BAB LIMA PULUH ANNABETH
BAB LIMA PULUH ANNABETH
ANNABETH LUPA WAKTU. Dia bisa merasakan bahwa ambrosia yang tadi dimakannya mulai memulihkan kakinya, tapi nyerinya masih tak terperi sampai ke lehernya yang berdenyut-denyut. Di dinding, laba-laba kecil merangkak ke sana-sini dalam kegelapan, seakan tengah menanti perintah majikan mereka. Ribuan laba-laba bergemeresik di balik tapestri, membuat tenunan pemandangan bergerak-gerak bagai ditiup angin. Annabeth duduk di lantai rapuh dan berusaha menyimpan kekuatannya. Selagi Arachne tidak memerhatikan, Annabeth berupaya mengirimkan sinyal lewat iaptop Daedalus untuk menghubungi teman-temannya, tapi tentu saja dia tidak beruntung. Dia pun tak punya kegiatan selain menonton dengan takjub sementara Arachne bekerja, kedelapan kakinya bekerja dengan kecepatan yang menghipnotis, pelan-pelan mengurai benang-benang yang menyelimuti patung. Berkat gaunnya yang keemasan serta wajah gadingnya yang cemerlang, Athena Parthenos malah tampak lebih menakutkan
Arachne mulai menenun. Kerjanya lambat, mengubah helaian benang jadi lembaran kain. Ruangan tersebut berguncang. Retakan di kaki Annabeth melebar. Jika Arachne menyadari hal tersebut, dia tampaknya tidak peduli. Annabeth mempertimbangkan untuk mendorong si laba-laba ke dalam lubang, tapi dia mengesampingkan ide itu. Lubang di lantai tidak cukup besar. Lagi pula, andaikan lantai ambruk, Arachne mungkin bisa saja menggelantung dari benang dan meloloskan diri, sedangkan Annabeth dan patung kuno bakal terperosok ke Tartarus. Lambat laun Arachne merampungkan lembar-lembar anyam- an dan menenunnya jadi saw. Keterampilannya tak bercela. Mau tak mau, Annabeth terkesan. Lagi-lagi dia merasakan secercah keraguan terhadap ibunya. Bagaimana kalau Arachne memang 1 ebih mahir menenun daripada Athena? Namun, intinya bukan keahlian Arachne. Dia dihukum karena sombong dan lancang. Tak peduli sehebat apa diri kita, kita tidak boleh menghina para dewa. Mestinya kita ingat bahwa selalu ada yang lebih hebat daripada kita, yaitu bangsa Olympia. Oleh sebab itu, kita tak boleh besar kepala. Walau begitu dijadikan monster laba-laba abadi gara-gara menyombong sepertinya merupakan hukuman yang terlalu berat. Arachne bekerja semakin cepat, menyatukan lembar-lembar anyaman. Tidak lama kemudian, bangun ruang tersebut sudah jadi. Di kaki patung, terhampar sebuah tabung yang ditenun dari lima lembar anyaman, diameternya satu setengah meter dan panjangnya tiga meter. Permukaan tabung itu berkilau seperti cangkang abalon, tapi Annabeth tak merasakan Arachne mulai menenun. Kerjanya lambat, mengubah helaian benang jadi lembaran kain. Ruangan tersebut berguncang. Retakan di kaki Annabeth melebar. Jika Arachne menyadari hal tersebut, dia tampaknya tidak peduli. Annabeth mempertimbangkan untuk mendorong si laba-laba ke dalam lubang, tapi dia mengesampingkan ide itu. Lubang di lantai tidak cukup besar. Lagi pula, andaikan lantai ambruk, Arachne mungkin bisa saja menggelantung dari benang dan meloloskan diri, sedangkan Annabeth dan patung kuno bakal terperosok ke