1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Menguasai ilmu statistika turut menjadi salah satu kompetensi utama yang harus dimiliki oleh para ilmuwan psikologi, khususnya bagi mahasiswa yang
sedang mengemban pendidikan psikologi di bangku perkuliahan. Hal ini dikarenakan hampir di setiap mata kuliah di bidang psikologi akan menekankan
pada hasil-hasil penelitian dan hampir seluruh dari hasil-hasil penelitian tersebut ditunjukkan dengan statistik, sehingga memahami statistika adalah hal yang
sangat penting bagi mahasiswa psikologi untuk dapat membaca artikel-artikel penelitian psikologi yang terkait King Minium, 2003.
King Minium 2003 juga menambahkan bahwa dari semua mata kuliah yang ada di ilmu psikologi, mata kuliah statistika kemungkinan akan sangat
membantu mahasiswa untuk belajar berpikir dengan tepat, belajar mengevaluasi informasi dan menerapkan analisis yang logis dalam tingkatan yang tinggi.
Terkhusus bagi mahasiswa psikologi itu sendiri, mampu melakukan penelitian secara individual adalah tujuan utama dalam menyelesaikan kuliah di psikologi
dan ilmu statistika dilibatkan dalam melakukan penelitian tersebut King Minium, 2003. Hal tersebutlah yang menjadikan pentingnya menguasai ilmu
statistika bagi para mahasiswa psikologi, tidak terkecuali bagi mahasiswa S1 di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang sudah diwajibkan untuk
mengikuti Mata Kuliah Statistika semenjak semester awal.
Universitas Sumatera Utara
2
Sampai sejauh mana penguasaan ilmu statistika pada mahasiswa ditunjukkan dengan hasil belajar mahasiswa di mata kuliah statistika. Penetapan
batas minimum keberhasilan belajar mahasiswa pun selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar Syah, 2010. Terdapat beberapa alternatif
norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses mengajar- belajar, salah satunya adalah norma prestasi belajar yang berlaku di perguruan
tinggi, termasuk Fakultas Psikologi di Univeristas Sumatera Utara yang juga menggunakan simbol huruf-huruf A sangat baik, B baik, C cukup, D
kurang dan E gagal. Menurut Syah 2010, simbol nilai-nilai tersebut dapat dipakai untuk
menetapkan IP mahasiswa, baik pada setiap semester maupun pada akhir studi. Pada setiap akhir semester, nilai A sampai E tersebut dapat dikatakan sebagai
representasi dari total hasil perolehan nilai yang dicapai mahasiswa dalam mengikuti suatu mata kuliah dari awal hingga akhir semester di mata kuliah
tersebut. Nilai-nilai yang diperoleh mahasiswa itu pada umumnya sering disebut sebagai prestasi belajar, sesuai dengan definisi yang dijelaskan dari KBBI 2015
bahwa prestasi belajar adalah merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, yang lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Berbicara tentang penguasaan ilmu statistika sebagai salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa psikologi, maka prestasi belajar atau nilai yang ditunjukkan dari mahasiswa dalam mata kuliah statistika
seharusnya adalah baik tinggi, karena menurut Azwar 2010, nilai prestasi
Universitas Sumatera Utara
3
merupakan cerminan apa yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar, dalam hal ini adalah belajar statistika
.
