BAB SEBELAS
BAB SEBELAS
PIPER KALAU BUKAN KARENA KEDUA KUDA, Piper pasti sudah mati. Jason dan Percy saling serbu, tapi Topan dan Blackjack melawan cukup lama sehingga Piper sempat melompat untuk menghindar. Piper berguling ke tepi jalan dan menoleh ke belakang, ter-cengang dan ngeri, saat kedua pemuda beradu pedang, emas lawan perunggu. Terjadi pergesekan. Bilah pedang mereka jadi kabur-serang dan tangkis —sedangkan trotoar bergetar. Bentrokan pertama hanya berlangsung sedetik, tapi Piper sulit memercayai betapa cepat tarung pedang keduanya. Kuda-kuda menjauhkan diri satu sama lain —Topan menggelegarkan protes, Blackjack mengepak-ngepakkan sayapnya. "Hentikan!" teriak Piper. Sesaat saja, Jason
mengindahkan suara Piper. Matanya yang keemasan dipalingkan ke arah Piper. Percy kontan menyerang, menghunjamkan bilah pedangnya ke tubuh Jason. Puji syukur kepada dewa-dewi, Percy membalikkan pedangnya —mungkin sengaja, mungkin kebetulan—sehingga mengenai dada Jason secara mendatar; tapi benturan tersebut sudah cukup untuk menjungkalkan Jason dari kuda tunggangannya. Blackjack berderap menjauh sementara Topan mendompak kebingungan. Roh badai tersebut menerjang bunga-bunga tahari dan mengabur jadi uap air. Percy berjuang memutar pegasusnya. "Percy!" teriak Piper, "Jason temanmu. Jatuhkan senjatamu!" Lengan Percy diturunkan. Piper mungkin bisa menguasai dalam kendalinya, tapi sayang, Jason keburu bangkit. Jason meraung. Kilat membelah langit biru. Sambaran petir wmantul dari gladius Jason dan menjatuhkan Percy dari kudanya. Blackjack meringkik dan kabur ke ladang gandum. Jason menyerang Percy, yang sekarang telentang, pakaiannya berasap a-gara tersambar petir. Selama satu saat yang menakutkan, Piper tidak sanggup bersuara. Gaea seolah berbisik kepadanya: Kau harus memilih salah satu. Kenapa tak kau biarkan saja jason membunuhnya? "Jangan!" jerit Piper, "Jason, stop!" ja son membeku, pedangnya tinggal lima belas senti dari wajah Jason berpaling, cahaya keemasan di matanya berbinar-binar "Aku tidak bisa berhenti. Harus ada yang mati." Ada yang ganjil dalam suara tersebut itu bukan suara Gaea. suara Jason juga. Siapa pun itu, suaranya terpatah-patah, seolah bahasa Inggris bukan bahasa ibunya. "Siapa kau?'' tuntut Piper. Mulut Jason menyunggingkan senyum angker. "Kami eidolon. Kami akan hidup kembali." "Eidolon ?" Benak Piper berpacu. Dia sudah mempelajari jenis monster di Perkemahan Blasteran, tapi istilah itu tidak "Kau —kau sejenis hantu, ya?"
