Analisis Dampak System Rice Of Intensification (SRI) Terhadap Penggunaan Input, Produksi dan pendapatan Usahatani Padi Sawah di Desa Jambenenggang, Sukabumi, Jawa Barat

(1)

I.

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam pemulihan ekonomi nasional. Peran strategis ini dapat dilihat dari tujuan pembangunan pertanian yaitu untuk menjamin ketersediaan pangan, ketahanan pangan, menitikberatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas lapangan kerja dan dapat meningkatkan pembangunan dan sektor lainnya.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia pokok berbagai macam zat gizi yang sangat diperlukan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Lebih dari 90 % jumlah seluruh penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai sumber utama gizi dan energi. Kebutuhan pangan penduduk Indonesia setiap tahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Konsumsi beras masyarakat Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (2002), mencapai 139 kg per kapita per tahun atau merupakan tertinggi di dunia. Pada 2003 turun menjadi 109,7 kg, karena masyarakat mulai mengkonsumsi pangan dengan bahan yang beragam. Selanjutnya pada tahun 2004 rata-rata konsumsi beras naik drastis menjadi 138,81 kg, dan sejak 2005 mencapai 139,15 kg per kapita per tahun. Dari sisi produksi terjadi peningkatan, walaupun tingkat pertumbuhannya tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia.


(2)

Tabel 1. Produksi Tanaman Padi di Indonesia

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha)

2004 11.922.974 54.088.468 4,53

2005 11.839.060 54.151.097 4,57

2006 11.786.430 54.454.937 4,62

2007 12.147.637 57.157.435 4,70

2008 12.327.425 60.325.925 4,89

2009 12.878.039 64.329.329 4,99

Sumber : Badan Pusat Statistika 2009 (diolah)1

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan produksi Gabah Kering Panen (GKP) dari tahun 2004 - 2009. Pada tahun 2004 - 2007 peningkatan produksi beras yang lebih rendah dibandingkan dengan produksi beras dari tahun 2007 - 2009. Pada tahun 2009 pemerintah berhasil melakukan program swasembada beras, yaitu mencapai 64,32 juta ton. Keadaan ini sangat berdampak terhadap ketersediaan beras dalam negeri yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian dalam pembangunan nasional, usaha produksi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal ini menjamin ketersediaan pangan, serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Perbaikan pendapatan dan kesejahteraan petani diharapkan dapat meningkatkan daya beli mereka dan secara berkesinambungan akan menunjang sektor lainnya.

       1 


(3)

Lahan pertanian khususnya sawah di Indonesia hingga saat ini masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Namun perkembangan zaman menyebabkan pertanian terkonversi menjadi lahan pemukiman, sarana dan prasarana umum, dan lainnya. Ketersediaan lahan pertanian yang semakin terbatas memerlukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan pendayagunaan lahan yang ada melalui program intensifikasi pertanian. Salah satu upaya peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi melalui teknik peningkatan produksi per satuan luas. Adapun pola tersebut melibatkan kegiatan panca usaha tani meliputi pengolahan tanah yang baik, penggunaan benih bermutu, pemupukan yang berimbang, pengendalian hama dan penyakit, pemeliharaan dan penanganan pasca panen yang tepat dan benar.

Masalah lain yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi diantaranya adalah terbatasnya penyediaan faktor produksi seperti pupuk yang sulit didapat, pestisida yang relatif mahal disamping ekosistem yang terus tergangggu. Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam waktu yang lama mulai disadari sehingga perlu alternatif dalam bercocok tanam yang mampu menghasilkan produksi yang tinggi, bebas dari pencemaran kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat.

Selain permasalahan lingkungan yang terjadi, tren keamanan pangan menjadi salah satu isu dalam industri pangan, karena adanya berbagai kasus keracunan pangan yang terjadi, baik dari kontaminasi bahan kimia maupun mikro biologi. Faktor kesehatan tersebut menjadi salah satu alasan konsumen mengkonsumsi pangan organik, Rachmiyanti (2005).


(4)

Biaya produksi pertanian konvensional yang semakin meningkat merupakan permasalahan utama yang saat ini dihadapi oleh para petani. Peningkatan harga-harga input produksi menyebabkan petani mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk tetap berproduksi. Namun peningkatan biaya produksi ini tidak seimbang dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan dan berdampak terhadap penurunan jumlah pendapatan para petani padi konvensional. Ketersediaan input-input produksi dan dukungan kualitas lahan untuk pertanian semakin berkurang merupakan salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan pertanian di Indonesia. Dari aspek pengelolaan air, pertanian padi sawah umumnya membutuhkan ketersediaan air yang cukup banyak, namun disisi lain ketersediaan air semakin terbatas. Ketersediaan air yang semakin semakin terbatas disebabkan oleh peningkatan kepadatan penduduk dan perkembangan industrialisasi yang semakin pesat. Peningakatan jumlah penduduk dan perkembangan industri menyebabkan terjadi persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya air dengan pertanian. Sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar, dimana lebih dari 80 persen pemanfaatan air di Indonesia digunakan untuk mendukung budidaya usaha tani. Berdasarkan potensi sumber airnya, Indonesia terbagi dalam tiga wilayah besar, yaitu :

a. Wilayah dengan potensi rendah, kurang dari 10.000 m3/kapita/tahun meliputi

pulau Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara.

b. Wilayah dengan potensi sedang antara 10.000 – 100.000 m3/kapita/tahun

meliputi pulau Sumatera, Sulawesi dan Maluku.

c. Wilayah dengan potensi tinggi, lebih dari 100.000 m3/kapita/tahun meliputi


(5)

Untuk mengatasi permasalahan sumberdaya air diperlukan peningkatan

efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air, SRI (System of Rice

Intensification) adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan

unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produksi padi sebesar 50 % ,

bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100 % (Mutakin, 2007). 1.2 Perumusan Masalah

Ancaman krisis pangan saat ini melanda dunia, berdampak juga terhadap negara Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar menyebabkan tingkat kebutuhan pangan semakin tinggi. Untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, dibutuhkan sebuah inovasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Sistem pertanian sangat membutuhkan faktor input untuk berproduksi. Faktor-faktor input tersebut seperti air, pupuk, benih, kualitas lahan yang baik. Ketersediaan faktor-faktor produksi yang semakin terbatas merupakan permasalahan yang sangat penting untuk diperhatikan. Ketersediaan sumber daya input seperti air stoknya mulai berkurang sehingga petani harus membayar biaya (iuran) untuk mengairi lahan pertanian menjadi sebuah permasalahan yang akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas pertanian yang dihasilkan. Pada pertanian konvensional, tanaman padi membutuhkan air yang cukup tinggi untuk pertumbuhan tanaman.

Tingginya biaya produksi pertanian saat ini juga sangat dipengaruhi oleh meningkatnya harga faktor-faktor produksi seperti semakin meningkatnya harga pupuk dan benih padi yang berkualitas. Peningkatan biaya produksi ini akan


(6)

meningkatkan beban biaya yang dikeluarkan petani, sehingga akan berdampak terhadap pendapatan yang diterima para petani. Biaya produksi yang tinggi ini merupakan permasalahan yang banyak dihadapi petani konvensional pada umumnya.

SRI (System of Rice Intensification) adalah sistem budidaya padi yang

mampu meningkatkan produktivitas tanaman dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. SRI juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bibit sampai 20 %, menurunkan sampai 50 % penggunaan pupuk kimia, dan serta penghematan penggunaan air sampai dengan 40 %, dari segi produktivitas SRI dapat meningkatkan produktivitas sampai dengan 50 % (Mutakin 2007).

Berdasarkan masalah di atas, maka permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh penggunaan metode SRI dalam menghemat

faktor-faktor produksi?

2. Bagaimana dampak program SRI terhadap biaya produksi dan peningkatan

pendapatan petani? 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengkaji dampak SRI terhadap penggunaan input, produksi dan pendapatan

usaha tani padi sawah di desa Jambenenggang, Sukabumi Jawa Barat.

2. Menghitung pendapatan usahatani padi sawah metode SRI dengan metode


(7)

3. Mengestimasi nilai ekonomi air yang dipergunakan pada usaha tani padi sawah.

4. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi usaha tani padi metode SRI dan

konvensional.

`1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan

(pemerintah) agar dapat merumuskan kebijakan pengembangan usaha tani metode SRI.

2. Bagi petani, dalam meningkatkan pendapatan usaha tani padi.

3. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya yang arah dacakupan

penelitian yang lebih luas.

   

   


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah System of Rice Intensfication (SRI)

System of Rice Intensification (SRI) pertama kali dikembangkan oleh seorang pastur asal Perancis bernama Father Henri de Laulanie pada awal 1980-an di Madagaskar. Beliau menghabisk1980-an waktu selama 34 tahun bekerja bersama petani, mengamati, dan bereksperimen mengenai metode hemat air ini, hingga

eksperimennya berhasil memperoleh kesuksesan pada tahun 1983 s/d 1984.2

Pada tahun 1990 dibentuk Asociation Tefy Saina (ATS), sebuah LSM

Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell

International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif (Mutakin 2007). SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan persentasi SRI di Indonesia dan beberapa negara lainnya yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar diantaranya adalah Bangladesh, Benin, Kamboja, Kuba, Gambia, Guinea, India,laos, Mali, Mozambique, Myanmar, Nepal, Pakistan, Peru, Philipina, Senegal, Sierra Leone, Srilanka, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan hasil pengembangan program SRI di beberapa negara, di peroleh hasil

       2 

http://en.wikipedia.org/wiki/System_of_Rice_Intensification (Diakses 04 April 2011)


(9)

produktivitas yang cukup signifikan, hasil produksi tanaman padi dapat dilihat sebagai berikut:

1. China (2004), hasil naik dari 3 ton/ha menjadi 7,5 ton/ha dengan hasil tertinggi 20,4 ton/ha dan penghematan air sebesar 42 %. Saat ini produktivitas padi sekitar 13 ton/ha.

2. India (50 petani, 2003-2004), hasil meningkat dari 7,1 ton/ha menjadi 9,7 ton/ha dengan produktivitas tertingginya adalah sebesar 15 ton/ha.

3. Kamboja (5 propinsi, 2004), hasil naik sebesar 41 % dan pendapatan naik sebesar 74 %.

4. Sri Langka, hasil naik sebesar 50 %, efisiensi air 90 %, pendapatan bersih 112 %, dan pengurangan biaya produksi sebesar 17 – 27 %.

5. Indonesia oleh Agency for Agricultural Research and Development (AARD, 2004), dengan hasil rata-rata 7 s/d 9 ton. Hasil uji coba petani terbaru SRI memberikan hasil 10 s/d 18 ton/ha.

2.2 Metode System of Rice Intensification (SRI)

System of Rice Intensification (SRI) adalah suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah pengaturan tanaman, tanah, air, dan nutrisinya. SRI merupakan cara atau sistem penanaman padi yang intensif, yang memperhatikan dan mengutamakan pengelolaan sumber kekuatan alam, daur aliran energi dan siklus nutrisi yang berawal dari tanah, potensi tumbuh dan berkembangnya tanaman, serta pengelolaan peranan atau fungsi air dalam mendukung dan memperkuat berjalannya kehidupan alamiah di ekosistem pertanian (Rachmiyanti dalam Fitriadi, 2005).


(10)

Pada metode ini, produksi tanaman padi diharapkan dapat mencapai hingga 8 ton per hektar, bahkan diantaranya ada yang mampu mencapai 10–15 ton per hektar. SRI tidak mensyaratkan benih unggul atau pemupukan intensif, tetapi lebih menekankan pada perlakuan bibit, jarak tanam, dan waktu pengairan yang tepat berdasarkan pengamatan terhadap perilaku dan kehidupan tanaman padi (Simarmata, 2006).

Melalui penerapan metode SRI diharapkan para petani memperoleh hasil panen 30 % lebih banyak jika dibandingkan dengan pola konvensional. Hal tersebut dikarenakan metode SRI mampu menghemat air hingga 60 % dari kebutuhan padi sawah biasa. Pengaturan tata udara tanah melalui pemberian air (lembab dan basah secara bergantian) akan meningkatkan keanekaragaman dan peranan biota tanah dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, metode ini tidak mengenal krisis air pada kemarau seperti yang terjadi pada akhir tahun 2006 hingga awal 2007. Melalui metode ini diharapkan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan, karena harga jual Gabah Kering Panen (GKP) padi organik metode SRI ini berkisar antara Rp. 3.500,-/kg hingga Rp. 4.500,-/kg3.

2.3 Input-Input Produksi Pertanian

Dalam sistem pertanian membutuhkan faktor-faktor input untuk berproduksi. Input produksi sering disebut sebagai faktor produksi. Faktor produksi sangat berperan mulai dari pertumbuhan tanaman padi sampai dengan perkembangan tanaman tersebut. Terdapat beberapa jenis faktor produksi yang biasa digunakan oleh petani seperti benih,air, pupuk, pestisida dan tenaga kerja.       

3 


(11)

Pada penelitian ini akan dikaji bagaimana pengaruh metode SRI dalam menghemat faktor-faktor produksi pada usaha tani padi sawah.

2.3.1 Pupuk

Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan dan pemeliharaan tanaman. Pada umumnya pupuk yang digunakan dalam budidaya padi ada dua jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk kimia. Definisi yang

dikemukakan oleh International Organization for Standardization (ISO) dalam

Sutanto (2002b) menyatakan bahwa pupuk organik merupakan bahan organik atau bahan karbon, pada umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan atau hewan.

Asociation of American Plant Food Control Official (AAPFCO) mendefinisikan pupuk organik sebagai pupuk yang mengandung karbon sebagai komponen esensial (tetapi tidak dalam bentuk karbonat) dan istilah tersebut pada dasarnya berasal dari senyawa karbon yang dikandung organisme, tetapi sekarang termasuk senyawa karbon sintetik. AAPFCO mengartikan bahwa pupuk organik sebagai bahan mengandung karbon dan satu atau lebih unsur yang lain selain hidrogen dan oksigen yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002b).

Pupuk kimia adalah pupuk yang berasal dari proses rekayasa secara kimia, fisik atau biologis yang merupakan hasil industri atau hasil dari pabrik pembuat

pupuk.4

Pada umumnya jenis pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya meliputi :


(12)

a. pupuk hara makro primer yaitu pupuk yang mengandung unsur hara utama N, P atau K baik tunggal maupun majemuk seperti Urea, TSP, SP-36, ZA, KCl, Phospat Alam, NP, NK, PK dan NPK;

b. pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Belerang (S) seperti Dolomit, Kiserit;

c. pupuk hara makro campuran yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara utama N, P dan K yang dilengkapi unsur-unsur hara mikro seperti Seng (Zn), Boron (B), Tembaga (Cu), Cobalt (Co), Mangan (Mn), Molibdenum (Mo). Pupuk hara campuran tersebut dapat berbentuk padat atau cair

d. pupuk hara mikro yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara mikro Zn, B, Cu, Co, Mn dan Mo;

e. pupuk an-organik lainnya.

2.3.2 Benih

Dalam sistem usaha tani benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Dalam pertanian organik juga dibutuhkan kualitas benih yang baik. Akses terhadap benih menjadi salah satu permasalahan petani di Indonesia. Petani terus dijauhkan dari sistem pertanian yang mandiri dan berdaulat, termasuk dalam hal kemandirian untuk penggunaan dan produksi benih. Sejak revolusi hijau bergulir, penguasaan benih beralih dari tangan petani ke tangan perusahaan industri benih yang mengklaim atas nama teknologi penghasil keunggulan dalam hal produktivitas dan ketahanan terhadap penyakit.

Faktanya, kemajuan teknologi tersebut tidak dapat meningkatkan kesejahteraan petani, namun sebaliknya membuat petani semakin menderita.


(13)

Teknologi yang seharusnya bermanfaat bagi petani sebagai subjek dari kegiatan pertanian tersebut malah justru menjadi pundi penghasil kekayaan bagi para pemilik modal. Petani semakin tergantung terhadap benih hibrida yang mahal..

Umumnya benih dikatakan bermutu jika jenisnya murni (lokal), beras nasional (bernas), kering, sehat, bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki, dan daya kecambahnya paling tidak mencapai 90 % (Andoko, 2002).

Menurut Boer (2009) ada beberapa klasifikasi benih yang bersertifikat sesuai dengan keturunan dan mutunya :

1. Benih Penjenis (Breeder seed) adalah benih pembiak vegetatif yang

dihasilkan langsung oleh pemulia tanaman yang digunakan untuk menghasilkan benih dasar.

2. Benih dasar (foundation seed) merupakan turunan pertama dari benih

penjenis, identitas genetif dan kemurniannya dijaga baik.

3. Benih pokok, merupakan turunan dasar dari benih dasar, identitas dan

kemurniannya dipertahankan sebaik mungkin.

4. Benih sebar, turunan dari benih pokok untuk memproduksi tanaman..

2.3.3 Air

Penggunaan air tawar dapat dikategorikan sebagai penggunaan konsumtif dan non-konsumtif. Air dikatakan digunakan secara konsumtif jika air tidak dengan segera tersedia lagi untuk penggunaan lainnya, misalnya irigasi (di mana penguapan dan penyerapan ke dalam tanah serta penyerapan oleh tanaman dan hewan ternak terjadi dalam jumlah yang cukup besar). Jika air yang digunakan tidak mengalami kehilangan serta dapat dikembalikan ke dalam sistem perairan


(14)

permukaan (setelah diolah air berbentuk limbah), maka air dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk keperluan lainnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Air sangat dibutuhkan oleh tanaman

untuk dapat hidup dan berkembang. Lahan pertanian memerlukan air dalam

jumlah yang sangat besar. Dalam skala global dari sekitar 3.600 km3 air yang

dikonsumsi manusia per tahun, sekitar 69 % diantaranya dipergunakan untuk sektor pertanian. Bahkan di Asia konsumsi air untuk sektor pertanian mencapai rata-rata sekitar 83 % dari total air yang dikonsumsi manusia.

Tabel 2. Perkiraan Kebutuhan Air Untuk Tanaman Pangan (Juta m3) Menurut

Wilayah Tahun 2004 s/d 2009

No Wilayah Kebutuhan Air Pertahun dalam Juta m

3

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

1 Sumatera 28.73 29.37 28.96 31.98 33.90

2 Jawa 52.93 53.94 53.34 53.58 56.85

3 Bali dan Nusa

Tenggara 7.09 6.63 7.18 6.82 7.63

4 Kalimantan 6.32 6.30 6.60 7.50 7.75

5 Sulawesi 10.83 11.33 11.65 13.41 14.31

6 Maluku dan Papua 0.91 0.99 1.04 1.06 1.10 Indonesia 106.82 108.56 108.77 114.35 121.54 Sumber :Badan Pusat Statistika 2009

Berdasarkan data hasil panen tanaman pangan di Indonesia, dapat dikaji bahwa pada tahun 2008 konsumsi air untuk tanaman pangan meningkat sebesar

37 juta m3 dibandingkan dengan konsumsi pada tahun 2004. Kenaikan terbesar

berasal dari tanaman padi yaitu sebesar 8 juta m3 seiring dengan pencapaian target

swasembada beras pada tahun 2007 - 2008. Pada tahun 2008, kebutuhan air terbesar untuk tanaman pangan tersebut berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 57


(15)

Pada tabel dibawah dapat dilihat kebutuhan air tanaman padi sesuai pertumbuhannya.

Tabel 3. Kebutuhan Air Tanaman Padi Sesuai Pertumbuhannya

Tahap

Kegiatan/Pertumbuhan

Varietas Unggulan Varietas Non unggulan

mm/hari lt/det/Ha Periode (hari)

mm/hari lt/det/Ha Periode (hari)

Pengolahan tanah 12,70 1,50 - 12,7 1,50

-Pembibitan 3,00 0,40 20 3,00 0,40 20

Tanam s.d. primordia 7,50 0,90 40 6,40 0,75 35 Primordia s.d. bunga 8,80 1,00 25 7,70 0,90 20 Bunga 10 % s.d. penuh 8,80 1,00 20 9,00 1,00 20 Bunga penuh s.d. panen 8,40 1,00 20 7,80 0,90 20 Sumber : Seri Modul Kebutuhan Air Irigasi (PT1), 2000

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dikaji bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari tahapan pertumbuhan tanaman yang banyak dan membutuhkan air yang cukup banyak untuk setiap tahapannya. Untuk varietas unggulan membutuhkan air sebanyak 49,2 mm/hari dari tahap pengolahan tanah sampai tahap bunga penuh sampai dengan panen. Sedangkan untuk varietas non unggulan membutuhkan air 46,6 mm/hari dari tahap pengolahan tanah sampai dengan tahapan panen. Berdasarkan perbedaan kebutuhan air dari kedua varietas diatas dapat diketahui bahwa varietas unggulan membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas non unggulan 2.3.4Tenaga Kerja

Dalam sektor pertanian, tenaga kerja merupakan salah satu input produksi yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi pertanian. Pada prakteknya tenaga


(16)

kerja dibutuhkan dalam proses kegiatan produksi dari pengolahan tanah,

penanaman, perawatan sampai dengan proses panen. Tenaga kerja pertanian

(dalam arti luas) merupakan tenaga kerja terbesar dengan jumlahnya mencapai 42,3 juta jiwa pada tahun 2006. Jumlah ini merupakan 44,5 % dari jumlah tenaga kerja Indonesia seluruhnya. Tenaga kerja pertanian tersebut tersebar ke dalam lima sub sektor, dimana penyerapan tenaga kerja terbesar adalah di sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura (sekitar 38,8 %) diikuti dengan sub

sektor peternakan (sekitar 2,5 %)5. Namun demikian, dengan jumlah tenaga kerja

yang besar tersebut, ternyata sektor pertanian hanya mampu memberikan kontribusi PDB nasional sebesar 13,3 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja pertanian masih rendah. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan adopsi

teknologi.Pada zaman sekarang ini, tenaga kerja yang bekerja di bidang pertanian

juga semakin berkurang. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah petani lebih suka menyewa traktor, karena biaya lebih murah dan pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini tentu memberi iklim segar kepada pemilik traktor karena mempunyai daerah pasar yang luas, yakni di luar desa, diluar kecamatan bahkan diluar kabupaten. Ini dapat dilihat pada saat musim pengolahan tanah, maka mobilitas alat pengolahan tanah ini antar wilayah sangat meningkat.

      

5

http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/542/ (Diakses 04 Agustus 2011)


(17)

2.3.5 Pestisida

Pestisida merupakan salah satu input produksi yang digunakan oleh para petani untuk menjaga tanaman dari serangan hama penyakit. Namun pada umumnya penggunaan pestisida digunakan pada pertanian konvensional, sedangkan pada pertanian organik tidak menggunakan pestisida kimia. Pestisida terdiri dari pestisida kimia dan pestisida alami. Pestisida kimia terdiri dari dua jenis yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Penggunaan pestisida tergantung dari kondisi lingkungan dan hama yang menyehrang tanaman tersebut. Pada umumnya pestisida yang digunakan oleh petani padi konvensional adalah pestisida cair. Pada pertanian organik menggunakan pestisida alami yang dibuat oleh petani dengan menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan.

2.4 Ketersediaan Input-Input Produksi

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa saat ini kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, ketersediaannya sudah semakin terbatas. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya kerusakan lingkungan yang terjadi. Keadaan ini akan berdampak terhadap ketersediaan input-input produksi yang dibutuhkan sektor pertanian yang semakin terbatas. Semakin terbatasnya input-input produksi akan berdampak terhadap peningkatan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Pada pertanian konvensional umumnya output produksi yang dihasilkan tidak sebanding dengan biaya yang sudah dikeluarkan petani. Hal ini berdampak terhadap rata-rata pendapatan yang diperoleh petani. Input-input produksi merupakan komponen yang sangat penting, supaya keberlangsungan usaha tani tetap terjaga. Untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan suatu metode usaha tani yang dapat meningkatkan tingkat efisiensi penggunan


(18)

input-input produksi pertanian. Tujuan dari efsiensi penggunaan input-input-input-input produksi adalah untuk menghemat biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Efisiensi penggunaan input produksi juga sangat penting yang bertujuan agar stok sumber daya yang semakin terbatas dapat dimanfaatkan dengan baik untuk peningkatan kesejahteraan petani.

2.5 Biaya Produksi Air Baku

Air baku dalam pengertian ini merupakan air yang berasal dari air tanah termasuk mata air yang diambil dari sumbernya dan telah siap untuk dimanfaatkan. Harga air baku merupakan nilai rupiah dari biaya eksploitasi atau investasi untuk mendapatkan air baku tersebut. Harga Air Baku (HAB) adalah harga rata-rata air tanah per satuan volume di suatu daerah yang besarnya sama dengan nilai investasi untuk mendapatkan air tanah tersebut dibagi dengan volume produksinya (Sukanto, 1989). Harga air baku adalah sejumlah biaya dan upaya yang dikeluarkan sekarang untuk mendapatkan atau mengeluarkan air tanah sampai ke permukaan tanah yang meliputi biaya konstruksi, biaya tetap dan biaya operasional selama umur ekonomis (Abidin, 2008).

2.6 Produksi Marginal

Dalam ekonomi, produk marjinal atau produk fisik marjinal adalah output tambahan yang dihasilkan oleh satu unit atau lebih dari input yang digunakan. Dengan asumsi bahwa tidak ada faktor lain yang dapat mengubah input produksi,


(19)

Dimana ΔX adalah perubahan input produksi yang digunakan, sedangkan

ΔY adalah perubahan output yang dihasilkan (Soekartawi, 1990). Untuk

mengestimasi nilai air dapat digunakan dengan pendekatan marginal produksi dimana dapat diketahui dengan menghitung berapa jumlah output tambahan

(GKP) yang dihasilkan dari setiap volume (m3) air yang digunakan untuk

berproduksi.

2.7 Prinsip Budidaya Padi Metode SRI

Secara umum dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi, tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasil secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Menurut Mutakin dalam Berkelaar (2001), Kuswara

(2003) dan Wardana et al, (2005) terdapat beberapa komponen penting dalam

penerapan SRI yaitu :

1. Bibit dipindah lapangan (Transplantasi) lebih awal (bibit muda). 2. Bibit ditanam satu batang per lubang tanam.

3. Jarak tanam lebar.

4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air (irigasi berselang) 5. Menggunakan pupuk dari bahan organik kompos dan mikro organisme lokal

(MOL)


(20)

Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermiten artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang). Cara ini bisa menghemat air 46%. Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Menurut Simarmata (2009) diacu dalam Trubus (2008), penggenangan air menyebabkan kerusakan jaringan perakaran akibat terbatasnya suplai oksigen. Semakin tinggi air semakin kecil oksigen terlarut, dampaknya akar tanaman tidak mampu mengikat oksigen sehingga jaringan perakaran rusak. Selain itu jika air tergenang menyebabkan musuh alami hama padi tidak dapat hidup sedangkan hama padi dapat hidup dan dapat memunculkan hama padi baru yang berasal dari lingkungan aquatik. Disamping menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit. Menurut Abdulrachman, (2008) diacu dalam Trubus (2008), bahwa dengan menanam satu bibit per lubang berarti menghindari perebutan cahaya atau hara dalam tanah sehingga sistem perakaran dan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Sebaliknya jika penanaman terdiri atas 9 bibit per lubang menyebabkan terjadinya kompetisi hara pada tanaman.

Dalam pertanian dengan menggunakan metode SRI digunakan bibit muda umurnya 7 hari pasca semai dan terdiri atas dua daun. Penggunaan bibit muda berdampak positif karena lebih mudah beradaptasi dan tidak gampang stress, ini dikarenakan perakaran belum panjang maka penanaman pun tidak perlu terlalu dalam cukup 1-2 cm dari permukaan tanah. Untuk menghasilkan bibit muda yang berkualitas petani mempersiapkan sejak penyemaian. Populasi di persemaian 50


(21)

gr/m2 dimaksudkan agar bibit cepat besar, karena tidak terjadi persaingan unsur hara, dengan demikian bibit sudah siap tanam pada umur 7-10 hari. Transplantasi saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga jumlah anakan/batang yang muncul lebih banyak dalam satu rumpun, dan bulir padi yang dihasilkan oleh malai padi juga lebih banyak. Petani SRI menanam bibit muda dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm, total populasi dalam satu hektar mencapai 83.000 tanaman, sementara pada sistem konvensional berjarak tanam 20 cm x 20 cm terdiri atas 250 ribu tanaman. Pada jarak tanam longgar sinar matahari dapat menembus sela-sela tanaman dengan baik. Tanaman memerlukan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis yang bertujuan unutk menjaga pasokan makanan tercukupi. Dengan demikian dalam umur 30 hari, dari satu bibit sudah menghasilkan 65 anakan.

SRI menganjurkan pemakaian bahan organik (kompos) dan Mikro Organisme Lokal (MOL) untuk memperbaiki struktur tanah agar padi dapat tumbuh dengan baik dan hara tersuplai kepada tanaman secara baik tanpa menimbulkan efek kimia. Keterlibatan kompos dan MOL (Mikro organisme lokal) sangat membantu dalam pencapaian produktivitas yang berlipat ganda, karena peran kompos lebih komplek dari pupuk dan selain sebagai penyuplai nutrisi kompos juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga pertumbuhan tetap optimal. Konsep bioreaktor adalah kunci sukses SRI, bioreaktor yang dibangun oleh MOL dan kompos, menjamin bahwa padi selama pertumbuhan dari bibit sampai dewasa tidak mengalami hambatan. Fungsi bioreaktor sangatlah komplek, fungsi yang telah diidentifikasi antara lain sebagai


(22)

penyuplai nutrisi melalui eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan padi, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi ideal bagi pertumbuhan padi bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang padi (Uphoff, 2002). Pendangiran/penyiangan dianjurkan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari menggunakan gasrok atau lalandak, selain untuk membersihkan gulma juga dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi tanah. Penerapan SRI bisa diperuntukkan bagi berbagai varietas padi lain yang pernah ditanam petani, hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemudian untuk bereksperimen. Oleh karena itu, kajian SRI menggarisbawahi bagaimana pentingnya integrasi dan interdisiplin yang menggabungkan aspek biofisik dan sosial ekonomi dalam usaha tani padi. Kenyataan tersebut telah membuka stagnasi produksi padi di Madagaskar dan beberapa negara lain di dunia melalui pengurangan biaya produksi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Penerapan SRI di Indonesia terus berkembang dan dipraktekkan para petani di beberapa kabupaten di pulau Jawa, Sumatera, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi serta di beberapa lokasi lainnya di tanah air, sekalipun dengan menggunakan pengistilahan yang berbeda. Di Sumatera Barat SRI berkembang sebagai model tanam padi sebatang, khususnya di Sawahlunto penanaman padi sebatang sebagai teknologi SRI pada tahun 2006 mencapai 175 hektar, meningkat menjadi 280 hektar pada tahun 2007 dan pada tahun 2008

ditergetkan mencapai 450 hektar. Metode pertanaman padi sebatang

diperkenalkan melalui Universitas Andalas atas permintaan petani karena tingkat produksinya tinggi, mencapai 8 - 8,5 ton/ha (Kompas 2008).


(23)

2.8 Teknik Usaha tani Padi Metode SRI

Pertanian padi metode SRI pada dasarnya tidak berbeda dengan padi konvensional. Usaha tani padi metode SRI diberikan masukan bahan organik baik pupuk dan pestisidanya. Sedangkan usaha tani padi konvensional masukannya berupa bahan kimia sintetik. Namun dari pola tanam padi SRI sedikit berbeda dengan padi konvensional, yaitu pada teknik persemaian, pengolahan tanah, penanaman, dan pengaturan air (Mutakin, 2007)

2.8.1 Persiapan Benih

Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik (1:1) di dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm (Nampan). Selama 7 hari. Setelah umur 7 - 10 hari benih padi

sudah siap ditanam (Mutakin, 2005)

2.8.2 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk tanaman padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.


(24)

2.8.3 Perlakuan Pemupukan

Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.

2.8.4 Pemeliharaan

Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem padi SRI dapat dilakukan sebagai berikut; pada umur 1 - 10 hari tanaman padi digenangi dengan ketinggian air rata-rata 1 cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi air. Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang air. Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenangi air dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi air kembali sampai panen. Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencengahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian secara fisik dan mekanik.


(25)

2.9 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Yulia, et al. (2006) yang berjudul analisis

pendapatan usaha tani dan pemasaran wortel organik menunjukkan bahwa analisis pendapatan terbesar, baik atas biaya tunai maupun atas biaya total diterima oleh petani wortel organik sebesar Rp 8.577.806,08 per hektar dan Rp 6.715.338,37 per hektar. Besarnya nilai perbandingan R/C petani wortel organik atas biaya total dan biaya tunai adalah 2,28 dan 3,53. Artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 288 untuk biaya total yang dikeluarkan dan Rp 353 untuk biaya tunai yang dikeluarkan. Sedangkan nilai perbandingan R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai petani wortel konvensional adalah 1,70 dan 2,48. Dari nilai perbandingan R/C atas biaya total dan biaya tunai petani responden wortel organik memiliki nilai perbandingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani wortel konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tani wortel organik lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usaha tani wortel konvensional.

Analisis pendapatan dan marjin pemasaran padi ramah lingkungan yang dilakukan oleh Farid (2005) menunjukkan bahwa R/C rasio padi ramah lingkungan yang diperoleh atas biaya total ternyata lebih besar dibandingkan dengan petani konvensional, R/C rasio yang diperoleh oleh petani pemilik sebesar 3,39 sedangkan untuk petani penyakap R/C rasionya adalah 1,16. Untuk petani konvensional R/C rasio yang diperoleh oleh petani pemilik sebesar 1,86 sedangkan R/C rasio yang diperoleh oleh petani penyakap adalah 1,23. R/C rasio petani pemilik penggarap lebih besar dibandingkan dengan petani penyakap,


(26)

disebabkan oleh biaya total penggarapan lebih besar karena adanya bagi hasil yang harus dilakukan kepada pemilik lahan.

Analisis perbandingan usaha tani padi organik Metode System Of Rice

Intensification (SRI) dengan Padi konvensional oleh Rachmiyanti (2009) Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa ternyata pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Namun hasil uji t menyimpulkan bahwa perubahan sistem usaha tani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI ( Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional, yaitu Rp 2,46. Hal ini berarti bahwa dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,98 lebih rendah dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. Begitu pula dengan R/C rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI R/C rasio yang diperoleh hanya sebesar Rp 1,54 sedangkan petani padi konvensional lebih besar dari petani padi organik tersebut, yakni sebesar Rp 2,16. Hal ini bermakna bahwa penerimaan yang diperoleh padi konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI.

Berdasarkan hasil penelitian Miya Mardiyatuljanah, et al. (2009) yang

berjudul Studi Kelayakan Ekonomi Proyek Pompanisasi Desa Keboncau Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang menunjukan bahwa Biaya investasi terdiri dari biaya investasi pompanisasi dan biaya investasiusaha tani. Rencana


(27)

biaya investasi pompanisasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membangun sistem pompanisasi. Biaya investasi terdiri dari biaya persiapan, biaya pekerjaan elektrikal dan mekanikal, pengadaan pipa, pekerjaan rumah panel, pekerjaan rumah pompa, pengadaan dan pemasangan mesin generator set, dan pekerjaan pembuatan bak penampung reservoar.

Biaya pengadaan dan pemasangan mesin generator set merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian mesin generataor set yang sebelumnya terdapat unsur pajak sebesar 10 %. Awalnya harga pasar dari mesin generator set adalah Rp 109.013.714,00 , setelah pajak sebesar 10 % dikeluarkan maka harga ekonominya menjadi Rp 99.103.376,00.

Biaya investasi pompanisasi total adalah sebesar Rp 790.912.485,00 yang dikeluarkan hanya pada tahun ke 0. Persentase terbesar dikeluarkan untuk biaya pengadaan pipa, mencapai 62,2 % dari biaya total. sedangkan biaya investasi untuk kegiatan usaha tani meliputi biaya pembelian alat pertanian sebesar Rp 5.631.900,00 di awal tahun (tahun ke 0). Nilai ekonomi dari alat-alat pertanian tersebut hanya bertahan selama dua tahun, sehingga terjadi reinvestasi pada tahun kedua dan keempat. Spesisifkasi pompa yang digunakan adalah :

Spesifikasi Pompa Kapasitas (L/menit)

Waktu Pemakaian (Jam)

Volume yang dihasilkan (m3) SHIMIZU PC- 250

BIT

SPESIFIKASI : Daya Motor = 250 Watt

Daya Hisap = 30 Total Head = 60m Pipa = 1 Inch / 1 1/ 4

60 4320 15.552


(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Permasalahan dalam usaha tani yang saat ini dihadapi oleh petani adalah biaya produksi yang tinggi, ketersediaan input produksi yang semakin berkurang, kuantitas dan kualitas output produksi yang semakin menurun, dan banyaknya permintaan dari masyarakat yang menginginkan produk yang ramah lingkungan.. Hasil dari berbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai padi organik menunjukkan bahwa dengan menerapkan sistem usaha tani padi organik dapat meningkatkan pendapatan petani. Permasalahan dalam usaha tani yang dihadapi oleh para petani merupakan sebuah dasar pemikiran untuk melahirkan sebuah inovasi dalam sistem usaha tani. Metode usaha tani tersebut harus mampu menyelesaikan permasalahan usaha tani.

Adapun kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini adalah mengkaji dampak metode SRI dari sisi produksi, penggunaan input produksi dan pendapatan usaha tani padi sawah di desa Jambenenggang. Dalam analisis sistem usaha tani, metode SRI dibandingkan dengan usaha tani padi konvensional, yaitu dengan cara mengkaji dampak dari kedua sistem usaha tani dari segi tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani yang menggunakan metode SRI dengan petani yang menggunakan metode konvensional. Tingkat pendapatan yang dibandingkan terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Selanjutnya nilai R/C yang diperoleh dianalisis yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sistem usaha tani ini menguntungkan secara ekonomi dan efisien dalam penggunaan biaya tunai dan biaya total. Pada analisis ini juga dikaji tingkat penggunaan input produksi metode SRI dan metode konvensional yang bertujuan untuk melihat tingkat efisiensi kedua metode dalam


(29)

penggunaan input-input produksi. Tingkatpengaruh penggunaan input-input dengan produksi dianalisis dengan alat analisis statistik uji regresi. Uji regresi digunakan untuk melihat apakah metode SRI dan konvensional berpengaruh nyata atau tidak terhadap penggunaan input-input produksi. Secara rinci gambaran mengenai penelitian dapat dilihat pada kerangka pemikiran operasional penelitian dibawah ini.


(30)

        

         

        

        

             

       

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

     Usahatani Padi Sawah

Metode SRI

Penggunaan Input Produksi

Produktivitas Penggunaan Air

Biaya Produksi Usahatani

Pendapatan Usahatani Layak/tidak layak

Hemat/tidak Desa

Jambenenggang

Metode Konvensional

Uji Statistik

Pengembangan Usahatani Padi Metode SRI Analisis Dampak Sistem Usahatani

Meningkat/menurun Efisien/tidak efisien

R/C Ratio 

Validitas model

Mengestimasi nilai ekonomi air


(31)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian survai dan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini akan dijadikan instrumen pengambilan data primer yang berisi pertanyaan terstruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan informasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jambenenggang, kecamatan Kebon Pedes, Sukabumi, Jawa Barat. Pada penelitian ini, pengambilan

contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling (pengambilan

contoh sengaja) karena di lokasi tersebut merupakan salah satu desa yang

pertaniannya menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification).

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga April 2011 yang meliputi survai ke lokasi penelitian, penyusunan rencana kegiatan, dan pengumpulan data serta penyusuan skripsi.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang dipandu dengan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan petani, penyuluh pertanian dari kantor Dinas Pertanian setempat dan tokoh masyarakat. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-karya ilmiah dan data-data yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah yang memberikan informasi dan data yang relevan dengan topik yang dikaji.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pada penelitian ini, pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan


(32)

Metode purposive sampling (pengambilan contoh sengaja) adalah pengambilan contoh dimana peneliti menentukan dengan sengaja contoh yang akan diteliti dengan tujuan menyajikan atau menggambarkan beberapa sifat didalam populasi. Metode pengambilan contoh ini berlaku untuk petani padi sawah yang

menggunakan metode padi konvensional, untuk sistem usaha tani metode System

of Rice Intensification (SRI) menggunakan metode sensus dimana dari 20 responden yang ada diambil secara keseluruhan.

4.4 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk data kuantitatif pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan program komputer (software Microsoft Excel dan Minitab). Sedangkan untuk data kualitatif, pengolahan datanya dilakukan secara deskriptif. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah meliputi analisis sistem usaha tani dan analisis pendapatan usaha tani dan analisis tingkat efisiensi penggunaan input-input produksi.

4.4.1 Analisis Usaha Tani

Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan keragaan antara usaha tani padi dengan menggunakan metode SRI dengan usaha tani padi konvensional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budi daya, penggunaan input, dan hasil produksi (output).

4.4.2 Analisis Pendapatan Usaha tani

Usaha tani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja, dan modal


(33)

dalam proses produksinya. Penerimaan total adalah nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total usaha tani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Nicholson, 1990). Rumus penerimaan total, biaya, dan pendapatan adalah:

Keterangan:

π = Tingkat pendapatan usaha tani (Rp) TR = Total penerimaan usaha tani (Rp) TC = Total Biaya usaha tani (Rp) P = Harga output (Rp)

Q = Jumlah output (Kg) C = biaya (Rp)

Pengeluaran total usaha tani terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani secara tunai. Sedangkan biaya tidak tunai adalah biaya yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, imbangan sewa lahan, serta biaya imbangan bibit. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Namun pada penelitian ini biaya penuyusutan alat-alat tidak diperhitungkan, hal ini disebabkan dari keterbatasan responden dalam mengingat dan menghitung harga-harga alat pertanian yang mereka miliki.


(34)

4.4.3 Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila rasio output terhadap inputnya menguntungkan. Untuk menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan maka dapat digunakan ukuran kedudukan ekonomi R/C rasio. Adapun rumus yang digunakannya adalah sebagai berikut:

R/C rasio = Jumlah penerimaan (Rp) Jumlah Biaya (Rp)

Bila nilai R/C rasio yang diperoleh melebihi nilai satu, maka usaha tani tersebut dapat dikatakan layak. Sebaliknya jika nilai R/C rasio kurang dari nilai satu maka usaha tani tersebut tidak dapat dikatakan tidak layak.

Untuk menentukan nilai revenue (penerimaan) dan cost (biaya) yang

diperlukan agar dapat menghitung nilai R/C rasio dan sekaligus menghitung nilai

pendapatan usaha taninya, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4 Menghitung nilai R/C

A. Pend.Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) B. P. Yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg) C. Total penerimaan A + B

D. Biaya Tunai Benih

Pupuk organik

Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)

Sewa lahan

E. Biaya yang diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)

Penyusutan alat

F. Total Biaya D + E G. Pend. Atas biaya tunai C – E H. Pend. Atas biaya total C – F I. Pend. Tunai A – D Sumber: Hernanto (1991)


(35)

Rumus tersebut juga berlaku untuk menghitung nilai revenue dan cost

serta tingkat pendapatan dari usaha tani padi konvensional yang pada penelitian ini dijadikan sebagai pembanding. Namun untuk menggunakan rumus tersebut beberapa komponen biaya tunai dan biaya diperhitungkan perlu dihilangkan atau ditambahkan. Contohnya adalah untuk komponen pupuk organik pada biaya tunai perlu dihilangkan. Sedangkan komponen yang perlu ditambahkan pada biaya tunai dan biaya diperhitungkan adalah komponen pestisida. Unsur sewa lahan dihilangkan dari perhitungan di lapangan, karena responden pada penelitian ini merupakan petani pemilik lahan sendiri.

4.4.4 Uji Statistik

Salah satu penggunaan statistik adalah untuk menguji hipotesis tentang variabel apa saja yang mempengaruhi perbedaan produksi usaha tani antara usaha tani yang menggunakan metode SRI dengan sistem usaha tani konvensional. Adapun alat analisis yang digunakan untuk menguji perbedaan usaha tani adalah dengan menggunakan persamaan Cobb-Douglas. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variable, dimana variable yang satu disebut variable dependen, yang dijelaskan, (Y) dan yang lain disebut variable independen, yang menjelaskan, (X). untu menyelesaikan hubungan antara Y dan X menggunakan regresi dimana variable dari Y akan dipengaruhi oleh variable dari X, dimana kaidah-kaidah pada garis regresi berlaku dalam penyelesaian fungsi Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan :

Y= aX1

b1

X2

b2

…….Xi……Xn

bn

e

u


(36)

`Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut.

Logaritma dari persamaan di atas, adalah :

Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka: Y = f(X1,X2,...Xn)

Y = produksi usaha tani padi (Kg) X1 = Pupuk (kg)

X2 = Benih (kg) X3 = Air (m3)

X4 = Tenaga Kerja (hok) a,b = besaran yang akan diduga U = kesalahan (disturbance term) dan e = logaritma natural, e = 2,718.

4.4.4.1 Pengujian Parameter Secara Kesluruhan (Uji-F)

  Menurut Juanda (2009) pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah

variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh secara nyata terhadap variabel yang akan dijelaskan atau tidak. Pengujian hipotesa secara statistik menggunakan uji-F, yaitu :

JKT / (K-1) Fhit =

JKG / (n-1) Dimana,

JKT = Jumlah kuadrat tengah regresi

JKG = Jumlah kuadrat tengah galat/sisa regresi n = Jumlah pengamatan

k = Jumlah variabel bebas jika,

H0 : data dari sampel yang sama


(37)

H1 : data dari sampel yang berbeda

dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut: Fhit > Ftabel (k-1 ; n-k) maka tolak H0

Fhit < Ftabel (k-1 ; n-k) maka terima H0

Hal ini berarti, jika H0 ditolak maka model dugaan dapat digunakan untuk diramalkan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel penjelas pada

tingkat signifikan atau tingkat kepercayaan tertentu (α %).

4.4.4.2 Pengujian Parameter Secara Parsial/Individu (Uji-t)

Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel tak bebas. Pengujian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

bi-d

t hit =

Sbi Dimana :

bi = Nilai Koefisien regresi dugaan

Sbi = simpangan koefisien dugaan

d = batasan yang diharapkan

Adapun kriteria penarikan kesimpulan pada pengujian hipotesis tersebut adalah : thit > ttabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) < α maka tolak H0

thit < ttabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) > α maka terima H0

Jika H0 ditolak, artinya adalah variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika H0 diterima, maka variabel yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata.

Bentuk hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : H0 : Bi = 0


(38)

H1 : Bi ≠ 0 Keterangan :

H0 : Model signifikan

H1 : Model tidak signifikan

4.4.5 Estimasi Perhitungan Harga Air A. Pendekatan Produksi Marginal

Dalam ekonomi, produk marjinal atau produk fisik marjinal adalah output tambahan yang dihasilkan oleh satu unit lebih dari input yang digunakan. Dengan asumsi bahwa tidak ada lain untuk mengubah input produksi, produk marjinal dari

input yang diberikan X dapat dinyatakan sebagai :

ΔY = Output produksi (Y1-Y2)

ΔX = X1 [SRI - Konvensional]

Dimana ΔX adalah perubahan input produksi air untuk mengairi sawah

petani dan ΔY adalah produksi gabah padi yang dihasilkan petani. Metode ini

dapat digunakan untuk melihat tingkat efisiensi air yang digunakan dalam pertanian SRI.

B. Pendekatan Biaya Investasi

Air baku adalah air yang berasal dari sumber air yang perlu atau tidak perlu diolah terlebih dahulu menjadi air bersih atau air minum jadi air baku dalam pengertian penelitian ini adalah air yang didapat dengan cara melakukan pengalian tanah (sumur gali) atau dengan cara pemboran air tanah baik dengan pemboran dangkal atau dengan pemboran dalam untuk mendapatkan air baku tersebut, sedangkan air bersih adalah air yang dapat digunakan oleh masyarakat


(39)

untuk memenuhi keperluan sehari-hari yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih yang ditetapkan.

Harga air baku adalah sejumlah biaya dan upaya yang dikeluarkan sekarang untuk mendapatkan atau mengeluarkan air tanah sampai ke permukaan tanah yang meliputi biaya konstruksi, biaya tetap biaya operasional selama umur ekonomi (Abidin, 2008) Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proyek pompanisasi, dimana harga air dapat dihitung dengan perhitungan nilai investasi suatu proyek pompanisasi, baik dari biaya tetap dan biaya operasional dibagi dengan jumlah volume air yang dapat dihasilkan proyek tersebut. Perhitungan harga air baku dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini:

Rumus Perhitungan Harga Air :

4.4.6 Analisis Kesempatan Kerja

Pengaruh penggunaan irigasi terhadap penyerapan tenaga kerja tidak terjadi secara langsung melainkan melalui peningkatan intensitas tanam. Dengan perubahan frekuensi penanaman, jumlah tenaga kerja yang digunakan ikut berubah juga. Menurut Dewi (2007) diacu dalam Tyas (2005), tenaga kerja digolongkan menjadi dua yaitu menurut asal sumberdaya dan menurut jenisnya. Menurut sumber dayanya, tenaga kerja dalam usaha tani dibedakan menjadi tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga petani dan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Sedangkan menurut jenisnya, ada tiga jenis tenaga

(∑ (Biaya Investasi Pompanisasi) + ∑ (Biaya Tetap + Biaya Operasional))


(40)

kerja yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik (traktor). Untuk menganalisis kesempatan kerja, dalam penelitian ini dibandingkan antara penggunaan tenaga kerja usaha tani dengan metode SRI dan usaha tani non SRI. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

∆KK = Perubahan Kesempatan Kerja (HOK)

TKSRI = Tenaga kerja dengan SRI (HOK)

TKnon SRI = Tenaga Kerja Non SRI (HOK)


(41)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Profil Desa

Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak sekitar 160 km dari arah Jakarta meliputi areal seluas 420.000 hektar yang terbentang mulai dari ketinggian 0-2.958 m, di atas permukaan laut. Kabupaten Sukabumi terdiri atas 47 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Kabupaten Sukabumi memiliki luas ± 419.970 ha ini terletak antara 106º49 sampai 107º Bujur Timur (BT) 60º57 - 70º25 Lintang selatan (LS). Keadaan topografi daerah sukabumi meliputi permukaan bergelombang, pegunungan di bagian utara, pebukitan di bagian tengah, bagian selatan bergelombang melandai ke arah pantai dengan ketinggian antara 0-2.969 meter di atas permukaan laut. Garis pantai dibagian selatan 117 km. Batas-batas wilayahnya: Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudra Indonesia, Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Dari aspek kemampuan tanah (kedalam efektif dan tekstur), daerah Kabupaten Sukabumi sebagian besar berstruktur tanah sedang ( tanah lempung). Kedalaman tanahnya dapat dikelompokan menjadi 2 (Dua) golongan besar yaitu kedalaman tanah sangat dalam (lebih dari 90 cm). Kedalaman tanah sangat dalam tersebar di bagian utara, sedangkan kedalaman tanah kurang dalam tersebar di bagian tengah dan Selatan. Hal ini mengakibatkan wilayah bagian u Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan sebesar3.719 mm dari 183 hari hujan pada tahun 2005. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan


(42)

Desember dengan curah hujan 503 mm dan hari hujan 21 hari . Suhu udara

berkisar 18.80C - 31.80C dengan suhu rata rata 25.550C, Kelembapan rata rata

sebesar 88.8 %. Sedangkan Potensi geologis Kabupaten Sukabumi antara lain sumber panas bumi di daerah Gunung Salak dan Cisolok, bahan tambang dan bahan galian emas, Perak, batu- bara, pasir kwarsa, mamer, pasir besi, bentotot, teras. Jenis tanah di bagian utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol, andosol dan regosol. Di bagian tengah pada umumnya terdiri dari tanah latosol dan pedisolik, sedangkan di bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit, grumosol, pedsolik dan alluvial. Tanah lebih subur dibanding wilayah bagian selatan.

Desa Jambenenggang memiliki luas wilayah seluas 177,220 hektar dengan ketinggian kurang lebih sekitar 540 meter di atas permukaan laut, sehingga Desa Jambenenggang termasuk ke dalam tipologi daerah dataran rendah dan berpotensi untuk pengembangan budidaya padi. Di sebelah Barat desa ini berbatasan dengan Desa Sasaran, sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bojongsawah. Pada bagian Utara desa ini berbatasan dengan Desa Kebon Pedes, kemudian di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Buniwangi. Berdasarkan data potensi desa Kecamatan Jambenenggang (2011), lahan yang berfungsi sebagai tanah sawah adalah seluas 105 hektar, Irigasi teknis 100 hektar, tanah pekarangan 72 hektar, dan tanah untuk fasilitas umum seluas 1,6 hektar. Didukung oleh lingkungan dan sumberdaya yang ada, desa ini berpotensi untuk lahan pertanian, khususnya padi. Sebagian besar lahan pertanian untuk budidaya padi, yaitu seluas 105 hektar dengan rata-rata hasil produksi 9.684 ton per hektar (Desa Jambenenggang, 2011). Desa Jambenenggang terdiri dari lima dusun, delapan


(43)

Rukun Warga, dan tiga puluh Rukun Tetangga. Pada tahun 2011, jumlah penduduk Desa Jambenenggang sebanyak 5.493 orang dengan jumlah penduduk pria sebanyak 2.770 orang dan perempuan sebanyak 2.723. Mayoritas penduduk Desa Jambenenggang memiliki profesi yang berkaitan langsung dengan pertanian. Terdapat 564 orang penduduk berprofesi sebagai buruh tani dan 1730 berprofesi sebagai petani. Sisanya berprofesi sebagai buruh/swasta, PNS, pedagang, dan TNI/Polri. Berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat 278 orang penduduk tidak menamatkan pendidikan sekolah dasarnya. Sedangkan penduduk desa yang menamatkan pendidikan sekolah dasarnya sebanyak 742 orang. Hanya sebagian kecil saja penduduk yang mengenyam pendidikan hingga SLTP dan SMU. Jumlah penduduk yang mencapai tingkat pendidikan SLTP sebanyak 412 orang, sedangkan tingkat SMU sebanyak 317 orang. Jumlah penduduk yang mencapai tingkat pendidikan S1-S3 sebanyak 15 orang.

5.2 Karakterisitik Responden

Karakteristik responden yang dianggap penting dalam penelitian ini meliputi status usaha, status kepemilikan lahan, tingkat pendidikan, aspek usia, pengalaman dalam usaha tani padi, luas areal usaha tani padi, dan sumber modal yang digunakan.

5.2.1 Status Usaha

Umumnya masyarakat di desa Jambenenggang menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama (97,5 %). Walaupun bertani menjadi mata pencaharian pokok, para petani responden memiliki mata pencaharian sampingan seperti berdagang, beternak, dan kuli bangunan. Hanya 2,5 % dari total responden (n=40 responden) yang menjadikan bertani sebagai mata pencaharian sampingan.


(44)

Tabel 5. Persentase Status Usaha tani di Desa Jambenenggng, Kec. Kebon Pedes,

Kab.Sukabumi Tahun 2011 

Sumber : Data primer (diolah)

5.2.2 Status Kepemilikan Lahan

Berdasarkan Tabel 6 di bawah ini diketahui bahwa 62,5 % petani memiliki luas lahan kurang dari 2 Ha, hal ini disebabkan rata-rata petani didesa jambenenggang adalah petani yang memiliki skala usaha tani yang kecil. Untuk kepemilikan lahan lebih dari 0, 6 Ha hanya dimiliki 10 %. Jumlah responden baik dari petani SRI dengan konvensional berjumlah 40 orang.

Tabel 6. Persentase berdasarkan Status Kepemilikan lahan petani di Desa Jambenenggng, Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011

No Status Kepemilikan

Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 < 0,2 25 62,50

2 0,21-0,40 8 20,00

3 0,41-0,60 3 7,50

4 >0,60 4 10,00

Jumlah 40 100,00

Sumber : Data primer (diolah)

5.2.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Di daerah penelitian, sebagian besar petani responden telah mengenyam pendidikan formal. Persentase jumlah petani padi organik SRI maupun petani padi anorganik yang menyelesaikan tingkat pendidikan sekolah dasar adalah sebesar 42,50 %, petani yang mengenyam

No Status Usaha Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Utama 39 97,50

2 Sampingan 1 2,50


(45)

tingkat pendidikan SLTP sampai dengan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 7,50 %. Hal ini menunjukan bahwa petani responden di desa jambenenggang hampir 65 % adalah petani yang sudah memiliki pendidikan. Tabel 7. Persentase berdasarkan tingkat pendidikan petani di Desa Jambenenggng,

Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 14 40,00

2 Lulus SD 17 42,50

3 Lulus SLTP 3 7,50

4 Lulus SMA 3 7,50

5 Lulus PT 3 7,50

Jumlah 40 100,00

Sumber : Data primer (diolah)

5.2.4 Aspek Usia

Usia petani responden di Desa Jambenenggang rata-rata berusia 57 tahun. Berdasarkan Tabel 9, banyak petani telah berusia lanjut (lebih dari 51 tahun) masih tetap bertani, mereka berpendapat bahwa bertani adalah mata pencaharian pokok mereka yang telah turun temurun. Umumnya para petani berusia antara 30 tahun sampai 80 tahun. Dilain pihak banyak generasi muda yang tidak ingin terjun pada sektor pertanian, karena mereka lebih tertarik menjadi tukang ojek, sopir angkot, atau bekerja di kota. Aspek usia mempengaruhi responden pada kondisi fisiknya. Umur yang semakin tua mengakibatkan kondisi fisik responden menjadi cepat lelah, sehingga pada saat pengelolaan lahannya sedikit kurang maksimal.

Tabel 8.Persentase berdasarkan Tingkat Usia petani di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011

No Tingkat Usia Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 30-50 23 57,50

2 51-70 13 32,50

3 >71 4 10,00


(46)

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE

SRI DAN PADI KONVENSIONAL

Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya program pemerintah yang bekerjasama dengan PT MEDCO untuk

mengembangkan padi organik dengan metode SRI (System of Rice

Intensification). Metode ini merupakan teknik budidaya yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengolahan lahan, tanaman dan air.

Pengembangan usaha tani padi konvensional di desa Jambenengggang sudah dimulai sejak diberlakukannya revolusi hijau atau di Indonesia dikenal dengan gerakan BIMAS. Sebelum era revolusi hijau dimulai, petani padi di desa Jambenenggang dalam bercocok tanam sudah menggunakan pupuk kandang atau kompos dan pestisida sebagai inputnya. Namun, akibat semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan yang terjadi pada waktu itu maka pemerintah menetapkan program revolusi hijau yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida) sebagai input produksi dengan tujuan agar produktivitas padi meningkat dan akhirnya kebutuhan akan pangan dimasyarakat dapat terpenuhi. Hal ini dilakukan agar dihasilkan beras dalam jumlah yang besar namun dalam waktu yang relatif singkat.

Analisis sistem usaha tani dilakukan dengan cara membandingkan keragaan usaha tani yang dilakukan oleh petani di desa Jambenenggang, baik petani padi SRI maupun petani padi konvensional. Usaha tani ini dianalisis dengan cara mengidentifikasi penggunaan sumberdaya (input) hingga output yang


(47)

dihasilkan. Kemudian analisis akan dilanjutkan dengan menghitung tingkat pendapatan masing-masing usaha tani, baik usaha tani padi metode SRI maupun padi metode konvensional.

6.1 Penggunaan Input Produksi

  Dalam menghitung biaya usaha tani, terlebih dahulu dianalisis penggunaan

input produksi petani. Pada penelitian ini input produksi yang dianalisis adalah benih,pupuk, pestisida dan tenaga kerja.

6.1.1 Benih

Pada usaha tani padi sawah metode SRI ini, benih yang digunakan oleh petani responden adalah varietas Sinta Nur, karena varietas ini memiliki keunggulan dan cocok untuk sistem usaha tani metode SRI. Salah satu keunggulan dari varietas Sinta Nur ini adalah tahan terhadap hama dan penyakit terutama hama wereng coklat dan penyakit hawar daun. Hal ini sangat diperlukan karena dalam sistem usaha tani padi metode SRI ini input yang digunakan merupakan input organik, sehingga hama ataupun penyakit akan mudah untuk menyerang tanaman.

Varietas Sinta Nur juga memiliki keunggulan lain yakni dalam produksi anakannya cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan varietas yang lain (Lampiran 5). Hal ini juga sangat diperlukan dalam usaha tani padi sawah metode SRI karena pada saat penanaman bibit yang ditanam hanya satu rumpun, sehingga diperlukan anakan yang produktif untuk menghasilkan malai padi yang banyak. Varietas sinta Nur memiliki umur tanam 115-125 hari dengan potensi hasil mencapai 7 ton/ha. Anakan produktif sekitar 16-20 batang. Sintanur memiliki


(48)

tekstur nasi pulen. Varietas ini baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 m diatas permukaan laut.

