BAB LIMA LEO
BAB LIMA LEO
LEO BERHARAP BISA MENCIPTAKAN MESIN waktu. Dia bakal kembali ke dua jam lalu dan membatalkan peristiwa yang telah terjadi. Kalau bukan itu, dia bakal menciptakan mesin Tampar-Muka-Leo untuk menghukum dirinya sendiri, kendati dia ragu rasanya sesakit ekspresi tajam yang dilemparkan Annabeth kepadanya. "Sekali lagi," kata Annabeth, "apa yang sebenarnya terjadi?" Leo merosot sambil bersandar ke tiang layar. Kepalanya masih berdenyut-denyut karena menabrak geladak. Di sekeliling Leo, kapal barunya yang indah porak-poranda. Busur silang di depan tinggal tumpukan kayu bakar. Layar utama robek-robek. Antena parabola yang menyokong Internet dan TV di atas kapa_ telah hancur berkeping- keping, sehingga membuat Pak Hedge berang. Kepala naga perunggu penghias kapal mereka Festus — batuk-batuk sambil mengeluarkan asap seakan sedang tersedak gumpalan rambut. Selain itu, Leo tahu dari bunyi keriut: di sebelah kiri bahwa sebagian dayung udara telah bergeser dari kedudukannya atau malah patah. Itulah sebabnya kapal tersebut Terbang miring dan berguncang-guncang, sedangkan mesinnya mendengus-dengus laksana kereta api uap yang menderita asma. Leo menahan isak tangis. "Aku tidak tahu. Kejadiannya tidak jelas. Terlalu banyak orang yang memandanginya: Annabeth (leo tak mau membuatnya marah; cewek itu bikin dia ngeri), Pelatih Hedge yang tungkai kambingnya berbulu lebat, Jus berkerahnya berwarna jingga mencolok, dan dipersenjatai bisbol (memangnya dia harus selalu membawa benda ke mana- mana?), dan si pendatang baru, Frank. Leo tidak yakin bagaimana harus menilai Frank. Penamilannya
mirip pesumo berwajah bayi, meskipun Leo tidak sebegitu bodohnya sehingga nekat mengucapkan itu keras-keras. ingatan Leo kabur, tapi selagi dia setengah sadar, dia lumayan telah melihat seekor naga mendarat di kapal —naga yang ternyata adalah Frank. Annabeth bersedekap. "Maksudmu kau tidak ingat?" "Aku ...." Leo merasa seperti sedang menelan kelereng. "Aku tapi rasanya seperti menonton diriku melakukan itu. Aku bisa mengendalikannya.', Pak Pelatih Hedge mengetuk-ngetukkan tongkat pemukulnya geladak. Dalam balutan pakaian olahraga, dilengkapi topi diturunkan hingga menutupi tanduknya, Pak Pelatih kelihatan persis sekali seperti dulu, di Sekolah Alam Liar, tepatnya menyamar selama setahun sebagai guru Jason, Piper, Leo. Dilihat dari ekspresi sang satir tua yang melotot, Leo ampir bertanya-tanya apakah Pak Pelatih hendak menyuruhnya "Dengar, ya, Nak," kata Hedge, "kau sudah meledakkan ini-itu. Kau menyerang orang-orang Romawi. Bagus! Hebat! Tetapi apakah kau harus mengacaukan siaran TV satelit? Aku sedang nonton pertarungan gaya bebas." "Pak Pelatih," kata Annabeth, "bagaimana kalau Anda cek apakah kebakaran sudah padam semua?" "Tetapi aku sudah mengeceknya." "Lakukan lagi." Sang satir pergi tersaruk-saruk sambil menggerutu. Hedge sekali pun tidak segila itu sehingga berani melawan Annabeth. Annabeth berlutut di sebelah Leo. Mata abu-abunya sedingin es. Rambut pirangnya terurai sampai ke bahu, tapi Leo tidakmenganggapnya menawan. Leo tidak tahu dari mana stereope tentang cewek pirang yang bego dan tukang cekikikan Sejak