"Dia harus mati." Jason kembali mengalihkan perhatian kepada Percy, tapi Percy sudah pulih lebih daripada yang mereka sadari. Dia mengayunkan kaki dan menjegal Jason. Kepala Jason membentur aspal disertai bunyi buk memuakkan. Percy berdiri.. "Stop!" Piper menjerit lagi, tapi tidak ada charmspeak dalam suaranya. Dia semata-mata berteriak putus asa. Percy mengangkat Riptide ke atas dada Jason. Rasa panik menyumbat tenggorokan Piper. Dia ingin menyerang Percy dengan belatinya, tapi dia tahu berbuat begitu tidak membantu. Apa pun yang mengendalikan pemuda itu, dia menguasai seluruh kemampuan Percy. Tidak mungkin Piper bisa mengalahkannya dalam pertarungan. Piper memaksa diri agar fokus. Dia mencurahkan seluruh amarahnya ke dalam suaranya. "Eidolon, stop." Percy membeku. "Hadap perintah Piper. Putra Dewa Laut membalikkan badan. Matanya keemasan alih- alih hijau, wajahnya pucat dan kejam, sama sekali tidak seperti Percy. " Kau telah memilih," katanya, "yang satu ini akan mati." "Kau arwah dari Dunia Bawah," tebak Piper, "kau merasuki Percy Jackson. Benar begitu?" Percy mencemooh. "Aku akan hidup kembali dalam raga ini. Ibu Pertiwi telah berjanji. Aku akan pergi ke mana saja sesukaku, mengendalikan siapa saja semauku." Gelombang rasa dingin menjalari Piper. "Leo itulah yang menimpa Leo. Dia dikendalikan oleh eidolon." Makhluk berwujud Percy tertawa tanpa humor. "Kau terlambat menyadarinya. Kau tidak bisa memercayai siapa pun." Jason masih tidak bergerak. Piper tidak punya teman yang bisa membantu, tidak punya cara untuk melindungi Jason. Di belakang Percy, sesuatu bergemeresik di antara tanaman gandum. Piper melihat ujung sayap hitam, dan Percy pun mulai berputar ke arah suara itu. "Abaikan sajar pekik Piper, "pandang aku." Percy menurut. "Kau tak bisa menghentikanku. Akan kubunuh lason Grace." Di belakang Percy, Blackjack keluar pelan-pelan dari ladang gandum. Hebat bahwa hewan sebesar itu bisa bergerak begitu diam-diam. "Kau takkan membunuhnya," perintah Piper. Namun, dia tak menatap Percy. Dia beradu "Dia harus mati." Jason kembali mengalihkan perhatian kepada Percy, tapi Percy sudah pulih lebih daripada yang mereka sadari. Dia mengayunkan kaki dan menjegal Jason. Kepala Jason membentur aspal disertai bunyi buk memuakkan. Percy berdiri.. "Stop!" Piper menjerit lagi, tapi tidak ada charmspeak dalam suaranya. Dia semata-mata berteriak putus asa. Percy mengangkat Riptide ke atas dada Jason. Rasa panik menyumbat tenggorokan Piper. Dia ingin menyerang Percy dengan belatinya, tapi dia tahu berbuat begitu tidak membantu. Apa pun yang mengendalikan pemuda itu, dia menguasai seluruh kemampuan Percy. Tidak mungkin Piper bisa mengalahkannya dalam pertarungan. Piper memaksa diri agar fokus. Dia mencurahkan seluruh amarahnya ke dalam suaranya. "Eidolon, stop." Percy membeku. "Hadap perintah Piper. Putra Dewa Laut membalikkan badan. Matanya keemasan alih- alih hijau, wajahnya pucat dan kejam, sama sekali tidak seperti Percy. " Kau telah memilih," katanya, "yang satu ini akan mati." "Kau arwah dari Dunia Bawah," tebak Piper, "kau merasuki Percy Jackson. Benar begitu?" Percy mencemooh. "Aku akan hidup kembali dalam raga ini. Ibu Pertiwi telah berjanji. Aku akan pergi ke mana saja sesukaku, mengendalikan siapa saja semauku." Gelombang rasa dingin menjalari Piper. "Leo itulah yang menimpa Leo. Dia dikendalikan oleh eidolon." Makhluk berwujud Percy tertawa tanpa humor. "Kau terlambat menyadarinya. Kau tidak bisa memercayai siapa pun." Jason masih tidak bergerak. Piper tidak punya teman yang bisa membantu, tidak punya cara untuk melindungi Jason. Di belakang Percy, sesuatu bergemeresik di antara tanaman gandum. Piper melihat ujung sayap hitam, dan Percy pun mulai berputar ke arah suara itu. "Abaikan sajar pekik Piper, "pandang aku." Percy menurut. "Kau tak bisa menghentikanku. Akan kubunuh lason Grace." Di belakang Percy, Blackjack keluar pelan-pelan dari ladang gandum. Hebat bahwa hewan sebesar itu bisa bergerak begitu diam-diam. "Kau takkan membunuhnya," perintah Piper. Namun, dia tak menatap Percy. Dia beradu
Piper mengecek kondisi Jason. Napasnya teratur, tapi dua kena benturan di kepala dalam waktu dua hari pasti tidak untuknya. Kemudian, Piper memeriksa kepala Percy. Tidak darah, tapi terdapat benjol besar di tempat yang ditendang kuda "Kita harus membawa mereka berdua kembali ke kapal," kata Piper kepada Blackjack. Sang pegasus mengangguk setuju. Dia berlutut ke ta: supaya Piper bisa menaikkan Percy dan Jason ke punggungr Setelah banting tulang beberapa lama (dua pemuda yang sedang pingsan minta ampun beratnya), Piper berhasil menempat] mereka pada posisi yang relatif aman. Kemudian, dia sendirir naik ke punggung Blackjack, dan mereka pun meluncur menuju kapal Yang lain agak kaget ketika Piper kembali sambil menungga pegasus yang mengangkut dua demigod yang tak sadarkan diri Sementara Frank dan Hazel mengurus Blackjack, Annabeth Leo membantu membawa Piper dan kedua pemuda itu ke kesehatan. "Kalau begini terus, bisa-bisa kita kehabisan ambrosia," geri Pak Pelatih Hedge sambil mengobati luka-luka mereka, "kok tidak pernah diundang ke acara jalan-jalan yang penuh kekerasa: Piper duduk di samping Jason. Dia sendiri merasa baik-baik saja sesudah minum nektar dan air, tapi dia masih mengkhawatirl Jason dan Percy. "Leo," kata Piper, "apa kita sudah siap berlayar?" "Sudah, sih, tapi —" "Ayo, berangkat ke Atlanta. Nanti kujelaskan." "Tetapi oke." Leo bergegas pergi. Annabeth juga tidak mendebat Piper. Dia terlalu sib memeriksa benjol berbentuk tapal kuda di belakang kepala Percy siapa yang melakukannya?" tuntut Annabeth. blackjack," ujar Piper. "Apa?"percy mencoba menjelaskan sementara Pak Pelatih Hedge membutuhkan salep obat ke kepala kedua pemuda. Belum pernah piper terkesan dengan kemampuan Hedge merawat, tapi sang melakukan hal yang tepat. Entah itu, atau roh- roh yang Jason dan Percy juga menjadikan mereka ekstra tangguh. mereka berdua mengerang dan membuka mata. dalam hitungan menit, Jason dan Percy sudah duduk tegak di dan bisa berbicara menggunakan kalimat lengkap. Keduanya samaar-samar ingat tentang kejadian tadi. Ketika Piper menjabarkan , duel mereka di jalan tol, Jason berjengit. "Pingsan dua kali dalam dua hari," gerutunya, "demigod apaan” Dia melirik Percy, tampak tidak enak hati. "Sori, Bung. Aku tidak bermaksud menyarnbarmu dengan petir." Baju Percy penuh lubang-lubang bekas terbakar. Rambutnya malah lebih kusut daripada biasanya. Walaupun begitu, dia masih dia mampu tertawa lemah. "Bukan untuk pertama kalinya. Kakak wrempuanmu pernah menghajarku satu kali di perkemahan." "Iya, tapi aku bisa saja membunuhmu." "Atau aku bisa saja membunuhmu," timpal Percy. Jason mengangkat bahu. "Andaikan ada laut di Kansas, barangkali," "Aku tidak butuh laut —" "Teman-teman," potong Annabeth, "aku yakin kalian berdua sangat hebat dalam hal saling bunuh. Tetapi saat ini, kalian butuh istirahat." "Makanan dulu," kata Percy, "kumohon? Dan kita benar-benar perlu bicara. Bacchus mengatakan sesuatu yang tidak —"
"Bacchus?" Annabeth angkat tangan. "Oke, baiklah. Kita harus bicara. Mes. Sepuluh menit lagi. Akan kuberi tahu ya lain. Satu lagi, Percy tolong ganti pakaianmu. Baumu sepe habis ditabrak kuda listrik." Leo menyerahkan kemudi kepada Pak Pelatih Hedge lagi, sesud memaksa sang satir berjanji takkan membawa mereka ke pangkal; militer terdekat. Mereka berkumpul mengelilingi meja makan, Iantas Piper memaparkan kejadian di TOPEKA 32 —percakapan mereka deng Bacchus, jebakan Gaea, eidolon yang merasuki Jason dan Percy "Tentu saja!" Hazel menggebrak meja, mengagetkan Frar sampai-sampai dia menjatuhkan burrito-nya. "Itu jugalah yar terjadi pada Leo." "Jadi, memang bukan salahku." Leo mengembuskan napa "Bukan aku yang mernicu Perang Dunia Ketiga. Aku cuma dirasu] roh jahat. Melegakan sekali!" "Tetapi bangsa Romawi tidak mengetahuinya," kata Annabetl "lagi pula, memangnya mereka bakal memercayai perkataan kita: "Kita bisa mengontak Reyna," usul Jason, "dia pasti percay pada kita." Mendengar cara Jason mengucapkan nama Reyna, yang seolal-olah menambatkan Jason ke masa lalunya, hati Piper mencelus. Jason menoleh kepada Piper dengan mata berbinar-bina penuh harap. "Kau bisa meyakinkannya, Piper. Aku yakin bisa." Piper merasa seakan-akan seluruh darahnya terkuras habi5, Annabeth memandang Piper dengan penuh simpati, seolah hendal mengatakan: Cowok mernang bebal. Bahkan Hazel juga berjengit "Bisa kucoba," kata Piper setengah hati, "tetapi Octavian-lah yang perlu kita khawatirkan. Di bilah belatiku, aku melihatnya rengendalikan khalayak Romawi. Aku tidak yakin Reyna bisa menghentikannya. Ekspresi Jason jadi suram. Piper tidak senang harus merusak musiasmenya, tapi anak-anak Romawi yang lain —Hazel dan frank—mengangguk setuju. "Piper benar," kata Frank, "siang ini saat kami mengintai, kami melihat elang lagi. Burung-burung itu masih jauh, tapi mereka menyusul dengan cepat. Octavian berniat mengobarkan peperangan." Hazel meringis. "Kesempatan seperti inilah yang sudah didamba- dambakan Octavian dari dulu. Dia akan berusaha merebut Lekuasaan. Jika Reyna berkeberatan, Octavian akan mengatakan bahwa Reyna bersikap lembek terhadap bangsa Yunani. Terkait elang-elang itu Mereka seolah-olah bisa membaui kita." "Memang bisa," kata Jason, "Elang Romawi lebih lihai daripada monster dalam memburu para demigod lewat bau magis mereka. Kapal ini mungkin bisa menyamarkan keberadaan kita, tapi tidak sepenuhnya —tidak dari mereka." Leo mengetuk-ngetuk jemarinya. "Hebat. Aku seharusnya memasang tabir asap yang membuat kapal ini beraroma seperti nugget ayam raksasa. Ingatkan aku untuk menciptakan alat ,,emacarn itu, kali lain." Hazel mengerutkan kening. "Apa itu nugget ayam?" "Ya, ampun ...." Leo geleng-geleng keheranan. "Oh, benar juga. Kau, kan, sudah ketinggalan zaman, sekitar, tujuh puluh tahun. Begini, Muridku, nugget ayam itu —" "Tidak jadi soal," potong Annabeth, "intinya, kita bakal kesulitan menjelaskan yang sebenarnya pada bangsa Romawi. Sekali pun mereka memercayai kita —"
