walaupun belum tampak gejalanya, yaitu dengan semakin rutinnya mengunjungi dan memanfaatkan pelayanan klinik VCT.
5.1.4. Hubungan Pendapatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi PSK yang tidak memanfaatkan klinik VCT yang memiliki pendapatan Rp. 2 juta yaitu 60,6.
Jumlah PSK terbanyak adalah memiliki pendapatan Rp. 2 juta, prevalence rate yang tidak memanfaatkan klinik VCT pada PSK yang memperoleh pendapatan Rp.
2 juta lebih rendah. Hasil analisis statistik dengan menggunakan chi-square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara pendapatan Rp. 2 juta dengan pemanfaatan klinik VCT pada PSK di wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru
Kecamatan Sibolangit tahun 2012 dengan nilai probabilitas 0,261 p 0,05. Ratio Prevalence RP tidak memanfaatkan klinik VCT pada PSK yang memperoleh
pendapatan Rp. 2 juta dengan umur Rp. 2.juta adalah 1,270 dengan Confidence Interval CI 0,893-1,806. Hal ini menunjukkan bahwa masa kerja tidak memiliki
faktor resiko tidak memanfaatkan klinik VCT pada PSK sebesar 1,2 kali lebih besar dibandingkan PSK yang memperoleh penghasilan Rp.2 juta bulan.
Berdasarkan hasil uji chi-squareantara variabel pendapatan dengan pemanfaatan klinik VCT pada PSK, diperoleh nilai probabilitasnya p0,261. Nilai
tersebut lebih besar dari α 0,05. Artinya, tidak ada hubungan variabel pendapatan dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT di wilayah puskesmas Wisata Bandar
Baru. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa pendapatan pekerja seks komersil
Universitas Sumatera Utara
di wilayah ini tergolong cukup tinggi atau berada diatas upah minimum kotakabupaten.
Hal yang sama juga ditemukan dari hasil penelitian Tri Buana di lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir tahun 2009 yang
meneliti pada PSK, dimana pada umumnya berpenghasilan tinggi antara 1,6 sd 2,2 juta perbulannya. Hal ini terjadi karena desakan ekonomi dan minimnya lapangan
pekerjaan yang menyebabkan banyak perempuan miskin terjerumus dalam dunia prostitusi, demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Tubuh dan daya tarik seksual
yang mereka miliki merupakan satu-satunya modal yang dimanfaatkan dalam mendapatkan uang dan memenuhi kebutuhannya. Kehidupan prostitusi seperti ini
yang akan semakin mempersulit PSK untuk terhindar dari bahaya dan ancaman tertular penyakit menular seksual dan HIVAIDS.
Tingginya pendapatan PSK juga tidak memberikan dampak dalam memanfaatkan klinik VCT, hal tersebut dikarenakan para PSK tersebut banyak yang
mencari pengobatan atau berkonsultasi ke petugas yang bukan dari puskesmas tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh keengganan PSK yang tidak mau diketahui
orang lain tentang kondisi kesehatannya bersifat rahasia. Untuk itu kepada para petugas dimintakan agar menjaga kerahasiaan identitas atau keberadaan PSK agar
PSK tersebut mau memanfaatkan klinik VCT di wilayah kerja puskesmas Bandar Baru.
Universitas Sumatera Utara
5.1.5. Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit HIVAIDS dengan Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT