BAB DUA PULUH ANNABETH
BAB DUA PULUH ANNABETH
PERANG SAUDARA BARU TELAH PECAH. Leo entah bagaimana selamat dari kejatuhannya, tidak terluka sama sekali. Annabeth melihatnya merunduk dari satu portiki(serambi bertiang —peny. ) portik lain, menembakkan api ke elang raksasa yang hendak menerkamnya. Para demigod Romawi berusaha mengejar Leo, tersandung peluru meriam dan menghindari turis, yang menjerit dan lari berputar-putar. Pemandu wisata terus-menerus meneriakkan, "Ini hanya reka ulang!" kendati mereka kedengarannya tidak yakin. Kabut punya keterbatasan dalam mengubah persepsi manusia biasa. Di tengah-tengah pekarangan, seekor gajah dewasa---mung-kinkah itu Frank? —mengamuk di antara tiang-tiang bendera, membuat para pendekar Romawi kocar-kacir. Jason berdiri tidak sampai lima puluh meter darinya, beradu pedang dengan seorang
centurion gempal yang bibirnya bernoda merah ceri, seperti darah Penggila vampir, atau barangkali pecandu sirup? Sementara Annabeth menonton, Jason berteriak, "maaf soal ini, Dakota!" Jason bersalto ke atas kepala sang centurion bagaikan pemain akrobat dan menghantamkan gagang gladius-nya ke belakang kepala si orang Romawi. Dakota langsung ambruk. "Jason!" panggil Annabeth. Pemuda itu menelaah medan tempur hingga dia melihat Annabeth. Annabeth menunjuk ke ternpat Argo 2 berlabuh. "bawa yang lain ke atas kapal! Mundur!" "Bagaimana denganmu?" seru Jason. "Jangan tunggu aku!" Annabeth lari sebelum Jason sempat memprotes. Dia kesulitan bermanuver di antara kawanan turis. banyak sekali yang ingin melihat Benteng Sumter di hari panas nan gerah ini? Tapi Annabeth segera saja menyadari bahwa khalayak telah menyelamatkan nyawanya. Tanpa orang-orang biasa yang panik, para demigod Romawi past mengepung awak kapal yang jumlahnya kalah jauh. Annabeth mengelak ke dalam centurion gempal yang bibirnya bernoda merah ceri, seperti darah Penggila vampir, atau barangkali pecandu sirup? Sementara Annabeth menonton, Jason berteriak, "maaf soal ini, Dakota!" Jason bersalto ke atas kepala sang centurion bagaikan pemain akrobat dan menghantamkan gagang gladius-nya ke belakang kepala si orang Romawi. Dakota langsung ambruk. "Jason!" panggil Annabeth. Pemuda itu menelaah medan tempur hingga dia melihat Annabeth. Annabeth menunjuk ke ternpat Argo 2 berlabuh. "bawa yang lain ke atas kapal! Mundur!" "Bagaimana denganmu?" seru Jason. "Jangan tunggu aku!" Annabeth lari sebelum Jason sempat memprotes. Dia kesulitan bermanuver di antara kawanan turis. banyak sekali yang ingin melihat Benteng Sumter di hari panas nan gerah ini? Tapi Annabeth segera saja menyadari bahwa khalayak telah menyelamatkan nyawanya. Tanpa orang-orang biasa yang panik, para demigod Romawi past mengepung awak kapal yang jumlahnya kalah jauh. Annabeth mengelak ke dalam