dia berjumpa Annabeth di Grand Canyon musim dingin lalu ketika cewek itu berderap menghampirinya sambil menampakkan ekspresi Berikan Percy Jackson padaku atau kubunuh kau, Leo beranggapan bahwa cewek pirang itu terlalu pintar dan terlalu berbahaya. "Leo," kata Annabeth kalem, "apakah Octavian entah bagai-mana mengelabuimu? Apakah dia menjebakmu, atau —" "Tidak." Leo bisa saja berdusta dan menyalahkan pemuda Romawi tolol itu, tapi dia tidak mau memperparah situasi sudah buruk. "Cowok itu menyebalkan, tapi dia tidak menembaki perkemahan. Aku yang melakukannya." Si anak baru, Frank, memberengut. "Dengan sengaja?” “tidak leo memejamkan maga rapat rapat .”eh..iya sih…maksudku,aku tidak berniat begitu,tetapipada saat bersamaan aku merasa ingin melakukannya .sesuatu membuatku berbuat seperti itu .ada perasaan merinding dalam diriku___” “perasaan merinding ?” nada suara annabeth berubah.dia hampir hamir terkesan …..takut “iya” kata leo”kenapa?”
Dari geladak bawah, Percy berseru, "Annabeth, kami membutuhkanmu." Demi dewa-dewi, pikir Leo. Semoga Jason baik-baik saja. Begitu mereka sampai di atas kapal, Piper cepat-cepat membawa Jason ke bawah. Luka di kepalanya kelihatan lumayan Jason-lah orang yang paling lama Leo kenal di Perkemahan belsteran. Mereka bersahabat. Jika Jason tidak selamat .... "Dia :,ri baik-baik saja." Mimik muka Annabeth melembut. "Frank, akan segera kembali. Pokoknya awasi saja Leo. Tolong." Frank mengangguk. Leo semakin tidak enak hati. Annabeth sekarang memercayai Romawi yang baru dia kenal kira-kira tiga detik ini lebihlebih daripada dia mempercayai Leo. Begitu Annabeth pergi, Leo dan Frank berpandangan. cowok gempal itu kelihatan aneh. Dia mengenakan toga longgarsweter kelabu bertudung, celana jin, dan menyandang busur wadah anak panah —yang diambil dari gudang senjata pundaknya. Leo teringat kejadian waktu dia bertemu pemburu Artemis —sekawanan cewek manis yang atletis, memakai berwarna keperakan, semuanya bersenjatakan busur. Dia ,membayangkan Frank bermain-main dengan mereka. Khayalan begitu konyol sampai-sampai Leo hampir merasa lebih baik. "Jadi," kata Frank, "namamu bukan Sammy?" Leo cemberut. "Pertanyaan macam apa itu?" "Bukan apa- apa," ujar Frank buru-buru, "aku cuma —Bukan apa-apa. Soal tembakan ke perkemahan pasti Octavian- Dari geladak bawah, Percy berseru, "Annabeth, kami membutuhkanmu." Demi dewa-dewi, pikir Leo. Semoga Jason baik-baik saja. Begitu mereka sampai di atas kapal, Piper cepat-cepat membawa Jason ke bawah. Luka di kepalanya kelihatan lumayan Jason-lah orang yang paling lama Leo kenal di Perkemahan belsteran. Mereka bersahabat. Jika Jason tidak selamat .... "Dia :,ri baik-baik saja." Mimik muka Annabeth melembut. "Frank, akan segera kembali. Pokoknya awasi saja Leo. Tolong." Frank mengangguk. Leo semakin tidak enak hati. Annabeth sekarang memercayai Romawi yang baru dia kenal kira-kira tiga detik ini lebihlebih daripada dia mempercayai Leo. Begitu Annabeth pergi, Leo dan Frank berpandangan. cowok gempal itu kelihatan aneh. Dia mengenakan toga longgarsweter kelabu bertudung, celana jin, dan menyandang busur wadah anak panah —yang diambil dari gudang senjata