Tartarus. Lambat laun Arachne merampungkan lembar-lembar anyam- an dan menenunnya jadi saw. Keterampilannya tak bercela. Mau tak mau, Annabeth terkesan. Lagi-lagi dia merasakan secercah keraguan terhadap ibunya. Bagaimana kalau Arachne memang 1 ebih mahir menenun daripada Athena? Namun, intinya bukan keahlian Arachne. Dia dihukum karena sombong dan lancang. Tak peduli sehebat apa diri kita, kita tidak boleh menghina para dewa. Mestinya kita ingat bahwa selalu ada yang lebih hebat daripada kita, yaitu bangsa Olympia. Oleh sebab itu, kita tak boleh besar kepala. Walau begitu dijadikan monster laba-laba abadi gara-gara menyombong sepertinya merupakan hukuman yang terlalu berat. Arachne bekerja semakin cepat, menyatukan lembar-lembar anyaman. Tidak lama kemudian, bangun ruang tersebut sudah jadi. Di kaki patung, terhampar sebuah tabung yang ditenun dari lima lembar anyaman, diameternya satu setengah meter dan panjangnya tiga meter. Permukaan tabung itu berkilau seperti cangkang abalon, tapi Annabeth tak merasakan
memonitor seluruh cabang kesenian. Dewi Arachne ya, aku takkan terkejut." "Dewi ...." Napas Arachne tercekat. "Ya, ya. Akan kuperbaiki cacat tersebut." Dia menyembulkan kepala ke dalam terowongan. "Di mana?" "Tepat di tengah," desak Annabeth, "terus saja. Mungkin agak kesempitan buatmu." "Aku tidak apa-apa!" Arachne membentak, dan menggeliut ke dalam. Sebagaimana yang diharapkan Annabeth, perut si laba-laba muat di dalam, tapi pas-pasan sekali. Sementara dia mendesak ke dalam, anyaman tersebut mengembang untuk mengakomodasi badannya. Masuklah seluruh tubuh Arachne, sampai ke kelenjar-kelenjarnya. "Aku tidak melihat ada cacat!" Dia mengumumkan. "Masa?" tanya Annabeth, "wah, aneh. Keluarlah. Biar kulihat lagi." Saat penentuan. Arachne menggeliut, berusaha mundur. Jejalin terowongan menyempit di sekeliling Arachne dan mengekangnya. Dia mencoba menggeliut ke depan, tapi perangkap tersebut sudah menempel ke abdomennya. Dia tidak bisa keluar lewat depan juga. Annabeth takut kalau-kalau kaki berduri si laba-laba bakal melubangi anyaman benang, tapi kaki Arachne terimpit rapat-rapat ke tubuhnya sehingga nyaris tak dapat digerakkan. "Apa —apa ini?" teriak Arachne, "aku tersangkut!" "Ah," kata Annabeth, "aku lupa memberitahumu. Karya seni ini disebut Chinese Handcuff. Versi yang lebih besar, setidaknya. Kunamai kreasi ini Chinese Spidercuff." erat- erat."Pengkhianatan!" Arachne meronta-ronta, berguling-guling, dan menggeliung, tapi perangkap tersebut mengungkungnya erat- "Perkara bertahan hidup," koreksi Annabeth, "kau toh bakal membunuhku pada akhirnya, entah aku menolongmu atau tidak. Betul, kan?" "Tentu saja! Kau anak Athena." Perangkap berhenti bergerak. "Maksudku tidak, tentu tidak! Aku menjunjung janjiku." "He-eh." Annabeth melangkah mundur sementara anyaman silindris itu mulai bergoyang-goyang lagi. "Biasanya jebakan ini terbuat dari anyaman bambu, tapi benang laba-laba malah lebih bagus. Anyamannya akan mengekangmu erat-erat. Selain itu, bahannya yang kuat tidak mudah koyak. Kau sekali pun takkan sanggup mengoyaknya."