Andai Annabeth adalah salah seorang dari mereka, kira-kira dia bakal menyimpan peta itu di mana? Dinding tiba-tiba berdenyar. Udara jadi hangat. Annabeth bertanya-tanya apakah dia berhalusinasi. Dia hendak lari ke pintu keluar ketika pintu terbanting hingga tertutup. Mortar di sela-sela bebatuan menggelegak. Buih-buih meletus, dan keluarlah ribuan laba-laba mungil. Annabeth tidak kuasa bergerak. Jantungnya serasa berhenti, Laba-laba menyelimuti dinding, merayapi satu sama lain, menyebar ke lantai dan lambat laun mengepung Annabeth. Ini mustahil. ini tidak mungkin nyata. Kengerian menghunjam ke dalam memorinya. Annabeth berumur tujuh tahun lagi, sendirian dalam kamar tidurnya di Richmond, Virginia. Laba-laba datang di malam hari. Mereka keluar berbondong-bondong dari lemarinya dan menunggu di balik bayang-bayang. Annabeth menjerit-jerit memanggil ayahnya, tapi ayahnya sedang pergi bekerja. Sepertinya dia selalu pergi bekerja. Yang datang justru ibu tiri Annabeth. Aku tidak keberatan bersikap tegas, katanya su.atu kali kepada ayah Annabeth, ketika dia kira Annabeth tidak mendengar. Kau hanya berkhayal, ujar ibu tiri Annabeth mengenai laba-laba. Kau membuat adik- adikmu takut. Mereka bukan adikku, bantah Annabeth, menyebabkan ekspresi ibu tirinya jadi kaku. Sorot matanya hampir semenakutkan laba-laba. Tidurlah sekarang juga, ibu tiri Annabeth bersikeras. Tidak boleh teriak-teriak lagi. Laba-laba serta-merta datang kembali sesudah ibu tirinya meninggalkan kamar. Annabeth mencoba bersembunyi di balik selimut, tapi sia-sia saja. Akhirnya Annabeth jatuh tertidur karena kelelahan. Dia terbangun keesokan paginya, berbintil-bintil bekas di gigit, sarang laba- laba menutupi mata, mulut, serta hidungnya. Bekas gigitan sudah hilang bahkan sebelum Annabeth berpakaian. Jadi, tidak ada yang bisa dia tunjukkan kepada ibu tirinya kecuali jaring laba-laba, yang ibu tirinya kira cuma lelucon sok pintar. Jangan membicarakan laba-laba lagi, kata ibu tirinya dengan tegas. Kau sekarang sudah bestir. Pada malam kedua, laba-laba datang lagi. Ibu tirinya terus saja iersikap tegas. Annabeth tidak diizinkan menelepon ayahnya dan mengganggunya dengan omong kosong. Tidak, ayahnya takkan pulang lebih awal. Pada malam ketiga, Annabeth kabur dari rumah. Belakangan, di Perkemahan Blasteran, Annabeth baru tabu bahwa semua anak Athena takut pada laba-laba. Dahulu kala, Athena memberi Arachne sang penenun fana pelajaran pahit —mengutuknya jadi laba-laba pertama karena kesombongannya. saat itu, laba-laba membenci semua anak Athena. Namun, bukan berarti rasa takut pada laba-laba jadi lebih inudah dihadapi. Suatu kali, Annabeth hampir membunuh Connor Moll di perkemahan karena meletakkan tarantula di kasurnya. bertahun-tahun kemudian, Annabeth panik berat di wahana wisata air di Denver, ketika Percy dan dirinya diserang robot laba-laba. dan beberapa pekan terakhir ini, Annabeth memimpikan laba-laba hampir tiap malam —merayapinya, menyumbat napasnya, inembelitnya dalam jejalin jaring. Kini, berdiri di barak Benteng Sumter, Annabeth terkepung. Mirnpi buruknya telah jadi nyata. Suara mengantuk bergumam dalam kepalanya: Tidak lama lagi, Sayang. Kau akan menemui sang penenun tidak lama lagi.