pundaknya. Leo teringat kejadian waktu dia bertemu pemburu Artemis —sekawanan cewek manis yang atletis, memakai berwarna keperakan, semuanya bersenjatakan busur. Dia ,membayangkan Frank bermain-main dengan mereka. Khayalan begitu konyol sampai-sampai Leo hampir merasa lebih baik. "Jadi," kata Frank, "namamu bukan Sammy?" Leo cemberut. "Pertanyaan macam apa itu?" "Bukan apa- apa," ujar Frank buru-buru, "aku cuma —Bukan apa-apa. Soal tembakan ke perkemahan pasti Octavian-
mulai menembak. Sebagian dari dirinya tahu bahwa perbuatan itu salah. Dia malah menanyai dirinya sendiri: Apa-apaan aku ini? Tapi dia, toh tetap melakukan hal itu. Barangkali Leo jadi gila. Stres karena berbulan-bulan meng-garap Argo II mungkin akhirnya membuat Leo kehilangan kewarasan. Namun, dia tidak boleh memikirkan perkara itu terus-menerus. Dia harus melakukan sesuatu yang produktif Tangannya harus disibukkan. "Dengar," katanya, "aku harus bicara pada Festus dan minta laporan kerusakan. Kau keberatan ...?" Frank membantunya berdiri. "Siapa Festus?" "Temanku," ujar Leo, "namanya juga bukan Sammy, kalau-kalau kau penasaran. Ayo. Akan kuperkenalkan kalian." Untungnya sang naga perunggu tidak rusak. Ya, di samping fakta bahwa musim dingin lalu dia telah kehilangan semua anggota tubuh kecuali kepalanya —tapi menurut Leo itu tidak masuk hitungan. Ketika mereka tiba di haluan kapal, hiasan kepala tersebut menoleh seratus delapan puluh derajat untuk melihat mereka. Frank memekik dan mundur. "Dia hidup!" kata Frank. Leo pasti bakal tertawa kalau perasaannya tidak seburuk sekarang. "Iya. Frank, ini Festus. Dia dulu naga perunggu utuh, tapi kami mengalami kecelakaan." "Kalian sering mengalami kecelakaan rupanya," komentar Frank. "Ya, sebagian dari kita tidak bisa berubah jadi naga. Oleh sebab itu, kami harus membuat naga sendiri." Leo memandang
frank sambil mengangkat alis. "Pokoknya, kuhidupkan dia sebagai hiasan kapal. Dia sekarang jadi antarmuka utama kapal ni. Bagaimana kondisinya, Festus?" Festus mendenguskan asap dan mengeluarkan bunyi mendecit berdesing. Selama beberapa bulan berselang, Leo telah belajar - menginterpretasikan bahasa mesin ini. Para demigod lain bisa nemahami bahasa Latin dan Yunani. Leo bisa berbahasa Ci-ci-cit dan Nging-nging-nging. "Aduh," kata Leo, "bisa saja lebih parah, tapi lambung kapal ,abak belur di beberapa tempat. Dayung udara di sebelah kiri ,arus diperbaiki kalau kita ingin kecepatan maksimal kapal ini Kita juga butuh beberapa bahan untuk mereparasi: perunggu ter, gamping —" "Buat apa kau butuh emping?" " Kapur, Bung. Kalsium karbonat, yang digunakan dalam ,imen dan berbagai jenis —ah, sudahlah. Intinya, kapal ini takkan inggup pergi jauh kalau tidak kita perbaiki." Festus mengeluarkan bunyi klik-klik/keriut yang tidak Leo enali. Bunyinya seperti EE-zel. "Oh Hazel," tebak Leo, "cewek yang berambut keriting itu, ya?'' Frank menelan ludah. "Apa dia baik-baik saja?" "Iya, dia baik-baik saja," ujar Leo, "menurut Festus, kudanya di bawah. Dia sedang mengikuti kita." "Kita harus mendarat, kalau begitu," kata Frank. Leo mengamat-amatinya. "Dia pacarmu?" Frank menggigit bibir. "Ya." "Kedengarannya kau tidak