BAB DELAPAN LEO

BAB DELAPAN LEO

LEO MENCURAHKAN ENERGI UNTUK MEROMBAK habis penampilannya. Dia memunculkan permen penyegar napas dan kacamata tukang las dari sabuk perkakasnya. Kacamata tukang las memang tidak sama dengan kacamata hitam, tapi dia harus memanfaatkan apa yang ada. Leo menggulung lengan kemejanya. Dia menggunakan oli mesin untuk meminyaki rambutnya supaya rapi. Dia menjejalkan kunci pas ke saku belakangnya (entah apa sebabnya, dia tidak yakin) dan meminta Hazel mengguratkan tato dengan spidol di bisepnya, yang bergambar tengkorak dan tulang bersilang serta bertuliskan COWOK KEREN "Apa sebenarnya yang kau pikirkan?" Hazel kedengarannya bingung. "Aku mencoba tidak berpikir." Leo mengakui. "Berpikir mengganggu upayaku untuk jadi orang sinting. Kau konsentrasi saja untuk menggerakkan perunggu langit itu. Echo, kau siap?" "Siap," ujar Echo. Leo menarik napas dalam- dalam. Dia melenggang kembali ke telaga, berharap semoga dia kelihatan gagah dan tidak menyerupai penderita penyakit saraf. "Leo yang paling keren!" teriaknya. "Leo yang paling keren!" Echo balas berteriak. "Hei, Cewek-cewek, coba lihat aku!'' "Coba lihat aku!" kata Echo. "Beri jalan buat sang raja!'' "Sang raja!" "Narcissus lemah!" "Lemah!" Kerumunan peri hutan berpencar karena kaget. Leo mengusir mereka, seolah-olah para peri mengganggunya. "Tidak boleh minta tanda tangan, Nona-Nona. Aku tahu kalian ingin perhatian dari Leo, tapi aku terlalu keren. Kalian sebaiknya nongkrong bareng Narcissus si culun jelek itu saja. Dia payah!" "Payah!" timpal Echo penuh semangat. Para peri hutan berkomat-kamit marah. "Apa maksudmu?" tuntut salah satu peri hutan. " Kau yang payah," kata peri lainnya. Leo membetulkan kacamatanya dan tersenyum. Dia me-regangkan bisepnya, kendati ototnya kurang besar untuk dipamer-kan, dan menunjukkan tato COWOK KEREN-nya. Leo sudah mendapatkan perhatian para peri hutan, sekali pun hanya karena mereka terperangah; tapi Narcissus masih terpaku pada bayang-annya sendiri. "Kalian tahu seberapa jelek si Narcissus?" tanya Leo kepada khalayak, "dia jelek sekali waktu lahir sampai-sampai ibunya me-ngira dia centaurus terbalik — dengan wajah seperti pantat kuda." Sejumlah peri hutan terkesiap. Narcissus mengerutkan kening,