"Gaea?" gumam Annabeth. Dia takut mendengar jawabannya, tapi Annabeth bertanya: "Siapa —siapa itu sang penenun?" Laba-laba menggila, mengerubuti dinding, berputar-putar di sekeliling kaki
Annabeth seperti kolam hitam kemilau. Annabeth belum jatuh pingsan ketakutan semata-mata karena dirinya berharap semua itu hanya ilusi. Kuharap kau selamat, Nak, kata suara wanita itu. Aku lebih senang jika kau jadi tumbal. Tetapi kita harus membiarkan sang penenun membalas dendarn Suara Gaea mengecil. Di dinding seberang sana, di tengah-tengah pusaran laba-laba, muncullah sebuah simbol merah menyala: sebentuk burung hantu seperti di drachma perak, menatap lurus ke arah Annabeth. Kemudian, persis seperti dalam mimpinya, Tanda Athena yang berkobar-kobar merambati dinding, menghanguskan laba-laba sampai ruangan itu kosong, menyisakan bau sangit abu. Pergilah, kata sebuah suara baru —suara ibu Annabethbalaskan dendam ku . Simbol burung hantu yang berkobar-kobar mendadak pada Ledakan mengguncang bangunan. Annabeth teringat bahwa teman-temannya sedang dirundung bahaya. Dia terlalu lama berdiam di sini. Annabeth memaksa dirinya untuk bergerak. Masih gemetara dia keluar sambil terhuyung-huyung. Udara laut memban menjernihkan pikirannya. Dia menatap ke seberang pekarangan-.... ke belakang turis-turis yang panik dan Para demigod yang sedang bertarung —hingga ke tepi tembok pertahanan, ke sebuah montir besar yang dibidikkan ke laut. Mungkin Annabeth saja yang berkhayal, tapi artileri tua itu ,,sepertinya berpendar kemerahan. Dia pun melesat ke sana. Seekor elang menukik ke arahnya, tapi Annabeth menghindar dan terus berlari. Tak ada yang dapat menakutinya seperti laba-laba tadi. Para demigod Romawi telah berhimpun dan tengah menuju ke Argo2, tapi puting beliung mini terbentuk di atas kepala mereka. Walaupun hari itu cerah, guntur menggelegar, sedangkan petir berkilat-kilat di atas orang-orang Romawi. Hujan dan angin mendorong mereka ke belakang. Annabeth tidak berhenti untuk merenungi fenomena itu. Dia sampai di mortir dan menempelkan tangan di moncong senjata tersebut. Pada sumbat yang menyumpal bukaannya, Tanda Athena mulai berpendar---garis-garis yang membentuk gambar burung hantu. "Dalam mortir," ujar Annabeth, "tentu saja." Annabeth mencungkil sumbat dengan jarinya. Tidak berhasil. mengumpat, Annabeth mencabut belatinya. Begitu perunggu langit menyentuh sumbat, sumbat tersebut menciut dan lepas. Annabeth membukanya dan merogoh bagian dalam meriam itu. Jemarinya menyentuh sesuatu yang dingin, mulus, dan Lerbahan logam. Dikeluarkannya piringan kecil perunggu seukuran pisin yang berhiaskan ukiran huruf-huruf serta ilustrasi. Annabeth inemutuskan untuk memeriksanya nanti saja. Dia memasukkan Benda itu ke tas dan membalikkan badan. "Buru-buru?" tanya Reyna. Sang praetor berdiri tiga meter dari sana, mengenakan pakaian tempur lengkap, memegang lembing emas. Kedua anjing logam tnenggeram di kanan-kirinya. Annabeth melirik keseluruhan area tersebut. Mereka praktis berdua saja. Sebagian besar pertarungan telah berpindah mendekati dermaga. Mudah-mudahan teman-temannya sudah berhasil naik ke kapal, tapi