Metode System of Rice Intensification SRI Ketersediaan Input-Input Produksi

9 produktivitas yang cukup signifikan, hasil produksi tanaman padi dapat dilihat sebagai berikut: 1. China 2004, hasil naik dari 3 tonha menjadi 7,5 tonha dengan hasil tertinggi 20,4 tonha dan penghematan air sebesar 42 . Saat ini produktivitas padi sekitar 13 tonha. 2. India 50 petani, 2003-2004, hasil meningkat dari 7,1 tonha menjadi 9,7 tonha dengan produktivitas tertingginya adalah sebesar 15 tonha. 3. Kamboja 5 propinsi, 2004, hasil naik sebesar 41 dan pendapatan naik sebesar 74 . 4. Sri Langka, hasil naik sebesar 50 , efisiensi air 90 , pendapatan bersih 112 , dan pengurangan biaya produksi sebesar 17 – 27 . 5. Indonesia oleh Agency for Agricultural Research and Development AARD, 2004, dengan hasil rata-rata 7 sd 9 ton. Hasil uji coba petani terbaru SRI memberikan hasil 10 sd 18 tonha.

2.2 Metode System of Rice Intensification SRI

System of Rice Intensification SRI adalah suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah pengaturan tanaman, tanah, air, dan nutrisinya. SRI merupakan cara atau sistem penanaman padi yang intensif, yang memperhatikan dan mengutamakan pengelolaan sumber kekuatan alam, daur aliran energi dan siklus nutrisi yang berawal dari tanah, potensi tumbuh dan berkembangnya tanaman, serta pengelolaan peranan atau fungsi air dalam mendukung dan memperkuat berjalannya kehidupan alamiah di ekosistem pertanian Rachmiyanti dalam Fitriadi, 2005. 10 Pada metode ini, produksi tanaman padi diharapkan dapat mencapai hingga 8 ton per hektar, bahkan diantaranya ada yang mampu mencapai 10–15 ton per hektar. SRI tidak mensyaratkan benih unggul atau pemupukan intensif, tetapi lebih menekankan pada perlakuan bibit, jarak tanam, dan waktu pengairan yang tepat berdasarkan pengamatan terhadap perilaku dan kehidupan tanaman padi Simarmata, 2006. Melalui penerapan metode SRI diharapkan para petani memperoleh hasil panen 30 lebih banyak jika dibandingkan dengan pola konvensional. Hal tersebut dikarenakan metode SRI mampu menghemat air hingga 60 dari kebutuhan padi sawah biasa. Pengaturan tata udara tanah melalui pemberian air lembab dan basah secara bergantian akan meningkatkan keanekaragaman dan peranan biota tanah dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, metode ini tidak mengenal krisis air pada kemarau seperti yang terjadi pada akhir tahun 2006 hingga awal 2007. Melalui metode ini diharapkan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan, karena harga jual Gabah Kering Panen GKP padi organik metode SRI ini berkisar antara Rp. 3.500,-kg hingga Rp. 4.500,-kg 3 .

2.3 Input-Input Produksi Pertanian

Dalam sistem pertanian membutuhkan faktor-faktor input untuk berproduksi. Input produksi sering disebut sebagai faktor produksi. Faktor produksi sangat berperan mulai dari pertumbuhan tanaman padi sampai dengan perkembangan tanaman tersebut. Terdapat beberapa jenis faktor produksi yang biasa digunakan oleh petani seperti benih,air, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. 3 http:agribisnis-ganesha.com?p=62 Diakses 04 April 2011 11 Pada penelitian ini akan dikaji bagaimana pengaruh metode SRI dalam menghemat faktor-faktor produksi pada usaha tani padi sawah.

2.3.1 Pupuk

Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan dan pemeliharaan tanaman. Pada umumnya pupuk yang digunakan dalam budidaya padi ada dua jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk kimia. Definisi yang dikemukakan oleh International Organization for Standardization ISO dalam Sutanto 2002b menyatakan bahwa pupuk organik merupakan bahan organik atau bahan karbon, pada umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan atau hewan. Asociation of American Plant Food Control Official AAPFCO mendefinisikan pupuk organik sebagai pupuk yang mengandung karbon sebagai komponen esensial tetapi tidak dalam bentuk karbonat dan istilah tersebut pada dasarnya berasal dari senyawa karbon yang dikandung organisme, tetapi sekarang termasuk senyawa karbon sintetik. AAPFCO mengartikan bahwa pupuk organik sebagai bahan mengandung karbon dan satu atau lebih unsur yang lain selain hidrogen dan oksigen yang penting bagi pertumbuhan tanaman Sutanto, 2002b. Pupuk kimia adalah pupuk yang berasal dari proses rekayasa secara kimia, fisik atau biologis yang merupakan hasil industri atau hasil dari pabrik pembuat pupuk. 4 Pada umumnya jenis pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya meliputi : 4 http:www.deptan.go.idpesantrenbsppuk_pestperaturanlamp_sk_238.htm diakses 8 September 2011 12 a. pupuk hara makro primer yaitu pupuk yang mengandung unsur hara utama N, P atau K baik tunggal maupun majemuk seperti Urea, TSP, SP-36, ZA, KCl, Phospat Alam, NP, NK, PK dan NPK; b. pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur Calsium Ca, Magnesium Mg dan Belerang S seperti Dolomit, Kiserit; c. pupuk hara makro campuran yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara utama N, P dan K yang dilengkapi unsur-unsur hara mikro seperti Seng Zn, Boron B, Tembaga Cu, Cobalt Co, Mangan Mn, Molibdenum Mo. Pupuk hara campuran tersebut dapat berbentuk padat atau cair d. pupuk hara mikro yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara mikro Zn, B, Cu, Co, Mn dan Mo; e. pupuk an-organik lainnya.

