Evaluasi Evaluation Hubungan Faktor Pendukung dan Faktor Penguat Pekerja Seks Komersil Dengan Pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling Testing)Di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi Evaluation

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas Notoatmodjo, 2003. Berbagai macam cara telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : 1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara ini adalah : a Cara coba-coba Trial and Error Dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Universitas Sumatera Utara b Cara kekuasaan atau otoritas Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. c Berdasarkan pengalaman pribadi Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. d Melalui jalan pikiran Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya dengan menggunakan jalan pikirannya. 2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan Cara ini disebut ”metode penelitian ilmiah” atau dikenal dengan metode penelitian research methodology. Dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan- pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu : a Segala sesuat yang positif, yaitu gejala yang timbul pada saat dilakukan pengamatan. b Segala sesuatu yang negatif, gejala tertentu yang tidak timbul pada saat dilakukan pengamatan. c Gejala-gejala yang muncul saat bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah- ubah pada kondisi tertentu. Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Sikap Attitude

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan pencetus predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek Notoatmodjo, 2003. Ciri-ciri Sikap Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia. Ciri-ciri sikap adalah : a Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan b Sikap itu dapat berubah-ubah c Sikap itu tidak berdiri sendiri d Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu e Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan Aplikasitingkatan sikap menurut Notoatmodjo 2003 a Menerima Receiving Universitas Sumatera Utara Menerima diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. Misalnya sikap orang tentang HIVAIDS dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap penyuluhan. b Merespon Responding Memberikan pertayaan apabila ditanya, mengerjakan, menyelesaikan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. c Menghargai Valuing Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d Bertanggung jawab Responsible Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Menurut Saiffudin yang dikutip oleh Azrul Azwar 2003 sikap terbentuk dari 3 komponen yaitu: a Komponen Kognitif cognitive Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorrang mengenai apa yng berlaku bagi objek sikap. b Komponen afektif affective Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Universitas Sumatera Utara c Komponen perilaku behaviorconative Dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan denga objek sikap yang dihadapinya. Dalam interaksi sosial,terjadi hubungan saling menghargai di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbale balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebgai anggota masyarakat Lebih lanjut interaksi social ini meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap individu adalah: a Faktor interinsik, meliputi: kepribadian, intelejensi, bakat, minat, perasaan, serta kebutuhan dan motivasi seseorang. b Faktor ekstrinsik, meliputi : faktor lingkungan, pendidikan, idiologi, ekonomi, politik dan pertahanan dan keamanan. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden Notoatmodjo 2007.