Sayangnya, berdasarkan rekap data hasil nilai mata kuliah yang ada pada bagian Akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara Tahun 2014, hampir seluruh mahasiswa S1 angkatan 2012 dan 2013 umumnya mendapatkan nilai akhir yang berkisar antara nilai B sampai dengan
nilai A di seluruh mata kuliah saat semester 1, namun tidak untuk mata kuliah statistika. Nilai akhir yang diperoleh oleh mahasiswa berkisar antara E sampai A
dan umumnya lebih banyak mahasiswa yang mendapat nilai E, D, C dan C+. Fenomena di atas dapat dilihat dari perbandingan total jumlah mahasiswa
pada angkatan 2012 dan 2013 yang berjumlah sebanyak 276 orang, namun hanya 3 orang 1,08 saja yang mendapat nilai A, 21 orang 7,6 mendapatkan nilai
B+, 29 orang 10,5 mendapatkan nilai B, 63 orang 22,82 mendapatkan nilai C+, 60 orang 21,7 mendapatkan nilai C, 57 orang 20,6 mendapatkan nilai
D, dan sebanyak 43 orang 15,5 yang mendapatkan nilai E. Mahasiswa dinyatakan lulus pada mata kuliah ini bila mahasiswa mendapatkan nilai C, C+, B,
B+ dan A, sedangkan mahasiswa akan dikatakan tidak lulus bila mendapatkan nilai D dan E. Dengan persentase di atas, maka sebanyak 100 mahasiswa 36.1
tidak lulus sehingga diwajibkan untuk mengulang mata kuliah ini di semester selanjutnya dikarenakan mata kuliah statistika adalah mata kuliah prasyarat untuk
dapat mengambil beberapa mata kuliah tertentu di semester selanjutnya. Menurut Syah 2010, nilai-nilai tersebut adalah merupakan hasil yang
diperoleh melalui evaluasi pengungkapan dan pengukuran hasil belajar yang pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi siswa, baik secara
Universitas Sumatera Utara
4
kuantitatif maupun kualitatif. Berdasarkan kontrak di mata kuliah statistika tahun 2013, nilai-nilai tersebut diperoleh dari hasil yang dicapai oleh mahasiswa saat
presentasi dengan bobot nilai sebanyak 20, tugas sebanyak 15, Ujian Tengah Semester UTS sebanyak 30 dan Ujian Akhir Semester UAS sebanyak 35.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sumbangsih nilai terbesar terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa di akhir semester adalah berdasarkan hasil yang
diperoleh mahasiswa di UTS dan UAS dengan bobot nilai total sebanyak 65. Dengan kata lain, performa mahasiswa ataupun nilai yang diperoleh mahasiswa
saat UTS dan UAS akan menentukan nilai akhir yang akan diperoleh mahasiswa, yaitu apakah baik, kurang ataupun gagal.
Menurut Azwar 2010, UTS UAS itu sendiri dapat dikategorikan sebagai tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar seperti UTS UAS bertujuan
untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar, khususnya mengukur prestasi belajar di ranah kognitif dalam bentuk tertulis.
Melalui UTS dan UAS tersebutlah diketahui bahwasannya prestasi belajar statistika mahasiswa psikologi masih tergolong rendah.
Rendahnya prestasi belajar di mata kuliah statistika prestasi belajar statistika dapat dikaitkan dengan beberapa faktor yaitu seperti: kemampuan
matematika; motivasi; sikap terhadap ilmu statistika, terhadap mata kuliah statistika yang sedang diikuti dan terhadap pengajar di mata kuliah statitistika
serta faktor kecemasan terhadap angka dan statistika Lalonde dan Gardner, dalam Tremblay, dkk., 2000. Kemampuan matematika, motivasi dan sikap diketahui
Universitas Sumatera Utara
5
berhubungan positif dengan prestasi statistika, sedangkan kecemasan terhadap statistika diketahui berhubungan negatif dengan prestasi di bidang statistika.
Faktor kemampuan matematika memang dibutuhkan untuk dapat berhasil di mata kuliah statistika. Namun, kemampuan matematika yang dibutuhkan di
mata kuliah statistika adalah kemampuan berhitung yang standar seperti menjumlahkan,
mengurangkan, membagikan,
mengalikan, mengakarkan,
mengkuadratkan, dan sebagainya yang kesemuanya itu dibantu oleh alat bantu hitung. Selain itu, mahasiswa dianggap sudah memiliki kemampuan matematika
yang standar ini karena mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi telah melalui proses seleksi masuk perguruan tinggi dan juga telah dinyatakan lulus
dalam ujian matematika pada ujian akhir sekolahnya dahulu, sehingga faktor kemampuan matematika tidak menjadi sorotan dalam kasus rendahnya prestasi di
bidang statistika dalam penelitian ini. Faktor lainnya adalah variabel sikap terhadap statistika, motivasi dan