mereka harus segera berlayar jika tidak mau disusul. Annabeth harus bergegas. "Reyna," kata Annabeth, "kejadian di Perkemahan Jupiter adalah ulah Gaea. Eidolon, roh yang merasuki —" "Simpan penjelasanmu," timpal Reyna, "kau bakal mem-butuhkannya untuk persidangan." Kedua anjing memamerkan gigi-gigi mereka yang tajam dan beringsut ke depan. Kali ini, sepertinya mereka tidak peduli bahwa Annabeth berkata jujur. Annabeth berusaha memikirkan siasat untuk melarikan din. Dia ragu bisa mengalahkan Reyna dalam pertarungan satu lawan satu. Dengan adanya dua anjing logam itu, Annabeth tidak punya kesempatan sama sekali. "Kalau kau biarkan Gaea memecah belah dua kubu kita," kata Annabeth, "para raksasa sudah menang. Mereka akan menghabisi bangsa Romawi, Yunani, dewa-dewi, seluruh dunia fana." "Kau kira aku tidak tahu?" Suara Reyna sekeras besi. "Pilihan apa lagi yang kalian sisakan untukku? Octavian mengendus peluang emas. Dia mengobarkan semangat permusuhan di legiun, dan aku tak bisa menghentikannya. Menyerahlah padaku. Akan kubawa kau ke Roma Baru untuk
disidangkan. Persidangan tersebut takkan adil. Kau akan dieksekusi secara menyakitkan. Tetapi cara tersebut mungkin cukup untuk mencegah kekerasan lebih lanjut. Octavian takkan puas, tentu saja, tapi kurasa aku bisa meyakinkan yang lain agar menahan diri." "Bukan aku biang keladinya!" "Tidak jadi soal!" bentak Reyna, "seseorang harus membayar atas peristiwa yang sudah terjadi. Biar kau saja. Itulah opsi yang lebih baik." Bulu kuduk Annabeth meremang. "Lebih baik daripada apa?" "Gunakan kebijaksanaanmu," kata Reyna, "seandainya kau lolos hari ini, kami takkan mengikuti. Sudah kubilang —orang gila pun takkan sudi menyeberangi laut ke negeri kuno. Kalau Octavian tak bisa membalaskan dendam terhadap kapal kalian, dia akan mengalihkan perhatian ke Perkemahan Blasteran. Legiun akan menginjak-injak wilayah kalian. Kami akan menghancurkan dan membumihanguskannya." Bunuh orang-orang Romawi, Annabeth mendengar desakan ibunya. Mereka takkan pernah bisa jadi sekutumu. Annabeth ingin menangis. Perkemahan Blasteran adalah satu-satunya rumah yang pernah dia kenal, dan dalam rangka menunjukkan itikad baik, Annabeth telah memberitahukan lokasi tepatnya kepada Reyna. Dia tidak bisa membiarkan Perkemahan Blasteran jatuh dalam cengkeraman bangsa Romawi sedangkan dirinya malah pergi ke belahan dunia lain. Namun, misi mereka, dan derita yang sudah ditanggungnya demi mendapatkan Percy kembali jika Annabeth tidak pergi ke negeri kuno, semuanya sia-sia belaka. Lagi pula, Tanda Athena tidak mesti berujung pada pembalasan dendam. Jika saja aku bisa menemukan rutenya, kata ibu Annabeth waktu itu, jalan pulang Bagaimana kau akan menggunakan imbalanmu? tanya Aphrodite tadi. Untuk peperangan atau perdamaian? Pasti ada jawaban. Tanda Athena bisa memandu Annabeth menemukan jawaban, jika dia selamat sampai akhir. "Aku mau pergi," katanya kepada Reyna, "aku akan mengikuti Tanda Athena ke Roma." Sang praetor menggeleng-gelengkan kepala. "Kau tidak tahu apa yang menantimu di sana." "Ya, aku tahu," kata Annabeth, "dendam di antara kubu kita berdua aku bisa menyembuhkannya."