2.3.2 Benih

Dalam sistem usaha tani benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Dalam pertanian organik juga dibutuhkan kualitas benih yang baik. Akses terhadap benih menjadi salah satu permasalahan petani di Indonesia. Petani terus dijauhkan dari sistem pertanian yang mandiri dan berdaulat, termasuk dalam hal kemandirian untuk penggunaan dan produksi benih. Sejak revolusi hijau bergulir, penguasaan benih beralih dari tangan petani ke tangan perusahaan industri benih yang mengklaim atas nama teknologi penghasil keunggulan dalam hal produktivitas dan ketahanan terhadap penyakit. Faktanya, kemajuan teknologi tersebut tidak dapat meningkatkan kesejahteraan petani, namun sebaliknya membuat petani semakin menderita. 13 Teknologi yang seharusnya bermanfaat bagi petani sebagai subjek dari kegiatan pertanian tersebut malah justru menjadi pundi penghasil kekayaan bagi para pemilik modal. Petani semakin tergantung terhadap benih hibrida yang mahal.. Umumnya benih dikatakan bermutu jika jenisnya murni lokal, beras nasional bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki, dan daya kecambahnya paling tidak mencapai 90 Andoko, 2002. Menurut Boer 2009 ada beberapa klasifikasi benih yang bersertifikat sesuai dengan keturunan dan mutunya : 1. Benih Penjenis Breeder seed adalah benih pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh pemulia tanaman yang digunakan untuk menghasilkan benih dasar. 2. Benih dasar foundation seed merupakan turunan pertama dari benih penjenis, identitas genetif dan kemurniannya dijaga baik. 3. Benih pokok, merupakan turunan dasar dari benih dasar, identitas dan kemurniannya dipertahankan sebaik mungkin. 4. Benih sebar, turunan dari benih pokok untuk memproduksi tanaman..

2.3.3 Air

Penggunaan air tawar dapat dikategorikan sebagai penggunaan konsumtif dan non-konsumtif. Air dikatakan digunakan secara konsumtif jika air tidak dengan segera tersedia lagi untuk penggunaan lainnya, misalnya irigasi di mana penguapan dan penyerapan ke dalam tanah serta penyerapan oleh tanaman dan hewan ternak terjadi dalam jumlah yang cukup besar. Jika air yang digunakan tidak mengalami kehilangan serta dapat dikembalikan ke dalam sistem perairan 14 permukaan setelah diolah air berbentuk limbah, maka air dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk keperluan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung . Air sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat hidup dan berkembang. Lahan pertanian memerlukan air dalam jumlah yang sangat besar. Dalam skala global dari sekitar 3.600 km 3 air yang dikonsumsi manusia per tahun, sekitar 69 diantaranya dipergunakan untuk sektor pertanian. Bahkan di Asia konsumsi air untuk sektor pertanian mencapai rata-rata sekitar 83 dari total air yang dikonsumsi manusia. Tabel 2. Perkiraan Kebutuhan Air Untuk Tanaman Pangan Juta m 3 Menurut Wilayah Tahun 2004 sd 2009 No Wilayah Kebutuhan Air Pertahun dalam Juta m 3 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 1 Sumatera 28.73 29.37 28.96 31.98 33.90 2 Jawa 52.93 53.94 53.34 53.58 56.85 3 Bali dan Nusa Tenggara 7.09 6.63 7.18 6.82 7.63 4 Kalimantan 6.32 6.30 6.60 7.50 7.75 5 Sulawesi 10.83 11.33 11.65 13.41 14.31 6 Maluku dan Papua 0.91 0.99 1.04 1.06 1.10 Indonesia 106.82 108.56 108.77 114.35 121.54 Sumber :Badan Pusat Statistika 2009 Berdasarkan data hasil panen tanaman pangan di Indonesia, dapat dikaji bahwa pada tahun 2008 konsumsi air untuk tanaman pangan meningkat sebesar 37 juta m 3 dibandingkan dengan konsumsi pada tahun 2004. Kenaikan terbesar berasal dari tanaman padi yaitu sebesar 8 juta m 3 seiring dengan pencapaian target swasembada beras pada tahun 2007 - 2008. Pada tahun 2008, kebutuhan air terbesar untuk tanaman pangan tersebut berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 57 juta m 3 atau 47 dari total kebutuhan air untuk tanaman pangan di Indonesia. 15 Pada tabel dibawah dapat dilihat kebutuhan air tanaman padi sesuai pertumbuhannya. Tabel 3. Kebutuhan Air Tanaman Padi Sesuai Pertumbuhannya Tahap KegiatanPertumbuhan Varietas Unggulan Varietas Non unggulan mmhari ltdetHa Periode hari mmhari ltdetHa Periode hari Pengolahan tanah 12,70 1,50 - 12,7 1,50 - Pembibitan 3,00 0,40 20 3,00 0,40 20 Tanam s.d. primordia 7,50 0,90 40 6,40 0,75 35 Primordia s.d. bunga 8,80 1,00 25 7,70 0,90 20 Bunga 10 s.d. penuh 8,80 1,00 20 9,00 1,00 20 Bunga penuh s.d. panen 8,40 1,00 20 7,80 0,90 20 Sumber : Seri Modul Kebutuhan Air Irigasi PT1, 2000 Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dikaji bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari tahapan pertumbuhan tanaman yang banyak dan membutuhkan air yang cukup banyak untuk setiap tahapannya. Untuk varietas unggulan membutuhkan air sebanyak 49,2 mmhari dari tahap pengolahan tanah sampai tahap bunga penuh sampai dengan panen. Sedangkan untuk varietas non unggulan membutuhkan air 46,6 mmhari dari tahap pengolahan tanah sampai dengan tahapan panen. Berdasarkan perbedaan kebutuhan air dari kedua varietas diatas dapat diketahui bahwa varietas unggulan membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas non unggulan

2.3.4 Tenaga Kerja

Dalam sektor pertanian, tenaga kerja merupakan salah satu input produksi yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi pertanian. Pada prakteknya tenaga 16 kerja dibutuhkan dalam proses kegiatan produksi dari pengolahan tanah, penanaman, perawatan sampai dengan proses panen. Tenaga kerja pertanian dalam arti luas merupakan tenaga kerja terbesar dengan jumlahnya mencapai 42,3 juta jiwa pada tahun 2006. Jumlah ini merupakan 44,5 dari jumlah tenaga kerja Indonesia seluruhnya. Tenaga kerja pertanian tersebut tersebar ke dalam lima sub sektor, dimana penyerapan tenaga kerja terbesar adalah di sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura sekitar 38,8 diikuti dengan sub sektor peternakan sekitar 2,5 5 . Namun demikian, dengan jumlah tenaga kerja yang besar tersebut, ternyata sektor pertanian hanya mampu memberikan kontribusi PDB nasional sebesar 13,3 . Kondisi ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja pertanian masih rendah. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan adopsi teknologi. Pada zaman sekarang ini, tenaga kerja yang bekerja di bidang pertanian juga semakin berkurang. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah petani lebih suka menyewa traktor, karena biaya lebih murah dan pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini tentu memberi iklim segar kepada pemilik traktor karena mempunyai daerah pasar yang luas, yakni di luar desa, diluar kecamatan bahkan diluar kabupaten. Ini dapat dilihat pada saat musim pengolahan tanah, maka mobilitas alat pengolahan tanah ini antar wilayah sangat meningkat. 5 http:www.bappenas.go.idget-file-servernode542 Diakses 04 Agustus 2011 17

2.3.5 Pestisida

Pestisida merupakan salah satu input produksi yang digunakan oleh para petani untuk menjaga tanaman dari serangan hama penyakit. Namun pada umumnya penggunaan pestisida digunakan pada pertanian konvensional, sedangkan pada pertanian organik tidak menggunakan pestisida kimia. Pestisida terdiri dari pestisida kimia dan pestisida alami. Pestisida kimia terdiri dari dua jenis yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Penggunaan pestisida tergantung dari kondisi lingkungan dan hama yang menyehrang tanaman tersebut. Pada umumnya pestisida yang digunakan oleh petani padi konvensional adalah pestisida cair. Pada pertanian organik menggunakan pestisida alami yang dibuat oleh petani dengan menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan.

2.4 Ketersediaan Input-Input Produksi

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa saat ini kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, ketersediaannya sudah semakin terbatas. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya kerusakan lingkungan yang terjadi. Keadaan ini akan berdampak terhadap ketersediaan input-input produksi yang dibutuhkan sektor pertanian yang semakin terbatas. Semakin terbatasnya input- input produksi akan berdampak terhadap peningkatan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Pada pertanian konvensional umumnya output produksi yang dihasilkan tidak sebanding dengan biaya yang sudah dikeluarkan petani. Hal ini berdampak terhadap rata-rata pendapatan yang diperoleh petani. Input-input produksi merupakan komponen yang sangat penting, supaya keberlangsungan usaha tani tetap terjaga. Untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan suatu metode usaha tani yang dapat meningkatkan tingkat efisiensi penggunan input- 18 input produksi pertanian. Tujuan dari efsiensi penggunaan input-input produksi adalah untuk menghemat biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Efisiensi penggunaan input produksi juga sangat penting yang bertujuan agar stok sumber daya yang semakin terbatas dapat dimanfaatkan dengan baik untuk peningkatan kesejahteraan petani.

2.5 Biaya Produksi Air Baku

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

12 168 47

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat

2 21 241

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes, Sukabumi

0 5 87

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 5 120

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 7

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 2