kecemasan terhadap statistika. Akan tetapi menurut Evans 2007, sikap hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap prestasi di bidang statistika. Selain
kemampuan matematika, sikap yang negatif terhadap statistika dan motivasi yang rendah dapat menyebabkan tingginya kecemasan yang dapat menyebabkan
rendahnya performa saat ujian Lalonde dan Gardner, dalam Tremblay, dkk., 2000. Berdasarkan hal ini, maka kecemasan terhadap statistika juga
kemungkinan memiliki pengaruh terhadap rendahnya prestasi belajar statistika mahasiswa psikologi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
6
Berkaitan dengan prestasi belajar, Bloom dalam Azwar, 2010 menyatakan bahwa pengungkapan taraf prestasi belajar di ranah kognitif memiliki
beberapa tahapan, yaitu taraf pengetahuan, komprehensi, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Selain faktor kemampuan matematika, sikap dan motivasi,
maka hanya faktor kecemasan terhadap statistika saja yang secara langsung terlihat mengganggu beberapa taraf prestasi belajar di atas. Hal ini didasarkan
pada temuan Onwuegbuzie dalam Williams, 2010 yang menyatakan bahwa kecemasan statistika mempengaruhi kemampuan siswa untuk memahami artikel
penelitian, analisis data dan interpretasi pada analisis. Hal ini semakin memperkuat pengaruh dari keterlibatan kecemasan statistika terhadap rendahnya
prestasi belajar statistika. Kecemasan terhadap statistika itu sendiri adalah suatu performa yang
ditandai dengan kekhawatiran yang berlebih, pemikiran-pemikiran yang mengganggu, kekacauan mental, ketegangan dan rangsangan fisiologis yang
muncul ketika berhadapan dengan materi statistika, permasalahan, situasi belajar ataupun dalam konteks evaluasi di bidang statistika dan umumnya menurunkan
performa dalam berbagai situasi akademik yang luas dengan mengganggu individu saat memanipulasi data statistik dan saat mencari solusi dalam
permasalahan soal statistika Zeidner, dalam Koh Zawi, 2014. Kecemasan terhadap statistika juga melibatkan lebih banyak faktor kecemasan daripada
sekedar memanipulasi angka, yaitu dalam menginterpretasi data dan hasil statistik, ketakutan dalam bertanya dan takut terhadap pengajar statistika.
Richardson Suinn; Cruise dkk., dalam Williams, 2010.
Universitas Sumatera Utara
7
Onwuegbuzie menemukan bahwa 45 dari 135 subjek penelitiannya mengalami masalah dalam pelajaran statistika terkait dengan prokrastinasi dalam
hal membaca tugas, belajar untuk ujian dan menulis makalah. Selain itu, ujian statistika diketahui sebagai ujian yang lebih membuat cemas dibandingkan dengan
ujian yang lain Baloglu, 2003; Benson, 1989; Musch Bröder, 1999; Onwuegbuzie Seaman, 1995; Zeidner, 1991, dalam Williams, 2010.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilihat apakah kecemasan terhadap statistika ini memang benar-benar terjadi pada mahasiswa psikologi
USU. Hasil uji preliminary yang dilakukan peneliti terhadap 146 Mahasiswa Fakultas Psikologi secara acak di berbagai angkatan semester menunjukkan
bahwa sebanyak 127 mahasiwa 86,98 dari ke 146 mahasiswa tersebut memang memilih ujian statistika sebagai ujian yang paling membuat mereka
merasa takut, gelisah dan khawatir, sedangkan 11 mahasiswa lainnya memilih ujian Psikologi Umum I, 6 mahasiswa yang lain memilih ujian Filsafat, dan
sisanya memilih ujian Agama dan Bahasa Inggris sebagai ujian yang membuat mereka merasa takut dan gelisah di semester 1.
Berdasarkan hasil uji preliminary tersebut juga diperoleh berbagai alasan yang membuat para mahasiswa menjadikan ujian pada mata kuliah statistika
sebagai ujian yang paling menakutkan dan mencemaskan, yaitu karena merasa soal ujiannya rumit, materi yang dipelajari selama ini juga rumit, terdapat rumus
yang banyak, tidak terlalu memahami konsep, tidak menyukai hitungan, membutuhkan ketelitian yang lebih, takut pada ujian eksak, membuat pusing,
materi sulit dipahami, menguras banyak pikiran, merasa kurang mampu dalam
Universitas Sumatera Utara
8
matematika, dosen yang tegas dan menakutkan, membutuhkan waktu yang lebih untuk mengerjakan soal, merasa waktu ujian terlalu singkat, grogi, membutuhkan
penyelesaian yang panjang pada beberapa soal, ragu terhadap nilai yang diperoleh akan memuaskan, soal ujian tidak bisa ditebak, soal yang mengecoh, tidak yakin
pada diri sendiri, takut mengulang karena merupakan mata kuliah wajib, materi yang dipelajari berbahasa inggris, membingungkan, dan berbagai alasan lainnya.