2.3.3. Tindakan atau Praktek Practice

Suatu sikap belum langsung terwujud dalam suatu tindakan overt behavior. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan Notoatmodjo, 2007. Universitas Sumatera Utara Menurut Notoatmodjo, tingkat-tingkat praktek sebagai berikut : a. Persepsi Perception Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. b. Respon Terpimpin Guided Respons Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. c. Mekanisme Mechanism Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. d. Adaptasi Adaptation Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan tersebut sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenarannya. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu recall. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.4. Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan kesehatan health need pada dasarnya bersifat objektif,dan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, untuk memenuhi upaya kesehatan tersebut bersifat mutlak. Universitas Sumatera Utara Tuntutan kesehatan yang bersifat subjektif banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan social ekonomi Azwar, 1996. Tuntutan kesehatan ini ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan kesehatan. Voluntary Conseling Testing merupakan salah satu bagian dari sarana pelayanan kesehatan secara umum.Perkembangan teknologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan pelayanan kesehatan, karena perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tuntutan kesehatan Azwar, 1996. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan peenyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu : tersedia available, wajar appropriate, berkesinambungan continue, dapat dicapai accesible, dapat dijangkau affordable, efisien efficient dan bermutu quality. Karakteristik pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan berdasarkan jenis, tujuan maupun unit kesehatan. Pelayanan kesehatan berdasarkan jenistipe pelayanan di rumah sakit, psikolog, dokter gigi, perawat dan lain-lain. Pelayanan kesehatan juga dikategorikan berdasarkan tujuan, seperti pelayanan primer, sekunder dan tersier. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang juga berdasarkan unit kesehatan seperti jumlah pertemuan dengan tenaga kesehatan selama periode waktu tertentu Andersen, 1974. Universitas Sumatera Utara Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Faktor sosiokultural, yang terdiri dari faktor teknologi pengobatan dan norma atau nilai yang berlaku di masyarakat. 2. Faktor organisasi, yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, akses geografis, akses sosial, karakteristik proses dan struktur organisasi pelayanan kesehatan. 3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen, yang terdiri dari : a faktor sosiodemografis yaitu umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan dan status sosial ekonomi pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan b faktor sosial psikologis yaitu persepsi terhadap penyakit serta sikap dan keyakinan tentang pelayanan kesehatan. Menurut Smet 2005 keyakinan masyarakat umum tentang kesehatan dan kesakitan lebih spesifiknya mengenai etiologi juga akan mempengaruhi perilaku mencari bantuan, yaitu apakah orang akan mencari bantuan atau tidak serta petugas kesehatan yang akan dimintai konsultasi oleh si sakit. Selain itu ciri- ciri karakteristik seperti jenis kelamin, ras, umur yang sering ditetapkan dalam berbagai literatur menjadi variabel yang penting dalam hubungannya dengan perilaku mencari bantuan. Menurut Sarwono 2007 yang mengutip pendapat Mechanic proses yang terjadi dalam diri individu sebelum menentukan untuk mencari upaya pengobatan, antara lain :a dikenalinya atau dirasakannya gejala-gejalatanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa, b banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya, c dampak gejala itu terhadap hubungan Universitas Sumatera Utara dengan keluarga, hubungan kerja dalam kegiatan sosial lainnya, d frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak, e nilai ambang dari mereka yang terkena gejala susceptibility atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit, f informasi pengetahuan dan asumsi budaya tentang penyakit itu, g perbedaan interpretasi terhadap gejala yang dikenal, h adanya kebutuhan untuk bertindakberperilaku mengatasi gejala, i tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tersebut, tersedianya biaya dan kemampuan. Berdasarkan gejala yang dirasakan, faktor-faktor yang membuat seseorang mencari pelayanan kesehatan adalah : a gejala penyakit terasa mengerikan sedangkan perawatannya tersedia, b orang biasanya akan berobat terhadap gejala penyakit yang diperkirakan akan menyebabkan akibat yang serius, c merasa cemas, hal ini terkait dengan krisis interpersonal, d gejala penyakit yang timbul dapat mengancam hubungan dengan orang lain, e dukungan dari orang lain seperti teman untuk mencari pelayanan kesehatan. Menurut Notoatmojo 2003 yang mengutip pendapat Becker mengatakan bahwa perilaku yang berkaitan dengan tindakan seseorang yang sedang sakit untuk mencari penyembuhan disebut perilaku sakit. Dalam hal ini ada beberapa tindakan yang timbul adalah: a Didiamkan saja, artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari, b mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri, baik obat tradisionil maupun dengan beli obat di warung, c mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke tempat pelayanan kesehatan. Universitas Sumatera Utara Seseorang baru akan mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau dari informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut. Menurut teori Health Belief Model, suatu tindakan kesehatan yang dilakukan dipengaruhi oleh variable sosial psikologis dan demografi. Perilaku pada saat mengalami gejala penyakit dipengaruhi secara langsung oleh persepsi individu mengenai ancaman penyakit dan keyakinannya terhadap manfaat dari suatu tindakan kesehatan. Seseorang tidak akan mencari tempat pertolongan medis bila mereka kurang mempunyai pengetahuan dan motivasi relevan dengan kesehatan, bila mereka memandang keadaan masih belum berbahaya dan bila tidak yakin terhadap keberhasilan suatu intervensi medis dan melihat adanya beberapa kesulitan dalam melaksanakan perilaku kesehatan yang dibutuhkan Sarwono, 2007. Ciri-ciri demografi seperti jenis kelamin, ras, umur yang sering ditetapkan dalam berbagai literature menjadi variable yang penting dalam hubungannya dengan perilaku mencari bantuan. Perbedaan demografis seperti ; orang yang lebih tua umur, wanita jenis kelamin, tidak menikah atau diceraikan status perkawinan,status pekerjaan, tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi, melaporkan lebih banyak gejala penyakit Smet, 1994. Universitas Sumatera Utara Program pencegahan HIVAIDS difokuskan pada pembentukan perilaku masyarakat untuk tidak terpapar pada rantai penularan HIVAIDS, antara lain melalui kontak seksual dan kontak jarum suntik. Bentuk kegiatan pencegahan HIVAIDS untuk meningkatkan kesadaran akan resiko HIVAIDS dan adopsi perilaku aman untuk mencegah kontak dengan rantai penularan HIVAIDS.

2.5. Voluntary Counseling and Testing VCT

2.5.1. Definisi Konseling dalam VCT

Definisi Voluntary Counseling Test VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti menerima status HIV+ dan merujuk pada layanan dukungan. Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIVAIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIVAIDS.

2.5.2. Peran Konseling dan Testing Sukarela VCT

Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positf maupun negatif. Layanan ini Universitas Sumatera Utara termasuk konseling, dukungan, akses untuk suportif, terapi infeksi oportunistik dan ART. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan resiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan resiko. Konseling dan testing HIV sukarela yang dikenal sebagai VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan masyarakat.

2.5.3. VCT untuk Pekerja Seks Komersil

Konseling dan Tes HIV sukarela di klinik VCT Voluntary Counseling and Testing adalah titik awal pelayanan dan perawatan yang berkelanjutan dan merupakan tempat mereka datang untuk bertanya, belajar dan menerima status HIV seseorang dengan privasi yang terjaga, yang mampu menjangkau dan menerapkan perawatan dan upaya pencegahan yang efektif. Defenisi Voluntary Counseling Test VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue Universitas Sumatera Utara HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti menerima status HIV+ dan merujuk pada layanan dukungan. Konseling dalam VCT merupakan kegiatan yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS. Konseling VCT juga dapat membantu orang mengetahui statusnya lebih dini, menekankan kepada aspek perubahan perilaku, peningkatan kemampuan menghadapi stress, ketrampilan pemecahan masalah. Konseling HIV juga menekankan pada issue HIV terkait seperti bagaimana hidup dengan HIV, Pencegahan HIV ke pasangan, dan issue-issue HIV yang berkelanjutan. Elemen Penting dalam VCT adalah : tersedia waktu, penerimaan klien dan berorientasi kepada klien, mudah dijangkau dan merasa nyaman. Testing T yang berarti layanan yang berkualitas dan selesai satu hari lebih hemat dan meningkatkan orang untuk melakukan tes dan permintaan untuk VCT. Dalam hal ini membuktikan bila seseorang dipaksa tes maka mereka akan menolak dan menjauh dibandingkan dengan memberikan pengertian dan informasi yang benar. Pada tahun 1993, VCT sudah mulai diadakan di Kalimantan Barat kemudian di Jakarta, pelayanan VCT di RS. Cipto Mangunkusumo mulai diadakan pada tahun 1995. Dalam lima tahun berikutnya pelayanan VCT telah dikembangkan ke berbagai daerah dengan dukungan dari USAIDS, GFATM dan AusAID. Saat ini telah tersedia 326 pelayanan VCT di hampir 200 kabupaten. Pedoman pelayanan VCT secara Universitas Sumatera Utara nasional diformulasikan pada tahun 2005 dan pelayanan VCT juga mulai dimasukkan ke dalam rencana strategis nasional yang mendukung MDGs Searo WHO, 2010. Full time counselor yang berlatar belakang psikologiilmuwan psikologi psychiatrists, family therapist, psikologi terapan yang sudah mengikuti pelatihan VCT dengan standart WHO. Sebagai seorang konselor HIV memiliki beberapa tipe, yaitu : dekat dengan komunitas, lebih mempromosikan VCT dan konseling dukungan, mampu memberikan dukungan untuk konselor dan petugas managemen kasus dan mendampingi serta memberikan bantuan teknis kepada konselor. Sebagai seorang konseling dalam melakukan prosedurnya harus melalui beberapa tahapan, baik itu pre test maupun pasca test. Adapun tahapan konseling pre testantara lain adalah : a mengemukakan alasan test, b pengetahuan tentang HIV manfaat testing, c perbaikan kesalahpahaman ttg HIV AIDS, d penilaian pribadi resiko penularan HIV, e Informasi tentang test HIV, f diskusi tentang kemungkinan hasil yang keluar, g kapasitas menghadapi hasil dampak hasil, h kebutuhan dan dukungan potensial - rencana pengurangan resiko pribadi, i pemahaman tentang pentingnya test ulang, j memberi waktu untuk mempertimbangkan, k pengambilan keputusan setelah diberi informasi, l membuat rencana tindak lanjut, m memfasilitasi dan penandatanganan Informed Consent. Tahapan konseling pasca test meliputi : a dokter konselor mengetahui hasil untuk membantu diagnosa dan dukungan lebih lanjut, b hasil diberikan dalam amplop tertutup, c hasil disampaikan dengan jelas dan sederhana, d beri waktu untuk bereaksi, e cek pemahaman hasil test, f diskusi makna hasil test. Universitas Sumatera Utara Menurut Departemen Kesehatan 2004, VCT dibentuk dengan tujuan dan alasan-alasan yang cukup kuat, antara lain yaitu : 1 Pencegahan HIV ; Mereka yang menggunakan jasa pelayanan VCT di dalam dirinya ada perasaan yang kuat tentang tata nilai, aktivitas seksual dan diagnosis apakah positif atau negatif dan seringkali mereka betul-betul menurunkan perilaku beresikonya.VCT menawarkan kepada para pasangan untuk mencari tahu status HIV dalam hubungannya. 2 Pintu masuk menuju terapi dan perawatan ; VCT merupakan sebagai pelayanan medik dan dukungan sesuai dengan yang dibuthkan, untuk itu akses VCT penting untuk memastikan keamanan dan efektivitas dari semua intervensi Depkes, 2009.

