Benih Air Input-Input Produksi Pertanian

12 a. pupuk hara makro primer yaitu pupuk yang mengandung unsur hara utama N, P atau K baik tunggal maupun majemuk seperti Urea, TSP, SP-36, ZA, KCl, Phospat Alam, NP, NK, PK dan NPK; b. pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur Calsium Ca, Magnesium Mg dan Belerang S seperti Dolomit, Kiserit; c. pupuk hara makro campuran yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara utama N, P dan K yang dilengkapi unsur-unsur hara mikro seperti Seng Zn, Boron B, Tembaga Cu, Cobalt Co, Mangan Mn, Molibdenum Mo. Pupuk hara campuran tersebut dapat berbentuk padat atau cair d. pupuk hara mikro yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara mikro Zn, B, Cu, Co, Mn dan Mo; e. pupuk an-organik lainnya.

2.3.2 Benih

Dalam sistem usaha tani benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Dalam pertanian organik juga dibutuhkan kualitas benih yang baik. Akses terhadap benih menjadi salah satu permasalahan petani di Indonesia. Petani terus dijauhkan dari sistem pertanian yang mandiri dan berdaulat, termasuk dalam hal kemandirian untuk penggunaan dan produksi benih. Sejak revolusi hijau bergulir, penguasaan benih beralih dari tangan petani ke tangan perusahaan industri benih yang mengklaim atas nama teknologi penghasil keunggulan dalam hal produktivitas dan ketahanan terhadap penyakit. Faktanya, kemajuan teknologi tersebut tidak dapat meningkatkan kesejahteraan petani, namun sebaliknya membuat petani semakin menderita. 13 Teknologi yang seharusnya bermanfaat bagi petani sebagai subjek dari kegiatan pertanian tersebut malah justru menjadi pundi penghasil kekayaan bagi para pemilik modal. Petani semakin tergantung terhadap benih hibrida yang mahal.. Umumnya benih dikatakan bermutu jika jenisnya murni lokal, beras nasional bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki, dan daya kecambahnya paling tidak mencapai 90 Andoko, 2002. Menurut Boer 2009 ada beberapa klasifikasi benih yang bersertifikat sesuai dengan keturunan dan mutunya : 1. Benih Penjenis Breeder seed adalah benih pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh pemulia tanaman yang digunakan untuk menghasilkan benih dasar. 2. Benih dasar foundation seed merupakan turunan pertama dari benih penjenis, identitas genetif dan kemurniannya dijaga baik. 3. Benih pokok, merupakan turunan dasar dari benih dasar, identitas dan kemurniannya dipertahankan sebaik mungkin. 4. Benih sebar, turunan dari benih pokok untuk memproduksi tanaman..

2.3.3 Air

Penggunaan air tawar dapat dikategorikan sebagai penggunaan konsumtif dan non-konsumtif. Air dikatakan digunakan secara konsumtif jika air tidak dengan segera tersedia lagi untuk penggunaan lainnya, misalnya irigasi di mana penguapan dan penyerapan ke dalam tanah serta penyerapan oleh tanaman dan hewan ternak terjadi dalam jumlah yang cukup besar. Jika air yang digunakan tidak mengalami kehilangan serta dapat dikembalikan ke dalam sistem perairan 14 permukaan setelah diolah air berbentuk limbah, maka air dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk keperluan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung . Air sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat hidup dan berkembang. Lahan pertanian memerlukan air dalam jumlah yang sangat besar. Dalam skala global dari sekitar 3.600 km 3 air yang dikonsumsi manusia per tahun, sekitar 69 diantaranya dipergunakan untuk sektor pertanian. Bahkan di Asia konsumsi air untuk sektor pertanian mencapai rata-rata sekitar 83 dari total air yang dikonsumsi manusia. Tabel 2. Perkiraan Kebutuhan Air Untuk Tanaman Pangan Juta m 3 Menurut Wilayah Tahun 2004 sd 2009 No Wilayah Kebutuhan Air Pertahun dalam Juta m 3 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 1 Sumatera 28.73 29.37 28.96 31.98 33.90 2 Jawa 52.93 53.94 53.34 53.58 56.85 3 Bali dan Nusa Tenggara 7.09 6.63 7.18 6.82 7.63 4 Kalimantan 6.32 6.30 6.60 7.50 7.75 5 Sulawesi 10.83 11.33 11.65 13.41 14.31 6 Maluku dan Papua 0.91 0.99 1.04 1.06 1.10 Indonesia 106.82 108.56 108.77 114.35 121.54 Sumber :Badan Pusat Statistika 2009 Berdasarkan data hasil panen tanaman pangan di Indonesia, dapat dikaji bahwa pada tahun 2008 konsumsi air untuk tanaman pangan meningkat sebesar 37 juta m 3 dibandingkan dengan konsumsi pada tahun 2004. Kenaikan terbesar berasal dari tanaman padi yaitu sebesar 8 juta m 3 seiring dengan pencapaian target swasembada beras pada tahun 2007 - 2008. Pada tahun 2008, kebutuhan air terbesar untuk tanaman pangan tersebut berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 57 juta m 3 atau 47 dari total kebutuhan air untuk tanaman pangan di Indonesia. 15 Pada tabel dibawah dapat dilihat kebutuhan air tanaman padi sesuai pertumbuhannya. Tabel 3. Kebutuhan Air Tanaman Padi Sesuai Pertumbuhannya Tahap KegiatanPertumbuhan Varietas Unggulan Varietas Non unggulan mmhari ltdetHa Periode hari mmhari ltdetHa Periode hari Pengolahan tanah 12,70 1,50 - 12,7 1,50 - Pembibitan 3,00 0,40 20 3,00 0,40 20 Tanam s.d. primordia 7,50 0,90 40 6,40 0,75 35 Primordia s.d. bunga 8,80 1,00 25 7,70 0,90 20 Bunga 10 s.d. penuh 8,80 1,00 20 9,00 1,00 20 Bunga penuh s.d. panen 8,40 1,00 20 7,80 0,90 20 Sumber : Seri Modul Kebutuhan Air Irigasi PT1, 2000 Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dikaji bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari tahapan pertumbuhan tanaman yang banyak dan membutuhkan air yang cukup banyak untuk setiap tahapannya. Untuk varietas unggulan membutuhkan air sebanyak 49,2 mmhari dari tahap pengolahan tanah sampai tahap bunga penuh sampai dengan panen. Sedangkan untuk varietas non unggulan membutuhkan air 46,6 mmhari dari tahap pengolahan tanah sampai dengan tahapan panen. Berdasarkan perbedaan kebutuhan air dari kedua varietas diatas dapat diketahui bahwa varietas unggulan membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas non unggulan

2.3.4 Tenaga Kerja

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

12 168 47

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat

2 21 241

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes, Sukabumi

0 5 87

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 5 120

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 7

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 2