Hal-hal yang diutarakan oleh mahasiswa di atas merupakan faktor-faktor penyebab kecemasan di bidang akademik seperti yang disampaikan oleh Divine
Kylen dalam Hidayat, 2013, yaitu faktor reputasi akademik, pendapat tentang kompetensi dan kemampuan, fokus pada pencapaian dari tujuan dan rasa khawatir
akan ketidaksiapan. Berbagai faktor sumber kecemasan tersebut dapat membuat mahasiswa
mengalami kecemasan. Hal ini semakin ditunjukkan dengan hasil uji preliminary yang menginformasikan bahwa para mahasiswa memang merasakan beberapa
gejala kecemasan umum seperti yang disampaikan oleh Stuart 2006 yaitu seperti gemetaran, berkeringat, panik, detak jantung semakin kencang, tidak dapat
berkonsentrasi, rasa tidak nyaman di perut, merasakan ketegangan, bingung, beberapa kali ingin ke kamar kecil, dan gejala lainnya sesaat mengahadapi ujian
statistika. Selain itu, sebagian besar mahasiswa yang mengikuti uji preliminary juga menganggap bahwa rendahnya nilai yang mereka dapatkan saat ujian
disebabkan oleh gelaja-gelaja kecemasan yang mereka alami baik saat belajar sesaat sebelum ujian dan saat mengerjakan ujian statistika tersebut.
Universitas Sumatera Utara
9
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa yang telah melewati UTS ataupun UAS pada Mata Kuliah Statistika, diketahui juga bahwa
banyak mahasiswa yang merasa kurang siap untuk ujian dan sulit untuk berkonsentrasi, baik ketika belajar saat mempersiapkan ujian maupun pada saat
mengerjakan ujian. Sesaat sebelum ujian berlangsung, banyak mahasiswa yang mencoba mengulang kembali untuk memahami rumus dan mengerjakan soal
latihan, namun kurang dapat fokus karena merasa khawatir apakah nanti dapat menjawab soal ujian atau tidak, apakah soal yang keluar nanti terlalu sulit atau
tidak, dan sebagainya. Kondisi seperti ini dapat dianggap sebagai kecemasan dalam menghadapi ujian.
Kecemasan dalam menghadapi ujian adalah kondisi psikologis dan fisiologis siswa yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan pikiran, perasaan
dan perilaku motorik yang tidak terkendali yang memicu timbulnya kecemasan dalam menghadapi ujian Tresna, 2011. Adapun kondisi yang tidak terkendali
dan tidak menyenangkan tersebut yaitu: sulit konsentrasi, bingung memilih jawaban yang benar, mental blocking, khawatir, takut, gelisah, dan gemetar pada
saat menghadapi ujian ulangan. Kecemasan terhadap ujian tidak hanya terjadi ketika individu sedang ujian,
namun juga sudah dapat mulai terjadi ketika individu sedang belajar sesaat menjelang ujian tersebut. Hal ini didasarkan oleh hasil penelitian Trimoni
Shahini 2011 yang menjelaskan bahwa kecemasan terhadap ujian dirasakan pada saat menjelang ujian dan saat ujian sedang berlangsung. Seperti yang
diungkapkan oleh Yousefi 2010 dalam hasil penelitiannya bahwa kecemasan
Universitas Sumatera Utara
10
dalam menghadapi ujian test anxiety terbukti tidak hanya mempengaruhi memori, tetapi juga mempengaruhi motivasi belajar serta kemampuan untuk
memusatkan perhatian dan konsentrasi dalam belajar yang bisa mengakibatkan kegagalan pada bidang akademis.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan terhadap ujian dan kecemasan terhadap statistika memang terjadi pada mahasiswa
Fakultas Psikologi USU serta bersifat merugikan. Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kecemasan terhadap ujian secara nyata dapat mempengaruhi
performa, konsentrasi dan memori seseorang. Ditambah dengan fenomena kecemasan terhadap statistika yang membuat proses belajar dan performa saat
ujian terganggu karena berhadapan dengan materi statistika, maka kecemasan terhadap ujian dan kecemasan statistika melebur
menjadi “kecemasan terhadap ujian statistika” yang semakin membuat performa mahasiswa menjadi lebih
terganggu ketika belajar sesaat akan menjelang ujian dan juga saat mengerjakan ujian statistika. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kecemasan terhadap ujian
statistika perlu untuk diredakan ketika belajar sesaat menjelang ujian dan pada saat ujian berlangsung jika kita hendak meningkatkan prestasi belajar statistika
pada mahasiswa. Terdapat berbagai macam cara untuk menurunkan kecemasan, salah
satunya adalah dengan mengunakan musik. Seperti yang dinyatakan oleh Campbell dalam Sari, 2012 bahwa cara lain yang dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan yaitu dengan mendengarkan musik.