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 9, kebutuhan benih total rata-rata yang digunakan petani padi SRI setiap musim tanam sebesar 34,01 kg. Jumlah tersebut jauh berbeda dimana petani padi konvensional total rata-rata menggunakan benih sebesar 95,39 kg. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usaha tani padi SRI dapat menghemat penggunaan benih total rata-rata sebesar 61,38 kg, atau mengurangi biaya pembelian benih sebesar Rp 368.260,- dengan harga rata-rata Rp 6.000,-/kg. Perbedaan jumlah kebutuhan benih SRI dan konvensional cukup signifikan, hal ini disebabkan karena pada dasarnya usaha tani metode SRI tidak membutuhkan banyak benih, karena pada prinsipnya metode SRI menggunakan satu benih untuk satu lobang tanaman padi. Perhitungan besarnya jumlah benih dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9.Perbandingan Penggunaan Benih Padi SRI dan Padi Konvensional (Kg/Ha) di Desa Jambenenggang,kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Penggunaan Benih SRI Penggunaan Benih Konvensional

Luas Lahan (Ha) Benih (Kg) Luas Lahan (Ha) Benih (Kg)

0,16 2 0,12 24

0,5 10 0,10 10

0,4 5 0,15 10

0,04 2 0,35 10

0,5 7 0,10 10

0,5 7 0,3 15

0,3 30 0,15 15

0,15 5 0,06 7

1,2 7 0,22 15

0,08 3 0,16 10

0,07 3 0,15 15

0,25 10 0,10 10

1 6 0,08 10

0,12 5 0.07 10

1 10 0,08 5


(49)

0,1 5 0,05 6

0,09 5 0,25 10

0,1 5 0,10 10

0,07 3 0,05 5

Rata-Rata Total

Benih (Kg) 34,01 95,39

Harga Benih (Rp) 6000 6000

Biaya Total

Rata-Rata Benih (Rp) 204.060 572.340

Selisih Biaya

(Rp) 368.260

Sumber :Data primer diolah

6.1.2 Pupuk

Berdasarkan hasil wawancara, petani SRI tidak seluruhnya menggunakan pupuk organik, ada sebagian petani yang menggunakan pupuk kimia, walaupun proporsinya sangat kecil dibandingkan dengan pupuk organik. Pada petani Konvensional hampir semua menggunakan pupuk kimia dan proporsinya sangat besar dibandingkan dengan pupuk organik. Pada usaha tani padi SRI, pupuk yang digunakan oleh petani organik untuk membudidayakan tanamannya adalah dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang.

Pupuk kompos ini dibuat dari berbagai campuran bahan organik yang terdapat di alam, seperti pupuk kandang (kotoran hewan), sekam bakar, arang bambu, daun-daunan hijau, sampah dapur, dan bahan lainnya yang berasal dari hasil limbah pengolahan produk ternak yang kemudian didekomposisikan.

Definisi pupuk organik dalam International for Standardization (ISO) adalah

bahan organik atau bahan karbon yang ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai unsur hara yang mengandung nitrogen dari tumbuhan atau hewan (Sutanto, 2006). Pada umumnya pupuk diberikan dengan cara sebar atau ditabur melalui daun dengan cara disemprot.


(50)

Pupuk kompos yang digunakan petani padi organik SRI rata-rata adalah 2.127. 407 kg/ha dengan harga rata-rata adalah Rp. 635,00/kg. Petani masih memanfaatkan bahan-bahan organik yang tersedia dilingkungan mereka. Untuk mendapatkan pupuk ini, petani dapat membuatnya sendiri atau membeli di toko-toko sarana tani yang ada di kota Sukabumi. Selain menggunakan pupuk kompos, petani padi SRI pun menggunakan pupuk daun sebagai pupuk pelengkap, yaitu menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Hal ini dilakukan petani untuk menambah jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. MOL ini digunakan

dengan cara disemprotkan menggunakan handsprayer.

Umumnya MOL dibuat sendiri oleh petani karena menggunakan bahan-bahan organik yang mudah ditemukan di lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 10 dapat dikaji, bahwa kebutuhan MOL yang digunakan rata-rata sebesar 15,96 lt/ha. Penggunaan MOL tidak memiliki rekomendasi khusus, apabila petani akan menggunakan MOL lebih banyak dari dosis yang telah ditetapkan itu lebih bagus, karena jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jadi lebih tercukupi.

Selain itu, tidak ada efek samping yang ditimbulkan apabila penggunaan MOL melebihi dosis yang dianjurkan, karena pupuk ini terbuat dari bahan organik. Namun, takaran yang dianjurkan yaitu 50:50, artinya setengah bagian MOL dicampur dengan setengah bagian air. Dari segi biaya, petani padi SRI mengeluarkan rata-rata Rp 4.770,-/Ha. Untuk melihat lebih jelas dapat dilihat dari tabel dibawah ini.


(51)

Tabel 10. Kebutuhan akan MOL yang digunakan petani padi SRI di desa Jambenenggang, kec Kebon Pedes, Kab Sukabumi 2011

No Luas Lahan (Ha)

Jumlah Mol

(Liter) Nilai (Rp)

Pupuk

Organik (Kg) Nilai (Rp)

1 0,16 10 100000 300 225000

2 0,50 5 50000 150 112500

3 0,40 2 20000 700 490000

4 0,04 0.25 0 20 0

5 0,50 30 25000 350 262500

6 0,50 5 60000 700 490000

7 0,30 4 40000 2000 600000

8 0,15 5 50000 300 225000

9 1,20 15 75000 1500 600000

10 0,08 12 0 50 0

11 0,07 0.5 0 50 0

12 0,25 1 10000 75 56250

13 1,00 0 0 7000 2800000

14 0,12 0.5 5000 15 11250

15 1,00 1 10000 150 105000

16 0,12 0 0 50 35000

17 0,10 0.5 5000 100 70000

18 0,09 0 0 50 35000

19 0,10 0 0 700 70000

20 0,07 16 64000 700 490000

Jumlah 6,75 206.75 514000 14360 6677500

Rata2 penggunaan MOL 206,75/6,75 =30,63 Liter/Ha

718 kg/Ha

Biaya rata2 yang dikeluarkan

Rp.25.700 ,- Rp.502.600,-

Sumber : Data primer diolah

Penggunaan pupuk kimia dalam usaha tani padi konvensional biasanya menggunakan pupuk standar yaitu pupuk urea, KCL, NPK dan TSP. Berdasarkan


(52)

Urea sebesar 26,23 kg/Ha dengan biaya rata-rata yg dikeluarkan Rp 2500/kg, penggunaan Pupuk KCL sebesar 6,83 Kg/Ha dengan Biaya Rata2 yang dikeluarkan Rp 1800/kg, penggunaan pupuk NPK sebesar 3,5 kg/Ha dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan Rp 3000/kg. Rata-rata penggunaan pupuk TSP sebesar 16,43 kg/Ha dengan biaya rata-rata Rp 2500/kg.

Tabel 11. Rata-rata Penggunaan Pupuk Kimia petani Konvensional di desa Jambenenggang, kec Kebon Pedes, Kab Sukabumi 2011

Sumber : Data primer diolah

Berdasarkan Tabel 11 di atas, dapat dianalisis bahwa Biaya total dari pupuk Urea yang dikeluarkan petani konvensional di desa Jambenenggang sebesar Rp 65.575/Ha, nilai biaya pupuk KCl sebesar Rp 12.294/Ha, nilai biaya pupuk NPK Rp 10.500/Ha dan pupuk TSP Rp 41.075/Ha. Biaya pupuk merupakan bagian dari biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani.

6.1.3 Pestisida

Dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit pada usaha tani SRI tidak menggunakan pestisida kimia. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh terhadap kualitas beras yang dihasilkan, untuk itu pengendalian hama dan penyakit para petani SRI melakukannya dengan cara pengendalian fisik dan

penyemprotan dengan menggunakan handsprayer. Pengendalian fisik dilakukan

Pupuk Urea Pupuk KCL Pupuk NPK Pupuk TSP Jumlah

Jumlah (Kg) 185,78 55,46 34,38 94,25 369,87

Harga

(Rp/Kg) 2.500 1.800 3.000 2.500 9.800


(53)

dengan cara mencabut gulma yang berada dilahan dan pematang sawah, sedangkan penyemprotan hama dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati yang biasanya dibuat sendiri. Seringkali petani melakukan tindakan pengendalian bersamaan dengan saat penyemprotan MOL dilakukan (pupuk daun), karena dalam komposisi MOL terkadang dicampurkan bahan-bahan organik seperti gadung, daun nimba, dan lain-lain yang dapat mengendalikan hama. Hal ini dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma yang biasanya dijadikan oleh hama dan penyakit sebagai tempat bersemayam.

Petani padi konvensional dalam melakukan pengendalian hama dan penyakitnya menggunakan pestisida kima. Pestisida yang digunakan oleh petani konvensional terdiri dari dua jenis yakni berdasarkan cara aplikasinya yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Pada pestisida padat yang digunakan antara

lain, yaitu pestisida dengan merek dagang Furadam. Sedangkan pestisida cair

yang digunakan petani padi konvensional seluruhnya dalam bentuk formula cair

dengan seperti Pirtako,Obat eceng, Allika spontan, Pilia,Skor. Petani biasanya

melakukan penyemprotan pestisida bila terdapat serangan hama atau penyakit pada tanaman, namun pada beberapa petani tetap melakukan penyemprotan meskipun tidak terdapat serangan hama sebagai tindakan pencegahan. Hal serupa

juga dilakukan dengan cara menaburkan furadam. Rata-rata penggunaan furadam

yang dilakukan petani adalah sebesar 1.82 kg/ha. Berdasarkan data yang diperoleh, penggunaan pestisida cair yang digunakan petani yaitu Allika 11,67 %, Skor 5.83%, Pillia 40.87 %, Pirtakol 40.87 %, Obat eceng 0.58 %,Spontan 0.14 %. Pada Tabel bawah ini dapat dilihat beberapa jenis obat-obatan yang digunakan petani Konvensional.


