Pembahasan ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bz. Hipotesis alternatif 3 diterima jika nilai Byz, yaitu nilai hasil perkalian antara nilai By dengan Bz lebih besar daripada nilai Bx. Berdasarkan hasil perhitungan, maka diketahui bahwa nilai hasil perkalian antara By 4.54 dengan Bz 1.14 adalah sebesar 5.1756 Byz. Nilai ini lebih besar daripada nilai Bx 1.39. Dengan demikian, maka hipotesis alternatif 3 dapat diterima yang artinya bahwa terdapat pengaruh positif antara musik klasik sedatif terhadap prestasi belajar statistika melalui penurunan kecemasan terhadap ujian statistika.

C. Pembahasan

Penelitian eksperimental yang dilakukan terhadap 76 sampel yang dibagi ke dalam 4 kelompok eksperimental dalam penelitian ini telah menghasilkan beberapa temuan yang dapat dibahas berdasarkan teori dan sejumlah hasil atas penelitian terdahulu. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang pertama, diketahui bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar statistika yang signifikan di antara keempat kelompok eksperimental dengan rerata prestasi belajar statistika yang lebih tinggi pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rerata prestasi belajar statistika yang signifikan antara beberapa kelompok eksperimental yang ada dalam penelitian ini dengan nilai p = 0.005 0.05. Kelompok yang tidak disajikan musik klasik klasik sedatif kelompok kontrol dihipotesiskan memiliki rerata prestasi belajar statistika yang lebih rendah dibandingkan dengan 3 kelompok lain yang disajikan musik klasik sedatif Universitas Sumatera Utara kelompok eksperimen 1, 2 dan 3. Berdasarkan hasil uji statistik, ternyata terbukti bahwa kelompok eskperimen 1, 2 dan 3 memang memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa secara umum, sampel yang disajikan musik klasik sedatif memiliki prestasi belajar statistika yang lebih baik daripada sampel yang tidak diperdengarkan musik klasik sedatif. Temuan ini sejalan dengan hasil dari berbagai penelitian yang disampaikan oleh Ketcheson dalam White, 2012, bahwa musik klasik memiliki efek yang bervariasi seperti meningkatkan IQ, mempercepat proses pembelajaran, memperkuat daya ingat terhadap materi yang telah dipelajari, nilai ujian menjadi lebih tinggi, serta menurunkan stress dan ketegangan. Temuan ini juga sejalan dengan temuan Lawrence dalam White, 2012 bahwa 11 dari 12 siswa yang diuji menunjukkan peningkatan skor ujian yang sangat baik saat diperdengarkan musik. Selain itu, meningkatnya prestasi pada kelompok yang disajikan musik klasik sedatif dapat dijelaskan dengan ritme dan melodi yang ada di dalam musik klasik itu sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Maglione 2006, melodi dan ritme dalam musik klasik bertindak secara sinergis di dalam otak. Ritmenya mensinkronisasikan dengan irama vital tubuh seperti detak jantung dan pola bernafas serta menghasilkan suasana hati yang tepat untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan kreatifitas sampel pada kelompok eksperimen. Kemudian melodinya dapat membuat sampel memiliki perasaan yang hangat sehingga sampel mampu mengatasi permasalahan yang ada pada soal ujian. Melodi dan ritme pada musik klasik ini secara bersama-sama bersinergi dengan otak dan membuka saluran pendengaran dan sensorik yang terhubung ke otak, Universitas Sumatera Utara sehingga meningkatkan kemampuan otak. Hal ini dibuktikan dengan lebih tingginya prestasi belajar statistika pada kelompok-kelompok yang disajikan musik klasik sedatif daripada kelompok yang tidak disajikan musik klasik sedatif. Prestasi belajar statistika pada kelompok yang disajikan musik klasik sedatif kelompok eksperimen 1, 2 dan 3 memang lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Namun, hanya prestasi belajar statistika pada kelompok eksperimen 2 saja yang berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol. Bila diurutkan dari yang terendah sampai yang tertinggi, maka prestasi belajar statistika yang terendah adalah prestasi belajar statistika pada kelompok kontrol, kemudian disusul oleh kelompok eksperimen 1, setelah itu kelompok eksperimen 3, dan yang tertinggi adalah prestasi belajar pada kelompok eksperimen 2. Bila dilihat dari pengaruh variasi penyajian musik klasik sedatif terhadap prestasi belajar di ketiga kelompok eksperimen, maka yang berpengaruh secara signifikan adalah penyajian musik klasik sedatif pada saat ujian saja, yaitu pada kelompok eksperimen 2 dengan nilai p = 0.002 0.05. Jika dikaitkan dengan berbagai hasil penelitian terdahulu mengenai positifnya efek musik klasik dalam meningkatkan kemampuan kognitif seperti proses pembelajaran, daya ingat dan lain sebagainya yang dapat membuat prestasi belajar menjadi lebih tinggi, maka kelompok yang seharusnya memperoleh rerata prestasi belajar statistika tertinggi adalah kelompok eksperimen 3, bukan kelompok eksperimen 2 karena sampel pada kelompok eksperimen 3 disajikan musik klasik sedatif pada saat kondisi belajar dan saat kondisi ujian, sedangkan sampel di Universitas Sumatera Utara kelompok eksperimen 2 hanya disajikan musik klasik sedatif pada saat kondisi ujian saja. Prestasi belajar statistika di kelompok eksperimen 2 juga secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok eksperimen 1, sedangkan prestasi belajar statistika di kelompok eksperimen 1 diketahui hanya sedikit lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Ini menandakan bahwa musik klasik sedatif seperti tidak memberikan efek yang cukup berarti pada sampel di kelompok eksperimen 1 dalam meningkatkan prestasi belajar statistika, sedangkan pada kelompok ini, musik klasik sedatif juga turut disajikan pada sampel walaupun musik klasik sedatif hanya disajikan pada saat kondisi belajar sesaat ujian akan berlangsung saja. Temuan tersebut seperti tidak mendukung sejumlah hasil penelitian terdahulu mengenai efek musik klasik dalam meningkatkan proses kognitif saat belajar untuk memperoleh nilai yang tinggi pada saat ujian. Pembahasan terkait mengapa hanya prestasi belajar statistika di kelompok eksperimen 2 saja yang berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol, mengapa kelompok eksperimen 3 tidak memperoleh prestasi belajar statistika yang paling tinggi serta mengapa prestasi belajar statistika di kelompok eksperimen 1 hanya sedikit lebih tinggi daripada kelompok kontrol, seluruhnya dapat dijelaskan oleh keterlibatan variabel yang dianggap oleh peneliti dapat mempengaruhi prestasi belajar statistika, yaitu kecemasan terhadap ujian statistika KTUS dan waktu penyajian musik klasik sedatif. Pengaruh KTUS terhadap prestasi belajar statistika dan perbedaan KTUS di masing-masing kelompok akan membuat prestasi belajar statistika pada masing- Universitas Sumatera Utara masing kelompok berbeda pula. Perbedaan KTUS yang ada di antara kelompok eksperimen disebabkan oleh perbedaan waktu penyajian musik klasik sedatif di antara kelompok eksperimen 1, 2 dan 3. Hal inilah yang menjadikan prestasi belajar statistika di antara kelompok eksperimen 1, 2 dan 3 juga berbeda. Berdasarkan hasil analisis, KTUS telah terbukti memiliki pengaruh yang negatif sebesar 18.6 terhadap prestasi belajar statistika pada sampel. Bahkan setiap bertambahnya 1 nilai KTUS pada sampel, maka nilai prestasi belajar pada sampel akan menurun sebesar 1.14 poin. Ini mengartikan bahwa keberadaan dan meningkatnya KTUS pada sampel akan mengakibatkan prestasi belajar statistikanya menjadi semakin rendah. Temuan ini sejalan dengan pernyataan Zeidner dalam Koh Zawi, 2014 bahwa kecemasan terhadap statistika memiliki pengaruh yang negatif terhadap performa mahasiswa pada bidang statistika. Onwegbuzie dalam Williams, 2010 menerangkan bahwa kecemasan statistika mempengaruhi kemampuan siswa untuk memahami artikel penelitian, analisis data dan interpretasi pada analisis. Hal di atas tentunya dapat mempersulit sampel saat menyelesaikan soal ujian statistika yang membutuhkan kemampuan untuk menganalisis data dan menginterpretasi hasil analisis tersebut. Ketika sampel tidak mampu menyelesaikan soal ujian statistika yang diberikan, maka prestasi belajar statistika pada sampel yang ditunjukkan dengan nilai hasil ujiannya juga akan rendah. Bukan hanya pada saat ujian saja, namun KTUS juga akan mengurangi kemampuan sampel dalam memahami materi dan memproses serta mengingat informasi pada saat belajar statistika, khususnya ketika belajar statistika sesaat Universitas Sumatera Utara ujian akan dimulai. Seperti yang disampaikan oleh Stuart 2006 bahwa salah satu respon kognitif yang terjadi ketika cemas adalah respon kognitif yang buruk seperti tidak mampu berkonsentrasi dan kesulitan dalam berfikir. Sampel akan kesulitan menyelesaikan soal ujian jika sampel tidak dapat berkonsentrasi dalam memahami materi bahan ujian yang sedang dipelajari karena kecemasan terhadap ujian statistika yang mengganggunya. Bagaimana kecemasan terhadap ujian statistika dapat muncul pada sampel dapat dikaitkan dengan sumber kecemasan yang disampaikan oleh Divine Kylen dalam Hidayat, 2013 yaitu reputasi akademik, pendapat tentang kompetensi dan kemampuan, fokus pada pencapaian terhadap tujuan serta rasa khawatir akan ketidaksiapan dalam menghadapi ujian. Sumber-sumber ini sesuai dengan hasil temuan pada uji preliminary dalam penelitian ini, bahwa alasan seluruh sampel memilih ujian statistika sebagai ujian yang paling membuat cemas adalah karena merasa tidak yakin dengan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki khususnya di bidang matematika dan statistitka; khawatir karena merasa belum siap untuk ujian; takut mendapatkan nilai yang tidak memuaskan serta merasa kesulitan dalam mengerjakan soal ujian. Pemikiran dan sikap yang negatif seperti ini dapat berlanjut dan berdampak pada peningkatan kecemasan saat belajar dan ujian statistika sehingga akan memperburuk prestasi belajar statistikanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nasser 2004 bahwa jika kecemasan terhadap statistika tinggi, maka sikap terhadap statistika akan menjadi rendah dan ketika sikap terhadap statistika menjadi rendah, maka prestasi di bidang statistika juga akan menjadi rendah. Universitas Sumatera Utara Begitu juga menurut Lee, dalam Namwamba, 2014, bahwa siswa dengan kecemasan yang tinggi cenderung dihadapkan dengan pemikiran-pemikiran yang negatif tentang dirinya dan konsekuensi-konsekuensi dari ujian tersebut. Pemikiran negatif ini membuat siklus pemikiran yang negatif pula pada sampel sehingga semakin menambah kecemasannya. Memori yang sedang bekerja akan dihinggapi oleh pemikiran-pemikiran ini sehingga mempersempit penyimpanan memori dan kapasitas pemroresan informasi Dutke Stober, dalam Namwamba, 2014. Ketika memori sudah terganggu, maka proses menghafal materi pada saat belajar dan mengingat informasi yang sudah dihafal pada saat ujian pun akan kacau sehingga tidak mampu mengerjakan soal ujian yang berdampak pada rendahnya presasti belajar statistika pada sampel. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Yousefi 2010 bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian terbukti tidak mempengaruhi memori dan motivasi belajar serta kemampuan untuk memusatkan perhatian dan konsentrasi dalam belajar yang bisa mengakibatkan kegagalan pada bidang akademis. Kecemasan terhadap ujian statistika pada sampel di keempat kelompok eksperimental yang diukur dari saat sebelum diberikan perlakuan KTUS I, kemudian diukur pada saat kondisi belajar selama 10 menit menjelang ujian akan berlangsung KTUS II dan setelah itu diukur pada saat kondisi ujian sedang berlangsung KTUS III diketahui mengalami perubahan yang signifikan dengan nilai p = 0.00 0.05. Temuan ini sesuai dengan hipotesis kedua peneliti Hipotesis 2A bahwa terdapat perubahan tingkat kecemasan terhadap ujian statistika pada pengukuran yang berulang di keempat kelompok perlakuan. KTUS Universitas Sumatera Utara I di keempat kelompok secara signifikan dan serentak mengalami penurunan pada KTUS II dengan p = 0.03 0.05, kemudian KTUS II di keempat kelompok juga secara signifikan dan serentak mengalami kenaikan pada KTUS III dengan p = 0.047 0.05. Walaupun keempat kelompok sama-sama mengalami penurunan dari KTUS I ke KTUS II dan kenaikan dari KTUS II ke KTUS III, namun kecemasan terhadap ujian statistika di ketiga pengukuran tersebut secara signifikan lebih kecil pada kelompok eksperimen daripada kelompok kontrol dengan nilai p = 0.036 0.05. Temuan ini mengartikan bahwa secara umum, musik klasik sedatif mampu membuat kecemasan terhadap ujian statistika secara keseluruhan menjadi lebih rendah pada kelompok eksperimen dengan efek sebesar 11.4. Temuan ini mendukung hasil penelitian Haynes 2003 bahwa musik klasik berpengaruh dalam menurunkan kecemasan matematika saat belajar dan hasil penelitian Blanchard dan Stanton dalam Haynes, 2003 bahwa penyajian musik dapat menurunkan kecemasan di kondisi ujian. Rachmawati dalam Susanti Rohmah, 2011 menjelaskan bahwa musik yang dapat memberikan ketenangan dan kedamaian ketika berada dalam kondisi cemas adalah musik dengan tempo yang lebih lambat. Musik bertempo lambat merupakan salah satu ciri dari musik sedatif yang disajikan pada sampel dalam penelitian ini. Menurut Djohan 2006, musik sedatif adalah musik yang dapat menurunkan detak jantung dan tekanan darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum dapat membuat tenang. Hal inilah yang menjadikan musik klasik Universitas Sumatera Utara sedatif dapat menurunkan kecemasan terhadap ujian statistika pada sampel di kelompok eksperimen. Namun, meskipun tingkat kecemasan terhadap ujian statistika secara keseluruhan di kelompok kontrol lebih tinggi daripada kelompok eksperimen, namun kelompok kontrol juga terlihat mengalami penurunan kecemasan saat kondisi belajar KTUS II mesikpun tidak signifikan, sedangkan kelompok kontrol sama sekali tidak disajikan musik klasik sedatif pada saat belajar. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh usaha sampel di kelompok kontrol dalam menurunkan kecemasannya melalui teknik-teknik relaksasi yang lain. Hal ini dapat terjadi berdasarkan pernyataan sebagian sampel saat uji preliminary, bahwa ketika mengalami kecemasan pada saat ujian statistika di semester sebelumnya, beberapa sampel ada yang berdoa; mengatur nafas dengan menarik nafas secara perlahan; berfikir positif; minum air; dan lain sebagainya untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan para sampel pada saat itu. Sebagian sampel juga menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan tersebut “dapat” mengurangi kecemasan yang mereka rasakan. Hal inilah yang mungkin dapat membuat kecemasan terhadap ujian statistika pada saat belajar KTUS II pada sampel juga menurun walau tidak disajikan musik klasik sedatif. Namun, hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa apapun teknik-teknik yang dilakukan oleh sampel di kelompok kontrol dalam menurunkan kecemasan terhadap ujian statistikanya, kecemasan tersebut masih lebih tinggi daripada kelompok yang disajikan musik klasik sedatif. Universitas Sumatera Utara Kelompok kontrol dan ketiga kelompok eksperimen juga sama-sama mengalami kenaikan dari KTUS II menuju KTUS III. Hal ini bukan sepenuhnya mengartikan bahwa musik klasik sedatif tidak berhasil menurunkan kecemasan terhadap ujian statistika di saat ujian KTUS III, namun hal ini dapat terjadi karena menurut Trimoni Shahini 2011, kecemasan terhadap ujian semakin dirasakan pada saat menjelang ujian, terlebih lagi pada saat ujian sedang berlangsung. Adalah merupakan hal yang wajar jika kecemasan semakin meninggi ketika individu semakin mendekati ataupun berhadapan langsung dengan objek yang membuatnya cemas, yaitu ujian statistika yang akan berlangsung dalam penelitian eksperimen ini. Musik klasik sedatif tetap berpengaruh dalam menurunkan kecemasan pada KTUS III yang dibuktikan dengan masih lebih rendahnya KTUS III pada kelompok yang disajikan musik klasik sedatif pada saat ujian kelompok eksperimen 2 dan 3 dibandingkan dengan kelompok yang tidak disajikan musik klasik sedatif pada saat ujian kelompok kontrol dan kelompok eksperimen 1. Hasil pengukuran kecemasan terhadap ujian statsitika di kelompok eksperimen diketahui memang lebih rendah daripada kelompok kontrol, namun perbedaan yang signifikan hanyalah pada saat kondisi ujian KTUS III saja dengan nilai p = 0.02 0.05. Sedangkan pada saat belajar KTUS II, tidak ada satupun kelompok yang berbeda secara signifikan kecemasan terhadap ujian statistikanya dengan nilai p = 0.451 0.05. Pada pengukuran kecemasan terhadap ujian statistika di kondisi ujian KTUS III, kelompok yang disajikan musik klasik sedatif pada saat ujian Universitas Sumatera Utara kelompok eksperimen 2 dan 3 diketahui memiliki rerata KTUS III yang lebih rendah daripada kelompok yang tidak disajikan musik klasik sedatif pada saat ujian kelompok kontrol dan kelompok ekspeirmen 1. Hal ini sejalan dengan penelitian Blanchard dan Stanton dalam Haynes, 2003 bahwa penggunaan musik dapat menurunkan kecemasan pada saat situasi ujian. Kelompok eksperimen 3 juga diketahui memiliki rerata KTUS III yang paling rendah di antara kelompok eksperimen lainnya secara signifikan lebih rendah dari kelompok kontrol. Selain itu, kelompok eksperimen 3 juga diketahui memiliki rerata KTUS II yang paling rendah di antara kelompok kontrol dan eksperimen lainnya walaupun tidak signifikan. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kelompok eksperimen 3 merupakan kelompok yang memiliki tingkat kecemasan terhadap ujian statistika yang paling rendah pada kondisi belajar KTUS II dan pada kondisi ujian KTUS III. Hal ini dapat dikarenakan oleh penyajian musik klasik sedatif pada sampel di kelompok eksperimen 3 pada saat belajar dan ujian. Penyajian musik klasik sedatif pada saat kondisi belajar dan ujian memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kecemasan terhadap ujian statistika dengan nilai p = 0.03 0.05. Rerata kecemasan terhadap ujian statistika pada sampel secara keseluruhan akan berkurang sebanyak 5.9 poin jika menyajikan musik klasik sedatif pada saat belajar dan ujian. Pengaruh ini lebih besar jika dibandingkan dengan hanya menyajikan musik klasik sedatif pada saat belajar saja ataupun pada saat ujian saja. Menyajikan musik klasik