Universitas Sumatera Utara
11
Musik adalah bagian dari seni yang menggunakan bunyi sebagai media penciptaannya. Akan tetapi, tidak semua dari bunyi-bunyian dapat dianggap
sebagai musik karena sebuah karya musik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut merupakan suatu sistem yang ditopang oleh berbagai
komponen seperti melodi, harmoni, ritme, timbre warna suara, tempo, dinamika, dan bentuk Muttaqin Kustap, 2008.
Musik yang dapat menurunkan kecemasan adalah musik dengan tempo yang lambat atau dikenal dengan istilah musik sedatif, karena menurut Djohan
2006, musik sedatif atau musik relaksasi adalah musik yang dapat menurunkan detak jantung dan tekanan darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum
dapat membuat tenang. Tempo yang lambat dapat ditemukan di lagu-lagu dari berbagai genre musik, seperti musik pop, rock, jazz, klasik dan lain-lain. Namun
menurut Maglione 2006, musik modern tidak memberikan efek yang tepat pada otak seseorang. Menurutnya, komposisi yang ada pada musik barok dan musik
klasiklah yang dapat memberikan efek yang lebih baik dalam menurunkan ketegangan dan meningkatkan kemampuan otak.
Musik klasik meningkatkan kinerja dan kemampuan otak melalui melodi dan ritmenya yang bertindak secara sinergis di dalam otak. Susunan-susunan yang
ada di dalam musik pada periode baroque dan klasik membuat otak memproduksi serotonin yang lebih banyak, membuat tubuh dan pikiran dapat bekerja lebih baik
ketika mendengarkan komposisi yang ada pada musik tersebut, seperti mendorong pemikiran kreatif; meningkatan cara berfikir kritis; mempertahankan rasa senang;
dan mampu mengatasi tantangan-tanganan yang ada. Musik modern tidak
Universitas Sumatera Utara
12
memberikan keseimbangan yang benar pada ritme dan melodinya, sehingga tidak memberikan efek yang tepat pada otak seseorang Maglione, dalam situs Classical
Forums, 2006. Musik klasik itu sendiri adalah musik yang diciptakan pada tradisi
kesenian barat yang dimulai dari tahun 1750-1830 yang ditunjukkan dalam bentuk musik yang menjadi standar yaitu seperti symphony, concerto dan sonata kamus
Oxford, 2015. Pengaruh musik klasik dalam menurunkan kecemasan sudah banyak
dibuktikan oleh berbagai hasil penelitian terdahulu. Haynes 2003 menyatakan dalam penelitiannya bahwa musik dapat menurunkan kecemasan matematika pada
mahasiswa Universitas West Virgina dengan memberikan musik pengiring, yaitu musik klasik kepada kelompok eksperimen yang sedang belajar 10 menit sesaat
sebelum ujian dimulai. Hasil penelitian Susanti dan Rohmah 2011 juga turut mendukung pengaruh musik dalam menurunkan kecemasan matematika pada
siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta dengan menggunakan musik klasik sebagai pengiring saat belajar matematika. Blanchard dan Stanton dalam Haynes, 2003
juga turut menyatakan bahwa penyajian musik dapat menurunkan kecemasan di kondisi ujian.