yakin." "Aku yakin. Ya. Aku sangat yakin." Leo angkat tangan. "Oke, baiklah. Masalahnya, kita hanya isa mendarat sekali. Mengingat kondisi lambung dan dayung kapal, kita takkan bisa lepas landas lagi sampai kapal ini diperbaiki. Jadi, kita harus memastikan bahwa kapal ini didaratkan di tempat kita bisa mendapat suku cadang yang dibutuhkan." Frank menggaruk-garuk kepalanya. "Dari mana kita bisa mendapatkan perunggu langit? Kita, kan, tidak bisa membelinya di supermarket begitu saja." "Festus, lakukan pemindaian." "Dia bisa memindai perunggu' magis?" Frank terkagum-kagum. "Adakah yang tidak bisa dia lakukan?" Leo berpikir: Kau seharusnya melihat Festus waktu dia masih punya badan. Namun, Leo tak mengucapkan itu juga. Rasanya terlalu menyakitkan, mengingat-ingat kondisi Festus yang dulu. Leo menengok ke balik haluan kapal. Lembah
California Tengah melintas di bawah. Leo tidak terlalu optimis bahwa mereka bakal menemukan semua kebutuhan di satu tempat, tapi mereka harus mencoba. Leo juga ingin menjaga jarak sejauh mungkin dengan Roma Baru. Argo Hbisa menempuh jarak yang jauh dalam waktu lumayan cepat, berkat mesin magisnya, tapi Leo duga bangsa Romawi juga memiliki metode perjalanan magis mereka sendiri. Di belakang Leo, tangga berderit. Percy dan Annabeth melangkah ke atas, wajah mereka murung. Jantung Leo mencelus. "Apa Jason —?" "Dia sedang istirahat," kata Annabeth, "Piper mengawasinya, tapi Jason seharusnya bakal baik-baik saja." Percy menatap Leo dengan galak. "Annabeth bilang memang kau yang menembakkan peluncur misil?" "Bung, aku —aku tidak mengerti bagaimana sampai itu terjadi. Aku benar-benar minta maaf —" "Maaf?" geram Percy.
Annabeth memegangi dada pacarnya. "Akan kita pikirkan soal itu belakangan. Saat ini, kita harus mengadakan konsolidasi dan menyusun rencana. Bagaimana kondisi kapal?" Kaki Leo gemetaran. Cara Percy menatap membuat Leo merasa persis seperti ketika Jason memanggil petir. Kulit Leo tergelitik, sedangkan instingnya berteriak, Tiarap! Leo menyampaikan kerusakan kapal dan Iogistik yang mereka butuhkan kepada Annabeth. Paling tidak membicarakan sesuatu yang dapat diperbaiki membuat perasaannya lebih baik. Dia sedang mengeluhkan kurangnya perunggu langit ketika Festus mulai mendengung dan menguik. "Syukurlah." Leo mendesah lega. "Syukur apa?" kata Annabeth, "aku membutuhkan sesuatu untuk disyukuri saat ini." Leo berhasil menyunggingkan senyum. "Semua yang kita perlukan ada di satu tempat. Frank, bagaimana kalau kau berubah jadi burung atau apalah? Terbanglah ke bawah sana dan beri tahu pacarmu agar menemui kita di Great Salt Lake di Utah." Begitu mereka sampai di tujuan, pendaratan tidaklah mulus. Karena dayung rusak dan layar utama robek, Leo kesulitan mengendalikan kapal selagi turun. Yang lain mengikat diri di bawah —kecuali Pak Pelatih Hedge, yang bersikeras untuk berpegangan di langkan depan sambil berteriak, "SIKAT! Ayo sini, Danau!" Leo berdiri di belakang, sendirian di depan kemudi dan mengupayakan pendaratan sebisanya. Festus berderit dan mendengingkan sinyal peringatan, yang disampaikan lewat interkom ke anjungan. "Aku tahu, aku tahu," kata Leo sambil mengertakkan gigi.
