5.1.6. Hubungan Pengetahuan Tentang Faktor Resiko dengan Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi PSK yang tidak memanfaatkan klinik VCT yang memiliki pengetahuan yang baik tentang faktor
resiko yaitu 63,7. Jumlah PSK terbanyak adalah yang memiliki pengetahuan yang baik tentang faktor resiko tetapi prevalence rate yang tidak memanfaatkan klinik
VCT pada PSK yang memiliki pengetahuan yang buruk lebih rendah 62,1 dibandingkan prevalence rate PSK yang memiliki pengetahuan yang baik tentang
faktor resiko. Hasil analisis statistik dengan menggunakan chi-square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang faktor resiko dengan pemanfaatan klinik VCT pada PSK di wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru
Kecamatan Sibolangit tahun 2012 dengan nilai probabilitas 0,018 p 0,05. Ratio Prevalence RP tidak memanfaatkan klinik VCT pada PSK dengan pengetahuan
yang buruk dan pengetahuan yang baik tentang faktor resiko adalah 0,975 dengan Confidence Interval CI 0,689-1,381. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang
buruk tentang faktor resiko tertular PMS dan HIVAIDS memiliki faktor resiko tidak memanfaatkan klinik VCT pada PSK sebesar 0,9 kali lebih besar dibandingkan PSK
yang memiliki pengetahuan yang baik tentang faktor resiko tertular PMS dan HIVAIDS .
Hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Viktor Hamonangan yang meneliti awak buah kapal sebagai orang yang sama-sama beresiko
Universitas Sumatera Utara
dalam memanfaatkan klinik VCT di Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan tahun 2010, mengatakan bahwa ada hubungan pengetahuan tentang faktor resiko dengan
pemanfaatan klinik VCT. Demikian juga dengan hasil penelitian Suzannedi Kabupaten Toba Samosir tahun 2009 dengan menggunakan desain penelitian potong
lintang yang menemukan prevalensi PSK yang memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 52,3 pada PSK, dan secara signifikan berpengaruh besar terhadap
pemanfaatan klinik VCT. Secara teoritis, faktor resiko merupakan variabel penting yang
mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan. Semakin besar resiko untuk tertular penyakit, semakin tinggi tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan
yang dianggap mampu mengatasi masalah kesehatan tersebut. Penularan penyakit HIVAIDS lebih besar melalui proses hubungan seksual. Hal ini mengakibatkan
tingginya pemanfaatan klinik VCT bagi responden yang melakukan hubungan seksual seperti PSK yang dianggap memungkinkan untuk menularkan penyakit
HIVAIDS. Oleh karena itu perlu meningkatkan pengetahuan dengan mengadakan penyuluhan terhadap orang yang beresiko, melalui penyebaran lefleat atau brosur dan
juga dengan upaya konseling yang diberikan oleh tenaga-tenaga kesehatan. Klinik VCT bukan hanya digunakan oleh sipenderita HIVAIDS namun dapat juga
dimanfaatkan oleh orang yang sehat tapi beresiko terkena penyakit HIVAIDS yaitu pada PSK. Namun apa yang ditemukan dilapangan berbicara lain, justru para PSK
yang berpengetahuan baik tentang faktor resiko dan belum mengetahui manfaat klinik VCT, kemungkinan hal dipengaruhi oleh niat PSK dalam mencari informasi tempat
Universitas Sumatera Utara
untuk memeriksakan dan berkonsultasi lebih dini guna mendeteksi secara dini apakah PSK terkena HIVAIDS atau tidak.
5.1.7. Hubungan Pengetahuan Tentang Pelayanan Klinik VCT dengan Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT