pak Pelatih Hedge mengalungkan lonceng ke leher kita." Piper bergidik. Pak Pelatih Hedge mengancam bakal melakukan itu sesudah skandal Percy/Annabeth, agar dia tahu kalau ada yang menyelinap keluar malam-malam. "Iya," ujar Piper penuh sesal sambil menengok pintu kaca di bawah kaki mereka, "kurasa kita memang butuh makan malam dan tidur nyenyak."[]