Dia tidak punya banyak waktu untuk menikmati pemandangan. Di tenggara, sebuah kota berdiri di kaki pegunungan, tampak biru dan ungu di bawah bayang-bayang cahaya senja. Gurun datar terbentang di selatan. Tepat di bawah mereka, Great Salt Lake berkilauan bagai kertas aluminium. Garis pantai yang berbatasan dengan tambang garam putih mengingatkan Leo pada foto Mars yang diambil dari udara. "Pegangan, Pak Pelatih!" teriak Leo, "bakalan sakit, nih." "Aku dilahirkan untuk merasakan sakit!" WUSSS! Ombak air garam melanda haluan, mengguyur Pak Pelatih Hedge. Argo II terayun dengan genting ke kanan, kemudian tegak sendiri dan terombang-ambing di atas permukaan danau. Mesin berdengung selagi baling-baling udara yang masih berfungsi beralih ke mode nautika. Tiga baris dayung robotik masuk ke air dan mulai meng-gerakkan kapal ke depan. "Kerja bagus, Festus," kata Leo, "bawa kami ke tepi selatan. "Mantap!" Pak Pelatih Hedge mengepalkan tinju ke udara. Dia basah kuyup dari tanduk sampai kuku belahnya, tapi nyengir lebar seperti kambing gila. "Lakukan lagi!" "Eh, mungkin nanti," ujar Leo, "diam di geladak saja, ya, Pak? Anda bisa berjaga —kalau-kalau danau memutuskan menyerang kita, misalnya." "Beres," janji Hedge. Leo menderingkan bel Aman dan menuju ke tangga. Sebelum dia sampai di sana, bunyi kelotak nyaring mengguncangka: lambung kapal. Seekor kuda jantan cokelat muncul di dek sambil membawa Hazel Levesque di punggungnya. "Bagaimana —?" Pertanyaan
Leo tersumbat di tenggorokan.”kita di tengah tengah danau!bisakah makhluk itu terbang?”si kuda merengkik marah.
"Arion tidak bisa terbang," kata Hazel, "tetapi dia bisa lari melintasi apa saja. Air, permukaan vertikal, gunung kecil —tak satu pun menyulitkannya." "Oh." Hazel memandangi Leo dengan ekspresi aneh, seperti ketika jamuan di forum —seolah-olah cewek itu sedang mencari sesuatu di wajahnya. Leo tergoda untuk menanyakan apakah mereka pernah berjumpa sebelumnya, tapi dia yakin belum pernah. Dia pasti bakal ingat kalau seorang cewek cantik memerhatikannya. Hal itu tidak sering terjadi. Dia pacar Frank, Leo mengingatkan dirinya. Frank masih berada di bawah, tapi Leo nyaris berharap kalau saja cowok besar itu naik ke sini. Perhatian yang ditujukan Hazel pada Leo membuatnya tidak nyaman dan canggung. Pak Pelatih Hedge beringsut maju dengan pemukul bisbolnya sambil mengamat-amati si kuda ajaib dengan curiga. "Valdez, apa ini bisa dikategorikan sebagai serangan?" "Tidak!" kata Leo, "eh, Hazel, kau sebaiknya ikut aku. Aku membangun istal di dek bawah, kalau Arion mau —" "Dia terbiasa bebas." Hazel meluncur turun dari pelana. "Dia akan merumput di sekitar danau sampai aku memanggilnya. Tetapi aku ingin melihat-lihat kapal. Tunjukkan jalannya." Argo II didesain layaknya trireme kuno, hanya saja berukuran dua kali lebih besar. Geladak pertama memuat koridor sentral yang diapit kabin-kabin untuk awak kapal. Di trireme biasa, sebagian besar ruang dalam kapal ditempati oleh tiga baris bangku untuk diduduki ratusan lelaki bersimbah peluh yang melakukan pekerjaan manual, tapi dayung buatan Leo otomatis dan dapat dilipat sehingga memakan ruang sedikit sekali dalam lambung kapal. Tenaga penggerak kapal berasal dari ruang mesin di geladak kedua dan terbawah, yang