"Kau benar." Jason mencondongkan badan ke depan. "kita sebaiknya terus saja. Sesampainya di Samudra Atlantik, kita bakal aman —setidaknya dari legiun." Jason kedengarannya tertekan sekali sampai-sampai Pipe tidak tahu harus merasa kasihan atau sebal. "Kok kau bisa begitu yakin?" tanyanya, "kenapa mereka takkan mengikuti kita?" Jason menggelengkan kepala. "Kau sudah dengar perkataa Reyna mengenai negeri kuno. Tempat tersebut terlalu berbahaya. Sudah bergenerasi-generasi demigod Romawi dilarang pergi ke sana. Octavian pun tidak bisa mengakali aturan itu." Frank menelan burrito yang serasa jadi kardus di mulutnya. "Jadi, kalau kita pergi ke sana "Kita akan jadi pelanggar hukum sekaligus pengkhianat," tegas Jason, "bilamana melihat kita, demigod Romawi mana saja berhak membunuh kita tanpa perlu mendengar penjelasan dari kita. Tetapi aku takkan khawatir soal itu. Kalau
kita berhasil menyeberangi Samudra Atlantik, mereka pasti berhenti mengejar kita. Mereka akan berasumsi kita toh bakal mati di Laut Mediterania —Mare Nostrum." Percy mengacungkan irisan piza ke arah Jason. "Kau ini. Optimis sekali." Jason tidak membantah. Para demigod lain menatap piring masing- masing, kecuali Percy, yang terus menikmati pizanya. Di mana dia menyimpan makanan sebanyak itu, Piper tidak tahu. Cowok itu serakus satir. "Jadi, mari kita susun rencana." Percy menyarankan. "Dan pastikan kita tidak mati. Pak D —Bacchus—Aduh, apa sekarang aku harus memanggilnya Pak B? Pokoknya, dia menyebut-nyebut si kembar yang ada dalam ramalan Ella. Dua raksasa. Otis dan, mmm, sesuatu yang diawali huruf F?" "Ephialtes," kata Jason. Raksasa kembar, seperti yang Piper lihat di belatinya ...." annabeth menelusurkan jari ke pinggiran cangkirnya. "Aku ingat cerita tentang raksasa kembar. Mereka berusaha mencapai Gunung olympus dengan cara menumpuk-numpuk gunung." frank nyaris tersedak. "Wah, hebat tuh. Raksasa yang bisa numpuk-numpuk gunung seperti mainan anak-anak. Dan kalian bilang Bacchus membunuh mereka menggunakan tongkat berhiaskan runjung pinus?" "Kurang-lebih begitu," kata Percy. "Menurutku kita sebaiknya tak mengandalkan bantuan dewa itu kali ini. Dia menginginkan perrsembahan, dan dia menegaskan dengan cukup jelas bahwa kita takkan sanggup menyediakan persembahan tersebut." Sekeliling meja jadi sunyi senyap. Piper bisa mendengar Pak Priatih Hedge di geladak atas yang sedang menyanyikan "Aku `,corang Kapiten" berulang-ulang. Piper tidak bisa mengenyahkan firasat bahwa Bacchus fitakdirkan menolong mereka. Raksasa kembar ada di Roma. Mereka menyimpan sesuatu yang dibutuhkan para demigod —wsuatu di dalam jambangan perunggu. Apa pun itu, Piper punya firasat bahwa jambangan tersebut menyimpan jawaban mengenai cara menutup Pintu Ajal —kunci maut yang abadi. Dia juga yakin tnereka takkan mampu mengalahkan raksasa tanpa bantuan Bacchus. Dan jika mereka tidak bisa melakukan itu dalam waktu lima hari, Roma akan binasa, sedangkan adik Hazel, Nico, akan mati. Di sisi lain, jika visi yang menggambarkan Bacchus sedang mengulurkan cawan perak kepada Piper memang keliru, mungkin visi yang lain juga takkan terwujud —terutama yang menunjukkan dirinya, Percy dan Jason tengah tenggelam. Mungkin visi tersebut semata-mata bermakna simbolik.