"Dendam di antara kita sudah berumur ribuan tahun. Bagaimana mungkin satu orang bisa menyembuhkannya?" Annabeth berharap kalau saja dia dapat memberikan jawaban memuaskan, menunjuki Reyna diagram 3-D atau skema brilian, tapi dia tak bisa. Dia semata-mata tahu bahwa dia harus mencoba, Dia teringat ekspresi bingung orang yang tersesat di wajah ibunya: Aku harus pulang. "Misi kami harus berhasil," kata Annabeth, "kau bisa mencoba menghentikanku. Jika itu pilihanmu, kita terpaksa bertarung sampai mati. Tetapi kalau kau lepaskan aku,' akan kuusahakan untuk menyelamatkan kedua perkemahan kita. Jika kau hams maju ke Perkemahan Blasteran, setidaknya cobalah mengulur-ulur waktu. Perlambatlah Octavian." Mata Reyna menyipit. "Di antara kita saja, sebagai sesama putri Dewi Perang, kuakui aku menghargai keberanianmu. Tetapi jika kau tinggalkan aku sekarang, kau menjerumuskan pei ke-mahanmu ke dalam kebinasaan." "Jangan remehkan Perkemahan Blasteran." Annabeth me peringatkan. "Kau tak pernah melihat legiun berperang," balas Reyna. Dari dermaga, suara yang tak asing lagi memekik melampaui deru angin: "Bunuh mereka! Bunuh mereka semua!" Octavian ternyata selarnat sesudah tercebur di teluk. Dia berjongkok di balik pengawalnya, menyemangati para demigod Romawi lainnya selagi mereka berjuang mendekati kapal sembari menengadahkan perisai, seolah dengan cara itu badai yang merajalela di sekeliling mereka dapat dihalau. Di geladak Argo II, Percy dan Jason berdiri bersama, pedang mereka disilangkan. Annabeth merinding saat menyadari bahwa kedua pemuda itu tengah menyatukan kekuatan, menyeru lar git dan laut agar menuruti perintah mereka. Air dan angin teraduk-aduk jadi satu. Ombak mengempas tembok benteng dan petir ornyambar-nyambar. Elang raksasa berjatuhan dari angkasa. kereta perang terbang terbakar di "Dendam di antara kita sudah berumur ribuan tahun. Bagaimana mungkin satu orang bisa menyembuhkannya?" Annabeth berharap kalau saja dia dapat memberikan jawaban memuaskan, menunjuki Reyna diagram 3-D atau skema brilian, tapi dia tak bisa. Dia semata-mata tahu bahwa dia harus mencoba, Dia teringat ekspresi bingung orang yang tersesat di wajah ibunya: Aku harus pulang. "Misi kami harus berhasil," kata Annabeth, "kau bisa mencoba menghentikanku. Jika itu pilihanmu, kita terpaksa bertarung sampai mati. Tetapi kalau kau lepaskan aku,' akan kuusahakan untuk menyelamatkan kedua perkemahan kita. Jika kau hams maju ke Perkemahan Blasteran, setidaknya cobalah mengulur-ulur waktu. Perlambatlah Octavian." Mata Reyna menyipit. "Di antara kita saja, sebagai sesama putri Dewi Perang, kuakui aku menghargai keberanianmu. Tetapi jika kau tinggalkan aku sekarang, kau menjerumuskan pei ke-mahanmu ke dalam kebinasaan." "Jangan remehkan Perkemahan Blasteran." Annabeth me peringatkan. "Kau tak pernah melihat legiun berperang," balas Reyna. Dari dermaga, suara yang tak asing lagi memekik melampaui deru angin: "Bunuh mereka! Bunuh mereka semua!" Octavian ternyata selarnat sesudah tercebur di teluk. Dia berjongkok di balik pengawalnya, menyemangati para demigod Romawi lainnya selagi mereka berjuang mendekati kapal sembari menengadahkan perisai, seolah dengan cara itu badai yang merajalela di sekeliling mereka dapat dihalau. Di geladak Argo II, Percy dan Jason berdiri bersama, pedang mereka disilangkan. Annabeth merinding saat menyadari bahwa kedua pemuda itu tengah menyatukan kekuatan, menyeru lar git dan laut agar menuruti perintah mereka. Air dan angin teraduk-aduk jadi satu. Ombak mengempas tembok benteng dan petir ornyambar-nyambar. Elang raksasa berjatuhan dari angkasa. kereta perang terbang terbakar di