juga memuat ruang kesehatan, palka, dan istal. Leo menunjukkan jalan di sepanjang koridor. Dia membangun kapal dengan delapan kabin —tujuh untuk demigod dalam ramalan, sedangkan satu lagi untuk Pak Pelatih Hedge (Serius, nih —masa Chiron menganggapnya sebagai pendamping yang dewasa dan bertanggung jawab?). Di buritan terdapat mes/ruang rekreasi, yang kini sedang dituju Leo. Dalam perjalanan, mereka melewati kamar Jason. Pintunya terbuka. Piper duduk di sisi ranjangnya, memegangi tangan Jason selagi cowok itu mendengkur dengan kantong es di kepalanya. Piper melirik Leo. Dia menempelkan jari ke bibir supaya mereka tenang, tapi dia tidak kelihatan marah. Untung saja. Leo mencoba menekan rasa bersalahnya, dan mereka pun berjalan lagi. Sesampainya di mes, mereka mendapati yang lain —Percy, Annabeth, dan Frank—sedang terduduk lesu di sekeliling meja makan. Leo membuat ruang rekreasi itu senyaman mungkin, sebab dia memperkirakan mereka bakal menghabiskan banyak waktu di sana. Bufet menyimpan cangkir dan piring ajaib dari Perkemahan Blasteran, yang bakal terisi makanan atau minuman apa pun yang kita minta sesuai keinginan. Ada juga peti es ajaib berisi minuman kaleng, cocok sekali untuk piknik di pantai. Tempat duduk berupa kursi malas empuk yang dilengkapi alat pijat, headphone, serta penyangga pedang dan minuman —memenuhi seluruh kebutuhan demigod yang ingin leyeh-leyeh. Tidak ada jendela, tapi dindingnya dimantrai sehingga memunculkan siaran langsung dari Perkemahan Blasteran —pantai, gunung, ladang stroberi— meskipun sekarang Leo bertanya-tanya apakah pemandangan tersebut justru membuat orang-orang kangen rumah alih-alih gembira.
Percy sedang menatap pemandangan matahari terbenam di Bukit Blasteran dengan penuh damba. Bulu Domba emas yang tersampir di dahan pohon pinus tinggi tampak berkilauan. "Jadi, kita sudah mendarat," kata Percy, "sekarang apa?" Frank memetik dawai busurnya. "Mengira-ngira arti ramalan?
Maksudku yang diucapkan Ella tadi memang ramalan, kan? Dari Kitab Sibylline?" "Kitab apa?" tanya Leo. Frank menjelaskan bahwa kawan harpy mereka amat jago menghafal buku. Pada suatu saat di masa lalu, dia melahap koleksi ramalan kuno yang semestinya telah dihancurkan saat Roma jatuh. "ItuIah sebabnya kalian tidak memberi tahu orang-orang Romawi," terka Leo, "kalian tidak mau mereka menangkap si harpy." Percy terus menatap citra Bukit Blasteran. "Ella sensitif. Dia rertawan waktu kami menemukannya. Aku cuma tidak mau ...." Percy mengepalkan tangan. "Sekarang sudah tidak jadi soal. Aku mengirimi Tyson pesan-Iris, menyuruhnya membawa Ella ke Perkemahan Blasteran. Mereka bakal aman di sana." Leo ragu apakah ada seorangpun di antara mereka yang bakal aman sesudah dia memicu amarah seisi perkemahan Romawi, padahal mereka sudah dirundung masalah gara-gara Gaea dan raksasa; tapi dia diam saja. Annabeth mengaitkan jari-jemarinya. "Biar aku saja yang memutar otak soal ramalan itu —tapi saat ini kita menghadapi persoalan yang lebih mendesak. Kita harus memperbaiki kapal ini. Leo, apa yang kita perlukan?" "Yang paling mudah didapat adalah ter." Leo lega karena topik pembicaraan berganti. "Kita bisa memperolehnya di kota, di toko bangunan atau semacamnya. Selain itu, perunggu langit dan kapur.