seakan dia samar-samar menyadari keberadaan seekor agas yang mendengung mengelilingi kepalanya. "Kalian tahu kenapa di busurnya ada sarang laba-laba?" lanjut Leo, "dia menggunakan busurnya untuk berburu pacar, tapi dia tidak dapat-dapat!" Salah satu peri hutan tertawa. Yang lain cepat-cepat menyikut-supaya tutup mulut. " Narcissus membalikkan badan dan memberengut kepada Leo. Siapa kau? "Aku ini Cowok Keren Kualitas Nomor Satu, Bung!'' kata "aku Leo Valdez, si jagoan tiada tara. Dan cewek-cewek suka "Suka jagoan!" kata Echo, dibarengi jerit kagum yang meyakinkan. Leo mengeluarkan pulpen dan menandatangani lengan salah satu peri hutan. "Narcissus cuma pecundang! Dia loyo sekali sampai-sampai tidak bisa mengangkat beban berupa tisu. Dia payah sekali sehingga pada kata payah di Wikipedia, ada gambar .nircissus —hanya saja gambarnya teramat jelek sampai-sampai tak orang pun pernah mengeceknya." Narcissus mengerutkan alisnya yang sempurna. Wajahnya berubah dari cokelat sewarna perunggu jadi merah muda pucat. kejap, dia melupakan telaga sepenuhnya, dan Leo bisa melihat bahwa lembaran perunggu telah terbenam ke pasir. "Apa maksudmu?" tuntut Narcissus, "aku ini luar biasa. Semua orang juga tahu." "Luar biasa cemen," kata Leo, "kalau aku secemen kau, aku akan menenggelamkan diri. Oh, benar juga, ya. Kau, kan, sudah pernah menenggelamkan dirimu sendiri." Seorang peri hutan tertawa. Lalu satu lagi. Narcissus menggersm. Aksi tersebut tidak mengurangi ketampanannya sedikit pun. Sementara itu, Leo tersenyum cerah dan menaik-turunkan alis di atas kacamatanya dan merentangkan lengan, minta tepuk tangan. "Betul begitu!" katanya, "dukung tim Leo!" "Dukung tim Leo!" teriak Echo. Dia telah menggeliut masu ke tengah-tengah kerumunan peri hutan, dan karena dia sangat sulit dilihat, para peri rupanya mengira suara tersebut berasal dari antara mereka sendiri. "Demi dewa-dewi, aku keren sekali!" raung Leo. "Keren sekali!" Echo balas berteriak. "Dia memang lucu," tukas salah satu peri hutan. "Dan imut, biarpun ceking," kata yang lain. "Ceking?" tanya Leo, "Non, akulah yang menciptakan ceking. Zaman sekarang, ceking itu ganteng. Dan aku ini ceking BANGET. Narcissus? Saking payahnya, Dunia Bawah sekali pun tidak menginginkan dia. Tidak ada cewek hantu yang mau kencan dengannya." "Iiih," kata seorang peri hutan. "Iiih!" Echo sepakat. "Hentikan!" Narcissus berdiri. "Ini tidak benar! Orang ini jelas-jelas tidak keren. Jadi, dia pasti ...." Narcissus berjuang men-cari-cari kata yang tepat. Barangkali sudah sangat lama sejak dia terakhir kali membicarakan sesuatu selain dirinya sendiri. "Dia pasti mengelabui kita." Rupanya Narcissus tidak bodoh-bodoh amat. Kesadaran berkelebat di wajahnya. Dia membalikkan badan untuk meng-hadap ke telaga. "Cermin perunggu telah lenyap! Pantulanku! Kembalikan pantulanku!" "Tim Leo!" Salah satu peri hutan menjerit. Namun, yang lain kembali mengarahkan perhatian mereka kepada Narcissus. "Akulah yang rupawan!'' Narcissus bersikeras. "Dia mencuri cerminku. Aku akan pergi kecuali kita rebut kembali cermin itu!" Para cewek terkesiap. Salah satu menunjuk. "Di sana!" Hazel telah berada di puncak kawah, sedang lari secepat yang dia bisa sambil mengangkut lembaran besar perunggu. [ 98 ] 1 E 0 " Rebut kembali perunggu itu!" seru seorang peri hutan. barangkali di luar kehendaknya, Echo bergumam, "Rebut kembali perunggu itu." Ya”Narcissus menurunkan busur dan mengambil anak panah dari wadahnya yang

berselimut debu. "Yang pertama 'merbut perunggu itu akan kusukai hampir seperti aku menyukai bayanganku sendiri. Bahkan, aku mungkin akan mencium kalian, tepat stelah aku mencium bayanganku sendiri!" "Demi dewa-dewi!" Para peri hutan menjerit, "Dan bunuh para demigod itu!" imbuh Narcissus sambil .....lotot dengan tampannya kepada Leo, "mereka tidak sekeren aku” Leo bisa lari lumayan cepat

ketika seseorang berusaha mem-bunuhnya. Dan dia sudah banyak latihan. Dalam waktu singkat, Leo sudah menyusul Hazel. Mudah aja, karena Hazel sedang kerepotan membawa perunggu langit .,seberat ketika seseorang berusaha mem-bunuhnya. Dan dia sudah banyak latihan. Dalam waktu singkat, Leo sudah menyusul Hazel. Mudah aja, karena Hazel sedang kerepotan membawa perunggu langit .,seberat