"Gahhhh!" Arachne berguling-guling dan meronta, tapi Annabeth menyingkir. Walaupun pergelangan kakinya patah, dia tidak kesulitan menghindari borgol jari raksasa. 'Akan kuhabisi kau!" Arachne bersumpah. "Maksudku tidak, aku akan berbaik-baik padamu jika kau mengeluarkanku." "Akan kusimpan tenagaku kalau aku jadi kau." Annabeth menarik napas dalam-dalam, untuk pertama kalinya merasa rileks sesudah berjam-jam. "Akan kupanggil teman-temanku." "Kau —kau akan memanggil mereka untuk memamerkan karya seniku?" tanya Arachne penuh harap. Annabeth menelaah ruangan tersebut. Pasti ada cara untuk mengirimkan pesan-Iris ke Argo II. Masih ada sisa air di botol Annabeth, tapi bagaimana caranya menghasilkan cahaya serta kabut yang mencukupi untuk menciptakan pelangi di gua gelap? Arachne mulai berguling-guling lagi. "Kau memanggil teman-temanmu untuk membunuhku!" jeritnya, "aku takkan mati! Tidak seperti ini!" "Tenang," ujar Annabeth, "akan kami biarkan kau hidup. Kami hanya menginginkan patung." "Patung?" "Ya." Annabeth seharusnya tidak mengatakan apa-apa lagi, tapi rasa takutnya berganti jadi amarah dan kekesalan. "Karya seni yang akan kupajang paling mencolok di Gunung Olympus? Bukan karyamu. Athena Parthenos pantas berada di sana —tepat di tengah-tengah taman dewata." "Jangan! Jangan, tidak cocok!" "Tidak sekarang, kok," kata Annabeth, "pertama-tama akan kami bawa serta patung ini ke Yunani. Sebuah ramalan memberi tahu kami bahwa patung ini punya kekuatan untuk membantu mengalahkan para raksasa. Setelah itu ya, kami tidak bisa mengembalikannya ke Parthenon. Bisa heboh jadinya. Athena Parthenos akan lebih aman di Gunung Olympus. Patung ini akan mempersatukan anak- anak Athena dan mendamaikan bangsa Romawi serta Yunani. Terima kasih sudah menjaganya berabad- abad ini. Kau sudah berjasa besar bagi Athena." Arachne menjerit dan meronta. Sehelai benang memancar dari kelenjarnya dan menempel ke selembar tapestri di dinding. Arachne mengempiskan perutnya dan merobek-robek tenunan itu dengan membabi buta. Dia terus berguling, menyemprotkan benang sembarangan, menggulingkan tungku magis dan mencabuti ubin dari lantai. Ruangan berguncang. Tapestri mulai terbakar. "Hentikan!" Annabeth terpincang-pincang untuk menghindari benang laba-laba. "Kau akan meruntuhkan seisi ruangan dan menewaskan kita berdua!" "Lebih baik begitu daripada melihatmu menang!" pekik Arachne, "anak-anakku! Bantu aku!" Mduh, gawat. Annabeth berharap aura patung bakal menghalau laba-laba kecil, tapi Arachne terus menjerit-jerit, meminta bantuan mereka. Annabeth mempertimbangkan untuk membunuh laba-laba betina itu guna membungkamnya. Akan lebih mudah untuk menggunakan pisaunya sekarang. Namun, dia enggan membunuh monster yang tak berdaya, bahkan Arachne. Lagi pula, jika Annabeth menghunjam anyaman tersebut, bisa-bisa jebakan itu terburai. Siapa tahu Arachne malah bisa membebaskan diri sebelum Annabeth sempat menghabisinya. Semua pemikiran ini datang terlambat. Laba-laba berduyun-duyun, hendak memasuki ruangan. Patung Athena berpendar semakin terang. Para laba-laba kentara sekali tak mau mendekat, tapi mereka beringsut maju, seakan tengah mengerahkan keberanian. Ibu mereka menjerit-jerit minta tolong. Pada akhirnya mereka bakal menghambur masuk, membuat Annabeth kewalahan. "Arachne, hentikan!" teriak Annabeth, "akan Entah bagaimana, Arachne berputar dalam kurungannya, mengarahkan abdomen ke tempat suara Annabeth berasal. Sehelai benang menghantam dada Annabeth bagaikan sarung petinju kelas berat. Annabeth terjatuh, sekujur tungkainya dirambati rasa nyeri. Annabeth mencabik-cabik benang laba-laba dengan belati semen-tara Arachne menariknya mendekati capit yang terbuka-tutup. Annabeth berhasil memotong benang dan merangkak menjauh, tapi laba-laba kecil mengepungnya. Dia menyadari upaya terbaiknya tidaklah cukup. Dia takkan bisa keluar dari sini. Anak-anak Arachne akan membunuhnya di "Gahhhh!" Arachne berguling-guling dan meronta, tapi Annabeth menyingkir. Walaupun pergelangan kakinya patah, dia tidak kesulitan menghindari borgol jari raksasa. 