2.6. Program Pemberantasan HIVAIDS

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional KPAN tahun 2006 menentukan kebijakan penanggulangan penyakit HIVAIDS secara nasional.

2.6.1. Kebijakan dan Strategi

Upaya untuk mencegah dan menanggulangi HIVAIDS telah dimulai semenjak pertengahan 1980-an, tetapi penanganan yang lebih serius baru dimulai pada 19941995 dengan dibentuknya Komisi Penanggulangan AIDS di pusat, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1994. Keputusan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nomor : 05KepMenkoKesraII1995 tentang Program Nasional Penanggulangan Universitas Sumatera Utara HIVAIDS Pelita VI. Program Nasional tersebut telah dijadikan rujukan dalam penanggulangan HIVAIDS di seluruh Indonesia. Kemudian telah dilaksanakan Sidang kabinet tentang penanggulangan HIVAIDS pada tahun 2002 dengan menghasilkan kesepakatan program penanggulangan HIVAIDS yang ditindak lanjuti dengan Rapat Konsultasi Nasional. Telah disusun pula Rencana Strategi penanggulangan HIVAIDS oleh Depkes tahun 2003-2007 dan Renstra penanggulangan HIVAIDS secara Multi sektor. A.Dasar- dasar Kebijakan : 1. Penanggulangan HIVAIDS merupakan upaya terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat promotif, pencegahan penyakit HIVAIDS preventif, serta pengobatan dan perawatan kuratif dan dukungan hidup support terhadap pengidap HIVAIDS. Upaya preventif dan promotif merupakan upaya prioritas yang diselenggarakan secara berimbang dengan upaya kuratif dan dukungan terhadap pengidap HIVAIDS. 2. Penanggulangan HIVAIDS didasari kepada nilai luhur kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat hidup manusia. Para pengidap HIVAIDS memiliki hak asasi sebagai manusia dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial yang diperlukan serta hidup layak sebagai anggota masyarakat lainnya. 3. Penanggulangan HIVAIDS merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pemberantasan kemiskinan serta pembangunan kesehatan yang Universitas Sumatera Utara dalam penyelenggaraannya senantiasa menghormati atau mendasarkan kepada nilai-nilai budaya dan agama yang hidup dalam masyarakat Indonesia. 4. Penanggulangan HIVAIDS dilakukan secara bersama- sama oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan para pengidap HIVAIDS dengan dukungan organisasi internasional. Masyarakat termasuk LSM merupakan pelaku utama dalam pelaksanaan penanggulangan sedangkan pemerintah berkewajiban memberdayakan masyarakat serta memberikan bantuan arahan, bimbingan dan menciptakan suasana yang menunjang. 5. Pemerintah berkewajiban untuk memimpin dan memberi arah penanggulangan HIVAIDS leadership dengan menetapkan komitmen kebijakan political commitment, memberikan prioritas kepada penanggulangan HIVAIDS, dan memobilisasi sumber daya penanggulangan. Pemerintah berkewajiban menciptakan suasana kondusif guna mencegah timbulnya stigmatisasi, penyangkalan denial, dan praktek diskriminasi karena HIVAIDS .

6. Kerjasama internasional melalui badan- badan PBB, organisasi regional,

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012

4 47 154

Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perkonomian Wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB

4 70 129

Pengaruh Pengetahuan Dan Persepsi Penderita Hiv/Aids Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tentang Penyakit AIDS Dan Klinik VCT Terhadap Tingkat Pemanfaatan Klinik VCT Tahun 2010

5 63 94

Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentanginfeksi Menular Seksual (IMS) Di Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

4 49 92

Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentang Kesehatan Reproduksi di Lokasi Pantai Nirwana Wilayah Kecamatan Puskesmas Tembilahan Kota (Riau) Tahun 2008

3 31 62

Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS Dan VCT Di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009

1 44 97

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 9