sedatif pada saat belajar saja hanya akan mengurangi kecemasan terhadap ujian statistika secara keseluruhan sebanyak 4.54 poin, Universitas Sumatera Utara sedangkan menyajikan musik klasik sedatif pada saat ujian saja hanya akan mengurangi kecemasan terhadap ujian statistika secara keseluruhan sebanyak 3.87 poin. Sebaliknya, jika tidak ada penyajian musik klasik sedatif sama sekali, maka kecemasan terhadap ujian statistika pada sampel diperkirakan tidak akan mengalami pengurangan, namun hanya akan menjadi konstan sebesar 1.44 poin. Hal ini ditunjukkan dengan terlihatnya kelompok kontrol sebagai kelompok yang memiliki rerata kecemasan yang paling tinggi baik pada kondisi belajar KTUS II dan pada kondisi ujian KTUS III. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menyajikan musik klasik sedatif pada saat belajar dan ujian akan dapat memberikan penurunan yang terbesar pada rerata kecemasan terhadap ujian statistika secara keseluruhan. Meskipun tidak ada perbedaan kecemasan terhadap ujian statistika yang signifikan pada kondisi belajar KTUS II di keempat kelompok, namun kelompok yang belajar dengan disajikan musik klasik sedatif kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 3 menunjukkan KTUS II yang lebih rendah daripada kelompok yang belajar dengan tidak disajikan musik klasik sedatif kelompok kontrol dan kelompok eksperimen 2. Hal di atas mengisyaratkan bahwa musik klasik sedatif sepertinya tetap memiliki pengaruh dalam menurunkan kecemasan terhadap ujian statistika di kelompok yang belajar dengan disajikan musik klasik sedatif walaupun tidak signifikan. Hal ini juga tidak sepenuhnya mengartikan bahwa penyajian musik klasik sedatif saat belajar tidak berpengaruh sama sekali. Karena meskipun penyajian musik klasik Universitas Sumatera Utara sedatif pada saat belajar memang tidak secara signifikan mempengaruhi kecemasan terhadap ujian statistika pada saat belajar KTUS II, namun penyajian musik klasik sedatif pada saat belajar berpengaruh kepada kecemasan terhadap ujian statistika secara keseluruhan yang ditunjukkan dengan nilai p = 0.011 0.05. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa menyajikan musik klasik sedatif pada saat belajar saja juga turut dapat mengurangi skor kecemasan terhadap ujian statistika secara keseluruhan sebanyak 3.87 poin. Temuan ini sejalan dengan penelitian Haynes 2003 bahwa menyajikan musik klasik saat belajar menjelang ujian dapat menurunkan kecemasan matematika. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa musik klasik sedatif terbukti berpengaruh positif pada prestasi belajar statistika melalui penurunan kecemasan terhadap ujian statistika. Temuan ini sekaligus menjawab hipotesis ketiga peneliti yang mengartikan bahwa ketika menyajikan musik klasik sedatif, maka kecemasan terhadap ujian statistika menurun, dan ketika kecemasan terhadap ujian statistika menurun, maka prestasi belajar statistika juga akan meningkat. Hal ini dapat diakibatkan oleh susunan-susunan yang ada di dalam keempat alunan musik klasik membuat otak memproduksi serotonin yang lebih banyak, membuat tubuh dan pikiran sampel dapat bekerja lebih baik ketika mendengarkan komposisi yang ada pada alunan musik tersebut. Ketika otak memproduksi serotonin, maka ketegangan akan mereda Maglione, 2006. Temuan ini sejalan dan dapat dijelaskan dengan apa yang disampaikan oleh Dinsmore dalam White, 2012 bahwa ketika individu rilekstidak tegang dan fokus, maka individu akan lebih mampu bertahan dan menyelesaikan tugas yang Universitas Sumatera Utara sedang diberikan. Hal ini menurunkan tingkat frustrasi pada individu sehingga individu dapat mengerjakan tugas dengan efektif dan efisien yang membuat nilai hasil tugasnya menjadi lebih tinggi. Walaupun begitu, hal ini tidak secara mutlak mengartikan bahwa kecemasan terhadap ujian statistika yang sangat rendah akan membuat prestasi belajar statistika menjadi sangat tinggi, begitu juga sebaliknya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kelompok eksperimen 3 diketahui memiliki rerata kecemasan terhadap ujian statistika yang paling rendah pada saat belajar KTUS II dan ujian KTUS III yang disebabkan oleh pengaruh penyajian musik klasik sedatif pada saat belajar dan ujian, namun hal ini tidak menjadikan prestasi belajar di kelompok tersebut menjadi yang paling tinggi di antara kelompok yang lain. Pada kelompok eksperimen 2, diketahui bahwa rerata KTUS II-nya tidak lebih rendah dari kelompok yang disajikan musik klasik sedatif pada saat belajar kelompok eksperimen 1 dan 3 karena pada kelompok ini tidak