Selain menurunkan kecemasan, musik klasik juga memberikan manfaat terhadap performa dan prestasi belajar siswa. Lawrence dalam White, 2012
bahwa 11 dari 12 siswa yang diuji menunjukkan peningkatan skor ujian yang sangat baik saat diperdengarkan musik. Siswa menjadi terlihat lebih rajin dan
mendapatkan nilai yang lebih baik saat bekerja sehingga menurutnya penyajian
Universitas Sumatera Utara
13
musik di dalam kelas adalah suatu keharusan. Merrit dalam Susanti Rohmah, 2011 menyebutkan beberapa manfaat musik, salah satunya yaitu meningkatkan
intelegensi efek Mozart. Hasil penelitian di atas juga didukung dengan hasil berbagai penelitian
yang disampaikan oleh Ketcheson dalam White, 2012 bahwa menyajikan musik klasik di kelas memiliki berbagai manfaat yang bervariasi seprti meningkatkan
IQ, mempercepat proses pembelajaran, memperkuat daya ingat terhadap materi yang telah dipelajari, nilai ujian menjadi lebih tinggi, serta menurunkan stress dan
ketegangan. Bryant-Jones, Shimmins, Vega dalam White, 2012 juga menyatakan bahwa terdapat berbagai manfaat yang jelas dalam menyajikan musik
saat belajar dan berefek tidak hanya pada intelegensi musikal, namun juga membantu siswa untuk meningkatkan prestasi matematikanya serta meningkatkan
intelegensinya secara keseluruhan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian di atas, penyajian musik klasik di
kelas secara jelas diketahui dapat menurunkan kecemasan dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan demikian, musik klasik sedatif diketahui memiliki
dua efek yang baik, efek pertama yaitu menurunkan kecemasan dan dapat membuat individu lebih tenang yang dikarenakan oleh produksi serotonin yang
banyak serta karakteristik sedatif tempo yang lambat dan stabilitas pada tekstur musik, kemudian efek yang kedua adalah dapat meningkatkan kemampuan
kognitif menstimulasi pemikiran kreatif, berpikir kritis dan dapat menemukan jalan keluar dari masalah melalui ritme dan melodinya. Contoh musik klasik
sedatif yang sering digunakan dalam terapi adalah misalnya seperti Mozart:
Universitas Sumatera Utara
14
Adagio, Sonata in E-flat; Mozart: Andante K. 525; JS Bach: Air on a G String dan sebagainya Tague, 2007.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti hendak menurunkan kecemasan terhadap ujian statistika dan mempengaruhi prestasi belajar statistika
mahasiswa dengan menyajikan musik klasik sedatif pada saat mahasiswa belajar sebelum ujian dimulai dan saat mahasiswa sedang mengerjakan ujian. Dengan
mempertimbangkan bahwa kondisi belajar sebelum ujian dan kondisi saat ujian adalah merupakan dua waktu yang berbeda serta sebagian besar mahasiswa
memiliki cara tersendiri dalam meredakan kecemasannya saat menghadapi ujian, maka peneliti membuat empat variasi waktu penyajian musik klasik sedatif dalam
mengetahui efektifitas musik klasik sedatif terhadap kecemasan ujian statistika dan prestasi belajar statistika di berbagai waktu penyajian musik yang berbeda.
Penyajian musik klasik sedatif di kondisi yang berbeda dirancang karena peneliti hendak melihat pada kondisi waktu penyajian musik klasik sedatif yang
manakah prestasi belajar statistika mahasiswa akan optimum, apakah ketika musik disajikan pada saat kondisi belajar dan ujian, atau hanya pada saat kondisi belajar
ujian saja. Hal ini disebabkan karena pengaruh penyajian musik klasik sedatif di waktu yang berbeda dapat membuat tingkat kecemasan terhadap ujian statistika
pada mahasiswa turut berbeda. Ketika kecemasan terhadap ujian statistika berbeda, maka prestasi belajar statistika pada mahasiswa pun turut berbeda pula.
Selain itu, karena musik klasik sedatif dianggap memiliki dua efek, maka penelitian ini juga sekaligus ingin melihat efek mana yang lebih besar, apakah
efek musik klasik sedatif dalam menurunkan kecemasan atau apakah efek musik
Universitas Sumatera Utara
15
klasik sedatif dalam meningkatkan kemampuan kognitif. Ketika efek yang lebih besar sudah diketahui, maka penelitian ini nantinya juga dapat melihat bahwa
apakah musik klasik memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi belajar statistika tanpa melalui kecemasan terhadap ujian statistika, atau apakah musik
klasik sedatif memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar statistika melalui kecemasan ujian statistika.
B. Rumusan Penelitian