"Panggil Arion!" kata Leo terengah-engah. "Sudah!" ujar Hazel. Mereka lari ke pantai. Mereka tiba di tepi air dan bisa melihat Argo II, tapi tidak mungkin mereka bisa sampai ke sana. Jaraknya terlalu jauh untuk direnangi, sekali pun mereka tidak memboon-bopong perunggu. Leo membalikkan badan. Gerombolan peri tengah melewati gundukan kapur, dipimpin Narcissus, yang memegangi busurnya seperti tongkat dirigen. Para peri hutan telah mendatangkan beragam senjata. Ada yang membawa batu. Ada yang membawa pentungan kayu berhiaskan bunga. Segelintir peri hutan malah membawa pistol air —yang tampaknya tidak terlalu menakutkan-- tapi ekspresi di mata mereka memancarkan aura membunuh. "Aduh, gawat," gumam Leo sambil memunculkan api di tangannya yang bebas, "pertarungan frontal bukan keahlianku.' "Pegang perunggu langit ini." Hazel menghunuspedan "Berdiri di belakangku "Berdiri di belakangku!" ulang Echo. Si cewek kamuflase kini tengah berpacu mendahului gerombolan tersebut. Echo berhenti di depan Leo dan membalikkan badan, merentangkan lenan seakan bermaksud untuk melindunginya secara pribadi. "Echo?" Leo nyaris tak sanggup bicara karena tenggorokannya tercekat. "Kau peri hutan pemberani." "Peri hutan pemberani?" Nada suara Echo bertanya. "Aku bangga kau jadi bagian dari Tim Leo," katanya, "kalau kita selamat, kau sebaiknya melupakan Narcissus." "Melupakan Narcissus?" kata Echo tak yakin. "Kau terlalu bagus buatnya." Para peri hutan membentuk setengah lingkaran untuk mengepung mereka. "Akal bulus!" kata Narcissus, "mereka tidak mencintaiku, Nona-nona ! Kita semua mencintaiku, bukan begitu?"ya” jerit cewek-cewek itu, kecuali satu peri linglung bergaun yang memekikkan, "Tim Leo!"

Bunuh mereka!" perintah Narcissus. Peri-peri hutan merangsek maju, tapi pasir di depan mereka tiba tiba berhamburan. Arion melaju entah dari mana, mengitari gerombolan tersebut cepat sekali sehingga menciptakan badai menghujani para peri hutan dengan kapur putih, membuat kelilipan. "Aku suka kuda ini!" kata Leo. Para peri hutan ambruk, terbatuk-batuk dan sesak napas. narcissus tertatih membabi- buta, mengayunkan busurnya ke sana-sini seperti sedang mencoba memukul pinata. Hazel naik ke pelana, mengangkat perunggu langit, dan mengulurkan tangan kepada Leo. "Kita tak bisa tinggalkan Echo di sini!" ujar Leo. "Tinggalkan Echo di sini," ulang sang peri hutan. Echo tersenyum, dan untuk pertama kalinya Leo bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dia benar-benar cantik. Matanya lebih biru daripada yang semula disadari Leo. Kok bisa-bisanya Leo melewatkan hal itu? "Kenapa?" tanya Leo, "masa kau masih merasa bisa menyelamatkan Narcissus ...." "Menyelamatkan Narcissus," kata Echo penuh percaya diri. Sekali pun kata-katanya hanya ulangan, Leo tahu cewek itu sungguh-sungguh. Dia telah diberi kesempatan kedua, dan dia bertekad memanfaatkannya demi menyelamatkan pemuda yang dia cintai —sekali pun pemuda tersebut dungunya setengah, mati (meskipun dia memang sangat tampan).

Leo ingin protes, tapi Echo mencondongkan badan ke depan dan mengecup pipinya, kemudian mendorong Leo dengan lembut. "Leo, ayo!" panggil Hazel. Peri-peri lain mulai pulih. Para peri hutan tersebut mengusap kapur dari mata mereka, yang kini berkilau kehijauan karena marah. Leo mencari Echo lagi, tapi dia telah melebur ke tengah-tengah pemandangan. "Iya," kata Leo, tenggorokannya kering, "iya, oke." Dia naik ke belakang Hazel. Arion melesat menyeberangi air, para peri hutan berteriak-teriak di belakang mereka, sedangkan Narcissus memekikkan, "Kembalikan diriku! Kembalikan diriku!" Selagi Arion melaju ke Argo II, Leo teringat perkataan Nemesis mengenai Echo dan Narcissus: Barangkali mereka akan memberimu pelajaran. Leo kira maksud Nemesis adalah Narcissus, tapi sekarang dia bertanya-tanya apakah pelajaran sebenarnya adalah Echo —tak kasat mata bagi rekan- rekannya, dikutuk mencintai seseorang yang tak peduli padanya. Roda ketujuh. Leo mencoba mengenyahkan pemikiran itu. Dia memegangi lembaran perunggu erat-erat bagaikan perisai. Leo bertekad takkan melupakan wajah Echo. Cewek itu layak dilihat dan diketahui kebaikannya oleh paling tidak satu orang. Leo memejamkan mata, tapi kenangan akan senyum Echo sudah memudar. []