disajikan musik klasik sedatif pada saat belajar melainkan disajikan hanya pada saat ujian saja, namun rerata KTUS III-nya juga masih tidak lebih rendah dari kelompok eksperimen 3, akan tetapi prestasi belajar statistika di kelompok ini lebih tinggi dari kelompok lainnya. Sedangkan pada kelompok kontrol, rerata KTUS II dan KTUS III-nya diketahui memang lebih tinggi dari kelompok yang lain. Alasan mengapa kelompok kontrol ini memiliki prestasi belajar yang paling rendah juga di antara kelompok lainnya dapat diterima karena tidak ada penyajian musik klasik sedatif sama sekali di kelompok ini sehingga kecemasannya terhadap ujian statistikanya menjadi lebih tinggi dan membuat prestasi belajar statistikanya Universitas Sumatera Utara menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan hukum Yerkes Dodson tentang konsep U terbalik, bahwa semakin tinggi ataupun semakin rendah kecemasan individu, maka performanya juga akan turut rendah. Kelompok kontrol yang memiliki KTUS paling tinggi menunjukkan prestasi belajar statistika yang paling rendah dikarenakan berbagai respon buruk yang terjadi akibat kecemasannya, khususnya pada area kognitifnya. Sedangkan kelompok eksperimen 3 yang memiliki KTUS yang paling rendah juga menunjukkan prestasi belajar statistika yang tidak terlalu tinggi dikarenakan berkurangnya rasa takut akan kegagalan yang memotivasi dirinya untuk bekerja lebih keras. Namun teori ini tidak sepenuhnya dapat dikaitkan dengan hasil penelitian ini karena walaupun kelompok eksperimen 3 memiliki KTUS yang paling rendah, namun prestasi belajarnya juga tidaklah terlalu rendah seperti prestasi belajar pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen 1. Kelompok eksperimen 1 yang disajikan musik klasik sedatif pada hanya saat belajar diketahui memiliki KTUS II yang lebih rendah dari kelompok yang tidak disajikan musik klasik sedatif pada saat belajar kelompok kontrol dan kelompok eksperimen 2. Hal ini disebabkan oleh penyajian musik klasik sedatif pada saat belajar. Namun rerata KTUS III pada kelompok ini lebih tinggi daripada kelompok yang disajikan musik klasik sedatif kelompok eksperimen 2 dan 3 karena pada kelompok ini tidak disajikannya musik klasik sedatif pada saat ujian. Meskipun KTUS II-nya lebih rendah daripada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen 2, namun prestasi belajar statistika di kelompok ini hanya sedikit saja lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat diakibatkan oleh tidak Universitas Sumatera Utara adanya pengaruh langsung penyajian musik klasik sedatif pada hanya saat belajar yang signifikan terhadap prestasi belajar statistika dengan p = 0.781 0.05. Penyajian musik klasik sedatif pada hanya saat belajar hanya menambah 1.397 poin terhadap prestasi belajar statistika. Sedangkan penyajian musik klasik sedatif pada hanya saat ujian memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap prestasi belajar statistika dengan nilai p = 0.02 0.05. Penyajian musik klasik sedatif pada hanya saat ujian diketahui dapat menambah 16.397 poin pada skor prestasi belajar statistika. Sedangkan penyajian musik klasik sedatif pada saat belajar dan ujian juga diketahui tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap prestasi belajar statistika dengan p = 0.147 0.05. Namun, penyajian musik klasik sedatif pada saat belajar dan ujian juga menambah skor prestasi belajar statistika sebesar 7.84 poin. Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat dikatakan bahwa penyajian musik klasik sedatif hanya pada saat ujian memiliki penambahan skor prestasi belajar statistika terbesar pada sampel. Pengaruh inilah yang dapat membuat lebih tingginya prestasi belajar statistika di kelompok eksperimen 2 daripada kelompok yang lain, karena musik klasik sedatif hanya disajikan pada saat ujian saja di kelompok ini. Pengaruh ini juga yang dapat membuat prestasi belajar pada kelompok eksperimen 1 hanya sedikit saja lebih tinggi dari kelompok kontrol dan juga membuat kelompok eksperimen 3 yang disajikan musik klasik sedatif pada saat belajar dan ujian tidak memiliki prestasi yang paling tinggi di antara kelompok lainnya. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, terkait gambaran kecemasan terhadap ujian statistika pada keempat kelompok sampel di ketiga pengukuran KTUS KTUS I, KTUS II dan KTUS III, maka diketahui bahwa secara umum, seluruh kelompok sampel memiliki rerata kecemasan terhadap ujian statistika yang lebih rendah daripada kecemasan terhadap ujian statistika pada populasi pada saat sebelum belajar KTUS I, pada saat belajar KTUS II dan pada saat ujian KTUS III dengan nilai rerata di bawah 19.5. Hal ini dapat dikarenakan oleh berbagai teknik relaksasi yang dilakukan oleh sampel di kelompok kontrol seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dan efek musik klasik sedatif pada sampel di kelompok kontrol sehingga dapat membuat kecemasan terhadap ujian statistika pada seluruh kelompok sampel eksperimen menjadi rendah. Selain itu, seluruh sampel dalam eksperimen sudah pernah menghadapi ujian statistika di semester sebelumnya. Pengalaman sampel dalam menghadapi ujian statistika di semester sebelumnya juga dapat membuat kecemasan terhadap ujian statistika pada sampel menjadi rendah pada eksperimen ini, karena menurut Stuart 2006, pengalaman individu dapat dijadikan suatu pembelajaran dalam menghadapi suatu stressor atau masalah. Respon kecemasan semakin berkurang bila dibandingkan dengan seseorang yang baru pertama kali menghadapi masalah tersebut. Prestasi belajar statistika pada keempat kelompok sampel secara umum juga lebih rendah dari prestasi belajar statistika pada populasi dengan nilai rerata di bawah 50. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan matematika yang kurang baik pada sampel. Hal ini didukung oleh pernyataan sebagian besar sampel saat Universitas Sumatera Utara uji preliminary bahwa para sampel menyatakan bahwa dirinya kurang mampu dalam masalah perhitungan dan rumus matematika. Selain itu, kecemasan terhadap ujian statistika yang ada pada sampel juga membuat prestasi belajar statistika pada sampel menjadi rendah. Nasser 2004 menjelaskan bahwa sikap yang negatif terhadap statistika juga dapat mempengaruhi prestasi belajar statistika pada sampel. Hal ini juga diakui oleh hampir seluruh sampel saat uji preliminary dengan berbagai pernyataan negatif seperti: tidak menyukai mata kuliah statistika; takut dengan dosen pengampu; tidak memahami pelajaran; dan sebagainya. Rendahnya rerata prestasi belajar statistika pada seluruh sampel dalam penelitian ini terlihat seperti menjelaskan mengapa kebanyakan mahasiswa S1 Psikologi USU yang banyak mendapatkan nilai C dan D pada mata kuliah statitsika di semester sebelumnya. Dari hasil uji preliminary, sebanyak lebih dari 70 sampel juga memiliki nilai C pada mata kuliah statistika di semester sebelumnya. Hal ini sejalan dengan istilah Previous success, atau juga bisa dikaitkan dengan prestasi di bidang statistika sebelumnya, seperti nilai hasil kuis dan nilai ujian tengah semester yang dijadikan prediktor bagi nilai akhir statistika Galli dkk., 2008. Prestasi belajar statistika yang rendah di waktu yang sebelumnya dapat menjurus kepada rendahnya prestasi belajar statistika pada sampel dalam penelitian ini. Terkait dengan kecemasan terhadap ujian statistika, maka peneliti menyimpulkan bahwa menyajikan musik klasik sedatif pada saat kondisi belajar dan ujian lebih baik daripada menyajikan musik klasik sedatif pada saat kondisi belajar saja atau hanya pada saat kondisi ujian saja dalam menurunkan kecemasan Universitas Sumatera Utara terhadap ujian statistika. Namun jika berbicara tentang prestasi belajar statistika, maka menyajikan musik klasik sedatif pada saat kondisi ujian saja lebih baik daripada menyajikan musik klasik sedatif hanya pada saat belajar saja maupun pada saat kondisi belajar dan ujian dalam meningkatkan prestasi belajar statistika. Dengan demikian, hasil penelitian ini menolak penelitian Stanton dalam Haynes, 2003 yang menyarankan bahwa musik hanya penting digunakan saat siswa hendak mengerjakan suatu tugas saja, bukan pada saat siswa mengerjakan tugas tersebut. Hasil penelitian ini juga menolak hasil penelitian Fogelson dalam Haynes, 2003 dan berbagai hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa penyajian musik saat mengerjakan ujian tidaklah ekfektif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyajian musik klasik sedatif pada saat belajarlah yang tidak efektif, sesuai dengan hasil penelitian Chou 2010 bahwa siswa lebih baik belajar di ruangan yang hening daripada belajar di ruangan yang disajikan musik. Chou 2010 menganggap bahwa terdapat efek drainase penarikan, yaitu distraksi pada kapasitas atensi dalam melakukan performa kognitif tunggal secara tak sadar oleh hal-hal lain. Dalam hal ini, efek tersebut dapat mengakibatkan tertarikterkurasnya atensi sampel untuk belajar karena distraksi oleh alunan musik klasik sedatif sehingga konsentrasi dan proses mengingat terhadap materi-materi yang sedang dipelajari pada sampel menjadi tidak optimal. Universitas Sumatera Utara 159