'Akan kuhabisi kau!" Arachne bersumpah. "Maksudku tidak, aku akan berbaik-baik padamu jika kau mengeluarkanku." "Akan kusimpan tenagaku kalau aku jadi kau." Annabeth menarik napas dalam-dalam, untuk pertama kalinya merasa rileks sesudah berjam-jam. "Akan kupanggil teman-temanku." "Kau —kau akan memanggil mereka untuk memamerkan karya seniku?" tanya Arachne penuh harap. Annabeth menelaah ruangan tersebut. Pasti ada cara untuk mengirimkan pesan-Iris ke Argo II. Masih ada sisa air di botol Annabeth, tapi bagaimana caranya menghasilkan cahaya serta kabut yang mencukupi untuk menciptakan pelangi di gua gelap? Arachne mulai berguling-guling lagi. "Kau memanggil teman-temanmu untuk membunuhku!" jeritnya, "aku takkan mati! Tidak seperti ini!" "Tenang," ujar Annabeth, "akan kami biarkan kau hidup. Kami hanya menginginkan patung." "Patung?" "Ya." Annabeth seharusnya tidak mengatakan apa-apa lagi, tapi rasa takutnya berganti jadi amarah dan kekesalan. "Karya seni yang akan kupajang paling mencolok di Gunung Olympus? Bukan karyamu. Athena Parthenos pantas berada di sana —tepat di tengah-tengah taman dewata." "Jangan! Jangan, tidak cocok!" "Tidak sekarang, kok," kata Annabeth, "pertama-tama akan kami bawa serta patung ini ke Yunani. Sebuah ramalan memberi tahu kami bahwa patung ini punya kekuatan untuk membantu mengalahkan para raksasa. Setelah itu ya, kami tidak bisa mengembalikannya ke Parthenon. Bisa heboh jadinya. Athena Parthenos akan lebih aman di Gunung Olympus. Patung ini akan mempersatukan anak- anak Athena dan mendamaikan bangsa Romawi serta Yunani. Terima kasih sudah menjaganya berabad- abad ini. Kau sudah berjasa besar bagi Athena." Arachne menjerit dan meronta. Sehelai benang memancar dari kelenjarnya dan menempel ke selembar tapestri di dinding. Arachne mengempiskan perutnya dan merobek-robek tenunan itu dengan membabi buta. Dia terus berguling, menyemprotkan benang sembarangan, menggulingkan tungku magis dan mencabuti ubin dari lantai. Ruangan berguncang. Tapestri mulai terbakar. "Hentikan!" Annabeth terpincang-pincang untuk menghindari benang laba-laba. "Kau akan meruntuhkan seisi ruangan dan menewaskan kita berdua!" "Lebih baik begitu daripada melihatmu menang!" pekik Arachne, "anak-anakku! Bantu aku!" Mduh, gawat. Annabeth berharap aura patung bakal menghalau laba-laba kecil, tapi Arachne terus menjerit-jerit, meminta bantuan mereka. Annabeth mempertimbangkan untuk membunuh laba-laba betina itu guna membungkamnya. Akan lebih mudah untuk menggunakan pisaunya sekarang. Namun, dia enggan membunuh monster yang tak berdaya, bahkan Arachne. Lagi pula, jika Annabeth menghunjam anyaman tersebut, bisa-bisa jebakan itu terburai. Siapa tahu Arachne malah bisa membebaskan diri sebelum Annabeth sempat menghabisinya. Semua pemikiran ini datang terlambat. Laba-laba berduyun-duyun, hendak memasuki ruangan. Patung Athena berpendar semakin terang. Para laba-laba kentara sekali tak mau mendekat, tapi mereka beringsut maju, seakan tengah mengerahkan keberanian. Ibu mereka menjerit-jerit minta tolong. Pada akhirnya mereka bakal menghambur masuk, membuat Annabeth kewalahan. "Arachne, hentikan!" teriak Annabeth, "akan Entah bagaimana, Arachne berputar dalam kurungannya, mengarahkan abdomen ke tempat suara Annabeth berasal. Sehelai benang menghantam dada Annabeth bagaikan sarung petinju kelas berat. Annabeth terjatuh, sekujur tungkainya dirambati rasa nyeri. Annabeth mencabik-cabik benang laba-laba dengan belati semen-tara Arachne menariknya mendekati capit yang terbuka-tutup. Annabeth berhasil memotong benang dan merangkak menjauh, tapi laba-laba kecil mengepungnya. Dia menyadari upaya terbaiknya tidaklah cukup. Dia takkan bisa keluar dari sini. Anak-anak Arachne akan membunuhnya di