(54)

Tabel 12. Jenis Obat-Obatan Pada Usaha tani Padi Konvensional di Desa Jambenenngang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi untuk Musim Tanam (MT) Periode Januari-Maret 2011 Per Hektar

Sumber : Data primer (diolah)

6.1.4 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki pengaruh besar terhadap biaya usaha tani. Oleh karena itu dalam penggunaannya petani harus memperhitungkannya. Kebutuhan tenaga kerja yang digunakan petani berasal dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Kebutuhan tenaga kerja dalam satu musim tanam yang digunakan petani baik usaha tani padi SRI maupun padi konvensional di desa Jambenenggang pada umumnya relatif sama. Namun kebutuhan tenaga kerja pada beberapa kegiatan dalam usaha tani padi SRI dengan padi konvensional berbeda. Penggunaan tenaga kerja pada kedua jenis usaha tani di desa Jambenenggang dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

No Jenis Obatan Satuan Penggunaan per Ha

Persentase (%) Pestisida Cair

1 Allika ml 9,13 11,67

2 Skor ml 4,56 5,83

3 Pilia ml 31,96 40,87

4 Pirtako ml 31,96 40,87

5 Obat Eceng ml 0,45 0,58

6 Spontan ml 0,11 0,14

Pestisida Padat


(55)

Tabel 13. Perbandingan Kebutuhan Tenaga Kerja pada Usaha tani Padi Metode SRI dan Usaha tani Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi Tahun 2011 (HOK/Ha)

No Kegiatan

Metode SRI Metode Konvensional Kebutuhan

(HOK) (%)

Kebutuhan

(HOK) (%)

1 Pengolahan Tanah 153 20.90 117 27,70

2 Penyiapan Media 25 3.41 30 7,10

3 Menaplak 32 4.37 15 3,55

4 Menanam tandur 138 18.80 78 18,48

5 Penyiangan 90 12.20 58 13,70

6 Penyulaman 39 5.32 0 0

7 Pemupukan 30 4.09 16 3,79

8 Penyemprotan 45 6.14 10 2,36

9 Pembersihan Pematang 41 5.60 30 7,10

10 Panen 139 18.90 68 16,11

Total 732 100.00 422 100.00

Δ KK = TKSri – TKKonvensional

= 732 - 422 = 310 HOK

Sumber : Data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 13 di atas memperlihatkan perbandingan kebutuhan tenaga kerja metode SRI lebih banyak dibandingkan dengan usaha tani metode konvensional. Proporsi kebutuhan tenaga kerja untuk kedua jenis usaha tani tersebut paling besar dialokasikan pada kegiatan pengolahan tanah, menanam tandur, penyiangan, dan panen. Pada usaha tani SRI, sebanyak 20.9 % dialokasikan untuk pengolahan tanah, kemudian diikuti oleh kegiatan menanam tandur sebesar 18.8 %, kegiatan penyiangan sebesar 12.2 % dan kegiatan panen sebesar 18.9 %.


(1)

*) coret yang tidak perlu

A. KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

1. Jenis kelamin :……….. L/P

2. Umur :... tahun 3. Pendidikan formal terakhir :

a. Tidak sekolah d. Lulus SLTP atau sederajat b. Tidak lulus SD e. Lulus SMA atu sederajat c. Lulus SD atau sederajat f. Lulus PT

4. Pendidikan non Formal (sebutkan nama dan lamanya) a. ...lamanya :...tahun b. ...lamanya :...tahun 5. Status pernikahan : 1. Menikah 2. Belum Menikah

6. Jumlah tanggungan keluarga (termasuk responden) :………….

7. Luas lahan yang diusahakan untuk padi konvensional : ………….ha dari total :………ha

8. Status pengusahaan lahan : pemilik/……….* 9. Musim tanam :

10. Sumber modal usaha tani : sendiri / pinjam ke petani lain / lainnya……...* 11. Sifat usaha tani : utama / sampingan*

12. Lama pengalaman berusaha tani :...tahun 13. Pekerjaan diluar usaha tani :…….

14. Pendapatan rata-rata diluar usaha tani : ………(Rp/bulan) 15. pengeluaran rata-rata diluar usaha tani :...(Rp/bulan) 16. Pengalaman bertani padi konvensional :………..tahun

17. - Luas lahan yang dimiliki :... - Terdiri dari berapa lokasi :... - Masing-masing luasnya :... - Jenis masing-masing sawah :... 18. Varietas yang digunakan :……….(hibrida/persarian terbuka)* 19. Permasalahan yang sering dihadapi dalam usaha tani padi konvensional


(2)

 

105  (budidaya, teknologi, modal, hama,

lainnya……….. ... ... B. Penggunaan Input-Input Produksi Usaha Tani Konvensional

No Uraian Satuan Jumlah

fisik Harga per satuan Nilai Total Keterangan

1 Pupuk kimia Kg

• Urea • KCL • TSP • …… • …… Kg Kg Kg Kg Kg Kg

Pupuk Cair

• PPC • …… • …… • …… • …… Liter/cc* Liter/cc* Liter/cc* Liter/cc* Liter/cc*

2 Pestisida Kimia

Pestisida Padat

• Furadam • ……….. • ……….. • ……….. Liter/cc* Liter/cc* Liter/cc* Liter/cc*

Pestisida Cair

• ………. • ………. • ………. • ………. Liter/cc* Liter/cc* Liter/cc* Liter/cc*

3 Benih Kg

*coret yang tidak perlu

C. Penggunaan Tenaga Kerja Pada System Usaha Tani Padi Konvensional

No Periode Kebutuhan Tenaga

Kerja

Berapa/hari? Upah Rp/HOK

TKDK1 TKLK2

L P M T L P M T 1 Pengolahan Tanah I :

• Membajak • Memopok


(3)

2 Pembibitan

• Penyiapan Media • Penyemaian

Benih

3 Pengolahan Tanah II

• Membajak • Mojokan • Ratakan

4 Menaplak

5 Menanam Tandur

6 Pemeliharaan

• Penyiangan 1 • Ngagarok • Pemupukan 1 • Penyemprotan

(………….) • Penyiangan II • Ngagarok • Pembersihan

Pematang

7 Panen

8 Pengangkutan Hasil Panen

Keterangan : 1TKDK (Tenaga Kerja Dalam Keluarga) ; 2TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga)

L = laki-laki; P = perempuan; T = Ternak

· Laki-laki = Rp/hari...(...jam/hari) · Perempuan = Rp/hari...(...jam/hari) · Ternak = Rp/hari...(...jam/hari)

D.Efisiensi Pengunaan Input Produksi Air

Kebutuhan Air (M3)

Harga Air (M3) Biaya Total

Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Musim Tanam 3


(4)

 

107  E. Penerimaan Hasil Produksi Padi Konvensional

No Produksi Total Produksi (Kg) Harga (Rp/kg)

1 Gabah Kering Panen 2 Gabah Kering Giling 3 Beras

Nilai Total Produksi

                                       


(5)

BENSABARMAN SARAGIH

Intensification (SRI) terhadap Penggunaan Input, Produksi dan Pendapatan

Usahatani Padi Sawah di Desa Jambenenggang, Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing Oleh UJANG SEHABUDIN.

Indonesia merupakan Negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam pemulihan ekonomi nasional. Peran strategis ini dapat dilihat dari tujuan pembangunan pertanian yaitu untuk meningkatkan penyediaan pangan, ketahanan pangan, menitikberatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas lapangan kerja dan dapat meningkatkan pembangunan sektor lainnya.

Lahan pertanian khususnya sawah di Indonesia hingga saat ini masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Namun perkembangan zaman telah memaksa lahan pertanian terkonversi menjadi lahan pemukiman, sarana dan prasarana umum, dan lainnya. Ketersediaan lahan pertanian yang semakin terbatas mengakibatkan diperlukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan pendayagunaan lahan yang ada melalui program intensifikasi pertanian. Salah satu upaya peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi melalui tehnik peningkatan produksi persatuan luas. Adapun pola tersebut melibatkan kegiatan panca usahatani diantaranya pengolahan tanah yang baik, penggunaan benih bermutu, pemupukan yang berimbang, pengendalian hama dan penyakit,

SRI adalah sistem budi daya padi yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. SRI dapat mengefisienkan penggunaan bibit yang turun sampai 20 persen, penggunaan pupuk beralih ke organik dan menurunkan sampai 50 persen penggunaan pupuk kimia, dan serta penghematan penggunaan air hingga 40 persen. Dari segi produktivitas SRI dapat meningkatkan produktivitas hingga 50 persen.

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah, mengkaji dampak SRI terhadap penggunaan input, produksi dan pendapatan usahatani, menentukan nilai ekonomi air yang dipergunakan pada usahatani dan menganalisis efisiensi penggunaan input-input produksi pertanian dengan metode SRI dan konvensional di desa Jambenenggang, Sukabumi, Jawa Barat.

Penelitian ini dilakukan di Jambenenggang, Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dengan dasar pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang mengembangkan usahatani padi sawah dengan metode SRI.. Jumlah petani contoh yang dipilih adalah sebanyak 20 orang petani padi SRI dan 20 orang petani padi konvensional. Untuk sistem pertanian metode SRI pengambilan contoh dilakukan dengan metode sensus dimana responden diambil secara keseluruhan, sedangkan untuk metode konvensional menggunakan purposive sampling (pengambilan contoh sengaja) dengan karakteristik opulasi yang sama.

System Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya


(6)

ii   

program pemerintah yang bekerjasama dengan PT MEDCO untuk mengembangkan padi sawah dengan metode SRI (System of Rice Intensification).

Pada penelitian ini, jumlah benih yang digunakan petani padi sawah metode SRI lebih rendah dari petani padi konvensional. Sedangkan untuk penggunaan pupuknya, petani padi SRI menggunakan pupuk dalam jumlah yang lebih besar dari petani padi konvensional, begitu pula dengan jumlah tenaga kerja (HOK) yang digunakannya. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa hasil produksi petani dengan menggunakan metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi yang diusahaakan petani konvensional. Selain dari segi produksi, harga jual GKP padi SRI lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual GKP padi konvensional. Untuk harga jual GKP padi SRI sebesar Rp 2.800,00 /Kg, sedangkan harga jual GKP padi konvensional sebesar Rp 2.500,00 /Kg.. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa terjadi penghematan penggunaan air antara lahan padi sawah yang menggunakan metode SRI dengan padi sawah yang menggunakan metode konvensional yaitu sebanyak 50 %. Berdasarkan data-data yang ada dapat diketahui bahwa lahan padi sawah dengan menggunakan dengan metode SRI lebih efisien dalam hal penggunaan air.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata penerimaan total usaha tani padi sawah dengan menggunakan metode SRI lebih besar dari rata-rata penerimaan total usaha tani padi konvensional. Berdasarkan data yang diperoleh, besarnya penggunaan biaya oleh petani dalam usahatani padi sawah SRI ini sebagian besar dialokasikan untuk membayar upah tenaga kerja dan pengadaan pupuk.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diestimasi nilai air melalui pendekatan produksi marginal dan pendekatan investasi proyek. Hasil estimasi nilai ekonomi air, menunjukan bahwa air memiliki nilai ekonomi yang sangat menguntungkan. Efisiensi penggunaan air dalam usahatani akan mengurangi biaya produksi dan dapat meningkatkan pendapatan petani.

Berdasarkan uji statistik, air dan benih memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi usaha tani SRI, sedangkan pada usaha tani konvensional pupuk memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi.


Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

12 168 47

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat

2 21 241

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes, Sukabumi

0 5 87

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 5 120

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 7

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 2