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai temuan yang telah diperoleh dalam penelitian eksperimental ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Musik klasik sedatif memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar statistika mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan waktu penyajiannya, maka mahasiswa yang menunjukkan prestasi belajar statistika tertinggi adalah pada mahasiswa yang disajikan musik klasik sedatif hanya pada saat sedang mengerjakan ujian statistika, bukan pada mahasiswa yang disajikan musik klasik sedatif hanya pada saat sedang belajar selama 10 menit sebelum ujian saja dan juga bukan pada mahasiswa yang disajikan musik klasik sedatif dari mulai belajar selama 10 menit sebelum ujian sampai mahasiswa selesai mengerjakan ujian statistika. 2. Musik klasik sedatif mampu menurunkan kecemasan terhadap ujian statistika pada mahasiswa di kondisi belajar dan ujian. Namun, mahasiswa yang disajikan musik klasik sedatif saat belajar selama 10 menit sebelum ujian ditambah dengan saat mengerjakan ujian menunjukkan kecemasan terhadap ujian statistika yang paling rendah daripada mahasiswa yang disajikan musik klasik sedatif hanya pada saat belajar saja ataupun hanya pada saat ujian saja. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Self-Regulated Learning Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Yang Aktif Berorganisasi Di Universitas Sumatera Utara

15 117 62

Pengaruh Kepribadian Big Five Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

10 92 76

Hubungan antara Konsep Diri dan penyesuaian Diri dengan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

3 78 155

Pengaruh Metode Belajar Team Assited Individualization terhadap Prestasi Belajar Statistika pada Mahasiswa Psikologi | Alsa | Jurnal Psikologi 7667 13604 1 SM

0 0 10

Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

0 0 20

Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

0 1 18

Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

0 1 29

Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

0 1 6

Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Prestasi Belajar Statistika Melalui Penurunan Kecemasan Ujian Statistika pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

0 0 48