Darah demigod perempuan, kata Gaea, dan darah demigod laki-laki. Piper sayang, pilih pahlawan mana yang kau ingin agar mati bersamamu. "Dia menginginkan dua orang di antara kita," gumam Piper. Semua orang berpaling memandanginya. Piper benci jadi pusat perhatian. Mungkin hal itu aneh untuk anak Aphrodite, tapi dia telah menyaksikan ayahnya, sang bintang film, menghadapi kemasyhuran selama bertahun-tahun. Piper ingat ketika Aphrodite mengklaimnya pada acara api unggun di depan seisi perkemahan, merombak total penampilannya secara magis sehingga menyerupai ratu kecantikan. Itulah kejadian paling memalukan seumur hidup Piper. Bahkan di sini, di hadapan enam demigod lain saja, Piper merasa jengah. Mereka temanku, kata Piper kepada dirinya sendiri. Tidak apa-apa. Namun, dia merasakan firasat aneh seolah-olah sedang dipandangi lebih dari enam pasang mata. "Hari ini di jalan tol," kata Piper, "Gaea memberitahuku bahwa dia memerlukan darah dua demigod saja —satu perempuan, satu laki-laki. Dia —dia menyuruhku memilih anak laki-laki mana yang harus mati." Jason meremas tangan Piper. "Tetapi tak satu dari kami mati. Kau menyelamatkan kami." "Aku tahu. Hanya saja Kenapa dia menginginkan itu?" Leo bersiul pelan. "Teman-teman, ingat waktu di Rumah Serigala? Putri es favorit kita, Khione? Dia bilang ingin menumpahkan darah Jason, bahwa hal itu akan mencemari tempat tersebut selama bergenerasi-generasi. Mungkin darah demigod menyimpan kekuatan semacam itu."
" Oh, ...." Percy meletakkan irisan pizanya yang ketiga. Dia bersandar dan menatap kosong, seakan baru sadar sekarang bahwa kepalanya ditendang kuda. "Percy?" Annabeth mencengkeram lengannya. "Waduh, gawat," gumam Percy, "gawat. Gawat." Dia memandang Frank dan Hazel di seberang meja. "Kalian ingat Polybotes?" "Raksasa yang menyerbu Perkemahan Jupiter," kata Hazel,anti-Poseidon yang kepalanya kau hantam dengan patung terminus. Ya, kurasa aku ingat." "Aku bermimpi," ujar Percy, "sewaktu kita terbang ke Alaska. Polybotes berbicara pada para gorgon, dan dia bilang —dia hilang dia ingin aku ditawan, bukan dibunuh. Dia bilang, Aku menginginkan yang satu itu dibelenggu ke kakiku, supaya aku bisa membunuh bocah itu saat waktunya tiba. Darahnya akan memembasahi bebatuan Gunung Olympus dan membangunkan Ibu pertiwir" Piper bertanya-tanya apakah termostat di ruangan itu rusak, sebab mendadak dia tidak bisa berhenti menggigil. Rasanya sama seperti saat di jalan tol di luar Topeka. "Menurutmu para raksasa hendak menggunakan darah kita ... darah dua orang di antara kita —"Entahlah," kata Percy, "tetapi sampai kita memecahkan misteri itu, kusarankan agar kita semua berusaha supaya jangan sampai ditangkap." Jason menggeram. "ku aku sepakat." "Tetapi bagaimana cara memecahkannya?" tanya Hazel, "tanda Athena, si kembar, ramalan Ella apa hubungannya?" Annabeth merapatkan tangan ke tepi meja. "Piper, kau menyuruh Leo mengarahkan kapal ke Atlanta."
"Benar," ujar Piper, "Bacchus bilang kita sebaiknya men siapa namanya?" "Phorcys," kata Percy. Annabeth kelihatan terkejut, seolah tak biasanya pacar melontarkan jawaban. "Kau kenal dia?" Percy mengangkat bahu. "Aku tidak mengenali nama itu pat pada mulanya. Kemudian, Bacchus menyebut- nyebut air asin, dan aku langsung ingat. Phorcys adalah Dewa Laut lama, sebelum masa ayahku. Aku tidak pernah bertemu dia, tapi konon dia putra Gaea Aku masih tidak mengerti apa yang dikerjakan Dewa Laut di Atlanta." Leo mendengus. "Apa yang dikerjakan Dewa Anggur di Kansas? Dewa-dewi memang aneh. Omong-omong, kita seharusnya sudall sampai di Atlanta tengah hari besok, kecuali ada kejadian yang tidak beres lagi." "Mengucapkannya pun jangan," gerutu Annabeth, "sudah larut. Kita semua sebaiknya tidur." "Tunggu," kata Piper. Sekali lagi, semua orang memandanginya. Makin lama Piper makin kehilangan keberanian. Dia bertanya-tanya apakah instingnya keliru, tapi Piper memaksa diri untuk bicara. "Satu lagi," kata Piper, "para eidolon —roh gentayangan. Mereka masih di sini, di ruangan ini." []