Menurut Festus, kita bisa menemukan keduanya di sebuah pulau di danau, sebelah barat dari sini." "Kita harus bergegas." Hazel memperingatkan. "Menurut perkiraanku, Octavian pasti sedang mencari kita dengan tengaranya. Bangsa Romawi akan mengirimkan pasukan gerak cepat untuk mengejar kita. Ini masalah kehormatan." Leo merasa semua mata tertuju padanya. "Teman-teman aku tidak tahu apa yang terjadi. Sungguh, aku —' Annabeth mengangkat tangan. "Kami sudah berunding. Kami sepakat bahwa pelakunya bukan kau, Leo. Perasaan merinding yang kau sebut-sebut aku merasakannya juga. Pasti ada semacam sihir, entah dilakukan aleh Octavian atau Gaea atau salah satu anak buahnya. Tetapi sampai kita memahami apa yang terjadi —" Frank berdeham. "Bagaimana kita bisa yakin bahwa hal itu takkan terjadi lagi?" Jemari Leo jadi panas, seolah-olah hendak terbakar. Salah satu kekuatan Leo sebagai putra Hephaestus adalah kemampuan memanggil api sesuai kehendaknya; tapi dia harus hati- hati agar tidak melakukan itu secara tak sengaja, terutama di kapal berisi peledak dan benda-benda yang gampang terbakar. "Aku baik-baik saja sekarang." Leo bersikeras, kendati tidak yakin. Kalau saja dia bisa yakin. "Mungkin kita sebaiknya saling mengawasi. Tak boleh ada yang pergi sendirian. Kita bisa meninggalkan Piper dan Pak Pelatih Hedge di kapal dengan Jason. Utus satu tim ke kota untuk mengambil ter. Satu tim lagi bisa mengambilkan perunggu dan kapur." "Berpencar?" ujar Percy, "kedengarannya bukan ide bagus." "Tetapi lebih cepat," timpal Hazel, "lagi pula, bukan tanpa alasan bahwa sebuah misi biasanya hanya beranggotakan tiga demigod, bukan begitu?" Annabeth mengangkat alis,seakan tengah menilai kepakaran ha zel.”kau benar.bukan tana alas an juga bahwa kita membutuhkan argo II ,…di luar perkemahan tujuh demigod di satu tempat akan menarik perhatian terlalu banyak monster .kapal ini di rancang untuk menyembunyikan dan melindungi kita.kita semestinya cukup amandi atas kapal;tapi sedang menjalani ekspedisi ,kita sebaiknya tidak berpergianlebih dari tiga –tiga . tidak ada gunanya menarik perhatian anak buah gaea bila tidak perlu” Percy masih tampak tidak setuju ,tapi dia menggamit tangan annabeth “asalkan kau bersamaku.aku tak keberatan” Hazel tersenyum. "Bagus kalau begitu. Frank, kau tadi luar menerbangkan Anabeth dan
Percy ke kota untuk membeli ter?" Frank membuka mulut seperti hendak protes. "Aku kurasa bisa. Tetapi bagaimana denganmu?" "Aku akan menunggangi Arion bersama Sa —bersama Leo." Tangan Hazel bergerak-gerak gelisah di gagang pegangnya, :nembuat Leo resah. Dibanding Leo, ternyata Hazel-lah Percy ke kota untuk membeli ter?" Frank membuka mulut seperti hendak protes. "Aku kurasa bisa. Tetapi bagaimana denganmu?" "Aku akan menunggangi Arion bersama Sa —bersama Leo." Tangan Hazel bergerak-gerak gelisah di gagang pegangnya, :nembuat Leo resah. Dibanding Leo, ternyata Hazel-lah